Cressa menyilangkan tangannya di dada, menatap dua orang yang sekarang berusaha keras menjauhi hiu putih yang sedang asyik berenang di kandangnya.
“Chloe sangat suka bermain-main dengan manusia. Tapi terakhir kali aku harus membayar tagihan rumah sakit dan kompensasi untuk orang yang mengurus kolam Chloe, dia kehilangan tangan kanannya, sampai siku.” Cressa cemberut sambil menatap Magnus. Magnus mendengus tak percaya dengan kelakuan Cressa yang satu ini. Magnus menggeleng pelan sebelum akhirnya membantu kakak ipar Cressa dan wanita yang tak dia kenali itu. Beberapa petugas yang sepertinya ditugaskan menjaga kolam juga langsung datang untuk membantu. Cressa hanya tersenyum simpul ke arah kakak iparnya yang sudah berada di pinggir kolam dengan bantuan orang-orang itu. Pria itu tampak sangat panik dan sedang syok, begitu pula wanita itu. “Bocah gila,” umpatnya. Cressa hanya mengangkat alisnya dengan keheranan dan kemudian berbalik. Cressa langsung pergi dari sana. Dia berjalan sambil tersenyum puas dengan apa yang dia lakukan barusan. Magnus hanya menghela nafasnya. Meski begitu, diam-diam merasa kalau Cressa lebih menarik. Cressa memasuki kamar kakaknya sambil tersenyum, menyapa wanita yang sedang duduk di tempat tidur dengan kondisi yang terlihat sangat letih meski berada di tempat tidur sepanjang hari. “Hai,” bisik Cressa pelan sambil duduk di kursi yang ada di dekat kasur wanita paruh baya tersebut. “Di mana Magnus? Kalian tidak berangkat bersama ke sini?” tanyanya. Dia adalah kakak Cressa, Serenia. Yang telah menderita suatu penyakit bernama Multiple Sclerosis, di mana dia telah kehilangan masa jayanya sendiri dalam mengelola perusahaan keluarganya. Dan Magnus adalah orang yang telah membantunya selama ini. “Dia ada di dekat kolam. Dia sedang berkenalan dengan Chloe.” “Kau tidak mendorongnya ke kolam, kan? Kau tahu, meski hiu umumnya tidak memakan manusia, sebesar apa pun kolam itu, Chloe tetaplah tidak bebas. Chloe pasti stres berada di kolam itu dan untuk itulah, dia mungkin akan menganggap manusia sebagai ancamannya. Kau bisa membunuh—” “Tok, tok, tok!” Seseorang mengetuk pintu kamar Serenia. Cressa menghela nafasnya, akhirnya seseorang menyelamatkan dirimu dari omelan kakaknya itu. “Masuklah, Magnus?” Serenia menatapi ke pintu, dia kelihatannya sedang sangat tertarik dengan sosok pria jangkung yang sekarang memasuki kamarnya. Magnus masuk ke kamar Serenia dan membungkuk sedikit, kelihatannya dia menganggap Serenia sebagai atasan atau orang yang lebih tinggi kedudukannya darinya. “Aku di sini atas permintaanmu,” ucap Magnus. “Iya, ada yang harus aku diskusikan dengan kalian berdua.” Serenia tersenyum. Magnus akhirnya duduk di kursi lainnya, di sebelah Cressa. Cressa menghindari tatapannya, mengingat apa yang telah terjadi sekitar dua jam yang lalu di ruangannya. “Tidak bisakah jika kita tidak perlu menikah? Dia akan tetap mengajariku seputar perusahaan.” Cressa menyilangkan tangannya. “Aku memintanya menikahimu juga untuk masa depanmu sendiri, Cressa. Dia adalah pria yang sangat dapat dipercaya. Aku ingin kau berhenti bermain-main dengan pria asing. Kau mencoreng nama Montgomery.” Serenia yang semula suaranya sangat lembut berubah serius. “Jadi, kau sendiri sudah tahu kelakuan adikmu?” Magnus tersenyum. Serenia menatap ke arah Magnus dengan sedikit kaget. Sebenarnya dia sudah sangat berhati-hati dalam berkata, lantaran tidak ingin Magnus tahu tentang kelakuan adiknya. “Seberapa banyak yang kau tahu?” tanya Serenia curiga. “Aku baru saja memergokinya,” jujur Magnus. Cressa langsung bangkit dari tempat duduknya dan menatap Magnus dengan tajam. Cressa langsung mengambil vas bunga yang ada di dekatnya dan hendak melemparkannya pada Magnus, namun karena Magnus punya refleks yang bagus, Magnus langsung menahan vas bunga itu di tangan Cressa dengan cepat. Magnus menatap mata Cressa, dia kelihatannya sangat marah dengan pembicaraan antara kakaknya dengan Magnus mengenai perilaku aneh dirinya. Cressa menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosinya sendiri, dia tak ingin terlalu marah di depan kakaknya. “Cressa, hentikan!” Serenia agak meninggikan suaranya. Serenia tahu semua sikap adiknya. Suasana hati adiknya, bagaimana caranya melampiaskan emosinya, semuanya. Dan Serenia tahu, Cressa sangat buruk dalam mengontrol emosinya. Magnus merebut vas bunga itu dan menaruhnya kembali. Magnus menghela nafasnya. “Kurasa kau memang kurang memperhatikan adikmu yang manis ini,” komen Magnus. “Siapa kau berani bicara seperti itu pada kakakku?!” balas Cressa dengan suara keras. “Cressida Montgomery!” Serenia menaikkan suaranya satu oktaf di atas Cressa. “Kau tahu, aku bersedia melakukan apa pun untukmu karena kau seperti akan mati kapan saja. Tapi asal kau tahu, pernikahan ini tak akan berhasil!” ucap Cressa sebelum meninggalkan ruangan itu. Cressa pergi begitu saja. Meninggalkan Magnus dan Serenia di sana. Magnus menghela nafasnya, dia benar-benar harus sering mengambil nafas dalam-dalam jika harus menghadapi Cressa ke depannya. “Kau mungkin ada benarnya. Gadis itu memang punya sikap yang sangat buruk,” ucap Serenia. “Tapi kelihatannya dia tidak pernah menyerangmu. Dia sangat penurut padamu,” balas Magnus sambil mendudukkan dirinya lagi. “Memang, karena aku yang membesarkannya. Di matanya, aku satu-satunya yang dia punya. Untuk itulah, aku tidak tahu apa jadinya dia jika aku mati. Dia benar, aku seperti bisa mati kapan saja.” “Semua orang juga bisa mati kapan saja. Tidak ada yang tahu tentang kematian.” Magnus sekarang merasa sedikit lebih buruk, dia sebenarnya ingin membahas tentang suami Serenia dan wanita itu, namun kelihatannya Cressa sendiri bungkam demi kesehatan Serenia. “Kau harus ingat, jika kau harus mempertahankan perusahaan Montgomery tetap di tangan keluarga ini. Setelah kau jadi bagian dari keluarga ini, mungkin kau akan kesulitan tentang Cressa, tapi percayalah, jika dia juga sebenarnya gadis yang sangat manis. Dia mungkin hanya merasa tertekan belakangan ini karena fakta aku sedang sakit.” Serenia menatap Magnus dengan lebih serius. “Jangan khawatir soal perusahaan atau Cressa. Mungkin aku bisa menjinakkannya.” Magnus menatapi foto Serenia bersama dengan Cressa kecil yang manis, yang dipajang di sebelah vas bunga tadi. “Aku sangat senang kau ada di sini.” “Kau sudah banyak berjasa untukku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku jika kau tidak datang tepat waktu.” Tatapan Magnus sedikit melembut. Magnus tak tahu kenapa, Serenia sangat takut jika perusahaan Montgomery jatuh ke tangan orang lain. Namun, seolah tak takut jika itu jatuh padanya. Ini seperti Serenia sudah tahu tentang kelakuan suaminya, Robert Montgomery. “Kau tidak masalah kan, jika harus menggunakan nama Montgomery setelah menikah nanti?” “Aku merasa sangat diuntungkan jika bisa menggunakan nama keluarga terhormat seperti keluarga Montgomery. Fokus saja pada pemulihanmu, serahkan semua urusan perusahaan padaku. Dan adik kecilmu, aku bisa memastikan dia akan aman dan baik-baik saja,” janji Magnus.Di hari pernikahan antara Magnus dan Cressa yang dilaksanakan cukup sederhana namun tidak sesederhana kelihatannya itu, Serenia menghela nafasnya sedikit lega.Magnus menatapi Cressa dengan gaun pengantinnya setelah dia sah menjadi istrinya. Cressa tampak duduk sendirian di salah satu meja. Sementara Magnus saat itu sedang mengobrol dengan pria dewasa lainnya. “Aku sudah mendengar semuanya tentang kau yang memutuskan hubungan dengan keluargamu sendiri karena kasus korupsi yang dilakukan ayahmu,” salah satu pria menyinggung soal keluarganya. Magnus hanya tersenyum simpul. “Aku tidak ada hubungan apa pun dengan ayahku sebelum kerajaan memeriksa keluargaku.” “Kakakmu, Garrett sepertinya sengaja menumbalkan ayahmu. Dia melimpahkan semuanya pada ayahmu sementara dia saat ini tengah menikmati kekuasaannya di perusahaan Armstrong.” “Sudah kubilang aku tidak ada lagi hubungan dengan keluarga Armstrong sekarang. Aku anggota keluarga Montgomery sekarang,” ucap Magnus dengan lebih tegas. “K
Cressa hanyut dalam permainan Magnus di malam pernikahan mereka. Tangannya mencengkeram erat sprei. Disusul dengan jemari Magnus yang menyelinap masuk ke sela jemari Cressa. Keduanya kini saling mencengkeram satu sama lain, melupakan perkelahian singkat mereka dan fokus pada pertempuran di ranjang malam itu. “Aku terkesan, bagaimana para pria itu bisa tahan meski kau tidak mengizinkan mereka untuk masuk. Kau benar-benar menjaganya untukku?” “Ha-ah... Aku menjaganya karena nama baik keluargaku.” “Kau sepertinya sangat terobsesi atas nama keluargamu sendiri. Montgomery... Bukankah itu tidak membuatmu lebih baik? Hah... maksudku, kau tetap melakukan hal buruk sebelum menikah.” “Bagaimana denganmu? Bukankah kau juga melakukan hal itu sebelum menikah? Bagi pria, hah... kalian tidak memiliki bekas jika sudah melakukannya.” “Kau yang pertama, Cressida. Kau yang pertama untukku.” *** Cressa terlelap nyenyak di kasur king size kamar hotel tersebut. Sementara Magnus baru saja terba
“Lepaskan!” Cressa terus memberontak hingga mereka tiba di kamar hotel. Magnus menurunkan Cressa setelah menutup kembali pintu dan menatapi Cressa yang terengah-engah karena terus memberontak, sementara dia terengah-engah karena mengatasi gadis itu. Magnus menatap ke sekitar kamar dan terkejut akan situasi kamar yang sangat berantakan, sepertinya Cressa mengamuk sendirian tadi. Dia lantas menatap pelakunya yang sekarang menatap tajam ke arahnya, dengan darah kering di bibirnya. “Ada apa dengan bibirmu? Kau yang melakukan ini semua? Kenapa?!” Magnus sedikit membentak. “Itu karena kau! Kau pikir kau siapa meninggalkanku begitu saja setelah apa yang kita lalui? Kau pikir aku jalang yang bisa kau tinggalkan begitu saja?! Apa kau menganggapku jalang pribadi karena kita sudah menikah, jadi kau bisa seenaknya?!” gertak Cressa. Magnus mengambil nafas dalam-dalam. Dia berusaha mengontrol dirinya sendiri. Ini salahnya, sepenuhnya salahnya. Dia tahu ini akan terjadi, namun justru m
“Karena keluarga akak iparmu kelihatannya sangat menginginkan perusahaan Montgomery.” Magnus menyilangkan tangannya di depannya dengan santai. “Oh, jika itu aku juga menyadarinya. Tunggu... Kenapa kau bisa tahu sampai sana? Maksudku, kita berdua memang tahu tentang perselingkuhan kakak iparku.” Cressa mengerutkan dahinya. “Ayolah, aku ini orang kepercayaan kakakmu. Jadi, mulai sekarang, aku hanya ingin kau bisa diajak bekerja sama. Kita berada di pihak yang sama. Jika kau tahu itu, maka sudah seharusnya kita bekerja sama.”Cressa terdiam sejenak sebelum akhirnya menghela nafasnya. Dia juga melakukan pernikahan ini atas permintaan kakaknya. Demi kelangsungan keluarga Montgomery sendiri, dan demi perusahaan Montgomery. Dia harus mempertahan apa yang telah diusahakan oleh tetuanya di masa lalu. “Apakah perceraian sangat dilarang oleh tradisi keluargamu hingga kakakmu hanya diam mengenai perselingkuhan kakak iparmu?” tanya Magnus. Cressa mengangguk. “Selain karena tradisi keluarga, di
“Aku sudah sangat menjaga sikapku! Itu yang terbaik yang bisa kulakukan!” balas Cressa. “Lakukan dengan lebih baik lagi, atau aku akan memperlakukanmu seperti korban pemerkosaan malam ini.” Magnus menatap tajam ke arah Cressa, meski dia terdengar main-main, dia seperti serius di waktu yang sama.“A-apa-apaan itu?” Cressa mengerutkan alisnya, dia jelas kehilangan kata-katanya. “Ck, cat got your tongue?” Magnus meledeknya sebelum melepaskannya dan berjalan lebih dulu. Cressa hanya memutar bolanya dengan malas. Magnus mengawasinya, berusaha mengontrolnya untuk tetap menjaga sikapnya dan cara bicaranya. Cressa mematuhinya dengan enggan. Sebenarnya, perkataan Magnus agak membuat Cressa memikirkannya terus menerus. Sebelum akhirnya dia berusaha memfokuskan diri pada apa yang sedang mereka kerjakan hari ini. Perjalanan bisnis yang cukup jauh ini tidak boleh sia-sia sama sekali. “Aku sudah berkonsultasi dengan seorang kepala proyek untuk merealisasikan gambaran stasiun yang pihak kalian
“Apa? Kau berniat memukulku lagi? Ada apa denganmu sebenarnya? Apa kau bocah tantrum yang akan melempar benda pada orang lain? Kau benar-benar kekanakan,” ledek James. Cressa berpikir sejenak. Dia juga tidak tahu dari mana sikap buruknya datang, yang jelas ini sudah menjadi ciri khasnya sejak dulu. Dia ingat semua hal buruk yang pernah dia lakukan. “Malam itu kita bisa saja menghabiskan malam yang menyenangkan bersama. Aku yakin kau bersikap seperti ini pada semua pria. Suamimu, bukankah dia menikahimu karena kau seorang Montgomery? Oh, dia sangat beruntung.” James mendekati Cressa. “Jangan mendekat! Aku bisa melemparkan ini kapan pun,” ancam Cressa. “Ya, lempar saja!” James menatapnya dengan tatapan menantang, menunggu Cressa melakukannya. Cressa melemparkan vas bunga itu, namun seseorang menangkis vas bunga itu, yang membuatnya jatuh di dekat Cressa. Cressa menjerit pelan dan tersentak mundur. Dia lalu memelototi Magnus yang baru s
Magnus sudah cukup berkeringat. Dia menatap Cressa yang berada di bawah tubuhnya dengan pasrah. Dia tersenyum simpul saat melihat Cressa terengah-engah dengan alunan halus suara kenikmatan dari bibirnya. Magnus mengecup bibirnya singkat. “Ha—ah...” Cressa sedikit gemetar dan tangannya seketika mencengkeram lengan Magnus. “Oh...” Magnus mengerang pelan, menikmati pelepasannya yang diraih setelah Cressa. Beberapa saat setelah pelepasan yang memuaskan, keduanya berdiam diri di kasur untuk beberapa saat, berusaha memulihkan energi mereka yang hilang. Magnus berbaring miring menghadap Cressa yang terlentang di depannya. “Nasib baik kau bertampang ganteng dan punya tubuh yang bagus.” Cressa menghela nafasnya. “Hm? Apa kau berusaha memujiku tanpa mengakuinya seutuhnya?” tanya Magnus. “Ya, bisa dibilang begitu. Saat kakakku mengatakan ingin memperkenalkan seorang pria ketika aku masih di asrama,
Apa dia berniat menyingkirkanku? Cressa menatap Magnus dengan tatapan tak percaya. Dugaannya tentang Magnus yang ingin mengambil alih Montgomery kini semakin kuat. Mungkin setelah kakaknya tiada, atau saat Magnus mendapatkan kesempatan untuk itu. Magnus kemudian duduk di sofa, saat Cressa juga bergerak keluar dari kamar mandi. Magnus menatap Cressa, dan Cressa balik menatap Magnus. Magnus menghela nafasnya sebelum bicara. “Sayangnya kamar di penginapan ini penuh, jadi tidak ada kamar untukku pindah,” ucap Magnus. “Kalau begitu, kau harus tidur di sofa. Bisa saja kau mencekikku saat aku tidur,” balas Cressa sambil duduk di pinggir kasur, mengambil alih wilayahnya terlebih dahulu. Magnus terkekeh mendengar ucapan Cressa. Sepertinya Cressa punya kecemasan. “Ayolah, bagaimana pun kita pengantin baru. Aku tidak berniat mencekikmu sebelumnya, aku hanya terpancing emosi. Kau harus memperhatikan ucapanmu, kau bisa mati cepat jika k
Magnus menghela nafasnya dengan berat sambil menatap dadanya. Di balik mantelnya, kelihatannya peluru itu sudah masuk menembus dada. Dia lantas menatap Cressa yang tampak berkaca-kaca ketika melihat ke arah Magnus. Beberapa anggota pasukan khusus segera masuk untuk mengecek keadaan Magnus dan Cressa. Mereka bisa memastikan keadaan Cressa dalam hitungan detik, melihatnya berdiri tegap dan sehat. “Magnus!” pekik Cressa, gadis itu dengan cepat menghampiri Magnus untuk memastikan keadaannya, dia tampak gemetar saat mengulurkan tangan pada mantel Magnus. Salah satu anggota pasukan khusus berdiri di dekat Cressa, dengan cepat mengambil alih apa yang ingin dilakukan Cressa. Dia juga tampaknya mencari luka Magnus dengan membukakan mantelnya. “Aku baik-baik saja,” ucap Magnus dengan suara yang rendah dan pelan. “Kau tertembak! Apanya yang baik-baik saja!” pekik Cressa. “Dia tidak.” Anggota pasukan khusus itu tidak menemukan luka apa pun. Cressa juga
“Magnus! Kau baik-baik saja?” pekik Cressa saat melihat Magnus dalam keadaan babak belur, lesu, pucat, dan lemahHanya butuh beberapa hari Carlos membuat Magnus yang biasanya rapi dan terawat, menjadi sosok yang tampak seperti gelandangan dan punya banyak luka lebam. Magnus menghela nafasnya, kemudian terkekeh pelan. Kelegaan terlihat di wajahnya. Entah dia merasa lega karena akhirnya bisa melihat istrinya lagi atau senang karena Cressa bahkan mau menyelamatkannya. Magnus bahkan tak mengira kalau Cressa akan datang padanya. “Aku baik-baik saja. Aku senang kau datang.” Magnus menghela nafasnya sambil tetap menatapnya. Cressa tersenyum mendengarnya. Dia mengerti, Magnus sebenarnya putus asa, namun tetap enggan membiarkannya terluka jika datang ke sini. Namun apa boleh buat, sekarang dia sudah di sini, tepat di depan Magnus. “Wah, lihat siapa yang datang, dengan oleh-oleh yang aku inginkan.” Dari pintu yang menghubungkan ke ruangan lainnya, Carlos muncul sa
Hamil. Para pelayan wanita itu seketika menatap Cressa dengan tatapan iba seperti yang Cressa harapkan. Kata hamil bagi setiap wanita akan mempengaruhi emosi wanita lainnya, biasanya. Salah satu dari mereka mendekat untuk membantu Cressa membawakan tas uangnya tersebut. “Sebenarnya, ada beberapa tas lagi di luar. Ada empat tas lagi di luar,” ucap Cressa sambil memperhatikan pelayan yang masih bertambah kosong di depannya. Seperti yang diharapkan, mereka semua langsung menuju ke luar, untuk mengambil tas uang tersebut, usaha mereka bertujuan untuk membantu Cressa memasukkan uang tebusan yang dibawanya. Namun, dalam hitungan detik keempatnya tumbang di halaman depan. Cressa menatap pelayan wanita yang sudah berada di atas, menunggu yang lainnya sambil menatap ke depan. Cressa segera naik ke atas, dia memegangi perutnya, trik lain untuk mendapatkan simpati orang itu. Cressa juga dengan sengaja mengeraskan suara nafasnya. Memenuhi keinginan Cressa, pe
Cressa terdiam beberapa saat mendengarkan ucapan Carlos. Dia menatapi Jeslyn yang sebenarnya sudah mendengar semuanya. Cressa tadi menyalakan speaker, yang membuat Jeslyn juga bisa mendengar semuanya. Atau bahkan sopir dan bodyguard yang ada bersama mereka di mobil itu. Malam itu, Cressa dan Jeslyn beserta yang lainnya tiba di Luston. Mereka menginap di markas pasukan khusus yang ada di Luston. Cressa juga sudah memberikan mereka rekaman tentang apa saja yang Carlos katakan padanya, Namum tentu memotong bagian saat dia berbicara dengan Magnus. Itu privasinya. Yang harus Cressa lakukan malam itu adalah beristirahat. Dia sebenarnya masih memikirkan tentang uang tebusan yang diminta Carlos. “Apa aku harus menyiapkan uang tebusannya? Aku akan segera melakukan penarikan jika diperlukan,” ucap Cressa sambil menatapi anggota pasukan khusus Zentana tersebut. “Kau tidak perlu melakukan itu. Kami punya uang palsu yang bisa digunakan untuk memancingnya. Rencananya, kau
“Jadi, semua ini rencanamu? Kau menyekap Magnus dan Glenn? Apa Agnes... bekerja sama denganmu?” tanya Cressa. Cressa bisa menduganya Agnes mungkin menjebak Magnus dan Glenn. Yang membuat keduanya harus segera ke Luston, dan berakhir di tangan Carlos. Dia yang menuntun mereka ke jebakan. [“Ya, dia yang membantuku selama ini, agar aku tahu pergerakannya Magnus dan Garret sekaligus. Hahaha, bukankah itu tidak terduga sama sekali? Gadis itu mau melakukan apa saja, jika sudah berada di pihak yang sama, untuk mendapatkan apa pun yang dia inginkan. Gadis itu penuh tekad.”] Cressa terdiam beberapa saat. Seharusnya dia tidak membiarkan Magnus membantunya. Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Tak ada yang bisa dia lakukan. Dia semakin kesal lagi mengetahui orang yang dibantu Magnus justru mengkhianatinya, tak tahu caranya berterima kasih. ***Magnus terduduk dalam keadaan tangan terikat ke sebuah kursi. Dia berusaha memberontak. Mendengar suara Cressa, mendengark
“Siapa?” tanya Jeslyn sambil menatapi Cressa dengan raut yang dipenuhi rasa penasaran. “Magnus yang menelepon. Apa dia ternyata baik-baik saja, ya?” gumam Cressa seraya mengangkat teleponnya tersebut. Untuk sesaat, jantung Cressa rasanya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia tidak tahu kenapa.“Magnus? Kau baik-baik saja? Ke mana saja kau selama ini? Kenapa aku tidak bisa menghubungimu?” tanya Cressa dengan perasaan cemas. [“Oh, halo, menantu perempuanku. Kau kelihatannya sangat mencemaskan suamimu, ya? Kebetulan aku yang menggunakan ponselnya Magnus. Tahukah kau siapa aku?”] Cressa meneguk ludahnya kasar. Dia bisa menyadari siapa yang ada di telepon saat pria itu mengatakan dirinya sebagai menantu perempuannya. Cressa mencengkeram ujung pakaiannya. “Ayahnya Magnus?” Cressa melirik Jeslyn meski dia sedang berbicara di telepon. Bahkan Jeslyn juga menunjukkan keterkejutannya begitu Cressa menyebutkan siapa yang ada di seberang sana. Sementara
Cressa sudah pernah bertemu dengan pamannya Magnus dan kakaknya Magnus, yang sama-sama mengerikan. Dia juga tahu kalau Magnus tidak jauh dari mereka berdua, namun dia memang lebih baik dari keduanya. Sementara itu... sosok Carlos—ayah Magnus? “Sepertinya memang dia,” gumam Serenia sambil menatap Cressa. Serenia bisa melihat jika Cressa sebenarnya takut. Namun, jika kondisinya sudah seperti ini, mereka sekarang tahu jelas siapa yang akan mereka hadapi. “Kelihatannya aku akan pergi ke Luston untuk memastikan Magnus baik-baik saja,” ucap Cressa. Serenia menghela nafasnya berat. Bulan lalu, Cressa yang diculik. Sekarang, mereka tidak tahu bagaimana kabarnya Magnus di Luston. Dan Cressa juga kelihatannya berniat menyelamatkan Magnus seperti Magnus menyelamatkannya. “Aku akan memanggil pasukan khusus Zentana. Carlos adalah tahanan negara, jadi kita tidak perlu mengeluarkan sumber daya kita untuk melawannya. Kita membutuhkan bantuan mereka, setidaknya sumber d
“Hey! Kau jalang tak tahu diri!” Glenn berteriak sejadinya dengan marah. Glenn mendengus saat melihat Agnes pergi meninggalkan ruangan itu begitu saja. Rasa frustasi muncul di wajahnya. Dia tidak bisa lagi tenang. Dan dia menyadari kesalahannya. Dengan cepat, Glenn sadar kalau dia memberitahu Agens terlalu banyak dari yang seharusnya Agnes tahu karena pertanyaannya yang terus menjebak. Glenn bisa mengetahui Agnes akan membuat kesalahpahaman dengan Cressa saat ini, yang berhubungan dengan menghilangnya Magnus. “Glenn...” Adel mulai menangis, dia bisa tahu kalau harapan yang disebutkan Glenn sebelumnya sekarang musnah begitu saja. “Maafkan aku,” gumam Glenn pelan sambil memalingkan wajahnya. *** Pagi itu, karena terlalu mabuk semalam, Cressa akhirnya muntah-muntah pagi itu. Dia seharusnya tidak minum terlalu banyak, apa lagi di jadwal sibuk hariannya. “Astaga, kau ini... Kau tahu, kau harus memperjelas apa pun yang terjadi antara kau dan suami
“Aku tidak pernah diminta dibesarkan oleh uang hasil korupsi,” balas Magnus. Magnus melirik ke sekitarnya. Tidak ada jalan keluar selain jalan yang saat ini dihadang oleh Carlos. Dan dia penasaran atas apa yang terjadi pada dua bodyguard yang seharusnya mengawasi dari pintu depan. Magnus mendesis pelan, dia telah dipojokkan oleh ayahnya sendiri. “Tapi kenyataannya kau telah dibesarkan seperti itu, dan yang harus kau lakukan adalah membayar atas semua biaya yang aku keluarkan untuk membesarkanmu. Kau seharusnya merasa berhutang budi padaku, bukannya kau kabur begitu saja, mencuci tanganmu dengan pergi ke Metronyx dan mendapatkan pekerjaan lagi keluarga baru. Kau mempermalukan nama keluarga Armstrong, Magnus.” Carlos mendengus, dendam memenuhi matanya saat melihat ke arah Magnus. “Apakah ini jebakan dari awal? Bagaimana kau bisa tahu jika aku menuju ke sini?” Magnus kini terpikirkan tentang bagaimana bisa Carlos bertemu dengannya sekarang saat ini, di sini. Seh