Antony Barnet sudah tak ada ditempatnya saat Aku kembali setelah mandi. Apa Dia sudah pergi? "An... Thony?" Bagus, kuharap begitu. Aku tak ingin menjadi bulan-bulanannya, karena itulah yang akan terjadi padaku. Mulutku mendesah, dalam arti penuh kebebasan karena bisa melakukan apapun lalu dengan secepatnya mengeringkan rambut basahku dengan handuk.
Kupastikan kembali Mr Barnet sialan itu sudah tak ada ditempat, lalu Aku memilih keluar dari kamar itu, ketika rambut basah ini kubiarkan saja terurai saja hingga membasahi baju mandi yang masih kupakai (Aku tak punya gaun selain gaun putih menikahku yang cukup besar itu)
Kepalaku sebetulnya masih pusing, namun kakiku tak tahan untuk tak melangkah menuruni rumah dua lantai ini, mencari sesosok makhluk hidup selain diriku. Kupandang istana bentuk rumah ini. Dan, Wow.. Super. Ada lampu kristal mahal diatas plafon mewah rumah ini dan terangnya membuat pencahayaan sungguh baik.Suasana rumah ini pun mirip seperti rumah pengusaha baik-baik, bahkan bisa kubilang terawat. Dibawah sana ada sofa mewah besar berwarna kulit putih, yang sayang sekali bial dikotori oleh sejenis coklat atau apalah. Yang jelas pemilik rumah ini pasti memilih putih karena jarang ada yang bertamu.
"Hallow" kucoba bunyikan suara, siapa tahu ada yang menjawabku- dan Kuharap itu bukan Barnet.Sunyi.
Tak ada yang menjawab.Satu langkahku mencoba turun, lalu satu kakiku menyusul. Kini, keduanya saling berpadu padan menghentak, menuntunku untuk terus turun sembari menikmati aroma rumah ini. Aroma ini seperti aroma pohon ek yang ada di dekat panti asuhanku dulu, tentu di Beauford tak ada. Ini adalah daerah panas rindang, dan tak mungkin ada pohon itu disini.
"Apa.. ada orang?" tanyaku lagi pada rumah ini, sekaligus memastikan Pria yang menikahiku tadi malam sudah pergi. Tak ada, dua mataku untuk mencari sosok siapapun yang menjaga rumah ini, siapa tahu ada yang tiba-tiba lewat.Namun, tak ada.
Kruyuk. Satu-satunya bunyi yang tidak kuharapkan ini tiba-tiba menggelegar dan spontan membuat tanganku meraba asal bunyinya. Ternyata perutku memberi alarm bahwa Aku membutuhkan sarapan bukan hanya orang yang lewat. Aku kemudian berupaya mencari dimana lokasi dapur, dan ternyata dengan cepat kutemukan disebelah kiri sofa putih tadi berada.
Ohw astaga!
Anthony Barnet? segera kusembunyikan badanku dibalik tembok, agar Dia tak melihatku.Jadi, Dia masih ada dirumah?Aku kembali menatap Pria yang sedang membuka lemari es dua pintu disana, dan kulihat tangannya mengambil bahan segar dan daging asap dari kulkas, kurasa Dia akan membuat sandwich. Bila begini- meskipun lapar-Aku harus menghindar. Lebih baik Dia kubiarkan menjajah dapurnya, dan Aku kembali naik.
"Aku tahu kau ada disitu… Kau lapar kan?" ucapnya dari ruangan yang jaraknya hanya dua puluh langkah dariku. "Kemari" perintahnya lagi. Aku terkunci dalam posisi berdiri dan tak mau berbalik. "Aku tidak akan memaksamu melayaniku di dapur, ayo…." Ucapnya.
Melayani? memangnya hanya itu ya isi pikirannya dari tadi?
Tuk,tuk,tuk, tuk. Kudengar sesuatu sedang dipotongnya didapur. Sepertinya itu Dia yang sedang membuat potongan timun dan tomat, untuk Sandwich.
"Aku mau kekamar lagi saja..."
"Kau mau mengajakku melanjutkan hal yang kita lalui tadi malam?" Pertanyaan Pria itu membuatku ingin Aku mencakar-cakar dapurnya biar dia tahu Aku juga bisa melawan."Aku buas pada kondisi tertentu. Tidak saat sedang membuat sandwich""Baik, Aku akan duduk!" tukasku, yang terdengar jengkel. Aku tak bisa mengelak, Karena mungkin saja bila Aku kekamar Dialah yang mencakar-cakarku. "Kau harus berjanji tak akan menyerangku disini" ucapku, belum mau melangkah.
"Kurasa Aku tak perlu mengulang kata-kataku" jelasnya, ketika kedua tanganya menyatukan dua potong roti yang ditengahnya sudah penuh oleh daging, timun, tomat dan selada. Dia melihatku ketika menyuapnya dalam mulutnya.Tidak, Aku tidak boleh takut. Jangan takut Megan, disini banyak benda yang bisa kau gunakan untuk memukul kepalanya hingga pingsan. Kembali kulihat matanya yang seperti menginginkanku kemudian tersenyum, setelah mengunyah. "Kenapa masih pakai baju itu?" tanyanya.
"Aku tak punya baju" lupa membawanya sebetulnya adalah jawabanku, tapi sudahlah, Aku sedang waspada. Mataku menatap awas tingkah lakunya. Dia masih melihatku dengan seksama, "Akan kuminta " ucapnya, tapi Dia masih menatap bagian berharga milikku ini, membuat tanganku segera merapatkan kerah bajuku dan menutupnya dengan kedua tanganku. "Apa yang kau lihat!?""Ini tatapan spontan seorang suami"sudut bibirnya menukik, dan senyumnya ingin membuatku mencakar dadanya.
"Katanya Kau takkan menyerangku?" Semoga mukaku tidak terlihat panik.
"Memang tidak" Dia lalu meminum segelas air jeruk yang tampak menyegarkan membuatku ingin meminumnya. Baru kusadari tenggorokanku haus, Sementara Pria itu melihatku sembari memasukkan tomat, daging asap, selada dan membentuknya menjadi sandwich gemuk. "Mau minum?" tanyanya, seakan tahu apa yang kumau.
"Ya..Ti,tidak juga.. maksudku tidak " Keangkuhan yang angkuh ini membuatku bertahan dalam rasa haus. Bodoh kau Megan.
"Minum saja. Aku tidak menagih apapun... Dan tidak ada obat tidur didalamnya" sahutnya yang kemudian menyerahkan piring dengan roti sandwich gemuknya. Hmm, baik sekali. Padahal diatas tadi Dia seperti Pria yang tak tahu diri, tapi kini Dia berlagak seperti suami yang peduli padaku."Minum" Dia memberikan gelasnya. "Makan…"Dan sepiring Sandwichnya. "Setelah ini, ada hal yang ingin kubahas" jelasnya kemudian."….Apa itu?" jantungku seketika bergemuruh, semoga bukan pembahasan bahwa Aku adalah miliknya."Makanlah dulu, Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum, kau menghabiskan makan dan Jusmu" Dia melipat tangan dibawah dadanya, dan itu terlihat maco, sungguh."Ya..... baiklah" Aku akan menurut saja.
"Kita akan membahas masa depan kita"Masa depan? Hm. Bila seperti ini Aku harus menyelesaikan makan pagi ini didepannya. Dan segera memulai apa yang akan kami bicarakan, termasuk membahas aturan dalam berumah tangga yang bukan kehendak kami ini. "Oke, dan jangan menatapku selagi makan, kau membuatku risih" ucapku, yang membuat kedua tangannya mengangkat menyerah. Dan langsung Aku mengunyam rotiku. Hmm, yummy. Kuakui Sandwich ini sangat enak. Pria kaya, tampan dan berotot ini bisa membuat sandwich yang jarang di kerjakan Pria sekelasnya, sungguh, Aku memujinya dalam pikiran terdalamku. Dan, saking menggiurkannya Aku kembali mengunyamnya tanpa melihatnya. Suasana jadi sunyi ini kembali, rasanya ingin membuatku bertanya, apa ada manusia lainnya yang hidup disini selain kami? Dan ketika pengamatanku beralih pada Anthony, mataku tak sengaja menatap daerah segitiganya yang menonjol.Uhuk, uhuk, uhuk! Aku terbatuk, dan serta merta meminum jeruk itu. Glup. glup, glup. Ini pertama kalinya Aku terlihat memalukan -selain tadi malam- dihadapan Pria ini.
"Tidak usah takjub melihatku. Aku memang terlahir tampan sejak kecil" ucapnya tanpa melihatku. Percaya dirinya itu membuat tenggorokanku gatal, dasar narsis. Kenapa juga mataku menatap kelaki-lakiannya?"....karena kau sudah selesai, kita akan berbicara sekarang" ucapnya."Baik...."
"Satu tahun lagi, kita akan bercerai. Suka atau tidak suka, Aku yang tetap menentukan segalanya. Dan lagi, apa yang terjadi malam tadi hanya kesalahan. Aku bukan tipe pria yang menyukai wanita sepertimu."
Itu adalah sarkasme, tapi hati dan kepalaku telah siap menerimanya, Anthony Garret Barnet layak mengucapkannya, meskipun dadaku terasa nyeri. "Lalu....?"
"Aku tidak pakai pengaman. Jadi... kalau kau...." Dia menarik napas dalam seakan Dia menyesali perbuatannya. "Kalau kau hamil. Gugurkan anak itu, Karena Aku takkan pernah bertanggung jawab"
Dadaku menohok, jujur Aku kaget mendengarnya, tak kusangka Dia akan berperangai seperti ini.".....Dan aturan selanjutnya, jangan pernah campuri urusanku, wanita yang bersamaku, atau kehidupan pribadiku. Kamu akan tahu akibatnya bila melakukan itu"
Memangnya kamu siapa dalam hatiku yang perlu kuurus? Aku hanya perlu uang untuk keluargaku. Hanya itu."Berarti Aku juga boleh berkencan?"
"Tidak."
"Kenapa?!" Pekikku.
"Kamu menikah dengan Anthony Garret Barnet. Penuhi saja kata-kataku!" Dia menghentikan kata-katanya. "Kamu juga tidak boleh keluar dari rumah ini, ataupun bertemu orang lain tanpa sepengetahuanku"
Eh, tunggu kenapa jadi seperti ini? kenapa Aku merasa jadi tahanan rumah?
"A-Aku perlu bertemu Nyo,nyonya Barnet!"
"Kau diperbolehkan bertemu Nenekku, Sopirku yang akan mengantarmu"ujarnya yang kemudian meminum jusnya. "Ti-tidak usah! Aku-"
"Jangan membantahku."
Ke-kenapa jadi begini? Kukira tadi Dia bilang Aku tidak bisa mencampuri urusannya? kenapa Dia banyak mengaturku?
"Anthony... " sahutku"Karena Kau sudah menikah denganku. Kamu akan segera tahu watak asliku." Dia berjalan semakin mendekat. "Kau memang akan mendapatkan kebebasan disini, tapi tidak diluar sana" Dia mendekat dan mencengkeram daguku. Kini Aku mulai takut, pria ini berubah ubah dan kemauan aslinya sulit diketahui."Ke...kenapa Kau seperti ini?" Rasa takutku tak menghalangi bibirku untuk bertanya.
"Apa yang sudah menjadi milikku akan menjadi milikku hingga Aku yang memutuskan kapan akan membuangnya" Satu sudut bibirnya menyungging puas ketika senyum sinis adalah ekspresi terakhir yang terlihat dari wajah pria itu. Dia melepas cengkeramannya didaguku dan pergi.
"Please... itu... Aku harus bertemu dengan orang tuaku, setidaknya Izinkan aku bertemu ayah dan ibuku dulu. Kau tahu ibuku adalah penderita kanker." Megan akan melakukan apa saja untuk bertemu ibunya(termasuk jujur). Anthony pasti akan berpikir ulang setidaknya hari ini kan?
Anthony terlihat berpikir sementara dengan bertolak pinggang, hembusan nafas sedang mengalir dari hidungnya tanda dia sepertinya sedang berkompromi dengan dirinya. "... Baik. Hanya hari ini saja dan selanjutnya Kamu tidak akan bisa"
Tak ada selanjutnya? Mati Aku, kenapa jadi seperti ini?
Aku menghirup udara disekitarku, seakan baru saja mendapat hasil ketuk palu yang buruk. "Kalau Kau melanggar perintahku, ingat Aku akan melakukan sesuatu pada keluargamu. Aku tahu kau butuh uang. Wanita sepertimu takkan mau tidur denganku tanpa alasan bukan?"
"Tadi malam itu kecelakaan!" Airmataku seperti baru saja menganak sungai diujung perbatasan palpebraku. Pria ini kenapa? Kenapa aturannya seperti ini? Grandma hilda tidak menjelaskan apapun padaku mengenai watak bagaimana sosok asli pria ini.
"Jangan mencoba mencari tahu lewat nenek... Dia tak pernah tahu sisiku yang seperti ini"
"Apa Kau selalu seperti ini pada orang kecil?"Dia seperti baru saja membaca pikiranku. Dan benar, sepertinya tak ada yang tahu sosok asli anthony Gareth Barnet yang tak berprikemanusiaan ini."Setelah dari Grandma cepat pulang! Kita harus bersiap kembali menipu orang"
"Menipu apa lagi?"
"Kita akan bulan madu" jawabnya enteng yang segera berjalan jauh dariku.
"Bulan madu...?"
"Itu rencananya. kalau kau mau uang kau harus mengikutinya sampai akhir!"Dia pergi begitu saja tanpa memberiku opsi untuk melawan. "Kalau kau mau uang, lakukanlah tugasmu, istri matre!" Ucapnya, sungguh sinis. Dan Megan rasanya ingin memuntahkan kembali isi perutnya karena ingin sekali Dia menghajar pria itu.
***
Kenapa gak kau lempar pisau seperti rencanamu tadi aja Megan?wkwk.
-Bersambung-
Brightstone Evergreen. Aku telah berada disini, setelah satu jam tadi menunggu Anthony pergi. Seperti yang diinginkannya, Aku, datang dengan supir dan mobil yang telah disiapkannya, dan sesuai perintahnya hanya Nyonya Barnet dan orangtuaku yang bisa kukunjungi hari ini. itu juga yang diulang supir bernama Jackson yang dinginnya hampir seperti bosnya. kulihat kembali Kafe yang cukup besar itu. Aku tersenyum tipis membayangkan masalaluku yang adalah beberapa hari lalu, masih menggunakan seragam The maid. Kini, Aku tak diperbolehkan lagi memakai baju itu, karen Grandma Hilda tak mengizinkanku. Menurutnya
Langkahku telah sampai di ruang kantor Grandma Hilda, yang terletak di lantai dua Kafe. Ruangnya terpisah oleh dinding, dimana masih ada kafe disebelah kantor milik sang Grandma. Mungkin bukan kantor tepatnya, sebuah ruang kerja. Grandma Hilda sebetulnya jarang datang Kekantor, karena ada tangan kanannya yang bernama Denise Milano, wanita Mexico-Amerika yang berusia sekitar lima puluh tahun yang selalu membantunya. Wanita itu berperangai setengah bayah, berambut coklat tua sanggul, dan masih melajang. Dia bergantian menjalankan kafe ini dengan sang Nenek.Sebetulnya tempat ini bukan harta satu-satunya milik Grandma Barnet yang berusia 70 tahun itu. Mereka punya banyak tanah, peternakan, dan khususnya suamiku, Dia adalah Pria yang menjalankan bisnis Hotel dan memiliki cabang dimana-mana. Anthony pindah dari New york atas perintah Neneknya setahun yang lalu tanpa penolakan. Ya, banyak rumor mengatakan Dia sangat sayang neneknya itu, dan tentunya juga a
Aku menjadi apa….?“Penghalang?” tanyaku, setelah sebelumnya menelan ludah, saking lamanya mencerna kata-kata itu. “Kenapa Aku harus jadi penghalang?"Grand mahilda tidak bergeming dia pasti ingin aku mencari tahu Maksudnya. "Sebelumnya dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu.""Ini tidak sulit Megan sayang, kamu cukup menghalau wanita itu saja dan berpura-pura saling mencinta dengan Anthony"“Ya… persisnya begitu…” ujar Grandma Hilda, tanpa memerdulikan reaksiku. Mataku mengerjap tak mengerti, banyak hal yang harus akan kutanya setelah ini. “Aku tahu banyak yang ingin kau tanyakan. Pertama-tama, Kau akan kuberitahu dari awal kejadian tiga tahun yang lalu. Dengarkanlah… karena Kamu akan mengerti” ucap Grandma Hilda.Aku menahan napasku yang sedikit tersengal berkat informasi tak terduga itu. Tapi, Aku sudah sampai disini, dan tak bisa kembali. Jadi pilihanku adalah mendeng
Setelah betemu Grandma Hilda tadi, Aku meminta Jackson mengantarku ke Supermarket terdekat untuk membawa bahan-bahan makan. Ya, Aku akan memasak sedikit dirumah, karena mungkin Aku akan jarang pulang. Dalam perjalanan menuju rumahku ini, Aku menyempatkan mengamati sopir Anthony yang bernama Jackson Lord itu. Pria yang memiliki badan besar dengan kulit hitam gelapnya yang terlihat dari seperti seorang bodyguard, Dia terlihat sangar.Seperti yang telah disetujui oleh Anthony, setelah bertemu Grandma Hilda, Jackson akan mengantarku ke rumah orang tuaku. Sebelum pergi tadi Aku bertanya pada Jackson berapa lama waktu yang di berikan padaku oleh CEO itu. Waktuku hanya sampai jam 7 malam. Aku ingin bertanya apa yang terjadi bila aku tidak pulang jam 7 namun Jackson tak memberikan jawaban pasti, hanya menggumam tidak jelas. Dan ketika pria berambut hitam pekat itu masih serius menatap kedepan, disinilah saatnya, Aku harus mengambil kesempatan lagi untuk bertanya bertanya atau sekedar
Lima belas menit. Kalau tidak salah waktu selama lima belas menit ini telah kupakai berputar sebanyak tiga puluh kali. Kakiku lelah, tapi Aku malas duduk. Mungkin dan kurasa, mereka melakukannya dalam keadaan mabuk. mungkin saja. Rasa penasaranku, membuatku menerka-nerka siapa pria yang dibawa Martha. Aku kenal suara itu. Tapi suara itu samar, seperti Pria yang baru saja minum dengan suara mulut yang penuh. “Apa sih yang mereka pikirkan?! Diruang tamu?” umpatku. Kuharap Ayah tak ada didalam, ya Martha juga melakukannya pasti karena Ayah tak ada. Dan seketika mataku berkelebat dan dengan kasar kuedarkan keluar halaman siapa tahu Ayah tiba-tiba datang, namun yang kudapati malah mata Jackson tengan mengamatiku dari dalam mobil. Aku terkaget, Aku juga lupa bahwa aku tadi datang bersama Supir suamiku. Astaga ini adalah kesalahan lainnya yang mungkin saja akan memperburuk hubunganku dengan Anthony. Kehadiran Jacksin yang mungkin saja tengah
"Ayah…."Aku mencoba menyapa Ayah yang datang, dengan eskpresi setengah mengantuk. Menjaga Mom pasti membuatnya lelah. "Kenapa Mrs Barnet ada dirumah ini, siang-siang?" Dia berjalan tanpa memandang puteri angkatnya yang sedang menatapnya. "Ayah.. Kenapa memanggilku mrs Barnet? Aku kan masih puteri Ayah" jawabku, yang mencoba riang. Ayah terlihat sedikit aneh. Ayah tak menjawab. Dia bahkan tak menatapku. "Pergilah, ini bukan tempatmu sekarang Nak" Perkataan Ayah membuat keningku mengerut. Ada apa dengan Ayahku? Tadi malam Dia tak bermasalah denganku. "Ayah kenapa?" Aku mendekatinya. "Wanita yang baru menikah satu hari seharusnya bersama Suaminya" "Aku diijinkan datang kesini, Ayah tak perlu cemas" "Tapi Ayah yang cemas, Kau tak tahu kan tabiat Suamimu." Oh, kurasa itulah alasan Ayahku marah. Mungkin apa yang Dia saksikan tadi malam, membuatnya ragu pada Rumah tangga baruku. Anthony Garret Barnet tak hanya membuatku marah, tapi juga Ayahk
Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku ingin berhela-hela dulu untuk sementara waktu, pikiran dan hati ini sungguh lelah adanya. karena waktuku disini masih panjang. Panjang, untuk berjuang. Semangat juang harus kupupuk sejak saat ini, karena sang pemilik rumah bukanlah orang yang ramah. Kupandang langit-langit megah di rumah ini. Tempat ini cukup luas, hingga membuatku minder. Bila saja. Aku tak menikah dengan Anthony, kira-kira apa yang akan kulakukan saat ini? Apa Aku akan mencari pekerjaan tambahan lainnya? Bodoh, untuk apa lagi aku berpikir seperti itu. Tugasku saat ini hanyalah menjalankan perintah Anthony yang galak itu, meskipun aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Dan hembusan nafas berat kembali mengalir dari hidungku. Membandingkan kenyamanan di sini dan di rumahku tadi, membuatku kembali menitikkan airmata. Tidak.., tidak, tidak. Aku harus tegar. Semua telah kutandatangan
“Awas saja kalau dia tiba-tiba mendekatiku lagi, akan ku potong anunya!”"Kau mau potong apaku..?""Astaga gila!" hatiku, dan otakku bergejolak mendengar suaranya muncul di belakangku. Aku mencoba berbalik dan mengubah ekspresiku menjadi biasa lagi (meskipun jantungku baru saja mengeras gara-gara pria ini selalu datang disaat yang tidak tepat). Benar-benar tidak tepat. "Kau mau potong apaku?" tanyanya lagi. "Si-Siapa yang merujuk padamu?" Aku berkilah. Hal itu pun membuatnya memicingkan mata."Kalau itu adalah milikku yang besar ini, kamulah yang akan dimutilasi oleh Grandma" ucapnya dengan senyum terkekehnya yang menyebalkan.Besar? Dasar pria gila, seronok!"Kenapa Grandma yang harus memutilasiku?"nada bicara terdengar sewot."Karena gara-gara kamu, Aku tak punya pewaris" Enteng sekali caranya menjawab.Aku tidak peduli dengan masa depanmu. Karena bukan Aku yang akan memb