"Bayinya perempuan," ucap dokter Farhana sambil menunjuk gambar di layar.Lova seketika melirik Ardhan karena ingin tahu bagaimana reaksinya. Namun, Ardhan justru sedang berpandangan dengan Khatami. Keduanya melemparkan senyuman untuk satu sama lain.Lova segera membuang muka. Dadanya terasa perih. Lova tahu seharusnya dia tidak memiliki perasaan itu. Lova juga sedang berusaha menyingkirkan perasaan itu, tetapi melakukannya ternyata tidak semudah mengedipkan mata."Kita akan punya tuan putri," ucap Khatami setelah mereka di mobil. "Sekarang aku sudah bisa beli barang-barang yang sesuai.""Jangan terlalu berlebihan." Ardhan menimpali."Iya, Papaaaa." Khatami menirukan suara anak kecil.Ardhan tertawa pelan sambil menggeleng sebelum akhirnya dia fokus lagi memonitor pekerjaan dari jauh.Usia kandungan Lova sudah menginjak di bulan keenam. Perutnya tentu sudah menonjol, menandakan bahwa benar-benar ada kehidupan di dalamnya. Lova tidak sabar melihat wajahnya secara langsung.Namun, di si
Ardhan hanya bisa menggeleng karena kelakuan Lova yang aneh. Setelah Ardhan setuju akan tinggal di rumah ini sampai tengah hari nanti, Lova tidak beranjak dari sisi Ardhan. Bahkan saat Ardhan ke kamar mandi, Lova mengikutinya."Saya hanya ingin buang air, Lova." Ardhan benar-benar gemas.Wajah Lova tiba-tiba murung. "Iya, maaf sudah berlebihan," ucapnya dengan nada merajuk.Perempuan itu langsung pergi dari hadapan Ardhan ke kamarnya. Lova merasa ditolak. Rasanya sangat sakit. Lova tidak bisa menahan air matanya turun."Maaf, saya tidak bermaksud seperti itu." Ardhan yang sudah selesai dengan urusannya segera menemui Lova. Dia memeluk perempuan hamil itu dari belakang."Aku hanya ingin melihat Mas Ardhan," ucap Lova di sela isak tangisnya."Melihat saya buang air?""Bukan!" Lova melepaskan dirinya dari dekapan Ardhan. Wajahnya ditekuk masam. "Mas Ardhan pulang ke Mbak Tami saja.""Jangan marah. Jangan marah." Ardhan meraih kedua tangan Lova, lalu mencium punggungnya bergantian. "Saya
"Non Lova, ada Bu Tami," ucap Mbak Ika pada Lova yang sedang menikmati es krim di taman belakang.Lova mencabut sendok kayu dari mulutnya. Dia mengecek ponsel yang tergeletak di meja. Tidak ada pemberitahuan dari Khatami kalau dia akan ke sini."Aku akan menem--""Tidak usah!" Khatami sudah lebih dulu muncul, menggeser pintu kaca."Ada apa, Mbak?" tanya Lova ramah seperti biasa."Kamu sudah tahu rencana Mas Ardhan?" Berbeda dengan Lova, Khatami justru bertanya dingin.Lova sampai merinding. Perempuan yang sedang tidak memakai kerudung itu menggeleng. "Rencana apa? Soal perusahaan?"Dada Khatami naik turun menahan emosi. Tangannya mengepal. "Kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?"Lova mengernyit. "Aku tidak tahu, Mbak.""Mas Ardhan akan mendaftarkan pernikahan kalian ke KUA.""Apa?"Ardhan memang menyuruh Lova berhenti khawatir. Lova tidak menyangka jika tindakan seperti ini yang akan Ardhan pilih."Kamu bisa membujuk Mas Ardhan untuk membatalkannya kan?"Lova tidak menjawab. Lebi
"Jadi Lova itu istri Ardhan?"Freya benar-benar tidak menyangka. Dia memang sudah mencium keanehan di antara Lova dan Ardhan sejak bertemu pria itu di depan lift apartemen. Namun, Freya sama sekali tidak berpikir jika mereka sudah menikah."Jadi waktu itu Lova betulan ngidam? Dia hamil anak Ardhan?"Pantas saja Ardhan sangat panik dan marah saat perut Lova terkena bola.Freya tertawa pahit. Selama berbulan-bulan dia berusaha merebut hati Ardhan lagi yang belum juga ada kemajuan. Ternyata Ardhan sudah memiliki dua istri."Astaga! Argh!" Freya memukul-mukul setir dan menjerit frustrasi.Sekarang musuh Freya ada dua. Yang mana dulu yang harus disingkirkan? Benar-benar merepotkan. Dan baik Khatami atau Lova, keduanya sama menyebalkan.Freya justru lebih sebal kepada Lova. Meskipun terlihat lugu, Lova tidak bodoh. Perempuan itu punya kemampuan mendebat lawan bicaranya dan menyerang langsung ke titik lemah. Freya dua kali dibuat tidak bisa berkata-kata."Aku harus menyusun rencana lagi. Ren
"Tidak boleh ada yang menyalahkan Lova. Ini murni keputusan saya."Ardhan menatap satu per satu keluarga inti yang berkumpul di rumahnya. Dia dan Lova sudah resmi menjadi suami istri secara hukum."Tidak boleh ada yang menganggu Lova, atau akan berhadapan dengan saya.""Bagaimana dengan Tami?" tanya Salma. "Kenapa kamu tega melakukan ini ke Tami?""Saya sudah mendapat izin dari Tami." Ardhan melirik Khatami yang duduk di samping kanannya, sementara Lova di kiri. "Bahkan, Tami yang menyuruh saya menikahi Lova.""Menikah siri," kata Salma.Ardhan tetap tenang. "Sama saja, Ma. Yang membedakan hanya terdaftar di pengadilan atau tidak. Mau siri atau tidak, Lova tetap istri saya, juga calon ibu dari putri saya.""Tapi bukan seperti ini perjanjian awalnya." Salma kekeh membela Khatami yang menurutnya sudah dizalimi Ardhan."Mama pernah memarahi saya soal saya yang memperlakukan Tami seperti pakaian yang ketika koyak, langsung dibuang. Dan jika saya tetap menjalani rencana awal, maka saya aka
'Yang sabar ya, Kak.''Semoga cepat hamil lagi, ya, Mbak.'Komentar-komentar serupa memenuhi unggahan Khatami setelah dia membuat pengumuman soal dirinya yang keguguran. Khatami memang harus mengakhiri sandiwaranya.Lova jadi merasa bersalah. Dia segera mengirim direct massage.'Mbak tetap menjadi ibu dari anakku kok.'Namun, Khatami tidak membalasnya. Awalnya Lova berpikir karena Khatami sibuk. Ternyata Khatami memang menghindari Lova. Pesan-pesan Lova yang lain tidak ada yang dia balas."Mbak Tami pasti marah dan benci ke aku." Lova menghela napas.Setelah Ardhan meresmikan pernikahan mereka, hubungan Lova dan Khatami merenggang. Lova juga sebenarnya menghindari Khatami karena merasa tidak enak padanya.Motor yang berhenti di depan rumahnya menyita perhatian Lova yang sedang duduk di teras. Itu adalah Mbak Ika yang sudah kembali dari kampung halamannya selama tiga hari.Lova hendak menyambut Mbak Ika. Namun, dia terkejut saat mendapati ojol yang mengantar Mbak Ika. Kenapa harus ...
"Aku pikir kamu itu perempuan polos, Lova. Ternyata kamu sama saja dengan perempuan-perempuan penggoda di luar sana."Lova menelan saliva."Penampilan memang bisa menipu." Khatami berdecak. "Sekarang aku tahu kenapa kamu selalu menyuruhku meninggalkan Mas Ardhan. Biar kamu bisa merebut posisiku, begitu?"Lova menggeleng. "Tidak, Mbak. Aku tidak punya keinginan merebut Mas Ardhan.""Oh ya? Kamu pikir aku percaya?""Mbak Tami tidak percaya juga tidak apa-apa."Khatami tertawa. "Ya iyalah. Karena kamu sudah mendapatkan Mas Ardhan. Kamu membuat Mas Ardhan menjauh lagi dariku padahal hubungan kami sudah membaik. Kamu ternyata sebusuk ini ya?"Lova menunduk. "Maaf, Mbak. Aku sudah berusaha tidak mencintai Mas Ardhan. Tapi, perasaan itu hadir begitu saja."Khatami bertepuk tangan. "Wah, Lova. Aku sampai tidak bisa berkata-kata. Ternyata benar apa kata orang. Yang paling berpotensi mengkhianati kita itu orang terdekat kita. Orang yang paling kita percaya. Kamu mengecewakan, Lova. PENGKHIANAT.
Kondisi Lova pagi harinya perlahan membaik. Ardhan semalaman tidak beranjak dari sisi istrinya. Dia terus memeriksa dan mengganti handuk yang digunakan untuk mengompres."Ini bukan salah kamu, Love," ucap Ardhan sambil mengecup kening Lova. Semalam Lova terus mengigau meminta maaf kepada Khatami. "Bukan salah kamu kalau saya mencintai kamu."Lova mengerjap. Dia menatap Ardhan yang duduk di sampingnya. "Mas Ardhan tidak ke kantor?" tanya Lova."Saya nanti pergi agak siang.""Oh." Lova melemparkan pandangan ke arah jendela kamar yang gordennya setengah terbuka. Tidak ada yang bisa dia lihat selain bagian belakang mobil hadiah dari Heru yang terparkir.Ardhan mengusap pelipis istrinya. "Kamu jangan sampai stress. Bahaya untuk kesehatan bayi kita."Lova menghela napas. Inginnya juga seperti itu. Namun, masalah dengan Khatami sepertinya tidak akan pernah bisa Lova lupakan begitu saja. Rasa bersalah akan terus bercokol di hati Lova seumur hidupnya.Apa Lova bisa melalui semua ini?"Love." A