Share

(Terpaksa) Bersedia

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-02-04 22:34:42

"Da—dari mana kau tahu aku dan suamiku bercerai?" Suara Nadya terdengar bergetar, matanya melebar, dadanya sesak oleh keterkejutan yang baru saja ditorehkan oleh Kalen.

Pria itu tetap berdiri tegak, sorot matanya sekelam langit yang kehilangan bintang. "Aku akan memberimu tempat tinggal jika kau menerima permintaanku," ucapnya, suaranya datar, namun ada sesuatu yang berputar di balik nada tenangnya—sesuatu yang enggan ia ungkapkan.

Sejenak Nadya terdiam, membiarkan perasaan yang berjejalan di dadanya berusaha menemukan celah untuk keluar. "Ini terlalu sulit, Kalen."

Kalen menghela napas panjang dan kasar. Kesabarannya mulai goyah. Tanpa berkata-kata lagi, ia melangkah mendekat, lalu meletakkan bayi mungil itu di hadapan Nadya.

Tangisan bayi itu meraung seperti jeritan kecil yang memohon kasih sayang. Air matanya mengalir tanpa henti, napasnya tersengal-sengal dalam dekap kehausan dan kelelahan.

"Kau sudah merasakan kehilangan yang menyakitkan karena kepergian anakmu, kan?" Suara Kalen menggema dalam ruangan, menusuk Nadya hingga ke lapisan luka terdalam yang belum sempat sembuh.

"Apa kau ingin melihatnya untuk kedua kalinya? Melvin akan meninggal karena mengalami dehidrasi dan kelelahan, Nadya!"

Kata-kata itu menghujam Nadya seperti belati tajam yang menggurat luka lama. Dadanya bergemuruh, hatinya berteriak, sementara tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Bayi malang itu. Bayi tak berdosa yang kini menggigil di hadapannya.

Dengan mata berkabut, Nadya menatap makhluk kecil yang tengah meronta di dekapan Kalen. Hatinya tak kuasa menahan gejolak yang mendesak ingin meledak.

“Kemarikan bayi itu.” Suaranya lirih, hampir seperti bisikan angin yang baru saja mengembuskan keputusannya.

Kalen menghela napas lega, lalu dengan hati-hati menyerahkan bayi laki-laki itu ke dalam pelukan Nadya. Begitu hangat, begitu mungil, begitu rapuh.

"Tolong keluar dulu," pinta Nadya dengan suara yang lebih tenang, meskipun gemuruh emosinya masih belum surut. "Aku tidak yakin apakah dia mau menyusu atau tidak. Tapi, aku akan usahakan dulu."

Kalen hanya mengangguk, lalu melangkah keluar bersama John—sepupunya yang juga dokter kandungan di rumah sakit itu.

Nadya menatap bayi yang kini bersandar di dadanya, merasakan kehangatan kulit mungil itu menembus lapisan pakaiannya.

Dengan penuh kasih, ia mendekapkan tubuh kecil itu dan membiarkannya mencari sumber kehidupan.

Matanya berkaca-kaca saat Melvin mulai menyusu. Begitu lahap, seolah ia menemukan satu-satunya pelabuhan yang selama ini ia cari.

Dan di saat itu juga, Nadya menyadari satu hal—ikatan yang tak terlihat telah terjalin di antara mereka, sehalus benang sutra, namun sekuat takdir yang telah digariskan semesta.

"Sudah berapa lama kau tidak minum susu, Nak? Tampaknya kau sangat kehausan," lirih Nadya.

Jemarinya yang halus mengusap wajah bayi mungil itu dengan penuh kasih, seolah ingin menghapus setiap jejak kesedihan yang semesta berikan padanya.

Hampir setengah jam berlalu. Melvin menyusu dengan rakus, seakan menemukan kembali pelukan yang pernah direnggut darinya.

Dalam diam, Nadya menatapnya, merasakan detak jantung kecil itu bersatu dengan denyut nadinya sendiri. Namun, momen itu terhenti ketika suara langkah kaki memasuki ruangan.

Kalen kembali, sorot matanya kelam bagai samudra di malam tanpa bulan. Tanpa banyak kata, ia mengulurkan tangan dan menggendong bayinya kembali, seolah ingin memastikan bahwa kehidupannya masih ada dalam genggaman.

"Melvin sangat membutuhkan ASI milikmu, Nadya," ucapnya. Nada suaranya datar, tanpa emosi, seperti batu yang tak tergoyahkan oleh derasnya ombak.

Tatapannya tajam, menusuk langsung ke hati Nadya yang masih duduk di bangsal rumah sakit. "Jika kau punya hati, sebaiknya terima saja penawaranku."

Nadya menelan salivanya dengan pelan. Pandangannya jatuh kembali pada Melvin, tubuh mungil yang kini tertidur pulas dalam dekapan ayahnya.

Bibirnya bergetar sebelum akhirnya sebuah pertanyaan meluncur dengan suara nyaris tak terdengar.

"Bagaimana dengan orang tuamu dan juga mertuamu? Apa mereka tidak keberatan?"

Kalen mengangkat dagunya sedikit, ekspresinya tetap tak terbaca. "Tentu saja tidak. Ini keputusanku, dan sebaiknya segera beri jawaban sebelum kau menyesal, Nadya."

Nadya mengembuskan napas panjang, hatinya terasa seperti ombak yang berdebur di tengah badai.

Ia kembali menatap Melvin, lalu Kalen. Ada jarak yang terbentang di antara mereka, jarak yang dulu dipenuhi oleh kenangan manis, namun kini hanya tersisa bayang-bayang luka dan kesalahpahaman.

Akhirnya, dengan suara setenang embusan angin senja, Nadya berbisik, "Baiklah. Aku menerima tawaranmu. Aku tidak tega melihat bayi ini menangis kencang seperti tadi."

Kalen mengangguk pelan. Ada kilatan samar dalam matanya, sesuatu yang begitu cepat berlalu hingga Nadya hampir tak menyadarinya.

Ia tahu, sejak dulu Nadya adalah perempuan yang lembut, seorang wanita yang tak akan sanggup membiarkan seorang bayi menangis kelaparan tanpa berbuat apa pun.

"Aku harus mengurus administrasimu. Sebaiknya tunggu di mobil dengan John. Dia akan mengantarmu ke parkiran," ujar Kalen, suaranya masih penuh kontrol, tak sedikit pun membiarkan perasaannya menerobos keluar.

Nadya beranjak perlahan, tubuhnya masih lemah. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti menapak di atas serpihan kaca, menyakitkan dan penuh kehati-hatian. Ia akhirnya duduk di kursi roda yang telah disiapkan.

Matanya beralih kembali ke Kalen, lalu ke bayi kecil yang masih berada dalam dekapan pria itu.

Ada sesuatu yang menusuk dadanya saat ia menyadari betapa eratnya Kalen memeluk anaknya, seolah Melvin adalah satu-satunya hal yang membuatnya tetap berdiri.

"Kemarikan anakmu. Aku akan membawanya bersamaku," kata Nadya, suaranya lebih tegas kali ini, meskipun ada getar halus yang tersembunyi di baliknya.

Kalen terdiam. Waktu seolah melambat. Ada keheningan panjang sebelum akhirnya ia menyerahkan bayinya kepada Nadya.

Namun, sebelum ia melepaskan genggamannya sepenuhnya, bibirnya terbuka, mengeluarkan bisikan yang lebih menyerupai pengakuan luka yang tak pernah sembuh.

"Hati-hati... Hanya dia yang kumiliki setelah kepergian istriku," suaranya lirih, tetapi penuh dengan kepedihan yang dalam. "Hanya dia... kenang-kenangan yang kumiliki bersama istriku."

Related chapters

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Sangat Menyakiti Hati Nadya

    "Ini kamarmu. Kau akan tinggal di rumahku sampai Melvin berhenti menyusui."Suara Kalen bergema di antara dinding-dinding ruangan yang luas, namun tetap terasa dingin—sedingin es yang mengiris udara malam.Langkah-langkah mereka terdengar samar di lantai marmer, berbaur dengan denyut waktu yang terasa begitu lambat.Begitu tiba di dalam kamar, Kalen menunjuk ke arah ranjang yang telah disiapkan. Nadya masih duduk di kursi roda, menggendong Melvin erat-erat, seolah anak itu adalah satu-satunya pegangan di dunia yang terasa semakin asing baginya."Kau akan tidur dengan Melvin. Setiap dua jam sekali, kau harus menyusuinya." Suara Kalen datar, nyaris tanpa emosi, tetapi sorot matanya menusuk, seakan memastikan bahwa perintahnya tak bisa diganggu gugat.Nadya menoleh pelan, matanya mencari sesuatu di wajah pria itu—sesuatu yang dulu pernah ia kenali, tetapi kini telah berubah menjadi bayangan yang asing.Ada pertanyaan yang berputar di benaknya, sebuah rasa ingin tahu yang begitu kuat hing

    Last Updated : 2025-02-04
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Pertentangan dari Orang Tua Kalen

    “Kau sudah menemukan orang yang mau mendonorkan ASI-nya untuk Melvin?”Suara Nala, ibu Kalen, terdengar tegas saat langkah anggunnya memasuki ruang tamu yang luas.Sorot matanya tajam, penuh wibawa, seperti seorang ratu yang baru saja kembali untuk menginspeksi kerajaan yang ditinggalkannya.Kalen yang duduk di sofa meletakkan cangkir kopinya dengan pelan, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata yang tepat sebelum menjawab.“Sudah. Bayinya meninggal dunia, dan dia masih memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup banyak,” ucapnya, suaranya lebih pelan dari biasanya.Nala mengangguk pelan, tetapi tatapan matanya masih menyelidik. “Kalau begitu, Mama ingin bertemu dengannya.”Kalen mendesah pelan, tubuhnya menegang. “Jangan hari ini, Ma. Dia masih—”“Kenapa tidak?” Nala memotong tanpa ragu, suaranya naik sedikit, mencerminkan ketidaksabarannya. “Kau tidak asal pilih ibu susu untuk anakmu, kan?”Sorot matanya kini penuh curiga, menusuk Kalen seolah berusaha mengungkap rahasia yang tersembun

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Kau masih Mencintaiku?

    “Lagi pula, Nadya hanya seorang perawat Melvin. Tidak lebih dari itu,” ucap Kalen, suaranya dingin bak angin malam yang menggigit tulang, menegaskan bahwa Nadya bukanlah bagian dari kepentingannya, bukanlah seseorang yang layak diperhitungkan dalam hidupnya.Nadya menoleh perlahan, seperti boneka porselen yang retak, matanya memburam oleh luka yang mendadak mengiris relung hatinya.Dadanya bergemuruh hebat, bukan karena amarah semata, melainkan oleh kepedihan yang menggulung-gulung, menyesakkan, membelitnya dalam ketidakberdayaan.Kata-kata Kalen menamparnya tanpa ampun, menjadikannya sekadar bayangan samar di dunia yang tak lagi memerlukannya.“Jadi, Mama tidak perlu khawatir terjadi sesuatu pada Melvin. Aku akan terus memantaunya setiap hari. Dan jika bukan karena tidak ada pilihan lain, aku pun tidak ingin memilih Nadya sebagai ibu susu Melvin.”Nada suara itu, tajam seperti ujung pisau yang dihunuskan tepat ke jantungnya. Di mata Kalen, ia bukanlah siapa-siapa.Tidak lebih dari se

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Hanya Seorang Pengasuh

    “Tidak!” Nadya menggeleng cepat, seolah mencoba mengusir tuduhan yang baru saja dilontarkan Kalen. Dadanya bergemuruh, sementara tatapannya berusaha menembus dinding kebencian yang lelaki itu bangun di antara mereka.Kalen menyipitkan matanya, sorotnya tajam, menusuk hingga ke dasar hatinya. “Kalau begitu, kenapa kau bersikeras ingin menjelaskan hal yang tak ingin aku dengar?” suaranya terdengar seperti dentingan baja, dingin dan tak tergoyahkan.Nadya menelan ludah, mencoba menenangkan gejolak dalam dirinya. “Agar kau berhenti membenciku,” suaranya lirih, hampir lenyap ditelan udara di antara mereka.Kalen tertawa kecil, tapi tawa itu lebih menyerupai sengatan sarkasme yang mematikan. “Aku tidak akan melupakan semuanya,” bisiknya, suaranya mengandung api yang telah lama membara dalam dadanya. “Aku ingin kau tahu betapa hancurnya hidupku saat itu, Nadya!”Dengan satu gerakan, ia bangkit dari duduknya, tubuhnya menjulang dalam ketegasan yang tak tergoyahkan. Matanya, sedingin musim din

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Bukan Permintaan yang Diinginkan

    “Kami turut berduka cita atas kepergian putra Anda.”Ucapan itu melayang di udara seperti belati tak kasat mata, menembus langsung ke hati Nadya.Dunia mendadak sunyi—seluruh hidupnya seperti terhenti dalam jeda waktu yang kejam.Setelah empat jam bergulat dengan rasa sakit, bertarung melawan tubuhnya sendiri demi membawa kehidupan baru ke dunia ini, dunia malah merebutnya kembali.Bayi itu—sosok kecil yang sudah ia cintai bahkan sebelum matanya terbuka untuk melihat dunia—menyerah.Hanya lima menit, cukup bagi kehidupan untuk membisikkan harapan, sebelum akhirnya memutuskan bahwa dunia ini terlalu berat untuk ditanggung oleh makhluk sekecil itu.“Anakku…” Nadya merintih, suara parau itu lebih seperti bisikan kepada dirinya sendiri daripada keluhan kepada dunia.Air mata mengalir tanpa ampun, membasahi wajah yang sudah kehilangan warna. Bayinya—yang bahkan belum sempat ia dekap dalam pelukannya, belum sempat mengecap manisnya susu yang telah ia persiapkan dengan penuh cinta—pergi begi

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Hanya Seorang Pengasuh

    “Tidak!” Nadya menggeleng cepat, seolah mencoba mengusir tuduhan yang baru saja dilontarkan Kalen. Dadanya bergemuruh, sementara tatapannya berusaha menembus dinding kebencian yang lelaki itu bangun di antara mereka.Kalen menyipitkan matanya, sorotnya tajam, menusuk hingga ke dasar hatinya. “Kalau begitu, kenapa kau bersikeras ingin menjelaskan hal yang tak ingin aku dengar?” suaranya terdengar seperti dentingan baja, dingin dan tak tergoyahkan.Nadya menelan ludah, mencoba menenangkan gejolak dalam dirinya. “Agar kau berhenti membenciku,” suaranya lirih, hampir lenyap ditelan udara di antara mereka.Kalen tertawa kecil, tapi tawa itu lebih menyerupai sengatan sarkasme yang mematikan. “Aku tidak akan melupakan semuanya,” bisiknya, suaranya mengandung api yang telah lama membara dalam dadanya. “Aku ingin kau tahu betapa hancurnya hidupku saat itu, Nadya!”Dengan satu gerakan, ia bangkit dari duduknya, tubuhnya menjulang dalam ketegasan yang tak tergoyahkan. Matanya, sedingin musim din

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Kau masih Mencintaiku?

    “Lagi pula, Nadya hanya seorang perawat Melvin. Tidak lebih dari itu,” ucap Kalen, suaranya dingin bak angin malam yang menggigit tulang, menegaskan bahwa Nadya bukanlah bagian dari kepentingannya, bukanlah seseorang yang layak diperhitungkan dalam hidupnya.Nadya menoleh perlahan, seperti boneka porselen yang retak, matanya memburam oleh luka yang mendadak mengiris relung hatinya.Dadanya bergemuruh hebat, bukan karena amarah semata, melainkan oleh kepedihan yang menggulung-gulung, menyesakkan, membelitnya dalam ketidakberdayaan.Kata-kata Kalen menamparnya tanpa ampun, menjadikannya sekadar bayangan samar di dunia yang tak lagi memerlukannya.“Jadi, Mama tidak perlu khawatir terjadi sesuatu pada Melvin. Aku akan terus memantaunya setiap hari. Dan jika bukan karena tidak ada pilihan lain, aku pun tidak ingin memilih Nadya sebagai ibu susu Melvin.”Nada suara itu, tajam seperti ujung pisau yang dihunuskan tepat ke jantungnya. Di mata Kalen, ia bukanlah siapa-siapa.Tidak lebih dari se

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Pertentangan dari Orang Tua Kalen

    “Kau sudah menemukan orang yang mau mendonorkan ASI-nya untuk Melvin?”Suara Nala, ibu Kalen, terdengar tegas saat langkah anggunnya memasuki ruang tamu yang luas.Sorot matanya tajam, penuh wibawa, seperti seorang ratu yang baru saja kembali untuk menginspeksi kerajaan yang ditinggalkannya.Kalen yang duduk di sofa meletakkan cangkir kopinya dengan pelan, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata yang tepat sebelum menjawab.“Sudah. Bayinya meninggal dunia, dan dia masih memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup banyak,” ucapnya, suaranya lebih pelan dari biasanya.Nala mengangguk pelan, tetapi tatapan matanya masih menyelidik. “Kalau begitu, Mama ingin bertemu dengannya.”Kalen mendesah pelan, tubuhnya menegang. “Jangan hari ini, Ma. Dia masih—”“Kenapa tidak?” Nala memotong tanpa ragu, suaranya naik sedikit, mencerminkan ketidaksabarannya. “Kau tidak asal pilih ibu susu untuk anakmu, kan?”Sorot matanya kini penuh curiga, menusuk Kalen seolah berusaha mengungkap rahasia yang tersembun

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Sangat Menyakiti Hati Nadya

    "Ini kamarmu. Kau akan tinggal di rumahku sampai Melvin berhenti menyusui."Suara Kalen bergema di antara dinding-dinding ruangan yang luas, namun tetap terasa dingin—sedingin es yang mengiris udara malam.Langkah-langkah mereka terdengar samar di lantai marmer, berbaur dengan denyut waktu yang terasa begitu lambat.Begitu tiba di dalam kamar, Kalen menunjuk ke arah ranjang yang telah disiapkan. Nadya masih duduk di kursi roda, menggendong Melvin erat-erat, seolah anak itu adalah satu-satunya pegangan di dunia yang terasa semakin asing baginya."Kau akan tidur dengan Melvin. Setiap dua jam sekali, kau harus menyusuinya." Suara Kalen datar, nyaris tanpa emosi, tetapi sorot matanya menusuk, seakan memastikan bahwa perintahnya tak bisa diganggu gugat.Nadya menoleh pelan, matanya mencari sesuatu di wajah pria itu—sesuatu yang dulu pernah ia kenali, tetapi kini telah berubah menjadi bayangan yang asing.Ada pertanyaan yang berputar di benaknya, sebuah rasa ingin tahu yang begitu kuat hing

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   (Terpaksa) Bersedia

    "Da—dari mana kau tahu aku dan suamiku bercerai?" Suara Nadya terdengar bergetar, matanya melebar, dadanya sesak oleh keterkejutan yang baru saja ditorehkan oleh Kalen.Pria itu tetap berdiri tegak, sorot matanya sekelam langit yang kehilangan bintang. "Aku akan memberimu tempat tinggal jika kau menerima permintaanku," ucapnya, suaranya datar, namun ada sesuatu yang berputar di balik nada tenangnya—sesuatu yang enggan ia ungkapkan.Sejenak Nadya terdiam, membiarkan perasaan yang berjejalan di dadanya berusaha menemukan celah untuk keluar. "Ini terlalu sulit, Kalen."Kalen menghela napas panjang dan kasar. Kesabarannya mulai goyah. Tanpa berkata-kata lagi, ia melangkah mendekat, lalu meletakkan bayi mungil itu di hadapan Nadya.Tangisan bayi itu meraung seperti jeritan kecil yang memohon kasih sayang. Air matanya mengalir tanpa henti, napasnya tersengal-sengal dalam dekap kehausan dan kelelahan."Kau sudah merasakan kehilangan yang menyakitkan karena kepergian anakmu, kan?" Suara Kalen

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Bukan Permintaan yang Diinginkan

    “Kami turut berduka cita atas kepergian putra Anda.”Ucapan itu melayang di udara seperti belati tak kasat mata, menembus langsung ke hati Nadya.Dunia mendadak sunyi—seluruh hidupnya seperti terhenti dalam jeda waktu yang kejam.Setelah empat jam bergulat dengan rasa sakit, bertarung melawan tubuhnya sendiri demi membawa kehidupan baru ke dunia ini, dunia malah merebutnya kembali.Bayi itu—sosok kecil yang sudah ia cintai bahkan sebelum matanya terbuka untuk melihat dunia—menyerah.Hanya lima menit, cukup bagi kehidupan untuk membisikkan harapan, sebelum akhirnya memutuskan bahwa dunia ini terlalu berat untuk ditanggung oleh makhluk sekecil itu.“Anakku…” Nadya merintih, suara parau itu lebih seperti bisikan kepada dirinya sendiri daripada keluhan kepada dunia.Air mata mengalir tanpa ampun, membasahi wajah yang sudah kehilangan warna. Bayinya—yang bahkan belum sempat ia dekap dalam pelukannya, belum sempat mengecap manisnya susu yang telah ia persiapkan dengan penuh cinta—pergi begi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status