Share

Kepergian Nia

Perth pov

Anton menatap wajah kusut ku setelah keluar dari ruang bersalin, aku bergegas pergi ke ruang tunggu karena tidak tahan dengan semua kebohongan serta kegilaan Mona. 

Aku tidak menyangka jika orang yang aku percaya selama ini ternyata tega melakukan itu pada anak-anak kami. 

"Bay, kau baik-baik saja, kan? " Tegur Anton khawatir, sembari memandangi seperti apa wajahku kini. 

Karena memang mata ku bengkak akibat banyak menangis dan keadaan ku sangat shock.

Kududkan diriku dengan kasar di samping Anton sembari membuang nafas dengan kasar. Karena pikiranku selalu tertuju pada Mona setelah semuanya terungkap. 

"Emm, aku baik-baik saja, an, " jawab ku, masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa Mona yang selalu aku anggap wanita sempurna kini justru menguak semua kesalahannya sendiri. 

"Tuan Bayu! " reru seorang suster sesaat keluar dari ruang operasi. 

Aku dan Anton sontak berdiri lalu bersama-sama menghampiri suster tersebut. 

"Ya, suster." Aku begitu gugup, karena wajah Suster itu terlihat sangat cemas.

"Tuan diminta Nona Nia menemuinya di dalam. " 

Tanpa berfikir panjang, aku bergegas masuk kedalam ruangan serba putih itu meninggalkan Anton yang tengah menunggu cemas.

Kegelisahan seketika memenuhi relung hatiku, saat melihat aktivitas para dokter di sana, mereka begitu tegang saat menangani Nia, aku mendekat dimana Nia tengah terbaring lemas sembari mendekap bayi kecil di dadanya. 

Kaki ku seketika lemas saat melihat wajah pucat Nia, aku tidak mengerti apa yang terjadi. Yang jelas kini keadaannya benar-benar tidak baik dan aku sangat khawatir. Karena di sana beberapa kantung darah kosong telah teronggok begitu saja, menandakan jika perjuangan para dokter telah semaksimal mungkin melakukan operasi, tapi sayang semuanya tidak membuahkan hasil. Keadaan Nia semakin memburuk. 

"Mas …." Aku bisa mendengar panggilan seraknya, setelah diri ini berdiri di sampingnya dengan derai air mata penyesalan yang tiada henti. 

"Tuhan sayang, kenapa kamu melakukan ini, kenapa? Apa ini caramu menghukum segala perbuatan jahat ku padamu sayang, ini caramu menghukum semua kesalahan yang pernah aku lakukan dengan meninggalkan aku. "Racauku dengan suara gemetar. 

Ku raih tangannya lalu ku genggam dengan erat dalam rasa bersalah ku, Tuhan begitu sesak dada ini. Batinku bermonolog pilu. 

Nia terlihat menggeleng lemah sembari menatap ku dengan lesu. Hatiku benar-benar hancur melihatnya. 

Andai aku bisa mengulang semuanya aku ingin memutar kembali waktu di mana aku akan berangkat ke cinta dan aku akan membatalkan keberangkatan itu lalu memilih tetap bersama Nia dan Nana. 

Sayang semuanya telah terjadi, ibarat kata, nasi telah menjadi bubur. 

Hatiku mencelos pedih saat melihat keadaan Nia kini. 

"Hiks ... Aku mohon sayang, maafkan aku atas segala yang aku lakukan. Maaf … maaf … maaf." Isakku histeris tidak terkendali. Aku tahu semuanya telah terlambat untuk mengungkapkan rasa sesal ini dan aku sangat merasakan sala dan keputusasaan.. 

"Aku tidak pernah menyalahkan mu, mas. Mungkin memang semuanya harus seperti ini dari awal. "

 Rasanya aku ingin mengutuk diriku sendiri saat mengingat semua pengkhianatan yang aku lakukan serta kesalahan yang kuperbuat, terlebih kini keadaan Nia sangat lemah.

melihat Pete semakin lemah. 

Tangannya ada di genggaman tanganku gemetar saat kondisinya semakin parah. 

Tuhan, berikan satu kesempatan saja untukku. Aku berjanji aku tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Batinku menghiba pada sang khaliq. 

"Hiks … hiks ... Aku mohon jangan, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku. Aku mohon sayang. Aku mencintaimu … Aku sangat sangat mencintaimu, hiks ... Aku mohon ... "Racauku ketakutan dalam permohonan, aku tahu semua ini tiada berguna lagi, karena dokter dokter yang ada di sana menghentikan aktivitas mereka setelah menutup luka cesar Nia. 

Nia dengan sekuat tenaga membalas genggaman tangan ini sembari mengulas senyum yang begitu manis.

Ini ketakutan pertama yang aku hadapi di dalam hidup ini saat melihatnya tengah sekarat. 

Nafasnya tersenggal dan sudut matanya meleleh cairan bening seakan-akan ini menandakan akhir dari segalanya. 

Tuhan, tolong aku. Tolong kembalikan dia, buat dia seperti sediakala. Pintaku dalam do'a yang tidak mungkin terjadi. 

"Tolong jaga Nana dan Hafiz."

Aku tidak bisa mengendalikannya diri ini, saat mendengar permintaan terakhir Nia, bahkan suaranya hampir tidak terdengar saat mengutarakan permintaannya. 

Tuhan, sesakit inikah saat kita ditinggalkan orang seseorang yang kita cintai untuk selamanya. 

"Hiks … Aku mohon sayang, hiks … kali ini aku yang meminta satu kesempatan pada mu. Izinkan aku membalas kesalahan ku padamu. Hukumlah aku semaumu asal jangan tinggalkan aku. "

Aku meracau seperti orang gila, saat melihat iris Nia perlahan-lahan kosong, di sana tidak lagi terlihat Adan kehidupan. 

Dokter yang ada di sana hanya bisa menatap lesu, karena Nia tidak lagi bergerak, bahkan ia tidak lagi menarik nafas. 

"Dok, tolong … lakukan sesuatu dok, tolong istriku. " Aku semakin histeris, karena mereka hanya menonton kekalutan ku tanpa melakukan sesuatu. 

"Maaf Tuan, Nyonya Nia telah pergi, kami sudah melakukan pertolongan semaksimalnya mungkin, tapi ternyata Allah memiliki cara lain, Nyonya Nia lebih di sayang itu sebabnya beliau pergi."jelas salah satu dokter menenangkan kegusaran ku, 

" Tapi, seharusnya kalian melakukan sesuatu padanya! "Bentakku kesal, sembari menggenggam tangan Nia dengan erat. 

" Semua prosedur telah kami lakukan, karena semua ini memang keinginan nyonya Nia, mengingat usia kehamilan almarhum baru menginjak usia 8 bulan, itu sebabnya kami tidak bisa berjanji untuk menyelamatkan keduanya. Dan semua ini sudah di setujui serta pilihan nyonya Nia sebelum operasi ini di lakukan. "

Duniaku runtuh, tidak ada harapan dan kesempatan untuk bersamanya. 

Tuhan, aku tidak sanggup menahan kesakitan ini, kenapa aku tidak mengetahuinya sejak awal Tuhan. Batinku berucap dalam sesal yang tidak bertepi. 

Dan kini, aku baru menyadari, cinta yang aku anggap hilang darinya ternyata masih tersimpan rapi di dalam hati ini, bahkan kini cinta itu semakin besar padanya setelah semua ini terjadi. 

Sungguh aku ingin marah pada sang Pencipta, aku ingin berontak, kenapa harus mengambilnya. Akan tetapi semuanya tiada guna karena semua ini adalah suratan takdir yang harus aku jalani. 

"Cukup, bay, Nia sudah tenang. Biarkan dia beristirahat. " Anton mengusap pundakku, karena jenazah Nia telah ditutupi kain putih dan bayi kecil yang sempat berada di dekapannya kini telah berpindah ke dalam tabung inkubator. 

"Hiks … dia meninggalkan aku, dia menghukumku dengan caranya, An. Hiks ... Hiks ... Hiks ... Kenapa dia tidak memberikan satu kesempatan untukku menebus semuanya, hiks ... Hiks ... Kenapa? "Racauku pada Anton. 

Aku benar-benar putus asa dengan semua ini, aku belum sempat meminta maaf, aku belum sempat menebus semua kesalahanku padanya. 

" Kau harus kuat, karena disini tidak hanya dirimu yang kehilangan, Bay. Tapi juga ada Nana dan Hafis yang masih kecil. Sadarlah mereka juga membutuhkanmu. "

Aku terdiam, tangisan yang melandaku seketika mereda saat aku mengingat jika ada dua malaikat yang kini juga ditinggalkan akibat keegoisan ku. 

Tuhan, akankah dosa ku ini bisa terampuni, aku telah merenggut kehidupan istriku dan kasih sayang seorang ibu untuk anak-anakku, hanya demi ego dan syahwat serta gengsi. 

"Tabahkan dirimu, kau harus bisa menghadapi semua ini. " 

Aku hanya diam sembari mengiringi langkah Anton, karena jenazah Nia harus segera di mandikan dan di solatkan. 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status