Seorang wanita berulangkali mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Hal pertama yang ia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah langit-langit berwarna putih. Dibersamai dengan aroma obat yang menyerbak mengusik indra penciuman, ia tahu bahwa saat ini dirinya tengah berada di rumah sakit.
Sebuah perban melingkar di kepalanya. Merasakan punggung yang terasa ngilu, ia berpikir bahwa dirinya telah lama berbaring. Ia mencoba bangun dari berbaring, namun kepalanya terasa sakit. "Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Mbak. Mbaknya baru sadar," tegur Suster yang baru saja masuk ke ruangan rawat. Wanita itu mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya bisa berada di rumah sakit saat ini. Kemudian ia melebarkan matanya terkejut ketika mengingat ia mengalami kecelakaan tidak sendirian. "Di mana suami saya?" tanya wanita itu dengan suara lemah. Suster memandang bingung. "Suami Mbak, namanya siapa?" "Suami saya, Jeremy Xanders Arthur," jawabnya. Suster mengangguk paham. "Suami Mbak, ada di ruang VIP." "Saya mau lihat suami saya." Alka mencoba turun dari brangkar namun ditahan oleh suster. "Jangan dulu!" sergahnya, "Badan Mbak Alka masih lemas karena baru sadar. Saya panggilkan dokter untuk diperiksa dulu ya." Alka mengangguk mendengarkan ucapan suster. Suster kemudian keluar untuk memanggil dokter, dan melakukan pemeriksaan kepada Alka. Tak lama kemudian, suster kembali bersama seorang dokter. Dokter itu adalah dokter Herman. Dokter yang juga merawat Jeremy. Dokter Herman mengeluarkan stetoskop dan center kecil dari dalam saku jasnya. "Apa kamu baik-baik saja Alka?" tanya Dokter Herman dengan ramah. "Saya baik-baik saja dokter. Hanya sedikit pusing." Dokter Herman memberikan nasihat kepada Alka, agar jangan terlalu banyak bergerak terlebih dahulu. Alka mendengarkan saran dari Dokter tanpa ingin menjawab. "Saya ingin bertemu dengan suami saya untuk melihat keadaannya," ucap Alka kepada Dokter Herman. "Kamu ingin bertemu dengan suamimu? Apa suamimu pasien yang bernama Jeremy?" tanya dokter Herman memastikan. Alka mengangguk. "Benar, Dokter. Apa suami saya dirawat di sini juga?" "Kebetulan saya adalah dokter yang juga menangani suami kamu," jawab Dokter Herman. "Bagaimana keadaan suami saya dokter?" tanya Alka khawatir. "Maaf ... suamimu, mengalami koma." Duarr ... "Koma?" lirih Alka. Dokter Herman mengangguk. "Benar. Benturan keras akibat kecelakaan yang terjadi membuat cedera sebagian otaknya. Kami saat ini tengah melakukan pemantauan selama 24 jam karena kondisinya tidak stabil. Doakan agar suami kamu segera siuman." Bahu Alka seketika lemas mendengar penjabaran dari Dokter mengenai kondisi suaminya. Netra pekat yang baru saja terbuka itu terlihat mengembun. Ada rasa sesak yang dirasakan oleh Alka membayangkan kondisi suami tercinta. Setelah selesai melakukan rangkaian pemeriksaan, Dokter Herman pamit undur diri kepada Alka. Setelah kepergian dokter Herman, Alka memutuskan untuk turun dari ranjang rumah sakit. Ia ingin melihat keadaan suaminya yang berada di ruang VIP. Alka dengan perlahan melangkah keluar dari ruangan tempatnya dirawat sambil membawa tiang infus. Larangan dokter Herman dan suster yang minta ia untuk istirahat terlebih dahulu tidak ia dengarkan, karena ia ingin segera bertemu dengan sang suami. Ia merasa bersalah karena Jeremy koma. Meskipun kecelakaan itu bukanlah ia penyebabnya. Setelah melangkah cukup jauh, akhirnya ia tiba di ruang VIP di mana sang suami tengah dirawat. Sebelum masuk, Alka terlebih dahulu mengintip dari kaca yang ada di pintu ruangan tersebut. Terlihat ada kedua orang tua Jeremy di dalam sana. Tangan Alka yang akan memegang handle pintu, menggantung begitu saja. "Ternyata ada kedua mertuaku didalam sana," gumamnya. Alka mengundurkan langkah dan mengurungkan niatnya untuk masuk ke ruangan di mana sang suami dirawat. Lebih baik ia melihat keadaan sang suami ketika mereka berdua tak ada di sana. Sepertinya keputusan Alka salah keluar dari kamarnya untuk melihat sang suami. Hampir saja ia bertemu dengan mertuanya. Alka lebih baik menghindar daripada nantinya ia bertemu dan mendapatkan berbagai cacian. Sebab ia tahu betul, pasangan paruh baya itu teramat membenci Alka. Tak lama kemudian, kedua orang tua Jeremy keluar. Alka dengan cepat bersembunyi di balik pohon palem yang ada di seberang koridor. Alka memperhatikan Wilda dan Hasan yang perlahan melangkah menjauh. Saat kedua orang itu dipastikan sudah berada di kejauhan, Alka kemudian keluar dari persembunyiannya, dan segera masuk ke ruangan VIP tempat sang suami dirawat. Sebelum memasuki kamar Jeremy, Alka terlebih dahulu menengok ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang yang mengawasinya. Ia segera membuka pintu dan dengan cepat dan segera menutupnya. Setelah berada di ruangan rawat Jeremy, Alka terpaku melihat keadaan sang suami. "Mas Jeremy!" lirih Alka. Kedua netra milik wanita cantik berambut panjang itu, seketika menganak sungai. Terasa dadanya seperti dihantam sebuah batu yang besar. Alka merasa hancur melihat keadaan sang suami yang begitu menyedihkan akibat kecelakaan yang menimpa mereka. Alka dengan langkah perlahan mendekati ranjang tempat berbaringnya pria yang mencintainya itu. Wajah Alka basah dengan air mata yang bercucuran. Perlahan, Alka duduk di samping tempat tidur sang suami. Dengan lembut ia genggam tangan sang suami yang lemah. "Maafkan Alka, Mas," isaknya, "maafkan Alka tidak bisa melindungi, Mas." "Cepat bangun, Mas! Aku memiliki kabar bahagia untuk kamu. Kabar bahagia sebagai hadiah pernikahan kita yang sebentar lagi genap dua tahun. Apa Mas Jeremy nggak ingin mendengarnya, Mas?" Alka mengecup lembut tangan sang suami yang terpasang oleh oxymeter. Mendengar sendiri dari dokter Herman yang mengatakan bahwa kondisi Jeremy yang sedang koma, sudah membuat hancur hati Alka. Ditambah lagi Alka melihat sendiri keadaan sang suami yang lemah tidak berdaya. Alka teringat, sebelum ia tak sadarkan diri, Jeremy melepaskan sabuk pengaman yang digunakan oleh pria itu, dan memeluk erat tubuh Alka agar tidak terkena pecahan kaca. Jika ia tahu akan terjadi kecelakaan yang membuat sang suami seperti ini, Alka tidak mau diajak oleh Jeremy berlibur ke Yogyakarta. Siapa yang dapat memprediksikan musibah yang akan datang? Tak ada satupun orang yang bisa memprediksikan. Ia usap dengan lembut wajah sang suami yang damai dalam tidur. Berulang kali Alka bersuara Allah mengajak berbicara sang suami. walaupun saat ini Jeremy Tengah koma, Alka yakin bahwa di bawah alam sadar, Jeremy dapat mendengarkan dan merasakan kehadiran Alka. Ketika Alka tengah asik menatap wajah damai sang suami yang tertidur, suara pintu terbuka mengejutkan dirinya. Alka lebih terkejut lagi melihat siapa yang datang. "Mama!" ucap Alka dengan suara bergetar. Wilda menatap tajam kepada Alka. "Mari kamu ikut saya!" Wilda dengan cepat meraih tangan Alka, dan menyeretnya keluar dari ruangan Jeremy. Alka terkejut dan panik dengan Wilda yang ingin mengajaknya entah ke mana. "Mama! Aku mau dibawa ke mana, Ma ...?" "Diam dan jangan banyak bicara!" bentak Wilda. Alka berusaha berontak ketika tangannya dipegang dengan erat oleh Wilda. Wanita paruh baya tersebut menyeret Alka dengan kasar hingga Alka terseok-seok. Wilda menarik tangan menantunya untuk keluar dari rumah sakit. Karena baru saja sadar, dan kondisi tubuh Alka masih lemah, Alka berulang kali hampir terjatuh saat dibawa oleh Wilda karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Alka berusaha sekuat tenaganya untuk melepaskan cekalan tangan Wilda. "Kenapa aku harus pergi? Aku baru saja sadar dan aku harus dirawat." "Aku ingin kamu pergi dari kehidupan anakku." "Tidak mau," tolak Alka. "Sepertinya, aku perlu menggunakan kekerasan terhadapmu." Wilda tersenyum menyeringai membuat Alka seketika ketakutan.Hujan deras dan suara petir menggelegar menandai berakhirnya musim kemarau. Di malam pertama turun hujan, aroma petrichor tercium menguap ke udara. Aroma antara tanah kering dan air hujan yang menyatu memang sangat menyenangkan. Sekaligus ucapan rasa syukur atas rahmat Tuhan karena diberikan keberkahan atas turunnya hujan setelah musim kemarau yang panjang. Di rumah Nena, tepatnya di Yogyakarta, wanita yang merupakan kakak sepupu Alka itu tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, tanaman bunga dan sayuran yang mulai akan mati, kini setidaknya ikut tersenyum bahagia karena diguyur hujan. "Alhamdulillah! Sudah turun hujan. Kamu akan tumbuh subur lagi," ucap Nena dengan penuh rasa syukur sambil melihat tanaman-tanamannya. Nena mencoba membuka tirai di jendela rumahnya untuk memandang hujan turun. Namun, bukannya melihat aliran air yang turun dari sudut genting, Nena malah terpaku dengan seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Nena penasaran dengan sosok i
Jeremy berulangkali menggerakkan jari-jari tangannya secara perlahan. mata yang masih tertutup itu, bergerak-gerak ke kanan dan kiri. Beberapa hari terakhir, setelah 2 bulan mengalami koma, hasil pemeriksaan dari dokter menunjukkan bahwa Jeremy semakin menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Hal itu disambut dengan lega oleh Wilda maupun Hasan. Tak lama kemudian, Jeremy membuka matanya, dan menatap sekeliling ruangan. Langit-langit putih yang pertama kali ia tatap, dan aroma obat-obatan yang menusuk indra penciuman, menyadarkan dirinya tengah berada di rumah sakit. Jeremy merasakan pusing di kepalanya. Jeremy mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya terbaring di rumah sakit seperti sekarang ini. Sontak, Jeremy melebarkan matanya ketika mengingat sesuatu. Raut wajah yang semula lemah, seketika berubah menjadi khawatir. "Di mana istriku? Apa dia baik-baik saja?" gumamnya.
Setelah kondisi Jeremy membaik dan dokter memperbolehkan Jeremy untuk pulang, pria itu memaksa kepada kedua orang tuanya untuk mengajak ia pergi ke makam Alka. Sejak dari beberapa hari lalu, Jeremy memaksa untuk mendatangi makam Alka. Namun Ayah dan ibunya mengatakan Jeremy harus dalam keadaan membaik dulu baru boleh mengunjungi makam istri tercinta. Di sore hari yang cerah, Jeremy berkunjung ke pusara yang bertuliskan nama sang istri dengan membawa sebuket bunga mawar merah. Bunga mawar berwarna merah, adalah bunga kesukaan Alka. Jeremy membeku ketika menatap gundukan tanah merah yang ia ketahui sebagai tempat istirahat terakhir sang istri. Tentu saja makam itu adalah makam palsu, karena Hasan telah membayar seseorang untuk membuat makam tersebut, dan diberi nisan bertuliskan nama lengkap Alka. Hasan dan Wilda telah menyiapkan itu jauh sebelum Jeremy sadar, sebagai bukti kepada Jeremy bahwa istrinya telah meninggal. Pria paruh baya yang masih se
"Tuan Hasan! Nyonya Wilda!" panggil Mirna, ART keluarga Arthur dengan panik. "Apa, Bi?" sahut Hasan. pria paruh baya itu menatap heran pembantunya yang berlari tergesa-gesa menuruni tangga. Hasan dan Wilda baru saja duduk di ruang makan, untuk memulai sesi sarapan pagi. Sebelum mereka melakukan sarapan, Wilda meminta Mirna untuk memanggil Jeremy yang masih belum keluar dari kamarnya. "Ada apa, Bi? Kok mukanya panik begitu?" tanya Wilda heran. "Itu, Tuan, nyonya, Tuan Jeremy ..." Mirna menunjuk ke arah lantai atas. "Jeremy kenapa?" desak Hasan. "Tuan Jeremy bersimbah darah di kamar mandi," jawab Art dengan gugup. Wilda terperangah dan menjatuhkan rahangnya. "Apa?!" Hasan dan Wilda segera berlari ke kamar mandi untuk melihat keadaa
Hari ini, tepat pernikahan Jeremy dan Diana akan digelar. Para tamu undangan yang merupakan kolega bisnis dari Hasan dan ayah Diana, turut hadir menyaksikan gelaran acara yang sakral tersebut. Para wartawan pun turut hadir untuk meliput berita pernikahan putra konglomerat Makassar. Diana tampil cantik dengan balutan kebaya berwarna putih. Sahabat dan teman sesama sosialita Diana pun ikut hadir. Kedua orang tua yang mendampingi Diana tersenyum bahagia melihat putrinya akan menikah. "Kamu cantik sekali hari ini, Sayang," kata Nana, ibu Diana. "Tentu saja aku cantik. Karena Mamaku cantik." "Bukan itu maksud Mama. Aura cantikmu itu terpancar dari dalam." "Ini hari bersejarah untukku. Dan aku berbahagia. Mungkin itu yang membuat aura cantikku terpancar." "Mama bersyukur karena telah diberikan umur panjang dan sehat oleh tuhan. Sehingga Mama dapat menyaksikan putri cantik Mama menikah," ucap Nana terharu. "Mama harus s
"Alka!" Nena berlari menghampiri Alka yang sedang menangis di sudut ruangan dapur sambil memeluk lututnya. "Alka yang sabar, ya." Nena memeluk erat tubuh ringkih adik sepupunya untuk memberikan kekuatan. Alka mendongakkan kepalanya menatap Nena. "Aku nggak kuat, Mbak. Hiks ... Hiks ..." Alka menepuk-nepuk dadanya. "Di sini sakit. Sakit sekali." "Kenapa nasibmu menjadi seperti ini?" Nena berurai airmata menatap Alka. Wanita yang menjadi satu-satunya kerabat Alka tersebut, merasa kasihan kepada adik sepupunya. Alka menangis dipelukan Nena dengan air mata yang mengalir deras. Dadanya terasa sangat sesak. Hatinya tercabik-cabik hingga luka dan berdarah melihat sang suami menikah dengan wanita lain. Nena yang memeluk pun ikut menangis. Sebagai sesama wanita yang telah memiliki suami dan anak, Nena bisa ikut merasakan apa yang saat ini Alka rasakan. Wanita mana pun pasti merasa hancur dan sakit melihat suami yang dicintai bersanding dengan wanita lain di pelaminan. "Kamu ini wanita b
Wilda duduk di serambi rumah Alka dan berhadapan dengan menantunya itu. Alka menatap dingin wanita paruh baya yang berstatus sebagai ibu dari pria yang ia cintai. Pria yang kini telah menikah dengan wanita lain. "Katanya ingin bicara. Kenapa masih diam?" Alka membuka pembicaraan setelah keduanya saling lama diam. Wilda mendongak menatap mata Alka. Wanita paruh baya itu dapat melihat guratan kemarahan di wajah wanita yang dicintai oleh putranya. Wilda tahu bahwa Alka marah karena telah memisahkan wanita itu dari putranya. "Bagaimana keadaan kamu?" tanya Wilda berbasa-basi. "Apa yang anda harapkan? Apakah anda mengharapkan saya menjadi gila setelah berpisah dengan suamiku?" sarkas Alka. Wilda tersenyum dan menggeleng. "Saya tidak pernah mengharapkan kamu menjadi seperti itu." "Lalu tujuan Anda apa ke sini? Apa Anda ingin melihat betapa menyedihkannya saya setelah apa yang anda lakukan ter
Jeremy baru saja selesai melakukan rapat kerja sama, dengan salah satu pengusaha di kota Batam. Pria itu merencanakan membangun hotelnya di kota industri tersebut. Tak terasa setelah 5 tahun, usaha properti yang dijalankan oleh Jeremy tumbuh dengan pesat dan maju. Kelvin, sang sahabat, selalu setia berada di sisi Jeremy, dan mendampingi pria itu. Kelvin juga menjadi saksi bagaimana hancurnya hidup Jeremy setelah kehilangan istri tercinta. Jeremy melampiaskan rasa sedih dan sakit hatinya akibat kehilangan Alka dengan memperluas bisnis dan usahanya hingga ia menjadi salah satu pengusaha tersukses di Asia. Mereka berdua berada di mobil rencana untuk kembali ke Jakarta. Ketika di perjalanan akan ke bandara, lalu lintas mengalami kemacetan. Kelvin yang menyetir, menggerutu kesal karena perjalanan mereka terhambat. "Sialan! pakai macet segala," umpat Kelvin. Berbeda dengan Kelvin yang menggeretu kesal, Jeremy diam tak berbicara, dan menatap lurus
Jeremy duduk dengan tenang bersandar di kursi kebesarannya. Sama seperti kemarin, iya masih berada di Makassar menangani perusahaan keluarga. Netra Jeremy terlihat sendu menyimpan kesedihan dan kerinduan yang amat dalam. Di tangannya terdapat selembar foto yang sedang ia pandangi. Foto itu adalah foto milik Alka. Istri yang sangat ia cintai. Wanita yang menjadi belahan jiwanya.Hati Jeremy terasa hangat dan damai menatap senyuman sang istri di foto tersebut. Kedamaian yang telah lama tidak Jeremi rasakan, kini hadir kembali walau hanya melihat foto itu. Dan tak dapat dipungkiri, hanya Alka lah yang membuat Jeremy merasa hati damai dan tenang.Bibir Jeremy melengkung ke atas melihat potret bahagia alka. Seorang anak desa yang bahagia bermain dengan hujan salju.Jeremy sudah tahu bahwa Alka berada di Polandia. Ia mencoba mencari tahu lewat temannya yang bekerja di imigrasi untuk melacak keberadaan istrinya itu.Ucapan Nena beberapa hari lalu saat Jeremy berkunjung ke Yogyakarta, membu
"Jadi, kamu sudah pernah menikah dan memiliki satu anak?" tanya Hendra kepada Alka.Alka mengangguk. "Iya. Sekarang anakku sudah besar. 2 bulan yang lalu, dia menginjak usia 5 tahun."Hendra mengajak Alka makan siang berdua di sebuah outdoor cafe yang terletak di jantung kota Warsawa. Hendra menanyakan mengenai keluarga Alka setelah pria itu menceritakan tentang keluarganya. Alka menceritakan kepada Hendra tentang keluarganya dan statusnya yang pernah menikah. Alka juga menceritakan bahwa ia telah berpisah dari suaminya."Anakmu laki-laki atau perempuan?" tanya Hendra penasaran."Laki-laki," jawab Alka."Kenapa kamu titipkan anakmu di panti asuhan? Memangnya tidak ada saudaramu?"Hendra mendengar bahwa Alka menitipkan putranya di panti asuhan. Alka lakukan itu, sebelum ia memutuskan merantau ke Eropa."Saudaraku banyak. Tapi jauh semua. Paling dekat kakak sepupuku. Tapi karena dia mengalami kesulitan ekonomi, serta harus merawat mertuanya yang sakit, jadi aku nggak tega harus menamba
Jeremy menatap lekat sang ibu yang melakukan aktivitas merapikan tanaman bunga di dekat jendela dekat balkon. Wilda terlihat serius dan begitu hati-hati menggunting bunga dan daun yang telah kering.Setelah pulang dari Yogyakarta, Jeremy memutuskan untuk terbang ke Makassar karena ingin menanyakan sesuatu hal kepada ibunya. Ia ingin tahu apakah ibunya mau jujur atau tidak. Ia juga ingin tahu apakah ibunya mengetahui penyebab kecelakaan yang menimpanya. Bagaimana cara ibunya mengusir Alka yang baru saja bangun dan masih dalam keadaan lemah.Cukup lama Jeremy berdiam diri, akhirnya pria itu melangkahkan kaki mendekati sang ibu. Wilda terkejut melihat kedatangan Jeremy yang tiba-tiba. "Jeremy? Kapan kamu datang?" "Barusan, Ma.""Apa ada masalah di perusahaan, Nak?""Tidak ada sebenarnya. Cuma ya ... aku pikir, alangkah lebih baiknya 3 hari aku di sini, dan 4 hari aku di Jakarta.""Selalu bersama Diana? Diana kan ada di Surabaya? Kamu tidak meluangkan waktumu hanya sehari saja ke Surab
"Mbak Nena!" panggil Jeremy terhadap seorang wanita yang sedang berjongkok mengambil beberapa lembar daun kucai di pot menggunakan gunting.Wanita yang dipanggil Nena oleh Jeremy, menoleh kepada Jeremy yang memanggilnya. Nena kemudian berdiri dan menatap tidak bersahabat kepada Jeremy. Jeremy datang ke rumah Nena bersama dengan Kelvin."Jeremy? Mau apa kamu ke sini?" tanya Nena dengan nada ketus."Aku ke sini, ingin mencari Alka, Mbak," ucap Jeremy.Nena tertawa kecil mendengar ucapan Jeremy. "Setelah apa yang dilakukan oleh ibumu kepada adikku, dan kamu yang telah membuat adikku hancur, kamu ingin mencarinya? Percuma. Kamu tidak akan menemukannya di sini.""Aku minta maaf karena aku tidak bisa melindungi Alka. Aku menyesal dan aku merasa bersalah karena aku tidak bisa melindungi istriku hingga ia meninggal."Nena menatap tajam Jeremy. "Apa katamu? Alka meninggal? Jangan sembarangan bicara kamu Jeremy."Selama ini, Nena menganggap bahwa Jeremy telah melupakan adiknya dan membuangnya b
Alka saat ini tengah menemani sahabatnya, Nur membeli cincin di toko perhiasan di pusat kota. Model perhiasan yang terpajang di etalase toko sangat indah. Desain yang sederhana namun mewah, membuat Nur kebingungan untuk memilih."Aku yang ini cocok nggak ya?" tanya Nur kepada Alka sambil menunjuk ke arah cincin bermata berlian berwarna merah muda."Nggak kebesaran? Kamu pernah bilang ke aku kalau kamu nggak suka dengan perhiasan yang bervolume besar," kata Alka."Iya, sih. Tapi aku suka warnanya.""Warna itu memang cocok di kulitmu. Coba tanyakan kepada penjualnya! Mungkin mereka punya yang warna itu dan ukuran yang lebih kecil."Nur kemudian meminta tolong kepada penjualnya untuk menunjukkan cincin berlian dengan model dan warna berlian yang sama, namun lebih kecil ukuran plat ring, dan berat berliannya. Sembari menunggu Nur mendapatkan cincin yang ia inginkan, Alka melihat-lihat koleksi perhiasan yang ada di sana. Alka terkagum melihat berbagai model perhiasan yang terpajang. Tidak
"Bagaimana mungkin bisa begitu?" tanya Jeremy dengan wajah bingung.Pria itu terlihat tidak terima mendengar kabar dari Kelvin bahwa makam istrinya palsu. Yang menguburkan istri tercintanya adalah kedua orang tuanya. Apakah mungkin, kedua orang tua Jeremy membohonginya?Jeremi yakin ini adalah suatu kebohongan untuk membuat dirinya stres. Tidak mungkin makam Alka fiktif."Mereka mengirimkan video kepadaku."Kelvin menunjukkan ponselnya kepada Jeremy. Dalam video itu terlihat tugas makam juru kunci dan pemerintah daerah melakukan pengecekan data-data dari makam yang ada di sana. Berkas ditunjukkan bahwa, tidak ada satupun nama Alka yang tertera dan terdaftar di situ."Setiap makam fiktif yang tidak terdaftar di data pemerintah daerah, mereka melakukan pengecekan dengan membuktikan bahwa makam itu palsu atau tidak, dengan cara menusukkan besi sepanjang 3 meter. Dan besi itu mengalami kebengkokan berarti memang itu makam fiktif. Dan makan itu juga sama terjadi dengan gundukan tanah yang
Hari ini merupakan hari yang penuh kegembiraan karena diadakan sebuah pesta meriah untuk merayakan kemenangan Iqbal sebagai gubernur terpilih. Suasana penuh semangat terasa di udara, dengan ratusan orang berkumpul untuk memberikan selamat kepada Iqbal atas pencapaiannya yang luar biasa. Di tengah gemerlapnya pesta, Iqbal memberikan pidato yang menginspirasi tentang rencananya untuk memajukan daerah ini. Ia berjanji akan bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperbaiki infrastruktur yang ada, dan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan penuh antusiasme, Iqbal menyatakan komitmennya untuk menjadi pemimpin yang adil dan bertanggung jawab. Jeremy, Diana, dan Kelvin turut serta dalam perayaan pesta kemenangan tersebut. Jeremy tersenyum sinis kepada Iqbal yang tak henti-hentinya menampilkan raut bahagia. Kemenangan Iqbal sebagai gubernur terpilih menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri. Meskipun ia berlaku curang dibelakang layar, ia tersenyum puas karena salah sa
Seminggu setelah Jeremy melakukan pengancaman akan membunuh Rangga kepada Diana, Diana akhirnya benar-benar mencabut laporan KDRT yang dilakukan oleh Jeremy. Selain karena Diana tidak ingin kehilangan Rangga, Diana juga tidak ingin ayahnya mengalami kekalahan dalam pemilihan gubernur. Tetapi ada satu hal yang membuat Diana merasa kesal. Rangga sedikit berubah kepadanya. Bahkan pada malam dimana Jeremy batal menembak Rangga, Rangga yang memeluk Nisa dengan erat karena ketakutan, membuat Diana terbakar api cemburu. Dan saat Diana mengajak Rangga untuk pergi ke hotel dan menghabiskan malam bersama, Rangga takut dengan ancaman Nisa. Diana tahu bahwa Rangga kekasihnya mulai mencintai istrinya. Dan kali ini wanita itu merasa tersaingi karena khawatir cinta yang dimiliki Rangga kepadanya perlahan akan memudar. Kegelisahan Diana diketahui oleh Jeremy. Diana mencoba belajar untuk memperlakukan Jeremy sebagai suaminya. Namun Jeremy tetap saja acuh, dan tidak peduli apapun yang dilakukan oleh
"Tunggu!! Berhenti!" Seorang wanita menghadang laju mobil yang di tumpangi oleh Kelvin dan Jeremy dengan berdiri didepan mobil tersebut sambil merentangkan kedua tangannya. Jeremy malam ini hendak menemui Rangga. Namun istrinya datang menghalangi. Diana takut bahwa Jeremy akan melakukan hal bahaya kepada Rangga setelah suaminya mengirim pesan ancaman."Tabrak dia!" Perintah Jeremy.Kelvin menggenggam erat setir kemudi, dan perlahan menginjak pedal gas. Ia bersiap untuk menabrak Diana sesuai arahan dari Jeremy. Diana yang merentangkan tangan di tengah jalan memejamkan matanya sejenak. Ia benar-benar takut bila Kelvin tetap menabrak nya. Ciit ...Kelvin melakukan pengereman secara mendadak. Meskipun bosnya memerintahkan dirinya untuk menabrak Diana, ia mengurungkan hal itu. Jeremy menoleh ke arah Kelvin dan mendengus kesal.Diana yang mengetahui bahwa mobil yang dikendarai oleh Kelvin berhenti tepat di depannya, kemudian membuka mata. Diana segera berlari ke samping mobil dan memukul