Cressa menyilangkan tangannya di dada, menatap dua orang yang sekarang berusaha keras menjauhi hiu putih yang sedang asyik berenang di kandangnya.
“Chloe sangat suka bermain-main dengan manusia. Tapi terakhir kali aku harus membayar tagihan rumah sakit dan kompensasi untuk orang yang mengurus kolam Chloe, dia kehilangan tangan kanannya, sampai siku.” Cressa cemberut sambil menatap Magnus. Magnus mendengus tak percaya dengan kelakuan Cressa yang satu ini. Magnus menggeleng pelan sebelum akhirnya membantu kakak ipar Cressa dan wanita yang tak dia kenali itu. Beberapa petugas yang sepertinya ditugaskan menjaga kolam juga langsung datang untuk membantu. Cressa hanya tersenyum simpul ke arah kakak iparnya yang sudah berada di pinggir kolam dengan bantuan orang-orang itu. Pria itu tampak sangat panik dan sedang syok, begitu pula wanita itu. “Bocah gila,” umpatnya. Cressa hanya mengangkat alisnya dengan keheranan dan kemudian berbalik. Cressa langsung pergi dari sana. Dia berjalan sambil tersenyum puas dengan apa yang dia lakukan barusan. Magnus hanya menghela nafasnya. Meski begitu, diam-diam merasa kalau Cressa lebih menarik. Cressa memasuki kamar kakaknya sambil tersenyum, menyapa wanita yang sedang duduk di tempat tidur dengan kondisi yang terlihat sangat letih meski berada di tempat tidur sepanjang hari. “Hai,” bisik Cressa pelan sambil duduk di kursi yang ada di dekat kasur wanita paruh baya tersebut. “Di mana Magnus? Kalian tidak berangkat bersama ke sini?” tanyanya. Dia adalah kakak Cressa, Serenia. Yang telah menderita suatu penyakit bernama Multiple Sclerosis, di mana dia telah kehilangan masa jayanya sendiri dalam mengelola perusahaan keluarganya. Dan Magnus adalah orang yang telah membantunya selama ini. “Dia ada di dekat kolam. Dia sedang berkenalan dengan Chloe.” “Kau tidak mendorongnya ke kolam, kan? Kau tahu, meski hiu umumnya tidak memakan manusia, sebesar apa pun kolam itu, Chloe tetaplah tidak bebas. Chloe pasti stres berada di kolam itu dan untuk itulah, dia mungkin akan menganggap manusia sebagai ancamannya. Kau bisa membunuh—” “Tok, tok, tok!” Seseorang mengetuk pintu kamar Serenia. Cressa menghela nafasnya, akhirnya seseorang menyelamatkan dirimu dari omelan kakaknya itu. “Masuklah, Magnus?” Serenia menatapi ke pintu, dia kelihatannya sedang sangat tertarik dengan sosok pria jangkung yang sekarang memasuki kamarnya. Magnus masuk ke kamar Serenia dan membungkuk sedikit, kelihatannya dia menganggap Serenia sebagai atasan atau orang yang lebih tinggi kedudukannya darinya. “Aku di sini atas permintaanmu,” ucap Magnus. “Iya, ada yang harus aku diskusikan dengan kalian berdua.” Serenia tersenyum. Magnus akhirnya duduk di kursi lainnya, di sebelah Cressa. Cressa menghindari tatapannya, mengingat apa yang telah terjadi sekitar dua jam yang lalu di ruangannya. “Tidak bisakah jika kita tidak perlu menikah? Dia akan tetap mengajariku seputar perusahaan.” Cressa menyilangkan tangannya. “Aku memintanya menikahimu juga untuk masa depanmu sendiri, Cressa. Dia adalah pria yang sangat dapat dipercaya. Aku ingin kau berhenti bermain-main dengan pria asing. Kau mencoreng nama Montgomery.” Serenia yang semula suaranya sangat lembut berubah serius. “Jadi, kau sendiri sudah tahu kelakuan adikmu?” Magnus tersenyum. Serenia menatap ke arah Magnus dengan sedikit kaget. Sebenarnya dia sudah sangat berhati-hati dalam berkata, lantaran tidak ingin Magnus tahu tentang kelakuan adiknya. “Seberapa banyak yang kau tahu?” tanya Serenia curiga. “Aku baru saja memergokinya,” jujur Magnus. Cressa langsung bangkit dari tempat duduknya dan menatap Magnus dengan tajam. Cressa langsung mengambil vas bunga yang ada di dekatnya dan hendak melemparkannya pada Magnus, namun karena Magnus punya refleks yang bagus, Magnus langsung menahan vas bunga itu di tangan Cressa dengan cepat. Magnus menatap mata Cressa, dia kelihatannya sangat marah dengan pembicaraan antara kakaknya dengan Magnus mengenai perilaku aneh dirinya. Cressa menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosinya sendiri, dia tak ingin terlalu marah di depan kakaknya. “Cressa, hentikan!” Serenia agak meninggikan suaranya. Serenia tahu semua sikap adiknya. Suasana hati adiknya, bagaimana caranya melampiaskan emosinya, semuanya. Dan Serenia tahu, Cressa sangat buruk dalam mengontrol emosinya. Magnus merebut vas bunga itu dan menaruhnya kembali. Magnus menghela nafasnya. “Kurasa kau memang kurang memperhatikan adikmu yang manis ini,” komen Magnus. “Siapa kau berani bicara seperti itu pada kakakku?!” balas Cressa dengan suara keras. “Cressida Montgomery!” Serenia menaikkan suaranya satu oktaf di atas Cressa. “Kau tahu, aku bersedia melakukan apa pun untukmu karena kau seperti akan mati kapan saja. Tapi asal kau tahu, pernikahan ini tak akan berhasil!” ucap Cressa sebelum meninggalkan ruangan itu. Cressa pergi begitu saja. Meninggalkan Magnus dan Serenia di sana. Magnus menghela nafasnya, dia benar-benar harus sering mengambil nafas dalam-dalam jika harus menghadapi Cressa ke depannya. “Kau mungkin ada benarnya. Gadis itu memang punya sikap yang sangat buruk,” ucap Serenia. “Tapi kelihatannya dia tidak pernah menyerangmu. Dia sangat penurut padamu,” balas Magnus sambil mendudukkan dirinya lagi. “Memang, karena aku yang membesarkannya. Di matanya, aku satu-satunya yang dia punya. Untuk itulah, aku tidak tahu apa jadinya dia jika aku mati. Dia benar, aku seperti bisa mati kapan saja.” “Semua orang juga bisa mati kapan saja. Tidak ada yang tahu tentang kematian.” Magnus sekarang merasa sedikit lebih buruk, dia sebenarnya ingin membahas tentang suami Serenia dan wanita itu, namun kelihatannya Cressa sendiri bungkam demi kesehatan Serenia. “Kau harus ingat, jika kau harus mempertahankan perusahaan Montgomery tetap di tangan keluarga ini. Setelah kau jadi bagian dari keluarga ini, mungkin kau akan kesulitan tentang Cressa, tapi percayalah, jika dia juga sebenarnya gadis yang sangat manis. Dia mungkin hanya merasa tertekan belakangan ini karena fakta aku sedang sakit.” Serenia menatap Magnus dengan lebih serius. “Jangan khawatir soal perusahaan atau Cressa. Mungkin aku bisa menjinakkannya.” Magnus menatapi foto Serenia bersama dengan Cressa kecil yang manis, yang dipajang di sebelah vas bunga tadi. “Aku sangat senang kau ada di sini.” “Kau sudah banyak berjasa untukku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku jika kau tidak datang tepat waktu.” Tatapan Magnus sedikit melembut. Magnus tak tahu kenapa, Serenia sangat takut jika perusahaan Montgomery jatuh ke tangan orang lain. Namun, seolah tak takut jika itu jatuh padanya. Ini seperti Serenia sudah tahu tentang kelakuan suaminya, Robert Montgomery. “Kau tidak masalah kan, jika harus menggunakan nama Montgomery setelah menikah nanti?” “Aku merasa sangat diuntungkan jika bisa menggunakan nama keluarga terhormat seperti keluarga Montgomery. Fokus saja pada pemulihanmu, serahkan semua urusan perusahaan padaku. Dan adik kecilmu, aku bisa memastikan dia akan aman dan baik-baik saja,” janji Magnus.Di hari pernikahan antara Magnus dan Cressa yang dilaksanakan cukup sederhana namun tidak sesederhana kelihatannya itu, Serenia menghela nafasnya sedikit lega.Magnus menatapi Cressa dengan gaun pengantinnya setelah dia sah menjadi istrinya. Cressa tampak duduk sendirian di salah satu meja. Sementara Magnus saat itu sedang mengobrol dengan pria dewasa lainnya. “Aku sudah mendengar semuanya tentang kau yang memutuskan hubungan dengan keluargamu sendiri karena kasus korupsi yang dilakukan ayahmu,” salah satu pria menyinggung soal keluarganya. Magnus hanya tersenyum simpul. “Aku tidak ada hubungan apa pun dengan ayahku sebelum kerajaan memeriksa keluargaku.” “Kakakmu, Garrett sepertinya sengaja menumbalkan ayahmu. Dia melimpahkan semuanya pada ayahmu sementara dia saat ini tengah menikmati kekuasaannya di perusahaan Armstrong.” “Sudah kubilang aku tidak ada lagi hubungan dengan keluarga Armstrong sekarang. Aku anggota keluarga Montgomery sekarang,” ucap Magnus dengan lebih tegas. “K
Cressa hanyut dalam permainan Magnus di malam pernikahan mereka. Tangannya mencengkeram erat sprei. Disusul dengan jemari Magnus yang menyelinap masuk ke sela jemari Cressa. Keduanya kini saling mencengkeram satu sama lain, melupakan perkelahian singkat mereka dan fokus pada pertempuran di ranjang malam itu. “Aku terkesan, bagaimana para pria itu bisa tahan meski kau tidak mengizinkan mereka untuk masuk. Kau benar-benar menjaganya untukku?” “Ha-ah... Aku menjaganya karena nama baik keluargaku.” “Kau sepertinya sangat terobsesi atas nama keluargamu sendiri. Montgomery... Bukankah itu tidak membuatmu lebih baik? Hah... maksudku, kau tetap melakukan hal buruk sebelum menikah.” “Bagaimana denganmu? Bukankah kau juga melakukan hal itu sebelum menikah? Bagi pria, hah... kalian tidak memiliki bekas jika sudah melakukannya.” “Kau yang pertama, Cressida. Kau yang pertama untukku.” *** Cressa terlelap nyenyak di kasur king size kamar hotel tersebut. Sementara Magnus baru saja terba
“Lepaskan!” Cressa terus memberontak hingga mereka tiba di kamar hotel. Magnus menurunkan Cressa setelah menutup kembali pintu dan menatapi Cressa yang terengah-engah karena terus memberontak, sementara dia terengah-engah karena mengatasi gadis itu. Magnus menatap ke sekitar kamar dan terkejut akan situasi kamar yang sangat berantakan, sepertinya Cressa mengamuk sendirian tadi. Dia lantas menatap pelakunya yang sekarang menatap tajam ke arahnya, dengan darah kering di bibirnya. “Ada apa dengan bibirmu? Kau yang melakukan ini semua? Kenapa?!” Magnus sedikit membentak. “Itu karena kau! Kau pikir kau siapa meninggalkanku begitu saja setelah apa yang kita lalui? Kau pikir aku jalang yang bisa kau tinggalkan begitu saja?! Apa kau menganggapku jalang pribadi karena kita sudah menikah, jadi kau bisa seenaknya?!” gertak Cressa. Magnus mengambil nafas dalam-dalam. Dia berusaha mengontrol dirinya sendiri. Ini salahnya, sepenuhnya salahnya. Dia tahu ini akan terjadi, namun justru menantikan
“Karena keluarga akak iparmu kelihatannya sangat menginginkan perusahaan Montgomery.” Magnus menyilangkan tangannya di depannya dengan santai. “Oh, jika itu aku juga menyadarinya. Tunggu... Kenapa kau bisa tahu sampai sana? Maksudku, kita berdua memang tahu tentang perselingkuhan kakak iparku.” Cressa mengerutkan dahinya. “Ayolah, aku ini orang kepercayaan kakakmu. Jadi, mulai sekarang, aku hanya ingin kau bisa diajak bekerja sama. Kita berada di pihak yang sama. Jika kau tahu itu, maka sudah seharusnya kita bekerja sama.”Cressa terdiam sejenak sebelum akhirnya menghela nafasnya. Dia juga melakukan pernikahan ini atas permintaan kakaknya. Demi kelangsungan keluarga Montgomery sendiri, dan demi perusahaan Montgomery. Dia harus mempertahan apa yang telah diusahakan oleh tetuanya di masa lalu. “Apakah perceraian sangat dilarang oleh tradisi keluargamu hingga kakakmu hanya diam mengenai perselingkuhan kakak iparmu?” tanya Magnus. Cressa mengangguk. “Selain karena tradisi keluarga, di
“Ahn...” Magnus mengerutkan alisnya ketika berdiri di depan pintu suatu ruangan. Dia meraih gagang pintu ruangan tersebut dan memutarnya untuk membuka pintu hingga isi ruangan terlihat olehnya. Seorang gadis yang tengah melebarkan kakinya di kursi langsung terperanjat kaget dan menoleh ke pintu. Pria yang kepalanya berada di antara kedua kakinya langsung terangkat dan melihat ke pintu bersama gadis itu. “Aku ingin bicara dengannya berdua, keluar!” Magnus menatapi pria itu yang langsung bangkit. Cressa, gadis yang hampir meraih puncaknya itu hanya bisa menghela nafasnya sambil memperbaiki rok dan caranya duduk. Wajahnya memerah, antara karena kegiatan panas yang dia lakukan sebelumnya atau justru karena malu baru saja dipergoki oleh tunangannya. “Apa yang kau inginkan?” Cressa menatap ke arah lain, jelas malu atas tindakannya barusan. “Bukankah keluarga Montgomery yang terhormat tidak mengizinkan aktivitas seperti itu sebelum menikah?” ejek Magnus sambil berdiri tegap di depan me