Share

Menenangkan Cressa

“Lepaskan!” Cressa terus memberontak hingga mereka tiba di kamar hotel.

Magnus menurunkan Cressa setelah menutup kembali pintu dan menatapi Cressa yang terengah-engah karena terus memberontak, sementara dia terengah-engah karena mengatasi gadis itu.

Magnus menatap ke sekitar kamar dan terkejut akan situasi kamar yang sangat berantakan, sepertinya Cressa mengamuk sendirian tadi. Dia lantas menatap pelakunya yang sekarang menatap tajam ke arahnya, dengan darah kering di bibirnya.

“Ada apa dengan bibirmu? Kau yang melakukan ini semua? Kenapa?!” Magnus sedikit membentak.

“Itu karena kau! Kau pikir kau siapa meninggalkanku begitu saja setelah apa yang kita lalui? Kau pikir aku jalang yang bisa kau tinggalkan begitu saja?! Apa kau menganggapku jalang pribadi karena kita sudah menikah, jadi kau bisa seenaknya?!” gertak Cressa.

Magnus mengambil nafas dalam-dalam. Dia berusaha mengontrol dirinya sendiri. Ini salahnya, sepenuhnya salahnya. Dia tahu ini akan terjadi, namun justru menantikan ini.

“Aku ada urusan mendadak.”

“Di tengah malam?!” Cressa tampak tidak mempercayainya sama sekali.

“Ya, sungguh. Aku benar-benar ada urusan mendadak mengenai pembangunan stasiun yang baru.” Magnus menganggukkan kepalanya, berusaha tetap tenang.

Magnus menatap darah kering di bibir Cressa, saat Cressa kelihatannya menggigit bibirnya lagi. Dia tidak tahu ini kebiasaan Cressa atau bagaimana, tapi yang jelas kelihatannya Cressa juga berusaha menahan dirinya sendiri saat ini.

“Aku tidak mengerti kenapa kau bisa sampai seperti ini? Apa karena kau sakit hati karena aku meninggalkanmu? Kau suka aku terus berada di sisimu hingga kau bangun?” Magnus menolak pinggangnya dan mendekati Cressa, berdiri menjulang tinggi di dekatnya.

“Tidak juga. Aku hanya tidak suka jika kau melakukan itu lagi! Pokoknya, aku bukan jalang pribadimu, dan kau tidak seharusnya meninggalkanku di malam pertama kita!” tekan Cressa.

“Kenapa kau begitu putus asa saat aku pergi? Kau takut aku berhasil menghamilimu dan kabur?” Magnus mengangkat alisnya, dia membawa suasana ini lebih santai, dan justru menjadikannya candaan agar Cressa tidak begitu marah.

“Omong kosong! Aku akan menggugurkannya tanpa ragu jika—”

“Itu tidak akan pernah terjadi. Hati-hati dalam bicara! Menggugurkan berarti memutus kesempatan seseorang untuk hidup, itu berarti membunuh.” Magnus menajamkan suaranya.

Cressa mendengus sambil menatap Magnus. Magnus menghela nafasnya saat melihat Cressa lebih tenang sekarang. Mungkin karena dia juga lelah setelah memberontak barusan.

“Apa masih terasa sakit?” tanya Magnus tiba-tiba.

“Apa?” Cressa mengerutkan alisnya, jelas jika suasana hatinya belum pilih sepenuhnya.

“Kau sempat menangis tadi malam. Ya, meski setelahnya kau mendesah keenakan. Aku penasaran, jika bukan aku, mungkin kau sendiri yang akan menganggapku sebagai mainanku dan pergi begitu saja setelah puas denganku. Mengingat kau sendiri mudah untuk dapat lelaki yang kau inginkan.” Magnus menyilangkan tangannya di depan dadanya.

“Kau berbeda, kita sudah menikah.”

Magnus malah dibuat terkejut dengan kalimat Cressa barusan. Dia tidak menyangka Cressa akan mengatakan hal seperti itu. Mulut pedas itu sebenarnya jarang bicara hal bohong.

“Aku lapar,” ucap Cressa seraya menghela nafas dan membuka pintu kamar.

Magnus langsung menaruh tangannya di atas tangan Cressa dan menutup ulang pintu kamarnya. Cressa menoleh, mendapati Magnus sudah berada tepat di belakangnya, menutup tubuh Cressa yang lebih mungil. Itu membuat Cressa menengadah menatapnya.

“Kurasa aku juga lapar, tapi aku menginginkanmu sebagai makananku,” ucap Magnus seraya menaruh salah satu tangannya di perut Cressa dan menekan Cressa ke tubuhnya.

Punggung Cressa menekan dada Magnus. Dan Magnus agak menekan tubuh bagian bawahnya ke Cressa, ingin memberitahu Cressa jika dia saat ini sedang dalam keadaan berdiri.

Cressa sempat merona, sebelum dia akhirnya menepuk tangan Magnus dan menyikut perutnya. Membuat Magnus melotot kaget dan menatap Cressa tak percaya.

“Suasana hatiku buruk jika sedang lapar,” ucap Cressa sambil membuka pintu kamar.

Magnus menghela nafasnya sambil mengikuti Cressa keluar kamar untuk sarapan. Pikirannya tertuju pada fakta dia harus mengurus kekacauan yang dibuat Cressa juga di sana.

Magnus menatapi Cressa dari belakang sambil tersenyum puas. Semalam adalah hal yang menyenangkan. Dan mengetahui Cressa tetap memandang pernikahan sebagai sesuatu yang sakral, dengan caranya membahas jika Magnus berbeda. Itu membuat Magnus makin tertarik dengannya.

Gadis itu sangat sulit ditebak.

Tapi dia berhasil menebaknya semalam, tentang reaksinya pagi ini.

Magnus harus membayar semua kerusakan atas kekacauan yang dibuat Cressa sebelum mereka pergi. Cressa yang semula tinggal bersama dengan kakaknya sekarang akan ikut bersama Magnus. Cressa mengikuti Magnus ke sebuah apartemen mewah yang dikenal sebagai Hera Place.

Tiba di sana, Cressa tidak terpukau sama sekali. Dia terbiasa dengan semua pemandangan kemewahan itu. Cressa mengikuti Magnus yang memasuki ruang kerjanya.

“Buat dirimu nyaman. Hari ini kita akan libur dan besok mungkin kita harus berangkat ke Bericont. Kita perlu investasi yang sangat besar untuk pembangunan stasiun baru di sana.”

Cressa duduk di kursi sambil menatapi Magnus dan menatapi tumpukan dokumen yang menjalar ke lantai.

“Tempat ini sangat berantakan,” umpat Cressa.

“Ya, begitulah. Aku sempat berharap punya istri yang mengandalkanku tentang uang dan aku mengandalkannya tentang urusan rumah,” balas Magnus.

“Aku wanita karier, aku tidak ingin dikurung di sini seharian.” Cressa menatap Magnus ketus.

“Kau mungkin berubah pikiran jika hamil.” Magnus menimpalinya dengan main-main.

“Dengar, sebaiknya kau tidak memikirkan tentang kehamilan dalam waktu cepat! Tugasmu sebagai suamiku adalah membimbingku, mengajariku tentang perusahaan. Aku menghargaimu sebagai suami bukan berarti aku akan membiarkanmu mengontrolku. Aku tetaplah keturunan asli Montgomery!” tekan Cressa.

Magnus mengangkat alisnya, dia terkesan dengan bagaimana Cressa sangat bangga mengenai dirinya dan identitasnya sebagai Montgomery.

“Kalau begitu, kau harus menjadi sangat kuat jika kau tidak ingin dikontrol olehku. Sudah menjadi hukum alam jika yang lemah akan selalu dikalahkan oleh yang lebih kuat,” tantang Magnus.

“Aku tahu itu. Kalau bisa, aku akan menyingkirkanmu dari keluarga ini. Entah kenapa aku yakin jika kau juga ingin menyingkirkanku agar kau bisa bertahan terus di keluarga ini.” Cressa membalasnya tanpa rasa takut.

Magnus sangat tahu jika Cressa amat sangat punya potensi untuk menyingkirkannya. Sebelum itu terjadi, Magnus harus mencapai tujuannya terlebih dahulu. Dia tidak akan bisa mencapai tujuannya tanpa pijakan keluarga ini.

“Kalau begitu, aku ingin kau bekerja sama denganku untuk mencapai tujuanmu itu.”

“Bekerja sama? Kau yakin itu kerja sama? Ini lebih seperti kau akan menusukku dari dekat.” Cressa mendecak.

“Aku pada awalnya tidak mengerti apa tujuan kakakmu menjadikanku suamimu. Tapi, bukankah kau seharusnya sadar tentang ini?”

Cressa mengernyitkan dahinya. “Karena tidak ada yang bisa mengelola perusahaan selain dia.”

“Bukan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status