Share

Part 44. Kembali Bertemu

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-22 12:03:35

Aku masih menunggu di depan ruang UGD bersama Aidil, pemuda yang tadi menabrak Sinta. Menurut Aidil, Sinta melintas tanpa menoleh kanan kiri karena sambil menangis, hingga kendaraan roda dua milik Aidil manbrak tubuh perempuan itu hingga terpental.

Aidil tengah duduk terpaku tak jauh dariku, wajah lelaki itu terlihat gusar. Jari kaki dan lutut Aidil ikut terluka, setelah motornya terseret di aspal saat berusaha menghindari tubuh Sinta.

Ayah dan Ibu sudah pulang, setelah selesai mengantar Sinta ke rumah sakit terdekat. Aku memilih menunggu, karena masih belum ada pihak keluarga yang datang, walau sempat sakit hati pada Sinta, aku tak sampai hati jika meninggalkannya terkapar di jalan dalam keadaan bermandi darah seperti tadi.

Sayangnya aku tak memiliki nomor ponsel keluarga Sinta di kampung, berkali-kali menghubungi Kak Lila tak pernah tersambung, untuk menelpon Bang Haikal rasanya begitu malas, tapi akhirnya aku tetap menghubunginya. Aku sangat yakin Bang Haikal memiliki kontak kel
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 45. Tuduhan Tak Berdasar

    "Silahkan," jawabku tanpa menoleh. Kembali kukirim pesan pada Farah untuk lebih cepat menjemputku, agar memiliki alasan untuk pergi dari hadapan manusia menyebalkan ini. "Lihat Abang sebentar, Na."Aku mengangkat kepala, menatap ke arah lelaki yang masih berstatus suamiku itu dengan malas. "Kalau mau bicara, bicara saja! Tak perlu memintaku untuk menatapmu." Wajah lelaki itu terlihat terkejut mendengar kata-kata pedas dari bibirku barusan. Aku tak peduli, biarkan saja ia menikmati perlakuan tak bersahabat dari orang yang dulu ia kenal lemah lembut, karena semua adalah buah dari perbuatannya sendiri. "Maafkan Abang, Na … Abang hanya ingin mengatakan kalau surat-surat atas kepemilikan harta bersama yang kau minta beberapa minggu lalu sudah selesai dirubah atas namamu.""Hmm." Aku hanya berdehem, berita sebaik apa pun yang disampaikan Bang Haikal seakan tak ada daya tarik bagiku, sama seperti kali ini. "Kapan kau akan mengambilnya, Na?" "Secepatnya," jawabku dengan wajah datar.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 46. Tentang Rasa

    Bergegas aku turun dari mobil Bang Amar, mendekat ke arah Bang Haikal yang menatap sinis ke arahku. Plak! Plak! Dua tamparan berhasil mendarat di pipi laki-laki kurang waras yang tengah berdiri di hadapanku, kuabaikan beberapa pasang mata yang tercengang melihat ke arah kami, Bang Amar hanya menjadi penonton. Sepertinya lelaki itu tak ingin terperosok ke dalam masalah keluarga kami. Dadaku kembang kempis menahan emosi yang membuat sesak setelah mendengar kalimat menyakitkan dari bibir Bang Haikal. "Jaga ucapanmu, Haikal! Masih kurangkah waku tiga tahun kau bermain gila dengan gundikmu untuk menyakitiku? Hingga sekarang kau malah menuduhku yang bukan-bukan. Lima tahun menjadi istrimu tak pernah terlintas di kepalaku untuk berpaling, tapi apa balasan darimu? Tiga tahun terakhir kau sudah menduakanku, hingga anak hasil perselingkuhan kalian aku yang kau minta untuk mengurusnya. Apa kau masih punya ot*k? Apakah maaih kurang pantas jika aku mengatakan kau tak punya hati?" Aku berkata

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 47. Kau Masih Seperti Dulu

    "Jika ingin menangis, menangislah, Na. Jangan sungkan! Aku cukup mengerti keadaanmu," ucap Bang Amar lembut. Aku tertunduk dalam, luka yang masih menganga kini bak tersiram air garam setelah mendengar tuduhan Bang Haikal tadi. Impian untuk menua bersama Bang Haikal kini tenggelam tak bersisa. "Andaikan saja dulu aku berani mengatakannya padamu," lirih Bang Amar hampir tak terdengar, lelaki itu seakan berbicara sendiri. Kuusap cepat air mata yang masih berurai, menarik napas dalam, mencoba untuk bertenang. "Maksud, Abang?" tanyaku pelan tanpa menoleh ke asal suara, Bang Amar tersentak demi mendengar pertanyaan dariku. "Gak papa, Na?" jawabnya, sambil berusaha menetralisir keterkejutannya dengan kembali tersenyum. Aku menerka-nerka apa yang baru saja kudengar. Mungkinkah Bang Amar dulu pernah memiliki rasa yang sama untukku? Ah, sudahlah aku tak ingin lebih sakit lagi, cukuplah Bang Haikal yang telah menoreh luka perih di hatiku, jangan sampai aku kembali terluka karena perasaanku

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 48. Cemburu

    Aku memilih diam berusaha menenangkan hati yang bergejolak, Bang Amar pun sama. Aku tak ingin bertanya lebih jauh mengenai kalimat yang sudah lolos dari bibirnya. Mobil Bang Amar sudah terparkir sempurna di depan rumah Farah, aku membuka pintu mobil setelah mesin mobil dimatikan. "Abang langsung pulang ya, Na! Kebetulan habis magrib Mama minta temenin ke rumah temennya," ucap Bang Amar seraya menoleh ke arahku dengan tangan yang masih memegang setir. "Iya, Bang. Makasih banyak, ya.""Iya, Na. Maaf kalau kata-kataku tadi membuatmu tak nyaman.""Tak apa, aku masuk dulu, Bang," jawabku berusaha menghilangkan rasa canggung. Bang Amar mengangguk. Akau berjalan memasuki gerbang rumah Farah tanpa menoleh lagi ke arah Bang Amar, hati ini kenapa semakin berharap jika Bang Amar memiliki rasa yang sama untukku, padahal kutahu jika Farah memang lebih tepat untuknya. *****Haikal baru saja masuk ke rumahnya, lebih tepatnya rumah peninggalan orang tuanya. Amarah yang sejak tadi tertahan kini ia

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 48. Semua Karena Rindu

    Sendi-sendi di tubuhnya terasa begitu lemas, Haikal terduduk dengan tangan menangkup wajahnya. Sempat terpikir olehnya untuk meminta bantuan pada kedua kakaknya, tapi sesaat kemudian ia mengurungkan niatnya, rasanya tak mungkin kakak-kakaknya itu akan mendukung niatnya untuk membujuk Zana. Asik menikmati penyesalannya Haikal sampai lupa menjemput Harry dari rumah Bik Sum, bergegas ia mengusap air mata yang tadi sempat membasahi wajahnya, lalu bangkit berjalan keluar. Hari sudah beranjak malam, azan magrib mulai berkumandang, Haikal berjalan tergesa menuju rumah Bik Sum yang berjarak dua rumah dari rumahnya. Ia tak ingin terlalu lama menjemput Harry karena khawatir akan merepotkan Bik Sum. Tok! Tok! Tok! "Assalamu'alaikum," ucap Haikal setelah mengetuk pintu. "Wa'alaikumsalaam."Pintu terbuka, tergopoh janda paruh baya itu keluar setelah melihat Haikal berdiri di ambang pintu. "Masuk dulu, Nak! Harry sejak habis ashar mengalami demam tinggi, bibi beberapa kali menelpon tapi nomor

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 49. Memohon

    "Assalamu'alaikum," Suara salam dari seberang sana khas laki-laki dewasa, membuat Haikal tersentak. Ia memijat dahinya yang tiba-tiba berdenyut. Di saat ia ingin memperbaiki kesalahan mengapa keadaan terasa semakin sulit. "Kamu siapa?" tanya Haikal tanpa menjawab salam, ia merasa asing dengan suara lelaki di seberang sana. "Amar. Katakan saja apa keperluanmu menelpon Zana?" jawab Amar datar. Haikal sempat tersulut emosi, tapi sebisa mungkin ia kontrol demi Harry. Ia tak ingin keegoisannya membuat Harry kembali gagal bertemu Zana. "Bisakah aku berbicara dengannya?" tanya Haikal. "Zana tak di sini!" "Zana di mana? Kenapa ponsel Zana ada padamu?" "Di rumah Farah. Ponselnya tertinggal di mobilku."Haikal terdiam. Bagaimana caranya ia mengabari Zana jika ponselnya tengah di tangan laki-laki itu. Untuk berbicara panjang lebar pada Amar rasanya tak mungkin, karena sejak awal suara Amar terdengar sangat cuek padanya. "Tolong katakan pada Zana jika Harry sakit dan ingin bertemu dengann

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 50. Bertemu Harry

    "Dulu, aku sangat menyayangi Harry, bahkan meski dia anak angkat rasa sayangku cukup dalam untuknya," ujar Zana dengan tatapan menerawang. Bik Imah menatap sendu pada Zana. Farah terdiam. "Setelah semuanya berubah rasa itu masih ada, meski tak sekuat dulu, aku hanya tak ingin Bang Haikal memanfaatkan rasa sayangku pada Harry." Lanjut Zana. "Lantas, apa yang akan kau lakukan?" tanya Farah sambil mengunyah makanan yang tiba-tiba berubah hambar, seiring selera makan yang berubah. "Entahlah!" Zana terdengar pasrah. "Jangan menyiksa perasaanmu sendiri! Aku cukup kenal dirimu, Na. Ya sudah, kapan kau akan menemui Harry?" Farah berusaha menghibur. "Mungkin besok, Fa," jawab Zana pelan. "Aku akan menemanimu."Zana menatap lekat wajah Farah yang duduk di hadapannya kini tersenyum manis ke arahnya. "Makasih, Fa." jawab Zana. Farah mengangguk pelan. "Sekarang makan dulu." Perintah Farah. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan di pintu depan membuat Bik Imah Bangkit, berjalan ke luar untuk meliha

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 51. Tangis Harry

    Harry tiba-tiba menangis histeris, memeluk lututku yang menyentuh lantai. Kuraih tubuh mungil Harry untuk kupeluk, hingga kami larut dalam rindu yang tak terucap. "Bunda di sini, Nak. Jangan nangis lagi, ya! Bunda sayang, Harry," lirihku di sela isak yang membuat dada sesak. Harry tak dapat berkata apa-apa, tangisnya tak juga reda, membuat suhu tubuhnya terasa semakin panas. Aku berusaha merenggang pelukan pada Harry, tapi seolah ia enggan melepas pelukanku. Farah mengusap lembut punggung Harry yang tengah berada dalam dekapanku, air matanya menetes tanpa suara. Pun dengan Bik Sum. Wanita paruh baya itu berkali-kali mengelap sudut matanya dengan lengan daster motif batik yang tengah ia pakai. Ada rasa sesal karena dulu aku pernah membenci Harry karena perbuatan orang tuanya. Hati kecilku mengatakan Harry tak salah sedikit pun, tapi rasa sakit membuatku abai dengan hal itu. "Harry, dengerin Bunda, Sayang. Setelah ini Bunda akan sering-sering mengunjungi Harry di sini, Bunda janji,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22

Bab terbaru

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 167. Semua Dengan Jalannya Sendiri

    Aku tersenyum lalu mengangguk pelan. Ya, Rania akan menikah dengan Hendri. Lelaki itu telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Atas permintaan Rania, aku dan Bang Amar bercerita banyak tentang masa lalu beserta perubahan Rania pada Hendri, berharap Hendri bisa menerima apa adanya dan lebih mampu memahami Rania saat Hendri mengutarakan niatnya untuk serius pada Rania. Bahkan aku dan Bang Amar lah yang menjadi penyatu keduanya. Tentang Bang Haikal, kabar terakhir yang kudengar dari Kak Naima, mantan suamiku itu masih sendiri setelah Rania menolak untuk kembali. "Semoga sakinah hingga maut memisahkan." Do'a Farah. "Jujur, Na. Aku pun merasa iba pada Rania. Tapi saat mengingat wajah angkuhnya dulu, rasa itu memudar." "Semua pernah melakukan kesalahan, Fa, pun dengan Rania. Aku merasa aku masih di bawahnya. Aku tak tahu harus bagaimana jika aku yang berada di posisi Rania. Ia sangat butuh dukungan. Luka yang kurasakan karena sebuah penghianatan kurasa tak sebanding dengan luka yang ia

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 166. Akhir Kisah

    "Tak apa, aku hanya heran melihatmu yang tak seperti biasa." Amar berusaha mengalih perhatian Hendri. "Apa kau sudah jatuh cinta pada pandangan pertama?" Amar menggoda anak buahnya itu. Di luar keduanya memang terlihat tak ubah seperti teman. Amar sangat pintar menempatkan posisi. Ia tak begitu suka jika di luar kantor, Hendri atau anak buah yang lain menganggapnya seformal di kantor. Meski untuk panggilan, Hendri memanggilnya dengan embel-embel yang sama. Pak. Hendri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia terlihat salah tingkah. Malu jika dirinya harus mengakui rasa yang tiba-tiba datang tanpa permisi. "Sudah sewajarnya kamu cari pengganti almarhumah istrimu, Hen. Kamu masih sangat muda dan memiliki seorang putri yang sangat butuh sosok ibu."Hendri begeming, hatinya membenarkan perkataan Amar barusan. Namun rasanya terlalu cepat untuk mengatakan jika dirinya menaruh hati pada perempuan bergamis hitam yang baru saja ia lihat. Ia bahkan belum tahu nama perempuan itu. "Kau menar

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 165. Usaha Haikal

    "Semakin ke sini aku semakin merasa bersalah pada Zana. Aku tak ingin terus-terusan dihantui perasaan yang sama, atau bahkan lebih. Aku yakin, hanya dengan melihatku saja, Zana masih merasakan luka yang dulu kuciptakan, jadi kumohon, jangan membuatku merasa lebih tak nyaman karena aku sangat menikmati kehidupanku sekarang. Kehidupan yang tak lepas dari peran Zana di dalamnya."Apa yang dikatakan Rania benar adanya. Ia sangat menikmati saat sekarang, saat Harry mulai bisa menerimanya, membuat hatinya dipenuhi haru. "Jika Abang sayang aku dan Harry, maka akhirilah hubungan yang menyakiti banyak pihak ini. Mari kita mulai semuanya dari awal. Aku tak ingin tersiksa saat mengingat kembali caraku menghancurkan perasaan Zana dulu."Haikal membatu. Ia tak menyangka jika Rania akan mengatakan hal yang tidak pernah ia sangka seperti saat ini. "Kau tak perlu memikirkan orang lain, pikirkan saja perasaan kita berdua. Aku tau kau masih sangat mencintaiku." Haikal berusaha membujuk, berharap Rani

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 164. Kita Berpisah Saja

    Aku menatap Bang Amar yang terhalang sandaran kursi menatapnya dengan tetapan heran. "Bukankah jika Rania yang datang, Harry tak perlu merasa khawatir kalau kita akan meninggalkannya di panti?""Kita bisa mengantar Harry ke panti, Sayang. Atau bisa juga denga mempertemukan mereka berdua di mana saja. Aku hanya ingin menghargaimu, dengan tidak adanya tamu asing lawan jenis yang datang ke rumah. Abang tak ingin istri Abang merasa tak nyaman." Senyum mengembang di wajahnya. Alasan Bang Amar ada benarnya juga. Mengapa aku tak memperhatikan hal sepenting itu? "Sayang, bagaimana pun dekatnya kau dengan Harry, mereka tetaplah orang asing bagi kita dan Harry bukanlah mahrammu."Aku pun paham kemana arah pembicaraan Bang Amar. Ini hanyalah langkahku untuk menyelamatkan tumbuh kembang Harry. Memberikan hak-haknya setelah terlahir menjadi seorang anak."Abang berharap, kelak Harry akan tinggal bersama Rania secara utuh. Tak apa kau menginginkan dia seperti anak sendiri seperti sekarang, yang

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 163. Membawa Harry

    Kalimat Harry barusan menegaskan jika aku tak akan bisa pergi tanpa membawanya. "Masih betah?" bisik Bang Amar di telingaku saat aku tengah asik bercengkrama dengan Harry. Aku kembali melirik jam tangan. Pukul 05.25, kemudian beralih menatap sendu bocah tiga setengah tahun yang tengah bergelayut manja di pangkuanku. "Sayang, kita ke depan, yuk," ajakku pada Harry yang ia sambut dengan anggukan. Kaki kecil itu melangkah riang, menapaki langkah demi langkah melewati satu persatu keramik lantai menuju teras depan, di mana Rania dan Puji duduk bersama beberapa anak panti. Harry menggenggam erat telunjukku saat kami berjalan bersisian, seolah tak memberiku kesempatan untuk jauh darinya. Pertanyaan demi pertanyaan sesuatu yang baru ia lihat tak henti keluar dari bibirnya. "Ran, kami pamit dulu, ya, titip Harry, Ran," ucapku dengan berat hati. Tak rela rasanya meninggalkan Harry di sini. Namun harus bagaimana lagi, meski sedari kecil aku lah yang telah merawat Harry, hati kecilku meng

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 162. Melepas Rindu

    Beberapa menit aku bahkan tak mampu melepaskan pelukan pada Harry. Aku tergugu di tubuh mungil itu hingga Bang Amar masuk setelah Rania ke luar. Kurenggangkan pelukan di tubuh Harry, membingkai wajahnya, memindai setiap lekuk wajahnya dengan mata yang masih mengabur. Bang Amar mengusap lembut kepala hingga punggung Harry, wajahnya terlihat sendu. "Sayang, udah, ya, nangisnya. Bunda lagi sakit, lho, kasian kalau Bunda nangis terus, nanti tambah sakit," bujuk Bang Amar dengan mengusap lembut kepala Harry yang tengan membelai wajahku. Anak kecil itu mengangguk cepat."Kita ke doktel, ya, Bunda." Harry mencium kedua pipiku kemudian kedua mataku. Benar-benar tak ada yang berubah. Perlakuan Harry masih seperti dulu. Ia adalah anak pintar yang memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih. "Iya, sayang. Maafin Bunda, ya, kemarin nggak bisa jemput Harry. Yang penting sekarang, Harry sudah dekat Bunda," ucapku dengan senyum bercampur air mata. Air mata haru. "Sayang, jangan banyak nangis

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 161. Bertemu Kembali

    Bang Amar tak langsung menjawab, tangannya mengusap lembut perutku. "Bilang sama, Ummi, kita berangkat sekarang, Dek." Aku tertawa geli melihat ulah Bang Amar. Kini, aku seolah kehilangan sosok jual mahalnya yang dulu. "Yakin? Trus kerjaan Abang gimana?" Aku masih tak enak hati. "Tenang, Abang udah suruh Hendri buat handle. Sekarang siap-siap, gih."Hendri adalah asisten Bang Amar di kantor, duda anak satu yang istrinya meninggal saat melahirkan dua tahun lalu. "Oke, Zana siap-siap."Aku tersenyum senang menanggapi ucapan Bang Amar. Mimpi memeluk Harry akan segera menjadi nyata. *****Jantungku berdegub kencang tatkala menatap punggung mungil Harry yang tengah meringkuk di atas ranjang. "Ia tertidur setelah kelelahan menangis, Na," lirih Rania sendu. Aku duduk di sisi ranjang di belakang Harry dengan dada mulai sesak. Beban berat menahan rindu pada bocah mungil itu seakan tak mampu lagi kubendung. Rasa tak puas membuatku berpindah posisi di depan Harry untuk memindai setiap ga

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 160. Kecewa Tak Beralasan

    Haikal membuang muka. Pemandangan di hadapannya membuat hatinya meringis. Nek Rahima nyatanya begitu berarti bagi Harry setelah Zana. Harry masih terus menarik tangan Nek Rahima untuk masuk mobil, Nek Rahima mematung. Pelan ia berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Harry. "Sayang, Nenek di sini saja dulu, nanti Nenek bisa jenguk Harry di rumah Bunda atau Harry yang ke sini bersama Bunda.""Nenek ikut, kita jenguk Bunda.""Harry pulangnya sama Ayah dan Mama Rania, ya. Nanti Nenek nyusul."Harry mencebik. Ia ingin segera menjenguk bundanya, tapi ia pun tak ingin meninggalkan Nek Rahima. Dilema, itu lah yang ia rasakan. Haikal segera mendekat, Rania mengikuti dari belakang. Tak banyak yang bisa perempuan itu lakukan sekarang karena Harry masih belum menganggapnya penting. *****"Lagi ngapain?" tanya Bang Amar lewat sambungan telpon. Jam dinding baru saja menunjukkan pukul 10.15. Bang Amar memang selalu menyempatkan menghubungiku ketika dia berada di kantor di saat se

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 159. Akhirnya Luluh

    "Boleh Rania tanya sesuatu ke Ibu?" Nek Rahima menoleh pada Rania di sampingnya lalu mengangguk. "Nenek ikhlas melepaskan Harry bersamaku?"Beberapa saat hanya desiran angin malam yang terdengar berembus. Kedua perempuan itu saling terpaku, sibuk dengan hati dan pikiran masing-masing. "Ikhlas ataupun tidak, Harry tetaplah anakmu, Nak, Ibu tidak memiliki alasan untuk menahannya di sini."Nek Rahima sangat sadar, jika dirinya hanyalah orang yang Allah pilihkan untuk menjaga dan merawat Harry sebentar saja. Ia tak memiliki alasan untuk berontak."Ibu cuma sendirian di rumah ini?""Iya. Anak-anak Ibu tinggal di kota dan hanya akan pulang bergiliran menjenguk Ibu." Nek Rahima menerawang, rindunya pada anak-anaknya dan cucu-cucunya terobati setelah Harry hadir menemaninya. "Apa Ibu tak memiliki keinginan untuk tinggal bersama mereka?" Rania berkata dengan hati-hati. Embusan napas panjang keluar dari bibir keriput itu. Setiap berbicara tentang hal yang sama, ia merasakan dilema. Rasa r

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status