“Pa … Pak Doni?” Diana mencicit ketakutan. Kalimat yang Doni lontarkan berhasil membuat Diana mati kutu sekaligus merasa menjadi gadis paling hina sedunia. Seumur-umur baru kali ini Diana dihina sedemikian rupa oleh seorang pria. Apalagi pria yang merupakan bosnya itu menatap Diana seperti perebut laki orang.“Kenapa? Kaget ya lihat aku? Santai saja Diana. Aku sudah lihat adegan live kalian berdua sejak tadi. Sangat romantis dan sangat mencengangkan!” ucap Doni sinis. Meski tak mendengar bagaimana percakapan mereka, tapi dari kejauhan Doni melihat jelas hingga ia berpikir Abian dan Diana terlibat skandal.Dia melipat tangan di depan dada. Kepalanya semakin menggeleng heran saat melihat tingkah Diana yang menunduk malu dengan muka yang teramat polos.“Memang benar apa kata pepatah yang mengatakan jangan mudah percaya dengan tampang seseorang! Sekarang saya bisa membuktikan sendiri. Gadis yang tampangnya polos seperti kamu ternyata berhati iblis dan bengis!”“Pak!” Diana tersentak. Se
Kali ini Abian berusaha bersikap tegas pada Miranda. Dia tetap bertanggung jawab pada gadis itu, tapi Abian tak mencegah Miranda untuk pergi jika itu memang sudah menjadi kemauan gadis itu sejak awal.Sehingga yang dilakukan Abian kali ini adalah mengantar Miranda ke Bandara. Gadis itu sangat jengkel dengan sikap Abian yang cuek. Bisa-bisanya Abian masih bisa bersikap tenang seperti ini sementara hubungan mereka diambang kekandasan?"Bian!" Suara Miranda memecah keheningan. Mobil Abian terus berjalan menuju bandara di mana pria itu yang menyetir sendiri."Ada apa?" tanya Abian santai.Miranda makin tercengang dengan respon kekasihnya. Sungguh tak biasanya Abian begini. Kepala gadis itu menoleh, mencoba menerawang apa yang ada di pikiran Abian saat ini."Kamu beneran udang gak sayang lagi sama aku?" "Bukannya yang harus tanya kayak gitu aku ya? Kan kamu duluan yang mutusin aku!" Abian memutar balikkan omongan. Hal yang membuat Miranda makin geram dan emosi terhadap dinginnya sikap s
"Don, aku benar-benar cinta banget sama Diana. Aku harus gimana?"Raka terus menenggak cairan jahat itu hingga kepalanya terjatuh ke atas meja. Pria itu tak kuat lagi menopang beban tubuhunya. Doni sampai pusing melihat keadaan temannya. Tapi dia tidak bisa memaksa Raka karena Doni tahu persis seperti apa rasanya cinta tak tersampaikan. Bahkan sampai detik ini Doni memilih hidup sendiri karena wanita yang Doni suka memilih pergi dan menikah dengan pria lain."Move On Rak! Bocah kayak Diana nggak pantas buat kamu. Gimanapun juga Diana cuma anak kemarin sore," kesal Doni mulai geram pada temannya yang sudah setengah oleng.Meskipun percuma memberi wejangan pada pria itu, Doni tetap melakukannya. Raka terkekeh dengan kepala menoleh pada Doni. "Tapi anak kemarin sore itu berhasil mencuri hati bujang lapuk ini Don. Pokoknya aku cuma mau Diana. Mending gak usah nikah kalau tidak berhasil merebut Diana dari suami sialannya," kesal Raka.Prang! Pria itu melempar gelas kosong hingga membuat
"Pulang?" Abian terkejut mendengar nada merengek yang dilontarkan gadis itu di ujung telepon. Dari suaranya yang bergetar, jelas Diana sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Sesuatu yang buruk pasti sedang terjadi pada gadis itu.Abian berdiri tanpa memutus sambungan telepon. Membuat Miranda mendongak sambil menarik kencang sweater pria itu. "Kamu mau ke mana, Yan?" tahan Miranda."Aku harus pulang!" Suara Abian terdengar dingin dan lebih kaku dari sebelumnya."Kenapa pulang? Tadi katanya kamu mau nemenin aku sampai naik ke pesawat? Itu siapa yang nelpon?" tanya gadis itu."Bukan urusan kamu! Maaf aku harus pergi sekarang juga Mir!" Abian sudah berbalik badan,cnamun Miranda buru-buru mencekal lengan pria itu dengan gerakan yang sangat cepat."Apa itu Diana?" tebak Miranda. Matanya mulai berkaca-kaca saat menatap Abian.Lelaki itu jadi tak tega melihat kondisi Miranda. Tapi di sisi lain ia khawatir karena mendengar suara tangisan Diana di telepon tadi. Abian bahkan belum sempat me
"Jangan minta pulang dulu ya. Kalau kamu nggak mau ketemu sama Doni kita bisa cari tempat lain. Asal jangan minta pulang, nanti aku jadi merasa bersalah kalau kamu ikutan pulang juga seperti Miranda.""Memangnya Mbak Mir jadi pulang, Mas?" Kepala Diana mendongak penuh. Sedikit terkejut mendengar ucapan Abian baru saja. Kalau Miranda sampai pulang, itu artinya pertengkaran mereka belum selesai kan?"Iya, tadi aku lama karena nganterin Miranda ke Bandara dulu. Sudah nggak usah bahas dia. Nanti aku jadi gak mood!" Abian mengusap lembut kepala Diana. Gadis itu sedikit heran karena Abian terlihat seperti manusia tanpa beban, padahal pacarnya lagi ngambek, kok bisa sesantai itu?Namun Diana tak mau banyak tanya. Dia memilih diam dan tak membahas soal Miranda lagi."Iya Mas! Makasih sudah baik dan perhatian seperti ini sama aku," ujarnya dengan kepala tertunduk dalam. Perkataan Diana barusan membuat Abian menowel gemas dagu gadis itu. "Kamu istri aku, sudah sepatutnya aku perhatian sama kamu
"Apa kamu bilang? Istri?" Doni terbelalak tak percaya. Sejenak, otaknya terasa kosong dan ia mengabaikan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah Abian yang tengah berjuang mengatur napas sambil meringis menahan rasa sakit. Keduanya sama-sama menyandar di pinggir kolam ikan dengan napas terengah-engah. Abian lantas menyeka bibirnya yang mengeluarkan darah. Dia terbatuk pelan karena tonjokan Doni yang menghantam pipinya begitu keras. "Apa maksudnya dengan istri? Kau dan Diana sudah—?" Desakan dari Doni membuatnya ingin menjerit sejadi-jadinya. "Iya, aku sudah menikah!" Abian sigap memotong kata-kata Doni. Suasana memanas, penuh tekanan yang hampir terasa menyempitkan paru-paru mereka berdua. Dan dalam kegelapan itu, mereka mencoba mencari kebenaran di mata satu sama lain.Sontak mata lelaki itu membeliak, terasa seperti ditampar oleh kenyataan yang terasa begitu menyakitkan. Ia tak bisa menerima bahwa situasi yang terjadi saat ini nyata, buk
Abian refleks menjenggut rambutnya dengan kedua tangan. Pertanyaan Doni barusan sukses membuat kepala Abian makin berdenyut ngilu mendengarnya. Dia merasa menjadi manusia paling berdosa di muka bumi ini."Aku tidak tahu Doni! Aku pusing!" keluh pria itu terlihat seperti orang putus asa sekali.Doni yang sebenarnya masih marah karena merasa dibohongi seakan dipaksa untuk tidak marah melihat keadaan Abian yang seperti itu. Tangannya bergerak halus meremas bahu Abian seakan memberi lelaki itu kekuatan untuk berpikir jernih. "Pusing aku Don! Kenapa masalah terus-terusan menghantuiku," tanya pria itu dengan bodohnya. Jelas Doni langsung menggertakan seluruh gigi-giginya. "Menurutmu sekarang aku harus gimana?" tanya pria itu lagi. Kini Doni benar-benar tak tahan. Dengan kekesalan yang memuncak peuh, ia menjenggut kuat-kuat rambut Abian sampai lelaki itu meringis kaget!""Bodoh! Dasar manusia bodoh. Perusahaan saja kamu elus-elus giliran masalah beginian kamu gak becus!" makinya."Aku but
Miranda baru saja membuka pintu kamar hotel saat sebuah tangan menyambutnya dengan rangkulan yang sangat kuat. Tubuh gadis itu terangkat, terhoyong dan berakhir jatuh di atas ranjang.“Alex, apa yang kamu lakukan, hei?”“Kamu lelet sekali Mir! Apa kamu tahu aku menunggumu di tempat ini sejak pagi?” ucap Alex galak, pria itu langsung menindih tubuh Miranda tak sabaran. Sebisa mungkin Miranda mengatur napasnya agar dapat menghindari perlakuan Alex yang membagongkan. Alex adalah anak pemilik club malam tempat Miranda bekerja. Dia sudah lama menginginkan Miranda, tapi Miranda tetap kekeh menjaga kesuciannya karena ia ingin menyerahkan yang satu itu hanya untuk Abian seorang. Sementara Alex, pria itu hanya mendapat foreplay dan sedikit service dari Miranda. Itu pun kalau gadis itu membutuhkan bantuan seperti ini. Kalau tidak Miranda akan menjauh karena Alex cukup berbahaya. Dia perokok, pemabuk, suka main wanita, dan semua yang ada di diri Alex bukan tipe Miranda sama sekali.“Tahan dulu