Lupakan isi hati perempuan yang sulit dipahami. Abian berusaha memaklumi sikap Diana yang aneh karena wanita itu sedang hamil sekarang.Pagi harinya, Abian dikejutkan oleh kabar Diana yang pingsan mendadak. Dia dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan cairan.Abian saat itu cukup panik. Dia baru saja duduk di kursi kantor saat kabar itu datang. Tanpa basa-basi Abian langsung pergi menuju rumah sakit tempat Diana dilarikan.Sesampainya di rumah sakit ada kakeknya yang menunggu Diana. "Gimana keadaannya, Kek?" tanya Abian dengan wajah pucat pasi."Masih di dalam, dokter sedang menanganinya," jawab kakeknya sambil memandang lekat-lekat ke arah pintu ruang gawat darurat.Abian menghela napas berat. Pundaknya terasa seolah ditumpuk beban berat. Dia duduk di samping kakeknya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk bertanya lebih lanjut tapi kata-kata terasa tersangkut di tenggorokannya.Beberapa menit terasa seperti jam berlalu hingga akhirnya seorang dokter keluar dari ruang tersebut. A
Hari itu, ruangan dokter terasa lebih hangat dari biasanya bagi Abian. Dengan senyum yang tak bisa disembunyikan, dia memandangi layar USG yang menunjukkan gambar bayi mereka yang kedua. Antusiasme terpancar dari matanya yang berbinar saat membayangkan kehadiran anggota keluarga baru."Semoga aja yang kedua perempuan. Jadi formasi keluarga kita bakalan lengkap. Tapi kalau laki-laki juga tidak masalah. Aku juga suka," ujarnya sambil terus menatap foto hasil usg, seolah bisa melihat masa depan keluarganya yang bahagia.Di sampingnya, Diana yang mendengar ucapan Abian itu menoleh dengan ekspresi yang rumit. Matanya yang tadinya memancarkan kebahagiaan kini seolah tertutup oleh awan kegelisahan. "Sebenarnya hubungan kita ini bagaimana sih Mas? Kita jadi cerai atau tidak?" tanyanya dengan suara yang mendadak serius.Abian menoleh, ekspresi bahagianya berganti dengan tatapan yang lebih dalam. "Kamu maunya gimana?" tanyanya, mencoba menggali perasaan dan keinginan Diana yang sebenarnya."Ak
“Lunasi hutangmu!”Suara menggelar Kakek Bram memenuhi kontrakan sempit milik Firman. Lelaki tua itu bersiap menarik pelatuk untuk ditembakkan bila mana targetnya kabur lagi. Firman mengangkat dua tangannya ke atas. Dia adalah mantan orang kepercayaan Bram. Bisa dibilang dia adalah sahabat yang sudah dianggap saudara. Namun karena gelap mata, Firman menggelapkan beberapa aset milik Kakek Bram senilai ratusan juta di masa lalu. Lelaki itu berjanji akan mengembalikan, nyata sudah puluhan tahun dia main kabur-kaburan dan berhasil menghindari kejaran orang-orang Bram. “Kali ini aku tidak akan membiarkanmu lolos, Fir. Jika kau tidak bisa melunasi hutangmu, maka nyawamu harus menjadi gantinya!” seru Bram lagi. Dia yang akan membunuh lelaki sialan itu dengan tangannya sendiri.Firman menarik napas panjang. Dia melirik sebuah pintu di mana putrinya yang tidak berguna sedang bersembunyi di sana.“Tunggu sebentar. Aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu dari jauh-jauh hari.”Lelaki itu melengga
Deretan cluster mewah menjadi pemandangan Diana untuk pertama kali setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam. Mobil yang mereka tumpangi tiba di depan gerbang hitam yang rumahnya sangat mewah. Rumah itu terlihat mirip istana dengan halaman yang cukup luas.Perjalanan dari gerbang menuju rumah menjadi pemandangan yang paling indah. Banyak lampu-lampu taman. Diana bisa membayangkan betapa indahnya bermain di taman ini jika hari sudah siang. Gadis itu berdecak kagum. Namun semua keheranannya luntur tatkala ia mengingat pernikahan yang akan dilaksanakan besok pagi. “Ehem!” Suara dehaman Bram membuat Diana tersentak. Gadis itu menoleh dengan sepasang mata sembab dan guratan lelah di antara kantung mata.“Setelah ini kamu bisa langsung istirahat Diana. Besok akan ada pelayan yang akan membangunkanmu pagi-pagi sekali,” ucap Bram. Diana hanya mengangguk tanpa bicara. Selama dalam perjalanan memang gadis itu terus diam dan hanya sesekali menjawab pertanyaan Bram. Dia merasa tidak perl
“Cih! Sepertinya kakek sangat berniat sekali ingin merendahkan harga diriku dengan cara paling menjijikan!” Abian membatin sambil mengepalkan tangannya di bawah meja.Dia memalingkan mukanya kesal saat melihat perempuan jelek yang sedang digandeng oleh Bram. Baru melirik saja Abian serasa ingin muntah, apalagi sampai melihat wanita itu dari jarak dekat. Rasanya Abian ingin mati saja ketimbang menikahi gadis kampungan bermuka tua seperti itu.Sayangnya Abian tidak bisa protes karena beberapa saksi sudah hadir. Penghulu juga sudah di depan muka. Abian tak mungkin mampu kabur karena penjagaan di tempat ini cukup ketat.Sebenarnya tadi pagi Abian sempat melakukan itu. Sayang niat buruknya diketahui para bodyguard hingga Bram ikut turun tangan. Sempat terjadi perdebatan. Kakek Bram kembali mengingatkan soal tantangan yang dilakukan Abian. Dia juga berkata tidak akan mewariskan hartanya secuil pun jika Abian masih kekeh ingin menikahi Miranda. Dan kali ini pria itu terpaksa mengalah dan me
“Ayo cepat! Tunggu apa lagi?” Abian menyentak kesal Diana saat gadis itu masih bergeming di depan pintu kamar sambil menenteng tas berisi baju miliknya. Dia sudah bosan menunggu, tapi Diana malah bersikap tidak tahu diri seperti itu.“Aku mau pamitan dulu sama Kakek. Aku belum sempat bertemu dengan kakek lagi.” Akhirnya Diana menjawab setelah sekian lama pura-pura bisu. Abian cukup tersentak. Ternyata suara Diana begitu imut dan halus selayaknya gadis belia. Sayang saja mukanya terlalu buluk untuk ukuran gadis 19 tahun.“Kakek tidak ada di rumah! Dia mendadak ada urusan. Pamitnya lain kali saja,” desak Abian. Dia harus segera tiba di apartemen baru mereka karena Abian ada janji temu dengan Miranda pukul tujuh nanti. Miranda pasti akan mengamuk kalau ia telat satu detik saja.“Lah, malah diam! Ternyata selain bisu kamu juga tuli?” ejek Abian makin dibuat kesal. Matanya menatap tajam. Dia melempar sorot kebencian yang terkesan begitu mengintimidasi Diana.Gadis itu sendiri merasa ragu
“Astaga!” Abian terhenyak kaget saat membuka pintu kamar. Dia melihat Diana masih duduk di sofa dengan baju kebayanya dan riasan yang masih lengkap.“Ngapain kamu masih betah pakai baju seperti itu? Kamu pikir penampilanmu yang seperti itu menarik di mataku?” Diana tak menjawab. Gadis itu berjalan ke arah Abian lalu membalikkan punggungnya ke belakang. “Tolong bantu aku membuka kemben yang ada di dalam. Aku tidak bisa,” pinta Diana. Gadis itu mulai membuka kebayanya. Menyisakan kemben berwarna putih yang hanya bisa dibuka dari arah belakang. “Kau sengaja mau menggodaku?” kesal Abian sembari mendengkus. Dia juga kesal karena Diana hanya mau bicara dengan Abian saat membutuhkan bantuan. Diana tersenyum miris lalu menyahut, “Wajahku tidak semenarik itu untuk membuat orang sepertimu tergoda. Aku benar-benar minta tolong. Sejak tadi aku juga sudah risih sekali dengan baju sialan ini!”“Cih! Alasan saja.” Abian mencibir. Tiba-tiba terlintas sebuah ide untuk memanfaatkan situasi ini.“Ak
Lampu kelap-kelip di sertai suara musik yang keras menjadi sajian pertama saat Abian memasuki sebuah club malam tempat kekasihnya bekerja. Pria itu mengedarkan pandangannya ke sana ke mari. Dia mencari sosok Miranda di antara lautan manusia yang menari-nari tapi tak ada nampak batang hidung gadis itu sama sekali. Saat menghampiri meja bartender Abian juga tidak menemukan keberadaan Miranda. Ia lalu melirik jam di pergelangan tangan dan seketika itu juga matanya membulat sempurna."Sial!" Pria itu menggeram saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam lewat 5 menit. Miranda pasti akan ngambek karena dia telat satu jam lebih."Bian!" panggil seorang gadis dengan rok seksi dan kaos hitam ketat yang menampakkan belahan dada indah. "Nyariin Miranda? Dia ada di lantai dua," ucap gadis itu."Ah. Di lantai dua? Thanks ya Gisell. Aku ke atas dulu!" Abian buru-buru berlari menaiki tangga setelah melempar senyum pada gadis bernama Gisell. Dia menabrak beberapa orang saking buru-burunya.“Ups