Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Bukan Permintaan yang Diinginkan

Share

Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku
Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku
Author: Senja Berpena

Bukan Permintaan yang Diinginkan

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-02-04 22:34:11

“Kami turut berduka cita atas kepergian putra Anda.”

Ucapan itu melayang di udara seperti belati tak kasat mata, menembus langsung ke hati Nadya.

Dunia mendadak sunyi—seluruh hidupnya seperti terhenti dalam jeda waktu yang kejam.

Setelah empat jam bergulat dengan rasa sakit, bertarung melawan tubuhnya sendiri demi membawa kehidupan baru ke dunia ini, dunia malah merebutnya kembali.

Bayi itu—sosok kecil yang sudah ia cintai bahkan sebelum matanya terbuka untuk melihat dunia—menyerah.

Hanya lima menit, cukup bagi kehidupan untuk membisikkan harapan, sebelum akhirnya memutuskan bahwa dunia ini terlalu berat untuk ditanggung oleh makhluk sekecil itu.

“Anakku…” Nadya merintih, suara parau itu lebih seperti bisikan kepada dirinya sendiri daripada keluhan kepada dunia.

Air mata mengalir tanpa ampun, membasahi wajah yang sudah kehilangan warna. Bayinya—yang bahkan belum sempat ia dekap dalam pelukannya, belum sempat mengecap manisnya susu yang telah ia persiapkan dengan penuh cinta—pergi begitu saja.

Satu-satunya alasan ia bertahan di bawah tekanan keluarga suaminya kini sirna seperti bayangan di tengah kabut pagi.

Kepedihan Nadya bahkan belum sempat mereda ketika Jonathan datang, seperti badai yang menyapu reruntuhan. “Kau gagal memberiku anak, Nadya!” ucapnya tajam, suaranya menusuk lebih dalam daripada rasa kehilangan yang sudah melumpuhkannya.

Nadya mengangkat kepalanya perlahan, matanya yang sembab berusaha menangkap wajah pria yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung.

“Maafkan aku…” Suaranya nyaris tidak terdengar, tercekik oleh gelombang air mata yang terus mengalir.

Namun, bukannya meredakan luka, Jonathan malah menaburkan garam di atasnya. “Hanya itu yang bisa kau lakukan, huh? Menangis, menangis, dan menangis! Aku menyesal telah menikah denganmu!” katanya dengan suara bergetar penuh amarah.

Sebuah kertas putih melayang di udara sebelum jatuh ke pangkuannya. Tangan Nadya gemetar ketika meraihnya, mata lemah itu menelusuri kata-kata yang tertulis dengan tinta hitam, seolah-olah setiap huruf mencakar-cakar relung hatinya.

“Kau… menceraikanku?” Nadya berbisik, lebih kepada dirinya sendiri. Kata-kata itu tidak mungkin benar, meskipun kenyataan di hadapannya tidak bisa disangkal.

“Ya! Mulai detik ini kau bukan lagi istriku. Aku tidak sudi bertemu denganmu lagi. Kau gagal menjadi ibu, Nadya. Aku akan menikah dengan wanita yang lebih baik darimu!”

Tanpa memberi waktu bagi Nadya untuk menyerap kejamnya kata-kata itu, Jonathan pergi, langkah-langkahnya meninggalkan bayangan yang terasa lebih berat dari kepergiannya sendiri.

Nadya terisak, tubuhnya berguncang dalam kesunyian yang semakin pekat.

Tangannya mencengkeram kertas itu erat, seolah-olah dengan menghancurkannya, ia bisa menghancurkan kenyataan pahit yang kini membebaninya. Dadanya terasa sesak, seperti terhimpit oleh ribuan beban tak kasat mata.

“Kenapa dunia begitu kejam padaku…” ucapnya lirih, suaranya menghilang di antara tangisan yang seolah tak kunjung reda.

Di sudut pikirannya, ingatan tentang mertua yang selalu mencemooh, suami yang tidak peduli, dan bayi yang kini telah tiada bergulung menjadi satu, seperti pusaran gelap yang tidak memiliki akhir.

Nadya hanya bisa menangis, tetapi bahkan air matanya terasa tidak cukup untuk melukiskan kedalaman luka yang baru saja menghancurkan hidupnya.

Hujan turun deras di luar, mengguyur jalanan yang sepi. Nadya duduk di tepi ranjangnya, menggenggam surat cerai yang baru saja diterimanya pagi itu.

Surat itu basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir dari matanya. Kepedihan menggerogoti hatinya seperti racun yang merambat perlahan. Dadanya terasa sesak, seolah dunia menolak memberinya ruang untuk bernapas.

Ia menyentuh dadanya, merasakan ASI yang terus keluar, seolah tubuhnya menolak menerima kenyataan bahwa bayinya telah tiada. Rasanya seperti ejekan kejam dari tubuhnya sendiri.

Saat mendengar pintu ruangannya diketuk, Nadya menghapus air matanya dengan cepat, berusaha menenangkan diri sebelum orang itu masuk ke ruangannya.

Di depannya berdiri seorang pria tampan berusia tiga puluh lima tahun, pria yang pernah menjadi bagian dari hidupnya bertahun-tahun lalu.

Wajah pria itu tetap sama seperti yang diingat Nadya: tegas, dingin, namun matanya memancarkan kehangatan yang tak pernah bisa ia abaikan.

"Kalen?" Nadya terkejut. Kehadirannya di tengah badai emosinya adalah sesuatu yang tak pernah ia duga.

"Nadya, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," jawab Kalen tanpa basa-basi, nada suaranya tegas namun penuh ketegangan. Matanya menatap Nadya dengan intensitas yang membuatnya merasa terpojok.

"Apa?" tanya Nadya bingung, masih mencoba mencerna kehadiran pria itu di hadapannya. “Dari mana kau tahu aku ada di sini?”

Kalen menarik napas panjang sebelum menjelaskan, “Jadilah ibu susu untuk anakku.”

“Apa?” Mata Nadya membulat mendengar permintaan mendadak dari mantan kekasihnya itu.

“Anakku baru berusia dua minggu, dan dia alergi susu formula. Ibunya baru saja meninggal. Dan aku butuh kau menjadi ibu susu untuk anakku."

Kata-kata itu menghantam Nadya seperti gelombang besar. Ia terdiam sejenak, mencoba memahami maksud dari permintaan Kalen.

"Apa? Kalen, aku baru saja kehilangan anakku sendiri. Aku tidak bisa melakukan itu. Lagi pula, aku bukan ibu kandungnya," ujarnya, suaranya bergetar.

“Dari mana kau tahu aku memiliki ASI yang tidak bisa aku salurkan?” tanya Nadya dengan tatapannya masih menatap heran Kalen yang tiba-tiba saja memintanya menjadi ibu susu untuk anaknya.

“Dokter yang menanganimu adalah sepupuku. Dia memberitahuku satu jam yang lalu, setelah bayimu meninggal,” ucapnya dengan nada datarnya.

Kalen menatapnya dengan penuh harap. "Anakku butuh ASI, dan aku butuh bantuanmu. Aku akan memberikan uang sebanyak yang kau minta. Bahkan bisa memberimu fasilitas apa pun yang kau inginkan.”

Nadya menggeleng. "Ini bukan soal uang, Kalen. Aku... aku tidak yakin bisa melakukannya."

Mata Kalen yang tajam itu menatap lekat wajah Nadya yang terus menerus menolaknya. Ia sangat tidak suka penolakan, dan Nadya telah membuatnya emosi.

“Kau baru saja bercerai dengan suamimu, kan? Kau butuh tempat tinggal setelah diusir oleh suamimu. Lalu, apa alasanmu menolak permintaanku?”

Related chapters

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   (Terpaksa) Bersedia

    "Da—dari mana kau tahu aku dan suamiku bercerai?" Suara Nadya terdengar bergetar, matanya melebar, dadanya sesak oleh keterkejutan yang baru saja ditorehkan oleh Kalen.Pria itu tetap berdiri tegak, sorot matanya sekelam langit yang kehilangan bintang. "Aku akan memberimu tempat tinggal jika kau menerima permintaanku," ucapnya, suaranya datar, namun ada sesuatu yang berputar di balik nada tenangnya—sesuatu yang enggan ia ungkapkan.Sejenak Nadya terdiam, membiarkan perasaan yang berjejalan di dadanya berusaha menemukan celah untuk keluar. "Ini terlalu sulit, Kalen."Kalen menghela napas panjang dan kasar. Kesabarannya mulai goyah. Tanpa berkata-kata lagi, ia melangkah mendekat, lalu meletakkan bayi mungil itu di hadapan Nadya.Tangisan bayi itu meraung seperti jeritan kecil yang memohon kasih sayang. Air matanya mengalir tanpa henti, napasnya tersengal-sengal dalam dekap kehausan dan kelelahan."Kau sudah merasakan kehilangan yang menyakitkan karena kepergian anakmu, kan?" Suara Kalen

    Last Updated : 2025-02-04
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Sangat Menyakiti Hati Nadya

    "Ini kamarmu. Kau akan tinggal di rumahku sampai Melvin berhenti menyusui."Suara Kalen bergema di antara dinding-dinding ruangan yang luas, namun tetap terasa dingin—sedingin es yang mengiris udara malam.Langkah-langkah mereka terdengar samar di lantai marmer, berbaur dengan denyut waktu yang terasa begitu lambat.Begitu tiba di dalam kamar, Kalen menunjuk ke arah ranjang yang telah disiapkan. Nadya masih duduk di kursi roda, menggendong Melvin erat-erat, seolah anak itu adalah satu-satunya pegangan di dunia yang terasa semakin asing baginya."Kau akan tidur dengan Melvin. Setiap dua jam sekali, kau harus menyusuinya." Suara Kalen datar, nyaris tanpa emosi, tetapi sorot matanya menusuk, seakan memastikan bahwa perintahnya tak bisa diganggu gugat.Nadya menoleh pelan, matanya mencari sesuatu di wajah pria itu—sesuatu yang dulu pernah ia kenali, tetapi kini telah berubah menjadi bayangan yang asing.Ada pertanyaan yang berputar di benaknya, sebuah rasa ingin tahu yang begitu kuat hing

    Last Updated : 2025-02-04
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Pertentangan dari Orang Tua Kalen

    “Kau sudah menemukan orang yang mau mendonorkan ASI-nya untuk Melvin?”Suara Nala, ibu Kalen, terdengar tegas saat langkah anggunnya memasuki ruang tamu yang luas.Sorot matanya tajam, penuh wibawa, seperti seorang ratu yang baru saja kembali untuk menginspeksi kerajaan yang ditinggalkannya.Kalen yang duduk di sofa meletakkan cangkir kopinya dengan pelan, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata yang tepat sebelum menjawab.“Sudah. Bayinya meninggal dunia, dan dia masih memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup banyak,” ucapnya, suaranya lebih pelan dari biasanya.Nala mengangguk pelan, tetapi tatapan matanya masih menyelidik. “Kalau begitu, Mama ingin bertemu dengannya.”Kalen mendesah pelan, tubuhnya menegang. “Jangan hari ini, Ma. Dia masih—”“Kenapa tidak?” Nala memotong tanpa ragu, suaranya naik sedikit, mencerminkan ketidaksabarannya. “Kau tidak asal pilih ibu susu untuk anakmu, kan?”Sorot matanya kini penuh curiga, menusuk Kalen seolah berusaha mengungkap rahasia yang tersembun

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Kau masih Mencintaiku?

    “Lagi pula, Nadya hanya seorang perawat Melvin. Tidak lebih dari itu,” ucap Kalen, suaranya dingin bak angin malam yang menggigit tulang, menegaskan bahwa Nadya bukanlah bagian dari kepentingannya, bukanlah seseorang yang layak diperhitungkan dalam hidupnya.Nadya menoleh perlahan, seperti boneka porselen yang retak, matanya memburam oleh luka yang mendadak mengiris relung hatinya.Dadanya bergemuruh hebat, bukan karena amarah semata, melainkan oleh kepedihan yang menggulung-gulung, menyesakkan, membelitnya dalam ketidakberdayaan.Kata-kata Kalen menamparnya tanpa ampun, menjadikannya sekadar bayangan samar di dunia yang tak lagi memerlukannya.“Jadi, Mama tidak perlu khawatir terjadi sesuatu pada Melvin. Aku akan terus memantaunya setiap hari. Dan jika bukan karena tidak ada pilihan lain, aku pun tidak ingin memilih Nadya sebagai ibu susu Melvin.”Nada suara itu, tajam seperti ujung pisau yang dihunuskan tepat ke jantungnya. Di mata Kalen, ia bukanlah siapa-siapa.Tidak lebih dari se

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Hanya Seorang Pengasuh

    “Tidak!” Nadya menggeleng cepat, seolah mencoba mengusir tuduhan yang baru saja dilontarkan Kalen. Dadanya bergemuruh, sementara tatapannya berusaha menembus dinding kebencian yang lelaki itu bangun di antara mereka.Kalen menyipitkan matanya, sorotnya tajam, menusuk hingga ke dasar hatinya. “Kalau begitu, kenapa kau bersikeras ingin menjelaskan hal yang tak ingin aku dengar?” suaranya terdengar seperti dentingan baja, dingin dan tak tergoyahkan.Nadya menelan ludah, mencoba menenangkan gejolak dalam dirinya. “Agar kau berhenti membenciku,” suaranya lirih, hampir lenyap ditelan udara di antara mereka.Kalen tertawa kecil, tapi tawa itu lebih menyerupai sengatan sarkasme yang mematikan. “Aku tidak akan melupakan semuanya,” bisiknya, suaranya mengandung api yang telah lama membara dalam dadanya. “Aku ingin kau tahu betapa hancurnya hidupku saat itu, Nadya!”Dengan satu gerakan, ia bangkit dari duduknya, tubuhnya menjulang dalam ketegasan yang tak tergoyahkan. Matanya, sedingin musim din

    Last Updated : 2025-02-05

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Hanya Seorang Pengasuh

    “Tidak!” Nadya menggeleng cepat, seolah mencoba mengusir tuduhan yang baru saja dilontarkan Kalen. Dadanya bergemuruh, sementara tatapannya berusaha menembus dinding kebencian yang lelaki itu bangun di antara mereka.Kalen menyipitkan matanya, sorotnya tajam, menusuk hingga ke dasar hatinya. “Kalau begitu, kenapa kau bersikeras ingin menjelaskan hal yang tak ingin aku dengar?” suaranya terdengar seperti dentingan baja, dingin dan tak tergoyahkan.Nadya menelan ludah, mencoba menenangkan gejolak dalam dirinya. “Agar kau berhenti membenciku,” suaranya lirih, hampir lenyap ditelan udara di antara mereka.Kalen tertawa kecil, tapi tawa itu lebih menyerupai sengatan sarkasme yang mematikan. “Aku tidak akan melupakan semuanya,” bisiknya, suaranya mengandung api yang telah lama membara dalam dadanya. “Aku ingin kau tahu betapa hancurnya hidupku saat itu, Nadya!”Dengan satu gerakan, ia bangkit dari duduknya, tubuhnya menjulang dalam ketegasan yang tak tergoyahkan. Matanya, sedingin musim din

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Kau masih Mencintaiku?

    “Lagi pula, Nadya hanya seorang perawat Melvin. Tidak lebih dari itu,” ucap Kalen, suaranya dingin bak angin malam yang menggigit tulang, menegaskan bahwa Nadya bukanlah bagian dari kepentingannya, bukanlah seseorang yang layak diperhitungkan dalam hidupnya.Nadya menoleh perlahan, seperti boneka porselen yang retak, matanya memburam oleh luka yang mendadak mengiris relung hatinya.Dadanya bergemuruh hebat, bukan karena amarah semata, melainkan oleh kepedihan yang menggulung-gulung, menyesakkan, membelitnya dalam ketidakberdayaan.Kata-kata Kalen menamparnya tanpa ampun, menjadikannya sekadar bayangan samar di dunia yang tak lagi memerlukannya.“Jadi, Mama tidak perlu khawatir terjadi sesuatu pada Melvin. Aku akan terus memantaunya setiap hari. Dan jika bukan karena tidak ada pilihan lain, aku pun tidak ingin memilih Nadya sebagai ibu susu Melvin.”Nada suara itu, tajam seperti ujung pisau yang dihunuskan tepat ke jantungnya. Di mata Kalen, ia bukanlah siapa-siapa.Tidak lebih dari se

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Pertentangan dari Orang Tua Kalen

    “Kau sudah menemukan orang yang mau mendonorkan ASI-nya untuk Melvin?”Suara Nala, ibu Kalen, terdengar tegas saat langkah anggunnya memasuki ruang tamu yang luas.Sorot matanya tajam, penuh wibawa, seperti seorang ratu yang baru saja kembali untuk menginspeksi kerajaan yang ditinggalkannya.Kalen yang duduk di sofa meletakkan cangkir kopinya dengan pelan, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata yang tepat sebelum menjawab.“Sudah. Bayinya meninggal dunia, dan dia masih memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup banyak,” ucapnya, suaranya lebih pelan dari biasanya.Nala mengangguk pelan, tetapi tatapan matanya masih menyelidik. “Kalau begitu, Mama ingin bertemu dengannya.”Kalen mendesah pelan, tubuhnya menegang. “Jangan hari ini, Ma. Dia masih—”“Kenapa tidak?” Nala memotong tanpa ragu, suaranya naik sedikit, mencerminkan ketidaksabarannya. “Kau tidak asal pilih ibu susu untuk anakmu, kan?”Sorot matanya kini penuh curiga, menusuk Kalen seolah berusaha mengungkap rahasia yang tersembun

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Sangat Menyakiti Hati Nadya

    "Ini kamarmu. Kau akan tinggal di rumahku sampai Melvin berhenti menyusui."Suara Kalen bergema di antara dinding-dinding ruangan yang luas, namun tetap terasa dingin—sedingin es yang mengiris udara malam.Langkah-langkah mereka terdengar samar di lantai marmer, berbaur dengan denyut waktu yang terasa begitu lambat.Begitu tiba di dalam kamar, Kalen menunjuk ke arah ranjang yang telah disiapkan. Nadya masih duduk di kursi roda, menggendong Melvin erat-erat, seolah anak itu adalah satu-satunya pegangan di dunia yang terasa semakin asing baginya."Kau akan tidur dengan Melvin. Setiap dua jam sekali, kau harus menyusuinya." Suara Kalen datar, nyaris tanpa emosi, tetapi sorot matanya menusuk, seakan memastikan bahwa perintahnya tak bisa diganggu gugat.Nadya menoleh pelan, matanya mencari sesuatu di wajah pria itu—sesuatu yang dulu pernah ia kenali, tetapi kini telah berubah menjadi bayangan yang asing.Ada pertanyaan yang berputar di benaknya, sebuah rasa ingin tahu yang begitu kuat hing

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   (Terpaksa) Bersedia

    "Da—dari mana kau tahu aku dan suamiku bercerai?" Suara Nadya terdengar bergetar, matanya melebar, dadanya sesak oleh keterkejutan yang baru saja ditorehkan oleh Kalen.Pria itu tetap berdiri tegak, sorot matanya sekelam langit yang kehilangan bintang. "Aku akan memberimu tempat tinggal jika kau menerima permintaanku," ucapnya, suaranya datar, namun ada sesuatu yang berputar di balik nada tenangnya—sesuatu yang enggan ia ungkapkan.Sejenak Nadya terdiam, membiarkan perasaan yang berjejalan di dadanya berusaha menemukan celah untuk keluar. "Ini terlalu sulit, Kalen."Kalen menghela napas panjang dan kasar. Kesabarannya mulai goyah. Tanpa berkata-kata lagi, ia melangkah mendekat, lalu meletakkan bayi mungil itu di hadapan Nadya.Tangisan bayi itu meraung seperti jeritan kecil yang memohon kasih sayang. Air matanya mengalir tanpa henti, napasnya tersengal-sengal dalam dekap kehausan dan kelelahan."Kau sudah merasakan kehilangan yang menyakitkan karena kepergian anakmu, kan?" Suara Kalen

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Bukan Permintaan yang Diinginkan

    “Kami turut berduka cita atas kepergian putra Anda.”Ucapan itu melayang di udara seperti belati tak kasat mata, menembus langsung ke hati Nadya.Dunia mendadak sunyi—seluruh hidupnya seperti terhenti dalam jeda waktu yang kejam.Setelah empat jam bergulat dengan rasa sakit, bertarung melawan tubuhnya sendiri demi membawa kehidupan baru ke dunia ini, dunia malah merebutnya kembali.Bayi itu—sosok kecil yang sudah ia cintai bahkan sebelum matanya terbuka untuk melihat dunia—menyerah.Hanya lima menit, cukup bagi kehidupan untuk membisikkan harapan, sebelum akhirnya memutuskan bahwa dunia ini terlalu berat untuk ditanggung oleh makhluk sekecil itu.“Anakku…” Nadya merintih, suara parau itu lebih seperti bisikan kepada dirinya sendiri daripada keluhan kepada dunia.Air mata mengalir tanpa ampun, membasahi wajah yang sudah kehilangan warna. Bayinya—yang bahkan belum sempat ia dekap dalam pelukannya, belum sempat mengecap manisnya susu yang telah ia persiapkan dengan penuh cinta—pergi begi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status