“Karena keluarga akak iparmu kelihatannya sangat menginginkan perusahaan Montgomery.” Magnus menyilangkan tangannya di depannya dengan santai.
“Oh, jika itu aku juga menyadarinya. Tunggu... Kenapa kau bisa tahu sampai sana? Maksudku, kita berdua memang tahu tentang perselingkuhan kakak iparku.” Cressa mengerutkan dahinya. “Ayolah, aku ini orang kepercayaan kakakmu. Jadi, mulai sekarang, aku hanya ingin kau bisa diajak bekerja sama. Kita berada di pihak yang sama. Jika kau tahu itu, maka sudah seharusnya kita bekerja sama.” Cressa terdiam sejenak sebelum akhirnya menghela nafasnya. Dia juga melakukan pernikahan ini atas permintaan kakaknya. Demi kelangsungan keluarga Montgomery sendiri, dan demi perusahaan Montgomery. Dia harus mempertahan apa yang telah diusahakan oleh tetuanya di masa lalu. “Apakah perceraian sangat dilarang oleh tradisi keluargamu hingga kakakmu hanya diam mengenai perselingkuhan kakak iparmu?” tanya Magnus. Cressa mengangguk. “Selain karena tradisi keluarga, dia juga diam demi putrinya.” “Oh, gadis kecil itu...” Magnus menganggukkan kepalanya, menyadari siapa yang dimaksud Cressa. Cressa menatapi sekitarnya. Dia berjalan sambil memperhatikan tempat tinggal Magnus itu. Dia menatap keluar jendela, melihat pemandangan yang bisa dia lihat. “Tidak bisakah kita tinggal di lantai yang lebih tinggi?” tanya Cressa sambil mendecak. “Tidak, aku sudah nyaman di sini.” “Oh, kau hanya memikirkan dirimu sendiri! Kenapa kita tidak tinggal di rumahku saja?” “Aku sudah mengalah untuk menggunakan nama keluargamu.” Magnus menghela nafasnya. Cressa memutar matanya. “Bukankah kau diuntungkan untuk itu? Nama keluargamu kan, sudah ternoda oleh kasus korupsi yang dilakukan keluargamu. Sementara nama keluargaku sangat bersih dan bahkan kau bisa panjat sosial dengan itu.” Magnus menatap tajam Cressa. Dia sangat tidak suka mendapatkan penghinaan seperti itu meski benar adanya tentang keluarganya dan dirinya. Apa lagi saat yang melakukan itu adalah istrinya sendiri. Namun, dia berusaha menahan diri. Hari itu mereka habiskan berdua di apartemen milik Magnus. Cressa hanya menonton seharian itu, berdiam diri di sofa dengan santainya. Sementara Magnus merapikan tempat kerjanya yang berantakan agar lebih nyaman saat kembali bekerja nanti. Magnus berjalan membawa sekotak sampah dari ruang kerjanya, dan melirik Cressa yang tertidur di sofa. Dia memperhatikan bagaimana tubuh Cressa terbentuk di balik gaunnya hari itu. Kelihatannya Cressa masih kelelahan atas aktivitas malam sebelumnya. Itu membuatnya teringat akan semua yang terjadi di malam pernikahannya. Dia juga meninggalkan tanda di leher Cressa. Magnus mengambil selimut dan menyelimuti Cressa yang tertidur nyenyak di sofa. Magnus membuang sekotak sampah yang sudah dia pastikan itu sampah. Dia membuangnya di luar pintu apartemen, membiarkan tukang sampah mengambilnya nanti. Namun, di bagian atas kotak itu, terlihat catatan yang mencatat kegiatan Cressa dua tahun lalu. Ya, dia sudah penasaran tentangnya sejak dua tahun yang lalu. *** Besoknya, rencana mereka untuk pergi ke Bericont terlaksana. Keduanya duduk di kereta cepat eksekutif milik Montgomery yang sangat nyaman. “Ngomong-ngomong, kakimu baik-baik saja? Jika kuperhatikan, ada yang salah dengan caramu berjalan kemarin,” ucap Magnus, matanya tidak terlepas dari majalah. “Ck, aku yakin kau tahu apa alasannya,” balas Cressa sambil mendengus kesal. Magnus hanya tersenyum sambil membaca majalah. Sementara Cressa membaca sebuah novel untuk membunuh waktu selama mereka di perjalanan. “Ini gratis.” Seorang pelayan tiba-tiba menyuguhkan sepiring kecil kacang mete. “Oh, terima kasih!” Cressa langsung mengalihkan perhatiannya pada camilan yang disuguhkan. Magnus mengernyitkan alisnya. “Hanya kacang?” tanya Magnus. “Ya?” Pelayan menatap Magnus. “Bukankah untuk kelas eksekutif, Montgomery menyediakan camilan berupa buah kering dan kacang mete?” Magnus menghela nafasnya, saat menyadari ada sesuatu yang berubah. Pelayan itu memaksakan diri untuk tersenyum. “Maaf, tapi buah kering yang biasanya disediakan sudah tidak lagi disediakan.” Cressa menatap Magnus kebingungan sambil memakan kacang yang tersedia. “Baiklah, kau boleh pergi.” Magnus kemudian mengambil ponselnya untuk melakukan sesuatu. “Ada apa?” tanya Cressa dengan polosnya. “Sepertinya ada dana macet di bagian penyediaan snack untuk penumpang gerbong eksekutif.” “Korupsi...?” Cressa mengernyitkan dahinya. “Ya.” Magnus lalu menaruh ponselnya setelah fokus padanya beberapa saat. “Para penumpang gerbong eksekutif membayar cukup mahal untuk fasilitas ini dan kita memberikan kenyamanan yang pantas dengan harga yang mereka bayar.” “Aku bahkan tidak tahu jika seharusnya ada buah kering. Aku sering menggunakan kereta cepat eksekutif sebelumnya, tapi tidak pernah dapat buah kering.” Cressa mendengus. “Ya, kita akan menemukan masalahnya segera.” Magnus menganggukkan kepalanya. “Ah, yang benar saja... Kurasa kita juga harus mengecek fasilitas yang ditawarkan di gerbong kelas lainnya,” ucap Cressa. Magnus hanya tersenyum melihat betapa antusiasnya Cressa untuk membasmi kasus korupsi di perubahan keluarganya sendiri. Tiba di Bericont, keduanya disambut hangat oleh pejabat Bericont. Mereka akan membicarakan tentang izin pembangunan stasiun Montgomery yang baru, yang tentunya kemungkinan besar akan membawa keuntungan besar bagi kota yang agak terpencil itu. “Bericont sangat indah. Sangat disayangkan belum ada akses langsung kereta api ke sini. Yang terdekat berada di pinggir kota Melcont, dan itu butuh waktu cukup panjang untuk tiba di sini.” Magnus melihat-lihat pemandangan alam yang indah. Cressa di sisinya juga sedang menghirup dalam-dalam aroma khas pepohonan. Bericont terletak di pegunungan, jadi akses untuk wilayah ini bisa dikatakan sulit. Padahal Bericont menghasilkan hasil panen yang sangat menjanjikan. “Untuk itulah, kami merasa akan sangat terbantu jika Montgomery menginginkan adanya stasiun untuk kereta khusus yang akan membawa hasil panen kami, sehingga bisa dijual dengan harga lebih murah karena pendistribusiannya yang akan menjadi lebih mudah.” “Aku heran kenapa tujuh tahun yang lalu, kalian menolak pembangunan stasiun di sini,” ucap Cressa dengan sedikit tidak sopan karena terkesan sarkas, apa lagi gerak tubuhnya yang sama sekali acuh. “Ah, itu karena penduduk di sini menolak kemudahan itu. Sebagian penduduk di sini juga bekerja sebagai distributor untuk mengangkut hasil panen ke kota lain. Untuk itulah, mereka akan merasa dirugikan.” Walikota Bericont itu terlihat terkekeh dengan canggung. “Ck, seharusnya mereka bisa berpikir jika mereka bisa mendapatkan pekerjaan baru di stasiun yang baru,” umpat Cressa. Magnus memutar matanya. Dia merasa sedikit tidak enak pada Walikota Bericont tersebut. Bahkan, Walikota hanya bisa terkekeh dengan canggung. Dia tampaknya sedikit terkejut dengan sikap blak-blakan Cressa. “Mari, aku akan tunjukkan lahan tempat pembangunan stasiunnya!” Walikota Bericont berjalan lebih dulu. Magnus menatap Cressa yang berjalan mengikuti Walikota, namun dia langsung menarik lengan Cressa hingga Cressa tertarik mundur. Magnus mendecak. “Apa kau tidak mempelajari etika saat berbisnis?” bisik Magnus, dia terlihat agak kesal untuk menegur Cressa. “Ya, kita harus memberitahukan keuntungan dalam suatu bisnis.” Magnus memejamkan matanya sesaat untuk menahan dirinya. “Jaga caramu bicara dan bersikap!”“Ahn...” Magnus mengerutkan alisnya ketika berdiri di depan pintu suatu ruangan. Dia meraih gagang pintu ruangan tersebut dan memutarnya untuk membuka pintu hingga isi ruangan terlihat olehnya. Seorang gadis yang tengah melebarkan kakinya di kursi langsung terperanjat kaget dan menoleh ke pintu. Pria yang kepalanya berada di antara kedua kakinya langsung terangkat dan melihat ke pintu bersama gadis itu. “Aku ingin bicara dengannya berdua, keluar!” Magnus menatapi pria itu yang langsung bangkit. Cressa, gadis yang hampir meraih puncaknya itu hanya bisa menghela nafasnya sambil memperbaiki rok dan caranya duduk. Wajahnya memerah, antara karena kegiatan panas yang dia lakukan sebelumnya atau justru karena malu baru saja dipergoki oleh tunangannya. “Apa yang kau inginkan?” Cressa menatap ke arah lain, jelas malu atas tindakannya barusan. “Bukankah keluarga Montgomery yang terhormat tidak mengizinkan aktivitas seperti itu sebelum menikah?” ejek Magnus sambil berdiri tegap di depan me
Cressa menyilangkan tangannya di dada, menatap dua orang yang sekarang berusaha keras menjauhi hiu putih yang sedang asyik berenang di kandangnya. “Chloe sangat suka bermain-main dengan manusia. Tapi terakhir kali aku harus membayar tagihan rumah sakit dan kompensasi untuk orang yang mengurus kolam Chloe, dia kehilangan tangan kanannya, sampai siku.” Cressa cemberut sambil menatap Magnus. Magnus mendengus tak percaya dengan kelakuan Cressa yang satu ini. Magnus menggeleng pelan sebelum akhirnya membantu kakak ipar Cressa dan wanita yang tak dia kenali itu. Beberapa petugas yang sepertinya ditugaskan menjaga kolam juga langsung datang untuk membantu. Cressa hanya tersenyum simpul ke arah kakak iparnya yang sudah berada di pinggir kolam dengan bantuan orang-orang itu. Pria itu tampak sangat panik dan sedang syok, begitu pula wanita itu. “Bocah gila,” umpatnya. Cressa hanya mengangkat alisnya dengan keheranan dan kemudian berbalik. Cressa langsung pergi dari sana. Dia berjalan sambi
Di hari pernikahan antara Magnus dan Cressa yang dilaksanakan cukup sederhana namun tidak sesederhana kelihatannya itu, Serenia menghela nafasnya sedikit lega.Magnus menatapi Cressa dengan gaun pengantinnya setelah dia sah menjadi istrinya. Cressa tampak duduk sendirian di salah satu meja. Sementara Magnus saat itu sedang mengobrol dengan pria dewasa lainnya. “Aku sudah mendengar semuanya tentang kau yang memutuskan hubungan dengan keluargamu sendiri karena kasus korupsi yang dilakukan ayahmu,” salah satu pria menyinggung soal keluarganya. Magnus hanya tersenyum simpul. “Aku tidak ada hubungan apa pun dengan ayahku sebelum kerajaan memeriksa keluargaku.” “Kakakmu, Garrett sepertinya sengaja menumbalkan ayahmu. Dia melimpahkan semuanya pada ayahmu sementara dia saat ini tengah menikmati kekuasaannya di perusahaan Armstrong.” “Sudah kubilang aku tidak ada lagi hubungan dengan keluarga Armstrong sekarang. Aku anggota keluarga Montgomery sekarang,” ucap Magnus dengan lebih tegas. “K
Cressa hanyut dalam permainan Magnus di malam pernikahan mereka. Tangannya mencengkeram erat sprei. Disusul dengan jemari Magnus yang menyelinap masuk ke sela jemari Cressa. Keduanya kini saling mencengkeram satu sama lain, melupakan perkelahian singkat mereka dan fokus pada pertempuran di ranjang malam itu. “Aku terkesan, bagaimana para pria itu bisa tahan meski kau tidak mengizinkan mereka untuk masuk. Kau benar-benar menjaganya untukku?” “Ha-ah... Aku menjaganya karena nama baik keluargaku.” “Kau sepertinya sangat terobsesi atas nama keluargamu sendiri. Montgomery... Bukankah itu tidak membuatmu lebih baik? Hah... maksudku, kau tetap melakukan hal buruk sebelum menikah.” “Bagaimana denganmu? Bukankah kau juga melakukan hal itu sebelum menikah? Bagi pria, hah... kalian tidak memiliki bekas jika sudah melakukannya.” “Kau yang pertama, Cressida. Kau yang pertama untukku.” *** Cressa terlelap nyenyak di kasur king size kamar hotel tersebut. Sementara Magnus baru saja terba
“Lepaskan!” Cressa terus memberontak hingga mereka tiba di kamar hotel. Magnus menurunkan Cressa setelah menutup kembali pintu dan menatapi Cressa yang terengah-engah karena terus memberontak, sementara dia terengah-engah karena mengatasi gadis itu. Magnus menatap ke sekitar kamar dan terkejut akan situasi kamar yang sangat berantakan, sepertinya Cressa mengamuk sendirian tadi. Dia lantas menatap pelakunya yang sekarang menatap tajam ke arahnya, dengan darah kering di bibirnya. “Ada apa dengan bibirmu? Kau yang melakukan ini semua? Kenapa?!” Magnus sedikit membentak. “Itu karena kau! Kau pikir kau siapa meninggalkanku begitu saja setelah apa yang kita lalui? Kau pikir aku jalang yang bisa kau tinggalkan begitu saja?! Apa kau menganggapku jalang pribadi karena kita sudah menikah, jadi kau bisa seenaknya?!” gertak Cressa. Magnus mengambil nafas dalam-dalam. Dia berusaha mengontrol dirinya sendiri. Ini salahnya, sepenuhnya salahnya. Dia tahu ini akan terjadi, namun justru menantikan