Setelah kondisi Jeremy membaik dan dokter memperbolehkan Jeremy untuk pulang, pria itu memaksa kepada kedua orang tuanya untuk mengajak ia pergi ke makam Alka. Sejak dari beberapa hari lalu, Jeremy memaksa untuk mendatangi makam Alka. Namun Ayah dan ibunya mengatakan Jeremy harus dalam keadaan membaik dulu baru boleh mengunjungi makam istri tercinta.
Di sore hari yang cerah, Jeremy berkunjung ke pusara yang bertuliskan nama sang istri dengan membawa sebuket bunga mawar merah. Bunga mawar berwarna merah, adalah bunga kesukaan Alka. Jeremy membeku ketika menatap gundukan tanah merah yang ia ketahui sebagai tempat istirahat terakhir sang istri. Tentu saja makam itu adalah makam palsu, karena Hasan telah membayar seseorang untuk membuat makam tersebut, dan diberi nisan bertuliskan nama lengkap Alka. Hasan dan Wilda telah menyiapkan itu jauh sebelum Jeremy sadar, sebagai bukti kepada Jeremy bahwa istrinya telah meninggal. Pria paruh baya yang masih se"Tuan Hasan! Nyonya Wilda!" panggil Mirna, ART keluarga Arthur dengan panik. "Apa, Bi?" sahut Hasan. pria paruh baya itu menatap heran pembantunya yang berlari tergesa-gesa menuruni tangga. Hasan dan Wilda baru saja duduk di ruang makan, untuk memulai sesi sarapan pagi. Sebelum mereka melakukan sarapan, Wilda meminta Mirna untuk memanggil Jeremy yang masih belum keluar dari kamarnya. "Ada apa, Bi? Kok mukanya panik begitu?" tanya Wilda heran. "Itu, Tuan, nyonya, Tuan Jeremy ..." Mirna menunjuk ke arah lantai atas. "Jeremy kenapa?" desak Hasan. "Tuan Jeremy bersimbah darah di kamar mandi," jawab Art dengan gugup. Wilda terperangah dan menjatuhkan rahangnya. "Apa?!" Hasan dan Wilda segera berlari ke kamar mandi untuk melihat keadaa
Hari ini, tepat pernikahan Jeremy dan Diana akan digelar. Para tamu undangan yang merupakan kolega bisnis dari Hasan dan ayah Diana, turut hadir menyaksikan gelaran acara yang sakral tersebut. Para wartawan pun turut hadir untuk meliput berita pernikahan putra konglomerat Makassar. Diana tampil cantik dengan balutan kebaya berwarna putih. Sahabat dan teman sesama sosialita Diana pun ikut hadir. Kedua orang tua yang mendampingi Diana tersenyum bahagia melihat putrinya akan menikah. "Kamu cantik sekali hari ini, Sayang," kata Nana, ibu Diana. "Tentu saja aku cantik. Karena Mamaku cantik." "Bukan itu maksud Mama. Aura cantikmu itu terpancar dari dalam." "Ini hari bersejarah untukku. Dan aku berbahagia. Mungkin itu yang membuat aura cantikku terpancar." "Mama bersyukur karena telah diberikan umur panjang dan sehat oleh tuhan. Sehingga Mama dapat menyaksikan putri cantik Mama menikah," ucap Nana terharu. "Mama harus s
"Alka!" Nena berlari menghampiri Alka yang sedang menangis di sudut ruangan dapur sambil memeluk lututnya. "Alka yang sabar, ya." Nena memeluk erat tubuh ringkih adik sepupunya untuk memberikan kekuatan. Alka mendongakkan kepalanya menatap Nena. "Aku nggak kuat, Mbak. Hiks ... Hiks ..." Alka menepuk-nepuk dadanya. "Di sini sakit. Sakit sekali." "Kenapa nasibmu menjadi seperti ini?" Nena berurai airmata menatap Alka. Wanita yang menjadi satu-satunya kerabat Alka tersebut, merasa kasihan kepada adik sepupunya. Alka menangis dipelukan Nena dengan air mata yang mengalir deras. Dadanya terasa sangat sesak. Hatinya tercabik-cabik hingga luka dan berdarah melihat sang suami menikah dengan wanita lain. Nena yang memeluk pun ikut menangis. Sebagai sesama wanita yang telah memiliki suami dan anak, Nena bisa ikut merasakan apa yang saat ini Alka rasakan. Wanita mana pun pasti merasa hancur dan sakit melihat suami yang dicintai bersanding dengan wanita lain di pelaminan. "Kamu ini wanita b
Wilda duduk di serambi rumah Alka dan berhadapan dengan menantunya itu. Alka menatap dingin wanita paruh baya yang berstatus sebagai ibu dari pria yang ia cintai. Pria yang kini telah menikah dengan wanita lain. "Katanya ingin bicara. Kenapa masih diam?" Alka membuka pembicaraan setelah keduanya saling lama diam. Wilda mendongak menatap mata Alka. Wanita paruh baya itu dapat melihat guratan kemarahan di wajah wanita yang dicintai oleh putranya. Wilda tahu bahwa Alka marah karena telah memisahkan wanita itu dari putranya. "Bagaimana keadaan kamu?" tanya Wilda berbasa-basi. "Apa yang anda harapkan? Apakah anda mengharapkan saya menjadi gila setelah berpisah dengan suamiku?" sarkas Alka. Wilda tersenyum dan menggeleng. "Saya tidak pernah mengharapkan kamu menjadi seperti itu." "Lalu tujuan Anda apa ke sini? Apa Anda ingin melihat betapa menyedihkannya saya setelah apa yang anda lakukan ter
Jeremy baru saja selesai melakukan rapat kerja sama, dengan salah satu pengusaha di kota Batam. Pria itu merencanakan membangun hotelnya di kota industri tersebut. Tak terasa setelah 5 tahun, usaha properti yang dijalankan oleh Jeremy tumbuh dengan pesat dan maju. Kelvin, sang sahabat, selalu setia berada di sisi Jeremy, dan mendampingi pria itu. Kelvin juga menjadi saksi bagaimana hancurnya hidup Jeremy setelah kehilangan istri tercinta. Jeremy melampiaskan rasa sedih dan sakit hatinya akibat kehilangan Alka dengan memperluas bisnis dan usahanya hingga ia menjadi salah satu pengusaha tersukses di Asia. Mereka berdua berada di mobil rencana untuk kembali ke Jakarta. Ketika di perjalanan akan ke bandara, lalu lintas mengalami kemacetan. Kelvin yang menyetir, menggerutu kesal karena perjalanan mereka terhambat. "Sialan! pakai macet segala," umpat Kelvin. Berbeda dengan Kelvin yang menggeretu kesal, Jeremy diam tak berbicara, dan menatap lurus
Keluarga Arthur dan keluarga Wirawan melakukan makan malam bersama di rumah Hasan. Diana dan Jeremy turut serta dalam acara makan malam keluarga tersebut. Mereka menyisihkan waktu sebentar di antara sela-sela kesibukan dari masing-masing. "Kalian sudah 5 tahun menikah." Iqbal, ayah Diana, membuka perbincangan telah telah makan malam. "Kalian belum memiliki anak. Apakah tidak ada tanda-tanda bahwa Diana hamil?" "Diana belum hamil, Ma," jawab Diana tersenyum. "Kapan kalian berencana memiliki momongan?" tanya Wilda. "Iya, Nak. Jangan terus-terusan menunda," sahut Nana, "nanti kalau kamu terus-terusan menunda memiliki momongan, usia kamu semakin tua, kamu tidak bisa melahirkan lagi. Selain itu keluarga Arthur dan keluarga Wirawan hanya memiliki anak tunggal. Keluarga kami membutuhkan cucu sebagai penerus keluarga." Jeremy menghentikan aktivitas makannya sejenak. Pria yang memiliki r
Warsawa, Polandia. Alka melangkahkan kaki keluar dari coffeeshop tempat ia bekerja untuk pulang ke apartemennya. Ia menghembuskan napas kasar melihat salju turun. Wanita itu mengeratkan syal dan jaketnya untuk mengusir rasa dingin. Alka berjalan perlahan menyusuri jalan yang tertutup salju putih. Langkahnya meninggalkan jejak-jejak kecil yang segera tertutup oleh butiran salju baru yang turun. Udara dingin menusuk kulitnya meskipun ia sudah mengeratkan syal dan jaket tebal. Di kejauhan, cahaya lampu-lampu kota mulai menyala, menciptakan suasana yang hangat meskipun di tengah dinginnya musim salju. Sembari melangkah, Alka merenung tentang bagaimana salju bisa begitu indah namun juga menuntut perjuangan ekstra dalam kehidupan sehari-hari. Seperti salju yang turun tanpa henti, rintangan dalam hidup pun terus datang. Namun, Alka yakin bahwa seperti salju yang akhirnya mencair, memberi kesuburan pada tanah, setiap kesulitan yang dihadapinya
[Ibu kapan pulang?] tanya Naufal kepada Alka. Alka terdiam mendapatkan pertanyaan dari putra semata wayangnya. Bibirnya terkatup untuk sekedar menjawab kapan ia pulang. Sebab, ia juga tak tahu kapan akan pulang ke tanah air. [Naufal kangen sama Ibu.] Kristal bening mengalir membasahi pipinya yang putih. Sedih yang ia rasakan karena sang putra merindukannya, namun ia tidak bisa memeluknya walau sejenak. Dengan jarak dan waktu yang memisahkan mereka, di saat rindu tidak bisa bertemu apalagi berpelukan. [Maaf, Nak. Ibu belum bisa cuti. Nanti ... kalau Ibu sudah dapat cuti, pasti Ibu akan pulang.] [Ibu memangnya nggak kangen sama aku?] Deg. Pertanyaan itu bagaikan tamparan bagi Alka. Seorang ibu yang merantau jauh ke negeri orang meninggalkan sebuah hati di tanah air, pasti
"Jadi ... Diana mengatakan hal itu kepadamu tentang aku?" tanya Jeremy setelah mendengarkan semua penjelasan Alka. Alka menceritakan kedatangan Diana yang ingin menemui dirinya. Apa yang diucapkan oleh wanita itu, oleh Alka diungkapkan semuanya kepada Jeremy."Iya, Mas," jawab Alka."Lalu, apakah kamu percaya, dengan semua yang dikatakannya?"Jeremy menatap Alka yang berdiri di samping kaca jendela. Alka mengalihkan pandangan dari Jeremy dan menghembuskan napasnya dengan kasar. Jeremy tersenyum sekilas melihat ekspresi wanita yang ia cintai. Iya berpikir, angka yang tengah dilanda kebimbangan akan melanjutkan hubungan mereka atau tidak, pasti terpengaruh oleh ucapan Diana.Jeremy bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati istrinya. Ia menarik pelan lengan Alka dan mengarahkannya untuk duduk di kursi kerjanya."Kamu duduk sini! Aku tunjukkan sesuatu," kata Jeremy.Alka tidak menolak permintaan pria itu. Sebaliknya, ia terlihat bingung dengan Jeremy. Apa yang hendak suaminya tunjukka
Jeremy mengepalkan kedua tangan dengan erat, ketika melihat adegan demi adegan pada rekaman CCTV yang ditunjukkan oleh Kelvin. Netranya memancarkan sorot amarah yang besar. Dadanya kembang kempis naik turun seolah emosi yang ada dalam jiwanya akan meledak sebentar lagi. Rahang Jeremy mengeras saat mengetahui ada sosok yang ingin membunuh anaknya secara diam-diam.Kelvin memperhatikan raut wajah Jeremy sambil bergidik ngeri. Khawatir ia akan menjadi bahan pelampiasan amarah pria itu. Jeremy sangat menakutkan jika sedang marah."Kurang ajar!" umpat Jeremy, "berani sekali dia membunuh anakku!"Kelvin meneguk salivanya. "Dia melakukan itu, pasti bukan tanpa rencana. Entah siapa yang menyuruhnya, yang pasti dia dijanjikan sejumlah uang yang sangat besar."Jeremy mengalihkan pandangannya kepada Kelvin. Kelvin dengan gugup menunduk takut, dan tak berani menatap Jeremy. Jeremy berpikir, yang diucapkan oleh Kelvin sama dengan apa yang sempat ia duga. Namun Jeremy tak menyangka bahwa dugaannya
Alka tercengang mendengar bahwa Diana marah kepada Jeremy hingga membakar rumah yang ia berada saat ini. Wanita berambut panjang sepinggang itu berpikir, bahwa ada masalah yang sangat kompleks di antara Jeremy dan Diana. Mereka berdua bertengkar hingga Diana murka."Setahu saya, dia itu melakukan keributan untuk mencari perhatian kepada Pak Jeremy. Diana dan pak Jeremy terus-menerus didesak oleh mertua Anda, agar mereka mau memiliki anak. Sedangkan Diana adalah wanita penganut child free, beritahu Mira. "Diana sebagai wanita karir yang sukses, menganggap bahwa anak hanya menyita kesibukannya dan membatasi ruang geraknya untuk berkarya. Wanita itu merasa lelah terus-terusan didesak oleh ibu Wilda," lanjut Mira."Hingga akhirnya, entah apa yang membuat Diana merasa kesal, ia ingin Pak Jeremy mau mencintai dirinya. Hingga ia tahu bahwa keberadaan rumah ini, dan dengan banyaknya kenangan-kenangan Anda yang disimpan oleh Pak Jeremy di sini. Membuat wanita itu murka. Maka dari itu ia memba
"Diana?"Diana tersenyum simpul menatap Alka. "Aku pikir kamu lupa dengan aku.""Apa kamu datang ke sini ingin menemui Mas Jeremy? Mas Jeremy baru saja pergi ke bandara. Dia hendak bertolak ke Makassar," beritahu Alka."Kedatanganku ke sini, bukan semata hanya karena ingin bertemu dengan Jeremy. Tapi aku juga perlu bertemu dengan kamu," sahut Diana memainkan kukunya yang berwarna pink.Alka mengerutkan keningnya heran. Apa yang hendak dibahas oleh Diana kepadanya hingga wanita itu perlu merasa berbicara berdua. Alka memutuskan untuk duduk di sofa samping Diana."Apakah kita memiliki urusan?" tanya Alka."Sebenarnya tidak." Diana menggeleng. "Tapi, karena aku mendengar kabar duka bahwa anakmu meninggal, tidak salah 'kan, kalau aku turut bersimpati untuk mengucapkan duka cita?""Terima kasih." Alka memperhatikan tubuh Diana. Wanita itu memakai pakaian longgar berwarna putih. Meskipun menggunakan dress longgar, Alka tahu bahwa wanita itu tengah mengandung. Terlihat sedikit menonjol di b
Alka tengah berdiam diri di dalam kamar yang menjadi tempat tidur putranya. Kamar yang disiapkan oleh Jeremy dirumah yang berada di jakarta. Sekaligus rumah yang menjadi saksi perjuangan Jeremy merintis usaha dan ditemani oleh Alka.Alka berdiam di sana, untuk mengenang putranya. Ia ingin merasakan keberadaan putranya dengan berada di sana walaupun hanya lewat halusinasi yang ia miliki. Alka membuka lemari pakaian, dan mengambil sehelai baju milik Naufal. Baju itu terdapat sobekan di bagian bahu."Ibu merindukan kamu, Sayang."Alka memeluk erat pakaian terakhir yang digunakan oleh putranya sebelum terjadinya peristiwa ambruknya Panti Asuhan itu. Sudah satu minggu berlalu, semenjak kepergian Naufal kepangkuan sang maha kuasa. Putranya yang kini telah berada di surga, dan tak bisa ia peluk lagi. Alka masih terus merasakan kekosongan yang dalam setelah kepergian Naufal. Ia sering kali terdiam dalam kesedihan, membiarkan air mata mengalir tanpa henti. Meskipun ia tahu bahwa Naufal kini
"Mengapa bukan ibu kamu yang merasakannya Jeremy?" tanya Hermin dengan nada yang dingin dan datar. Wilda menatap nyalang wanita yang merupakan mantan istri Hasan sebelum dirinya. Ia mengetatkan rahangnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Hermin. Wilda merasa bahwa, kalimat Hermin merendahkan dirinya.Jeremy tersenyum menanggapi pertanyaan bernada tak suka dari ibu tirinya itu. Ia cukup tahu bagaimana perasaan Hermin. Wanita itu pasti pernah mengharapkan agar ia mati. Supaya Wilda dapat merasakan hal yang sama dengan Hermin."Karmanya tidak berlaku untuk ibuku. Tetapi berlaku padaku," jawab Jeremy.Hermin tertawa miris sekaligus menatap sinis pada Wilda. "Tetapi menurutku, ini tidak adil. Karena ada seorang wanita berhati tulus yang tak bersalah harus menanggung ini semua.""Apa maksud ucapanmu?" sambar Wilda , "Berhenti bicara omong kosong! Tidak ada karma apapun yang harus ditanggung anakku. Sebaliknya, istri Jeremy lah yang tidak becus mengurus anaknya.""Kamu sebenci itu
Hari ini pemakaman Naufal digelar. Suasana duka menyelimuti areal pemakaman. Jeremy ikut turun ke liang lahat untuk menurunkan tubuh Sang putra ke bumi. Jeremy juga mengajani putranya. Sedangkan Alka tak henti-hentinya menangisi kepergian sang buah hati. Ia dirangkul oleh kedua sahabatnya bersama dengan kakak sepupunya, Nena. Nena baru saja tiba kemarin sore dari Yogyakarta setelah dikabari oleh Jeremy."Sudah ... jangan menangis. ikhlaskan dia. Kalau kamu seperti ini, dia tidak akan bisa tenang di sana.Wilda, ibu Jeremy, pun turut hadir di prosesi pemakaman cucunya. Ia sengaja datang dari Makassar setelah menelpon putranya. Jika seandainya Jeremy tidak ia tanya mengapa tidak pernah mengabarinya, mungkin ia tidak akan tahu bahwa cucunya meninggal. Wilda tahu bahwa Jeremy marah sikapnya beberapa waktu lalu saat mengancam Alka menggunakan Naufal.Wilda berdiri tak jauh dari Alka. Wanita paruh baya itu melirik sinis kepada Alka. Lirikan itu dapat ditangkap oleh Nena. Nena mendengus ke
"Keracunan makanan?" tanya Jeremy mengulang penuturan sang dokter."Benar. Di lambungnya terdapat sebuah racun sianida," jelas dokter.Jeremy merasakan kepalanya pening. Hampir saja tubuhnya limbung jika tidak ditahan oleh Kelvin yang berdiri di belakangnya. Jeremy mencoba menguatkan hati dan dirinya. Karena jika ia terus seperti ini, tak akan ada yang menguatkan Alka."Memangnya Naufal makan apa?" tanya Kelvin."Semalam ia menyantap hidangan yang dibuat oleh dapur rumah sakit ini untuk makan malam. Ibunya yang menyuapi," jawab Jeremy dengan lesu. "Apakah makanan yang disantap anakmu masih ada sisa? Jika ada, bisa diperiksa itu mengandung racun atau tidak," usul Kelvin."Kami akan meminta tim kami untuk melakukan pemeriksaan pada sisa makanan yang terdapat di dapur rumah sakit. Jika ada sisa, kemungkinan itu masih ada di kotak sampah," sahut dokter."Segera lakukan dokter!" perintah Kelvin, "saya juga akan memeriksa CCTV rumah sakit ini. Siapa tahu kami bisa menemukan seseorang yang
"Naufal, Mas. Bagaimana ini, Mas?" tangis Alka seketika pecah setelah lama coba ia tahan. Jeremy berusaha untuk tenang dan menekan tombol di samping ranjang putranya untuk memanggil dokter. Alka tak henti-hentinya memanggil nama Naufal dan mengguncang tubuh putranya yang tak bergerak sedikitpun. Disaat yang tegang, Kelvin, datang untuk menjenguk Naufal, sekaligus mengantarkan berkas untuk Jeremy tandatangani. "Ada apa kalian berdua jadi panik begitu?" tanya Kelvin dengan raut wajah bingung. "Naufal tidak bernapas. Denyut nadinya pun tak ada," jawab Jeremy dengan wajah frustasi. Kelvin membelalakkan matanya. "Serius?" Suara pintu terbuka dan menampilkan kedatangan dokter untuk memeriksa Naufal. Alka yang melihat kedatangan dokter, langsung melangkah mendekati. "Dokter! Tolong periksa anak saya! Kenapa dia tidak bergerak? Dia juga tidak bernafas," ujar Alka sambil menangis. Dokter yang terkejut mendengar penuturan Alka, kemudian dengan cepat mengambil stetoskop yang ada di kanton