"Kau harus selidiki masalah ini secepatnya, Amir. Kau harus temukan orangnya!" tegas Husein. “Ini pengkhianatan besar. Orang ini harus menerima hukuman dariku.”"Tentu. Ini sabotase besar- besaran yang jelas menjatuhkan nama baik perusahaan. Ini harus ditindak cepat."Kemudian tatapan Husein kembali mengedar ke wajah- wajah sekitar. "Jaga rahasia tentang sabotase perusahaan Fanbe Farma. Sebisa mungkin tutupilah masalah ini, jangan sampai bocor ke media sosial! Tugas kalian adalah menjaga nama baik rumah sakit. Aku rasa sampai di sini sudah cukup dimengerti," tegas Husein menekankan kalimatnya."Kami mengerti," sahut semuanya serentak.“Baik. Pertemuan cukup sampai di sini. Terima kasih.” Husein meninggalkan ruangan diikuti oleh Amir. Mereka berjalan beriringan dengan langkah- langkah tegas. Wajah dibalut kegelisahan."Husein, kembalilah ke perusahaan. Perusahaan membutuhkanmu," pinta Amir."Selamanya tidak akan pernah aku kembali.""Singkirkan keegoisanmu sedikit saja, ini demi
Beberapa detik keduanya masih bertukar pandang. Masing- masing memikirkan apa yang ada di otak. Hingga sampai akhirnya seseorang datang dan menghampiri Habiba.“Ayo, pulang! Kau akan kuantar!” Ezra, lelaki itu mengangkat kunci mobilnya.Habiba terkesiap.“Permisi!” Wanita itu menganggukkan kepala ke arah Husein sebagai isyarat berpamitan.Tidak ada tanggapan dari Husein, pria itu pun bergegas pergi dan masuk ke mobil. Di dalam mobil, Husein mengawasi Habiba yang masuk ke mobil milik Ezra. Segera Husein memacu mobil melewati mobil yang dinaiki oleh Habiba. Ada yang hilang di dalam hatinya, entah apa. Husein memacu mobilnya menuju ke kafe. Dia hanya memesan minum saja, tanpa mau memesan makanan. Perutnya terasa begah, meski lapar namun lerea menghilang.Alunan musik slow terdengar syahdu. Husein tidak menikmati alunan itu. dia meneguk minum dengan hisapan kuat, lalu meletakkan gelas kecil itu ke meja dengan sentakan kuat pula.Tiba- tiba sudut bibirnya tertarik sedikit.
Sakha menghambur cepat.“Hei, kejar dia! Bahaya kalau ke jalan dan tertabrak mobil!” seru Husein melihat Amir hanya diam saja.Amir melompat cepat dan mengejar Sakha.Bruk!Tubuh Sakha terjatuh, membanting lantai.“Huaaaa…” Tangisan Sakha makin kencang.“Ya ampun, anak orang!” Amir langsung meraih tubuh Sakha. Bocah itu memberontak, ingin melarikan diri.“Halooo… kau terluka dank au harus diobati. Ini berbahaya jika tidak diobati. Tenanglah. Setelah ini akan kuantar kau pulang dan bertemu dengan mamamu, okey?” bujuk Amir mencoba mengambil hati Sakha.Sewaktu menjemput Sakha tadi, dia menggunakan jursu berbohong, mengatakan pada Sakha bahwa Sakha sudah ditunggu mamanya di mobil. Lalu, begitu bocah itu berada di dalam mobil, ia langsung memberikan sosis hingga Sakha fokus makan sosis dan lupa dengan mamanya. Tangis Sakha mengecil. Tersisa sesenggukan saja. Amir membopong tubuh kecil Sakha ke dalam. Dengan sigap, dia mengambil obat dan berniat hendak mengobati di lutut Sakh
“Biba, bisakah ibu minta tolong?” tanya Fatona menghampiri putrinya yang sedang memasangkan baju untuk Qansha.“Apa, Bu?” tanya Habiba.Qansha berlari menjauh, mengejar bola yang menggelinding setelah selesai pakai baju, rambutnya diikat dua. Rumah cukup luas untuknya bermain. Saat ini, Habiba dan keluarga kecilnya sudah pindah rumah. Tidak menempati rumah lama. Kediaman mereka kini cukup bagus sejak Habiba bekerja sebagai dokter.Sedangkan Tomy, masih menempati rumah lama. Dia beternak ikan yang sekaligus menjadi hobi. Dia tidak mau meninggalkan rumah kesayangannya itu karena sudah terlanjur nyaman.“Tolong antarkan donat ibu ke langganan biasanya,” ucap Fatona. “Kamu kan pakai mobil, pasti gampang bawa Tupperware banyak. Soalnya di luar gerimis, kasian kalau Irzan yang bawa pakai keranjang.”“Oh. Bisa. Hari ini anak- anak libur sekolah, dan aku masuk kerja siangan. aku akan ajak anak- anak. Mau belikan mereka baju baru.”“Ya.” Fatona tersenyum senang. “Irzan akan ikut
Husein menelan saliva. Dunia begitu sempit hingga lagi dan lagi ia bertemu dengan Habiba. Bahkan kini Habiba tidak sedang sendiri, ada Irzan yang menemani wanita itu. Ternyata mereka benar- benar bersatu. Inilah yang sejak dulu diharapkan oleh Habiba. Pada akhirnya keinginan wanita itu terwujud juga. Seharusnya Husein tidak peduli lagi dengan Habiba, wanita itu tidak mencintai Husein. Wanita itu hanyalah masa lalunya uang ternyata sama sekali tidak menghargai pengorbanannya.Biarkan dia bebas dengan siapa pun. Yang ternyata kini Habiba pun sudah memiliki buah hati dengan lelaki sialan itu. "Qansha!" Habiba menghambur dan mengejar putrinya saat tahu Qansha berdiri di dekat Husein. Secepat kilat, Habiba menarik lengan Qansha dan menyembunyikan anaknya itu ke balik badannya."Apa yang kau lakukan dengan anak ini?" Habiba panik, takut Husein akan mengambil Qansha sama seperti saat diam- diam pria itu mengambil Sakha darinya. "Ini anakmu?" tanya Husein.Habiba masih tampak tegang. "Ja
Sambil memacu mobilnya, Husein menelepon Emran, namun tidak diangkat. Dia ingin menyeret dan menelanjangi adik iparnya itu supaya tahu diri.Ah, tapi bagaimana dengan Inez? Andai saja Husein menghakimi Emran, tentu Inez juga akan tersakiti. Emran sudah menjadi bagian keluarga, maka Husein tidak mungkin melakukan hal gila terhadap iparnya sendiri. Dalam kamus hidupnya, pantang untuk mencelakai atau bahkan menjatuhkan keluarga sendiri.Perusahaan Alka telah hancur sejak kasus obat- obat yang diproduksi mengandung bahan kimia berbahaya mencuat. Sebab bukan hanya rumah sakit Husein saja yang menggunakan obat- obatan produksi mereka, ada banyak apotik, perusahaan, dan rumah sakit besar yang menggunakannya. Pelanggan telah berpaling dari perusahaan milik Alka. Semua obat ditarik dan dikembalikan. Rugi puluhan milyar. Dan yang paling menyedihkan adalah Alka diseret ke kantor polisi.Perusahaan ditutup dan karyawan di PHK. Perusahaan benar- benar gaduh dan menyedihkan sekali. Yan
Brak!Husein menendang pintu kamar hotel sesaat setelah memutar kuncinya, pintu terbuka. Dia meminta duplikat kunci setelah menelepon pemilik hotel yang tak lain adalah Amir. Dan Amir dengan mudah memerintah anak buahnya supaya menuruti semua perintah Husein.Husein menyergap masuk kamar. Emran yang tengah terbaring berbalut selimut tebal itu terkejut, sontak terduduk. Wanita di sisinya tak kalah kaget. Langsung duduk sambil memegangi selimut supaya menutup dadanya. Sepasang sejoli itu bermandi keringat, kelelahan. "Siapa kau?" seru wanita yang ketakutan itu. Husein tak mempedulikan. Dia berjalan dengan langkah lebar memutari ranjang, menuju kepada Emran.Emran yang bertelanjang dada, bergegas memungut celana dan mengenakannya dengan gerakan cepat. Dia lalu menyambar kaos dan segera mengenakannya. Belum selesai ia memasang kaos, tubuhnya itu terhuyung setelah Husein mendaratkan pukulan bertubi- tubi. Wanita di atas ranjang menjerit ketakutan. "Hentikan! Tolong hentikan!" Wanita
Ting.Bunyi lift terbuka memandu langkah Husein keluar, menggeret Habiba."Ikuti bosmu!" ucap Husein tanpa mau bicara panjang lebar. Wajahnya tegang sekali. Meski bingung, Habiba menurut saja. Mustahil Husein mau melakukan hal- hal buruk kepadanya kan? Sepertinya memang ada hal genting. Husein memencet kode akses tertentu di pintu, lalu menyelinap masuk. Pintu kembali tertutup secara otomatis."Kai adalah dokter, apa pun itu, kau harus bisa menyelamatkan Emran." Husein menggandeng Habiba hingga sampai di sebuah tempat yang terdapat peralatan medis lengkap, seperti ruang bedah. "Ayo, lakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawa Emran." Husein menunjuk sosok manusia yang terbaring di atas bed dengan mata terpejam, perut bersimbah darah. Habiba terkejut. "Emran? Ada apa dengannya?""Aku menembaknya.""Oh ya ampun. Lalu... Tapi aku bukan dokter bedah.""Kau bisa melakukannya. Kau dokter profesional yang melakukan aksi bedah ringan pun bisa. Maka bedah begini pun pasti bisa.""Tidak. Leb