Setelah betemu Grandma Hilda tadi, Aku meminta Jackson mengantarku ke Supermarket terdekat untuk membawa bahan-bahan makan. Ya, Aku akan memasak sedikit dirumah, karena mungkin Aku akan jarang pulang. Dalam perjalanan menuju rumahku ini, Aku menyempatkan mengamati sopir Anthony yang bernama Jackson Lord itu. Pria yang memiliki badan besar dengan kulit hitam gelapnya yang terlihat dari seperti seorang bodyguard, Dia terlihat sangar.
Seperti yang telah disetujui oleh Anthony, setelah bertemu Grandma Hilda, Jackson akan mengantarku ke rumah orang tuaku. Sebelum pergi tadi Aku bertanya pada Jackson berapa lama waktu yang di berikan padaku oleh CEO itu. Waktuku hanya sampai jam 7 malam. Aku ingin bertanya apa yang terjadi bila aku tidak pulang jam 7 namun Jackson tak memberikan jawaban pasti, hanya menggumam tidak jelas. Dan ketika pria berambut hitam pekat itu masih serius menatap kedepan, disinilah saatnya, Aku harus mengambil kesempatan lagi untuk bertanya bertanya atau sekedar berbasa-basi di awal.
"Jackson""Ya Nyonya""Kau tahu sedang ada di mana suamiku?""Tuan sedang bekerja nyonya"Aku tidak tahu apa yang Dia tahu tentang pernikahanku dengan Anthony, tapi satu hal yang harus kumulai saat ini untuk mempertegas keberadaanku, Aku harus pura-pura berakting sebagai istri yang peduli pada Anthony. "Apa dia memberitahumu kenapa Aku dilarang untuk pergi selain dengan dirimu dan hanya bisa pulang jam 7?""Itu... Tuan hanya memerintahkan saya nyonya""Apa Dia juga punya memerintahkanmu untuk bisa mengantar aku besok dan besoknya lagi?" Mungkin aku bisa mencari tahu sedikit, bahwa suamiku bisa saja memberi Jackson wewenang tentang kelonggaran bersosialisasi bagiku. "Tidak Nyonya. Tuan hanya berkata nyonya harus pulang hari ini dan tidak bisa kemana-mana setelah ini"Sial.Ini sungguh sial.
Si tuan CEO itu memang sesuai dengan perkataannya! Jadi setelah malam ini aku adalah seorang tahanan?
"Lalu apa katanya lagi?"tanyaku masih penasaran.
"Saya tidak tahu nyonya. Mungkin nyonya yang lebih tahu?"
Kalau Aku tahu ngapain Aku tanya ke kamu Jackson? Dan lagi-lagi aku mati kutu diantara gemeretak bibir tipisku. Tapi, Aku tak boleh berhenti bertanya. Aku akan mencari tahu lebih banyak lewat pengawal ini itu tentang bagaimana suaminya berperangai. "Hei Jackson Aku boleh bertanya lagi..""Boleh nyonya aku juga dibayar untuk bisa menjawab"
Tapi kamu kok tidak bisa menjawab pertanyaanku barusan? Ingin sekali aku bertanya seperti itu namun kutahan saja di ujung tenggorokanku. Baik, Aku akan bertanya hal lain. Pertanyaan yang cocok untuk seorang pengantin baru wanita adalah tentang kehidupan pribadi sang suami sebelum dia menikah. "Apa sebelum nikah Anthony sempat punya seorang wanita... Maksudku dalam beberapa bulan terakhir?"pertanyaan ini juga salah satu dari bagian penyelidikanku bila ada wanita yang dicelakai oleh Charlotte Grey."Sejak mengikuti tuan dari new York, tuan tak pernah lagi dekat dengan seorang wanita" jawab sang pengawal sambil memutar mobil ke arah kanan. "Tapi kok tahu aku mendengar selentingan... Begini... Kau tidak masalah bila harus jujur denganku. Aku kan istrinya, Aku ingin tahu bila ada beberapa wanita yang sempat mendekatinya atau bermain dengannya ya kau tahulah"entah kemana arah pertanyaanku, tapi sebisa mungkin aku harus mencoba berakting sampai akhir. "Wanita-wanita itu dibayar tuan untuk membuat gosip seperti itu.."jelaskan sopir, begitu jelas. Dibayar? ini menarik. "Untuk apa dia lakukan itu?" tanyaku. "Tuan tidak suka tipe wanita yang mendekatinya karena uang.. ketika ada yang mendekat tuan membayar mereka dan menyuruh mereka menyebarkan fitnah itu agar tuan merasa nyaman.."dari intonasi yang digunakan Jackson, Aku bisa membayangkan bagaimana Dia menggambarkan bosnya. Dia terlihat sangat menjunjung martabat Anthony Barnett. "Tuan sudah pernah kecewa oleh dua wanita... Saya juga kaget sebetulnya ketika dia menikahi nyo-" mulut Jackson terhenti seperti baru saja mengatakan sesuatu yang salah dia lalu menggigit bibir dalamnya. Dan hal itu terlihat olehku melalui kaca spion di depannya."Maaf ya bukannya saya mau ikut campur..." Mukanya pun terlihat ketakutan. Padahal dia seorang pengawal yang beringas."Oh iya tidak apa-apa kok. Aku sudah biasa mendengarnya"ucapku yang memang benar adanya. "Memang banyak orang yang menyangka statusku ini seperti Cinderella yang naik daun dengan menikahi CEO yang datang dari New York. Tapi aku menganggap semua itu bercanda, jadi tak masalah bagiku"Kulihat dari kaca spion itu dia hanya tersenyum kaku, halo membenahi bagaimana mukanya serius kembali dengan menatap jalanan di depan sana seakan dia ingin cepat sampai pada tujuan. Dan akhirnya sampailah kami pada tujuanku. Rumah keluarga Sinclair memang lebih sederhana dari rumah Anthony Barnet, namun kehangatan yang ada didalamnya selalu memanggil-manggilku seperti saat ini, bagai magnet yang akan selalu menarikku dan takkan terpisahkan hingga kapanpun. Aku bergegas membuka gagang pintu, namun kembali kulihat Jackson yang masih duduk di tempatnya. "Saya akan menunggu disini nyonya."ucapnya segera seperti tahu apa yang kupikirkan. "Kau yakin? setidaknya ikut minum satu gelas bir dan daging asap?"tanyaku basa-basi."Tidak. Tuan melarang saya untuk tidak minum karena Saya akan membawa pulang nyonya. Saya di sini saja menunggu nyonya jam 6 sore ini anda harus segera pulang"ucapnya mengingatkanku lagi.Baik Jackson, baik. Aku memilih keluar dari mobil daripada mengumpat karena Jackson tak bisa diajak berkompromi ataupun kerja sama (untuk sedikit membangkang dari Anthony). Karena waktu akan semakin sempit bila aku hanya bertengkar dengan Jackson, Aku harus segera melepas gara-gara titah suamiku yang merepotkan itu.
***
Langkahku memasuki taman kecil rumahku semakin kupercepat. Aku ingin menemui martha, mom dan ayah dirumah. Padahal baru dua hari Aku tak berada dirumah, tapi rasa kangenku luar biasa ingin meledak, tak bisa kutahan. Rasa aman yang diberikan keluarga ini telah menyesap hingga tiap pori-poriku, seperti napas keduaku ketika paru-paruku tak berpungsi. Aku bahagia tinggal dirumah Sinclair yang tak besar dan tak juga kecil ini. Kolam belakang kami yang biasanya menjadi tempat berkumpul sekarang menjadi tempat yang tak begitu terurus. BANGKRUT membuat Ayah tak bisa mengembalikan apapun yang kami miliki. Namun setelah ini Aku akan mengembalikan keadaan menjadi semula kembali. Dengan uang hasil kontrak yang kudapatkan, semua akan kembali seperti biasa.
Aku telah berada dihalaman rumah. Satu jam yang lalu Aku berbelanja dulu di Grand Grocery dekat Brightstone Evergreen. Hanya Isi kulkas. Sosis, ayam kalkun dan keju dan daging asap siap panggang serta bahan bumbu lainnya. Kurasa membantu Martha belanja akan membuatnya sedikit merasa ringan. Ya, pengantin baru minimal membawa bahan makanan kerumahnya, dan uang.
Biasanya ada Pete, Pria seumur Ayah, yang selalu membantu kami seminggu sekali untuk memangkas setiap pohon daun dan merapihkan tanaman. Namun kini tuan pemelihara tanaman itu tak bisa bekerja lagi, karena Ayah tak bisa menggajinya. Ayah yang malang, dan Pete yang ikut malang. Semoga Aku juga bisa menolong Pete yang juga butuh bantuan biaya hidup bersama istrinya Caroline.
Di pernikahan kemarin pun Ayah, lebih banyak diam. Entah Dia setuju atau tidak, kubilang Aku jatuh cinta pada Anthony sejak lama, Anthony juga membalasku. Itu saja. Terdengar klise, tapi Aku tak punya alasan lain. Biarlah, biarkan Ayah berpikir keras, dan terus mempertanyakan, toh kami sudah menikah.
Langkahku mulai terasa berat dengan membawa belanjaan ini. Aku menaruhnya dulu di kursi teras dan kemudian membuka pintu. Cklek! Pintu terbuka. “Auwh, owhhh, Yeahhh!” Ada suara Wanita merintih dan merontah. Rintihan siapa? Aku memasang telingaku lebar-lebar. “Akkkh!” Lagi, Aku tak salah dengar, ada suara Wanita yang……
APA???
“OUHHHHHHHH yeahh!!! Againnnnn” Itu suara Martha. “LAGIIII! LAKUKAN DENGAN BENAR, MY MAAAN!”
Astaga! Su-suara itu seronok sekali. Rasanya Aku tahu apa yang terjadi. "Yeaahhh!" Gila! Mereka gila! Dirumah kami! Oh my God! Jangan katakan Ayah ada didalam? Tidak kan?
“Martha..?” Aku mencoba memanggil Martha. “WHAT! Siapa itu??!” pekik Martha.
“INI AKU MEGAN! Apa yang kamu lakukan?!” Aku ikut berteriak, tak habis pikir. Dia melakukan dengan siapa diruang tamu rumah kami? Dasar Kakakku itu! Usianya memang sudah 28 tahun, tapi seharusnya Dia tahu adat. Ah tidak, Dia memang tak tahu. “Siapa? Megan?” Pria itu terdengar bertanya. Suaranya terdengar lebih muda. Entah kenapa sepertinya Aku kenal siapa pemilik suara itu.
“Baiklah! Aku tunggu kalian beres! Aku tunggu diluar!” Tukasku yang ikut malu. Aku keluar dulu saja. Untung Aku tidak melihat apa yang mereka lakukan. Brak! Kututup pintu itu dengan sembarang, Aku sebal. Dengan hidung kembang kempis, kedua tanganku kusilangkan diatas pinggangku. Berjalan dan berputar diteras. Aku mencoba mengalihkan pikiranku pada aktivitas ini.
Sial. Siang bolong sudah menyaksikan hal aneh. Aku jadi teringat tadi malam, Apakah Aku juga merintih seperti itu? atau terlihat sangat bergairah hingga Anthony tak melepaskanku? bulu kudukku merinding. Tapi juga Aku mengingat untuk memaksanya berhenti kok. Betul. Tapi semakin kuingat, hal itu jadi membuatku malu setengah mati. Bagaimana posisku tadi malam ya? Sakit diselangkanganku saja masih terasa. “Sudah ah! Apa sih yang kupikirkan? Martha sialan. Kalau tadi Aku menelpon dulu mungkin Aku tidak akan menyaksikan hal itu” Aku benar-benar tak nyaman menunggu seperti ini. “Hah… sampai berapa lama sih mereka akan menyelesaikannya”umpatku.
***
Ada yang mau kasih saran sama Megan, harus diapain tuh dua anak manusia ;P ?
-Bersambung-
Lima belas menit. Kalau tidak salah waktu selama lima belas menit ini telah kupakai berputar sebanyak tiga puluh kali. Kakiku lelah, tapi Aku malas duduk. Mungkin dan kurasa, mereka melakukannya dalam keadaan mabuk. mungkin saja. Rasa penasaranku, membuatku menerka-nerka siapa pria yang dibawa Martha. Aku kenal suara itu. Tapi suara itu samar, seperti Pria yang baru saja minum dengan suara mulut yang penuh. “Apa sih yang mereka pikirkan?! Diruang tamu?” umpatku. Kuharap Ayah tak ada didalam, ya Martha juga melakukannya pasti karena Ayah tak ada. Dan seketika mataku berkelebat dan dengan kasar kuedarkan keluar halaman siapa tahu Ayah tiba-tiba datang, namun yang kudapati malah mata Jackson tengan mengamatiku dari dalam mobil. Aku terkaget, Aku juga lupa bahwa aku tadi datang bersama Supir suamiku. Astaga ini adalah kesalahan lainnya yang mungkin saja akan memperburuk hubunganku dengan Anthony. Kehadiran Jacksin yang mungkin saja tengah
"Ayah…."Aku mencoba menyapa Ayah yang datang, dengan eskpresi setengah mengantuk. Menjaga Mom pasti membuatnya lelah. "Kenapa Mrs Barnet ada dirumah ini, siang-siang?" Dia berjalan tanpa memandang puteri angkatnya yang sedang menatapnya. "Ayah.. Kenapa memanggilku mrs Barnet? Aku kan masih puteri Ayah" jawabku, yang mencoba riang. Ayah terlihat sedikit aneh. Ayah tak menjawab. Dia bahkan tak menatapku. "Pergilah, ini bukan tempatmu sekarang Nak" Perkataan Ayah membuat keningku mengerut. Ada apa dengan Ayahku? Tadi malam Dia tak bermasalah denganku. "Ayah kenapa?" Aku mendekatinya. "Wanita yang baru menikah satu hari seharusnya bersama Suaminya" "Aku diijinkan datang kesini, Ayah tak perlu cemas" "Tapi Ayah yang cemas, Kau tak tahu kan tabiat Suamimu." Oh, kurasa itulah alasan Ayahku marah. Mungkin apa yang Dia saksikan tadi malam, membuatnya ragu pada Rumah tangga baruku. Anthony Garret Barnet tak hanya membuatku marah, tapi juga Ayahk
Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku ingin berhela-hela dulu untuk sementara waktu, pikiran dan hati ini sungguh lelah adanya. karena waktuku disini masih panjang. Panjang, untuk berjuang. Semangat juang harus kupupuk sejak saat ini, karena sang pemilik rumah bukanlah orang yang ramah. Kupandang langit-langit megah di rumah ini. Tempat ini cukup luas, hingga membuatku minder. Bila saja. Aku tak menikah dengan Anthony, kira-kira apa yang akan kulakukan saat ini? Apa Aku akan mencari pekerjaan tambahan lainnya? Bodoh, untuk apa lagi aku berpikir seperti itu. Tugasku saat ini hanyalah menjalankan perintah Anthony yang galak itu, meskipun aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Dan hembusan nafas berat kembali mengalir dari hidungku. Membandingkan kenyamanan di sini dan di rumahku tadi, membuatku kembali menitikkan airmata. Tidak.., tidak, tidak. Aku harus tegar. Semua telah kutandatangan
“Awas saja kalau dia tiba-tiba mendekatiku lagi, akan ku potong anunya!”"Kau mau potong apaku..?""Astaga gila!" hatiku, dan otakku bergejolak mendengar suaranya muncul di belakangku. Aku mencoba berbalik dan mengubah ekspresiku menjadi biasa lagi (meskipun jantungku baru saja mengeras gara-gara pria ini selalu datang disaat yang tidak tepat). Benar-benar tidak tepat. "Kau mau potong apaku?" tanyanya lagi. "Si-Siapa yang merujuk padamu?" Aku berkilah. Hal itu pun membuatnya memicingkan mata."Kalau itu adalah milikku yang besar ini, kamulah yang akan dimutilasi oleh Grandma" ucapnya dengan senyum terkekehnya yang menyebalkan.Besar? Dasar pria gila, seronok!"Kenapa Grandma yang harus memutilasiku?"nada bicara terdengar sewot."Karena gara-gara kamu, Aku tak punya pewaris" Enteng sekali caranya menjawab.Aku tidak peduli dengan masa depanmu. Karena bukan Aku yang akan memb
Aku telah selesai makan dan menaruh peralatan makanku dimeja dapur ketika kudengar suara mobil Chevrolet Colorado berhenti di depan pintu utama. Cepat sekali? Apa mungkin dia mengantar Anthony setengah jalan? Ya, mungkin saja. Kurasa Anthony tidak akan kembali hingga malam nanti. "Baiklah akan kubuang saja makanan ini," dia membuatku mengerjakan ini semua padahal dia tidak memakannya. Tanganku lalu meraih plastik-plastik bening untuk membuang makanan-makanan ini. Dan, tanganku, terlebih dahulu memilih new England chowder. "Apa yang kau lakukan?!" Tersentak oleh pertanyaan itu, mataku memburu dari mana datangnya suara itu. "Anthony?" Dia tepat berada di depan meja makan sembari bertolak pinggang, dan ada iPad ditangan kirinya. "Kenapa makanan di buang buang?" tanya seperti bukan orang kaya saja. "A... Anu.. " Dia akhirnya sampai di depanku dengan matanya yang sewot. "Kenapa membuang makanan itu? Aku ka
Silau. Mataku baru saja dipaksa mengerjap-ngerjap ketika kulihat sosok pria tubuh tinggi besar yang baru saja membuka layar. Caranya membuka layar sebelahnya lagi menyadari, itu bukan cara sembarang orang, kecuali…. Mataku membelalak. " lAnthony?!" Pekikku. Dia berhenti dengan posisi bertolak pinggang di depanku. "Bangun" ucapnya. Aku beringsut dan bangun secepat kilat meletakkan kakiku kelantai namun aku hampir terjatuh karena masih linglung. Hep! Tangannya dengan cepat meraihku, hingga tubuhku berada dalam dekapannya. Pandangan kami menjadi satu sesaat. Tampan. Sesaat Aku mengagumi Pemilik manik mata coklat terang itu. Dia sangat tampan, menyayat keangkuhanku yang selalu berkata kasar padanya. Kalau saja dia adalah pria baik, mungkin aku sedikit menaruh perasaan padanya. Tuk! "Awh!" tahu-tahu keningku diketuk oleh jemarinya. Sakit! Pria yang baru saja menyunggingkan s
Pria ini lebih ngotot dari yang kukira. Padahal tidak ada yang pernah menuduhku macam-macam, dan kini Dia mengataiku genit? Enak saja! Kalau bukan karena punya hutang budi kepadanya, tanganku mungkin akan segera menamparnya, berikut merobek-robek baju olahraganya dengan kuku-kukuku yang mulai panjang ini. Ingin sekali Aku terbawa emosi sesaat ini, namun tidak. Akal sehatku memilih untuk tak menggubrisnya, dan berjalan masuk mendahuluinya ke dalam rumah. "Hei!" Panggilnya. Tidak ada gunanya melawan Anthony, sebaiknya Aku pergi sebelum dia meraih tanganku kembali, dan mungkin akan menyuruhku yang tidak-tidak. "Megan Ariana Barnet! Aku memanggilmu!"Bulu kudukku merinding, tubuhku mendadak kaku karena namaku dipanggil lengkap menggunakan nama belakangnya. Karena penasaran lantas aku berbalik. "Diam di tempatmu!" Sahutnya, kemarahan yang tadi Dia semburkan padaku sudah tak kulihat. Apa dia menyerah? Aku memilih untuk tak bergeming. Sementara pria itu berjalan pada
Toktok!Suara ketukan terdengar dari pintu utama rumah Keira. "Oke tunggu..!" Keira selalu spontan mengatakan hal itu pada siapapun yang mengetuk pintunya. "Tunggu di sini" ujarnya, dan kujawab mengangguk. Dia lalu beranjak menuruni tangga sementara Aku menuruti instruksinya untuk tetap menunggu di kamarnya saja.Memandang seisi kamar Keira, membuat hati tenang. Nyawa mudaku seperti baru saja kembali, karena beberapa hari kemarin Aku harus berurusan dengan si kolot Anthony. Kamar Keira adalah tempat ternyaman kedua setelah kamar dirumahku, jadi meskipun hanya sehari, Aku tak masalah, setidaknya bebab dikepalaku akan kuhempaskan malam ini dengan bercengkerama bersama gadis itu.Anthony Gareth Barnett, Aku tidak mau berurusan dan melihatnya lagi. Beberapa hari menikah saja sudah membuatku seperti ini, apalagi dua tahun? Jangan-jangan nanti Aku hanya tinggal nama.Sudah sepuluh menit lamanya Keira di bawah, dan dia tak k