Aku menjadi apa….?
“Penghalang?” tanyaku, setelah sebelumnya menelan ludah, saking lamanya mencerna kata-kata itu. “Kenapa Aku harus jadi penghalang?"
Grand mahilda tidak bergeming dia pasti ingin aku mencari tahu Maksudnya. "Sebelumnya dia tidak mengatakan apa-apa tentang itu."
"Ini tidak sulit Megan sayang, kamu cukup menghalau wanita itu saja dan berpura-pura saling mencinta dengan Anthony"
“Ya… persisnya begitu…” ujar Grandma Hilda, tanpa memerdulikan reaksiku. Mataku mengerjap tak mengerti, banyak hal yang harus akan kutanya setelah ini. “Aku tahu banyak yang ingin kau tanyakan. Pertama-tama, Kau akan kuberitahu dari awal kejadian tiga tahun yang lalu. Dengarkanlah… karena Kamu akan mengerti” ucap Grandma Hilda.
Aku menahan napasku yang sedikit tersengal berkat informasi tak terduga itu. Tapi, Aku sudah sampai disini, dan tak bisa kembali. Jadi pilihanku adalah mendengarkan saja dulu apa yang akan Grandma Hilda katakan. “Baik. Akan kudengarkan”
“Tiga tahun yang lalu Anthony dijebak oleh seorang Wanita yang perprofesi sebagai Manajer Fitnessnya. Wanita itu adalah Charlotte Grey. Dia mengaku telah dihamili oleh Anthony, Anthony yakin Dia tak pernah menidurinya. Namun Wanita itu mengatakan mereka melakukannya di Pub. Saat itu mereka tengah mabuk, kamera memang ada, dan bukti bahwa Anthony pergi bersamanya juga ada. Namun, Wanita itu terlalu siap dengan berbagai bukti. Kurasa Dia sudah merencanakannya, dan melahirkan anak itu. Anak itu bernama Abigail” Jelas Grandma, berhenti sebentar. Dia menarik napas dengan hidung mungil keriputnya dan kemudian melanjutkan kalimatnya lagi, “Anthony tak tahu harus bagaimana, Pria itu tidak berencana menikah. Kau tahu, Anthony itu Pria yang hanya ingin main-main dengan wanita, pacarnya banyak tapi Dia tak mau menikahi siapapun dari mereka…”
Bagaimana keadaan Abigail, jadi siapa Ayahnya? Aku penasaran dengan kelanjutannya. Grandma tampaknya akan memulai lagi penjelasannya. “Charlotte memaksa untuk dinikahi. Siapa sih yang tidak ingin menikah dengan Anthony-ku yang tampan.. tapi….tidak semudah itu meminta pertanggung jawaban tanpa bukti. Tentu Aku menawarkan Test DNA. Dokter, dan Asistan Lab yang melakukannya telah kubayar agar Profesional dalam pembuktiannya. Aku sudah hidup lebih lama, jadi Aku tahu bagaimana enjadi licik.. “ jelasnya, terdengar seperti ahli yang licik. “Dugaanku benar, Aku tahu Wanita itu bisa saja berbuat curang dengan menyuap Dokter dan Analis itu, dan benar saja. Charlotte mencoba menyuap Dokternya…”
Hebat. Wanita tua kaya dan setengah licik memang hebat. “Lalu apa yang terjadi setelah itu?” tanyaku, benar-benar penasaran. Grandma Hilda tersenyum menyungging sempurna untuk keriput tuanya yang kering. “Aku tak mungkin membiarkannya pergi. Tapi untuk anaknya telah kuberi bantuan biaya.. Dia hanya bisa menariknya tiap bulan, minimal itulah yang kubantu.. meskipun itu bukan cicitku”
“Kalau seperti itu, kenapa Posisiku harus ada? Bukankah masalah telah beres?” Tanyaku.
“Tidak, Dia mencoba segala cara, Dia tahu berbeda dengan Anthony, tapi Wanita itu sepertinya terobsesi olehnya. Dia mencoba menjerat Anthony lagi. Aku kasihan pada Anaknya kenapa bisa Dia dijadikan objek oleh Ibu nakal seperti Charlotte untuk menipu kami, dan ultimatumku sampai padanya. Anthony kesal padanya, dan Wanita itu mencoba melaporkan Anthony ke Polisi”
“Disisi lain, ada seorang Wanita yang juga mencoba mendekatinya, Anthony jatuh cinta padanya, namun… ternyata Wanita itu adalah Wanita bayaran Charlotte”
Ohwm. Ternyata Suamiku itu punya kisah cinta yang seperti itu ya?hmm
“Nama Wanita itu adalah Jennice. Jeannice Mcqueen. Kau harus mengingatnya. Karena mungkin saja Dia mengganggunya lagi. Kau tahu kan, Anthony mulai punya perasaan padanya…Setelah tahu, bahwa Jean suruhan Charlotte, kami tahu, yang Dia inginkan bukanlah Anthony tapi kekayaannya. Bisa-bisanya Dia mengutus seorang Wanita lagi untuk merayu Anthony..”
Ternyata seperti itu. Akhirnya Aku mengerti kenapa Anthony tidak begitu peduli dan marah saat itu “KALIAN PEREMPUAN SAMA SAJA” itu yang Dia katakan. Jadi itulah maksudnya. Semua bukan mengejar cinta, tapi uangnya. Kurasa semua didunia ini suka uang. Dan lagi Aku menikah dengannya karena uang. Namun kasusku berbeda. Ada yang harus kupenuhi.
“Megan…” Grandma menyadarkanku dengan panggilannya.
“Ya, Nyonya…”
“Kenapa formal sekali? Tak perlu memanggilku nyonya. Kau terlalu formal” timpalnya.
"Grandma..."sahutnya.
"Ya, itu lebih baik. Kau harus belajar memanggilku grandMa dari sekarang"
“Ya, Grandma..” sebetulnya masih malu bagiku untuk memanggilnya langsung seperti itu tapi sudahlah memang aku harus membiasakan diri dengan kebiasaan keluarga ini.
“Anthony akan tinggal dikota ini, jadi Kau akan menjadi Istrinya untuk sementara ini… orangtua angkatmu tak tahu tentang ini kan?”
“Tidak. Ini murni perjanjianku denganmu grandma” jawabku. “Tapi…” Aku harus mengatakan isi pikiranku. “Apakah Aku benar-benar akan menikah dengan Anthony selama satu tahun?"
"Ya 1 tahun hingga Dayanara kembali" sahutnya. Oh namanya dayana raya wanita yang akan menjadi istri asli dari Anthony Barnett. Aku juga jadi penasaran bagaimana sosok wanita itu, sosok wanita yang dipercaya bisa membuat Anthony berubah.
"Kurasa Dayanara adalah pilihanku yang paling tepat untuk cucuku yang malang itu.. semua pria di dunia ini pasti membutuhkan cinta, dan Anthony sesungguhnya mendambakan sosok wanita yang bisa memberinya ketentraman dan kenyamanan, tanpa memperdulikan kekayaan yang dia punya, hanya Cinta."
Mendengar itu Aku juga dengan tulus mendoakan Anthony agar dia segera bertemu dengan wanita yang yang cocok dengannya. Ya, Dayanara itu. Dan akhirnya tugasku selesai.
Grandma Hilda mengaitkan kedua ruas jari-jemarinya. Dia masih terdiam. Aku hanya bisa mengikutinya, ketika wajahnya terlihat memikirkan sesuatu yang berat. “Maka dari itu…., Kau jangan sampai jatuh cinta pada Anthony… dan jangan buat Dia jatuh cinta denganmu...”
“Itu.. tak akan… kujamin… meskipun Dia tampan, Aku punya tipe idealku sendiri” sahutku dengan sangat percaya diri.
“Bagus… baguslah…., kuharap Kau memegang kata-katamu Megan"
Tentunya Kau boleh memegang kata-kataku kuat-kuat Nyonya. Aku tidak akan jatuh cinta pada pria itu.
"Dayanara dan Anthony itu sangat cocok."
Cocok? Sedikit, ada rasa tak nyaman dalam batinku karena berarti Aku bukan Wanita yang cocok dalam anggapan Grandma. Dan juga, kata cocok bukan kata yang pas dalam kacamata berpikirku. PANTAS adalah kata yang cocok. Wanita bersahaja di luar sana yang sedang ditunggu oleh grandma dan Anthony pasti ada lah wanita yang sangat luar biasa. Ia pasti pantas bersanding dengan Anthony yang kaya raya.
“Megan… Bisakah kau mengambil berkas map berwarna hijau dalam laci pertama sebalah kanan mejaku?” pinta Grandma Hilda tiba-tiba.
“Oh tentu, Aku akan bantu ambil” sahutku. Aku kemudian berdiri dan beranjak dari kursiku. Aku berjalan beberapa langkah menuju lemari itu dan menariknya. Ada map hijau dan sepertinya agak berat. “Ambillah, bawa kemari” pintanya lagi. Aku mengangguk dan berjalan kearahnya, lalu memberinya map itu.
Grandma Hilda membukanya. “Ini adalah isi perjanjian kontrakmu denganku… ingat Anthony tak boleh sampai melihat ini. Kau mengerti?”
Aku mengangguk. Tapi kenapa kontrak itu tak meminta persetujuanku dulu? Siapa tahu kontraknya akan merugikanku dikemudian hari?
“Bacalah dulu, kujamin Kau tidak rugi… AKu pun mengambil keuntungan darimu dengan tidak perlu berhubungan dengan Charlotte lagi” Grandma seperti tahu isi pikiranku. Ya, sebaiknya kubaca dulu. Ternyata ada sesuatu didalamnya. “Buku tabungan?” tanyaku spontan, berikut sebuah kartu kredit, ah tidak ini kartu kredit unlimited, black card. “Itu untukmu. Yang ada di buku tabungan adalah uang sudah kujanjikan padamu…” ucapnya.
Kulihat nominalnya, dan luar biasa. “300.000 ribu dolar?”mataku membulat dan samar.”Ini…. tidak seperti permintaanku…?” tanyaku, tak percaya dengan apa yang kulihat. “Kau akan menjadi istri, didepan orang-orang… jadi Kau seharusnya memakai sisanya untukmu. Dengan uang sebanyak ini, Aku bisa melanjutkan sekolah. Bayar hutang Ayahku dan membantu Martha membiayai pengobatan Mom. “Kartu kreditnya juga bisa kau pakai…” sahut Grandma.
"Tidaknya ini terlalu banyak-"
“Peganglah." Suara tegasnya membuatku diam. "Aku punya syarat terakhir untukmu.. Kau harus bisa menghadapi Charlotte… Dia wanita yang mengerikan.. bila Dia bisa menggunakan anak dan Wanita untuk mendekati Anthony… bisa saja Dia menggunakan cara lain… sekali lagi kau harus bersiap…” Ya, itulah tantanganku. Mendapatkan uang ini jelas tak cuma-cuma. Dua tahun untuk menghalau seorang Wanita bernama Charlotte, mungkin tak akan mudah.
Tapi ini terlalu banyak, dan kartu kredit, memangnya apa yang bisa kubeli?Grandma… tapi kartu ini… Aku tidak butuh kartu kredit, Aku bisa membelanjakan sisa uang anda yang masih banyak…” jawabku.
“Ambil saja, gunakan bila perlu. Aku tahu Kau wanita yang cekatan dan super hemat, tapi Kau Istri Anthony, banyak mata yang akan melihat padamu.. belanja lah baju uang cocok. Kau layak dengan peranmu..”
Dalam benakku yang payah ini, hanya bisa mengartikannya menjadi kalimat 'Aku adalah wanita miskin yang tak boleh berperilaku miskin setelah menikah dengan orang kaya'. "Baik akan ku simpan bila grandma ingin seperti itu"
"Baiklah.." kulihat raut wajahnya lebih tenang dengan jawabanku.
"Grand ma aku yang bertanya satu hal lagi.. Anthony melarangku kemana-mana dan harus dalam pengawasannya... Apa aku boleh menolak? Sebelumnya aku adalah wanita yang bebas.. maksudku aku juga ingin bisa bertemu teman-teman, Ya setidaknya tidak di rumah terus"
GGrand ma tersenyum dan memegang tanganku ada sebuah isyarat kata sabar dari senyumnya yang menuju setelahnya yang membuatku menelan ludah kemudian. "Terima tidak tahu apa yang kalian bahas untuk pernikahan kalian, Tapi satu hal yang perlu kau tahu Anthony tidak melakukan itu untuk kepentingannya sendiri. Karena cucuku itu unik sebaiknya kamu ikuti aturannya dulu.."
Aku hampir menahan napas mendengar kalimat aneh yang baru saja terlontar dari bibir bijaksana seorang nenek dari Anthony. Kukira dia akan membela ku habis-habisan tapi ternyata, dia malah mendukung cucunya. "Kalian memang menikah secara kontrak, tapi apapun yang kalian lakukan atau Antony minta padamu itu bukan urusanku... "Lagi dia tersenyum, seakan itu adalah bukti nyata kutukan pernikahan kontrak ini, dan sang nenek yang mengiyakan perbuatan cucunya sebagai sesuatu yang logis dan tak perlu dia komentari. "Tapi-"
"Ikuti saja Dia dulu. Kalau kau menurut, dia pasti akan memberikanmu kesempatan"
"kesempatan.... Apa?"
"Kesempatan untuk memiliki hidup bebas" entah kenapa lagi-lagi aku melihat senyumnya seperti menikmati sesuatu akan apa yang aku alami. Apa grandma Hilda memang seaneh ini? Ataukah dia dan Anthony bekerja sama? Lagi kau lihat senyumnya menyerigai, seakan mengatakan selamat datang dalam keluargaku yang aneh....
Masa sih?
***
Mereka memang unik aslinya, Coba kamu cari tahu aja Megan, enggak terlambat kok, baru satu hari nikah kah? Hehehe.
-bersambung-
Setelah betemu Grandma Hilda tadi, Aku meminta Jackson mengantarku ke Supermarket terdekat untuk membawa bahan-bahan makan. Ya, Aku akan memasak sedikit dirumah, karena mungkin Aku akan jarang pulang. Dalam perjalanan menuju rumahku ini, Aku menyempatkan mengamati sopir Anthony yang bernama Jackson Lord itu. Pria yang memiliki badan besar dengan kulit hitam gelapnya yang terlihat dari seperti seorang bodyguard, Dia terlihat sangar.Seperti yang telah disetujui oleh Anthony, setelah bertemu Grandma Hilda, Jackson akan mengantarku ke rumah orang tuaku. Sebelum pergi tadi Aku bertanya pada Jackson berapa lama waktu yang di berikan padaku oleh CEO itu. Waktuku hanya sampai jam 7 malam. Aku ingin bertanya apa yang terjadi bila aku tidak pulang jam 7 namun Jackson tak memberikan jawaban pasti, hanya menggumam tidak jelas. Dan ketika pria berambut hitam pekat itu masih serius menatap kedepan, disinilah saatnya, Aku harus mengambil kesempatan lagi untuk bertanya bertanya atau sekedar
Lima belas menit. Kalau tidak salah waktu selama lima belas menit ini telah kupakai berputar sebanyak tiga puluh kali. Kakiku lelah, tapi Aku malas duduk. Mungkin dan kurasa, mereka melakukannya dalam keadaan mabuk. mungkin saja. Rasa penasaranku, membuatku menerka-nerka siapa pria yang dibawa Martha. Aku kenal suara itu. Tapi suara itu samar, seperti Pria yang baru saja minum dengan suara mulut yang penuh. “Apa sih yang mereka pikirkan?! Diruang tamu?” umpatku. Kuharap Ayah tak ada didalam, ya Martha juga melakukannya pasti karena Ayah tak ada. Dan seketika mataku berkelebat dan dengan kasar kuedarkan keluar halaman siapa tahu Ayah tiba-tiba datang, namun yang kudapati malah mata Jackson tengan mengamatiku dari dalam mobil. Aku terkaget, Aku juga lupa bahwa aku tadi datang bersama Supir suamiku. Astaga ini adalah kesalahan lainnya yang mungkin saja akan memperburuk hubunganku dengan Anthony. Kehadiran Jacksin yang mungkin saja tengah
"Ayah…."Aku mencoba menyapa Ayah yang datang, dengan eskpresi setengah mengantuk. Menjaga Mom pasti membuatnya lelah. "Kenapa Mrs Barnet ada dirumah ini, siang-siang?" Dia berjalan tanpa memandang puteri angkatnya yang sedang menatapnya. "Ayah.. Kenapa memanggilku mrs Barnet? Aku kan masih puteri Ayah" jawabku, yang mencoba riang. Ayah terlihat sedikit aneh. Ayah tak menjawab. Dia bahkan tak menatapku. "Pergilah, ini bukan tempatmu sekarang Nak" Perkataan Ayah membuat keningku mengerut. Ada apa dengan Ayahku? Tadi malam Dia tak bermasalah denganku. "Ayah kenapa?" Aku mendekatinya. "Wanita yang baru menikah satu hari seharusnya bersama Suaminya" "Aku diijinkan datang kesini, Ayah tak perlu cemas" "Tapi Ayah yang cemas, Kau tak tahu kan tabiat Suamimu." Oh, kurasa itulah alasan Ayahku marah. Mungkin apa yang Dia saksikan tadi malam, membuatnya ragu pada Rumah tangga baruku. Anthony Garret Barnet tak hanya membuatku marah, tapi juga Ayahk
Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku ingin berhela-hela dulu untuk sementara waktu, pikiran dan hati ini sungguh lelah adanya. karena waktuku disini masih panjang. Panjang, untuk berjuang. Semangat juang harus kupupuk sejak saat ini, karena sang pemilik rumah bukanlah orang yang ramah. Kupandang langit-langit megah di rumah ini. Tempat ini cukup luas, hingga membuatku minder. Bila saja. Aku tak menikah dengan Anthony, kira-kira apa yang akan kulakukan saat ini? Apa Aku akan mencari pekerjaan tambahan lainnya? Bodoh, untuk apa lagi aku berpikir seperti itu. Tugasku saat ini hanyalah menjalankan perintah Anthony yang galak itu, meskipun aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Dan hembusan nafas berat kembali mengalir dari hidungku. Membandingkan kenyamanan di sini dan di rumahku tadi, membuatku kembali menitikkan airmata. Tidak.., tidak, tidak. Aku harus tegar. Semua telah kutandatangan
“Awas saja kalau dia tiba-tiba mendekatiku lagi, akan ku potong anunya!”"Kau mau potong apaku..?""Astaga gila!" hatiku, dan otakku bergejolak mendengar suaranya muncul di belakangku. Aku mencoba berbalik dan mengubah ekspresiku menjadi biasa lagi (meskipun jantungku baru saja mengeras gara-gara pria ini selalu datang disaat yang tidak tepat). Benar-benar tidak tepat. "Kau mau potong apaku?" tanyanya lagi. "Si-Siapa yang merujuk padamu?" Aku berkilah. Hal itu pun membuatnya memicingkan mata."Kalau itu adalah milikku yang besar ini, kamulah yang akan dimutilasi oleh Grandma" ucapnya dengan senyum terkekehnya yang menyebalkan.Besar? Dasar pria gila, seronok!"Kenapa Grandma yang harus memutilasiku?"nada bicara terdengar sewot."Karena gara-gara kamu, Aku tak punya pewaris" Enteng sekali caranya menjawab.Aku tidak peduli dengan masa depanmu. Karena bukan Aku yang akan memb
Aku telah selesai makan dan menaruh peralatan makanku dimeja dapur ketika kudengar suara mobil Chevrolet Colorado berhenti di depan pintu utama. Cepat sekali? Apa mungkin dia mengantar Anthony setengah jalan? Ya, mungkin saja. Kurasa Anthony tidak akan kembali hingga malam nanti. "Baiklah akan kubuang saja makanan ini," dia membuatku mengerjakan ini semua padahal dia tidak memakannya. Tanganku lalu meraih plastik-plastik bening untuk membuang makanan-makanan ini. Dan, tanganku, terlebih dahulu memilih new England chowder. "Apa yang kau lakukan?!" Tersentak oleh pertanyaan itu, mataku memburu dari mana datangnya suara itu. "Anthony?" Dia tepat berada di depan meja makan sembari bertolak pinggang, dan ada iPad ditangan kirinya. "Kenapa makanan di buang buang?" tanya seperti bukan orang kaya saja. "A... Anu.. " Dia akhirnya sampai di depanku dengan matanya yang sewot. "Kenapa membuang makanan itu? Aku ka
Silau. Mataku baru saja dipaksa mengerjap-ngerjap ketika kulihat sosok pria tubuh tinggi besar yang baru saja membuka layar. Caranya membuka layar sebelahnya lagi menyadari, itu bukan cara sembarang orang, kecuali…. Mataku membelalak. " lAnthony?!" Pekikku. Dia berhenti dengan posisi bertolak pinggang di depanku. "Bangun" ucapnya. Aku beringsut dan bangun secepat kilat meletakkan kakiku kelantai namun aku hampir terjatuh karena masih linglung. Hep! Tangannya dengan cepat meraihku, hingga tubuhku berada dalam dekapannya. Pandangan kami menjadi satu sesaat. Tampan. Sesaat Aku mengagumi Pemilik manik mata coklat terang itu. Dia sangat tampan, menyayat keangkuhanku yang selalu berkata kasar padanya. Kalau saja dia adalah pria baik, mungkin aku sedikit menaruh perasaan padanya. Tuk! "Awh!" tahu-tahu keningku diketuk oleh jemarinya. Sakit! Pria yang baru saja menyunggingkan s
Pria ini lebih ngotot dari yang kukira. Padahal tidak ada yang pernah menuduhku macam-macam, dan kini Dia mengataiku genit? Enak saja! Kalau bukan karena punya hutang budi kepadanya, tanganku mungkin akan segera menamparnya, berikut merobek-robek baju olahraganya dengan kuku-kukuku yang mulai panjang ini. Ingin sekali Aku terbawa emosi sesaat ini, namun tidak. Akal sehatku memilih untuk tak menggubrisnya, dan berjalan masuk mendahuluinya ke dalam rumah. "Hei!" Panggilnya. Tidak ada gunanya melawan Anthony, sebaiknya Aku pergi sebelum dia meraih tanganku kembali, dan mungkin akan menyuruhku yang tidak-tidak. "Megan Ariana Barnet! Aku memanggilmu!"Bulu kudukku merinding, tubuhku mendadak kaku karena namaku dipanggil lengkap menggunakan nama belakangnya. Karena penasaran lantas aku berbalik. "Diam di tempatmu!" Sahutnya, kemarahan yang tadi Dia semburkan padaku sudah tak kulihat. Apa dia menyerah? Aku memilih untuk tak bergeming. Sementara pria itu berjalan pada
Kami sudah tak bisa mundur. Anthony yang menawarkan sandiwara ini, dan Dia tak bisa kudorong kebelakang. Gemuruh didadaku berdebar hebat. Penolakan dan hasrat terpencil yang bergolak dalam diriku membuat pembuluh darahku mendidih.Anthony mendekat, tatapannya meneduhkanku sesaat kala Dia memberiku intens seperti kekasih. Pria yang terkadang galak dan barbar ini terlihat seperti seorang suami, saat ini. Aku tak punya pilihan lain, ya tak ada pilihan lain ketika bibir sensual itu juga menggiurkan untuk kujamah. Membuatku nanar, dan hampir memalingkan wajah, namun dengan segera Anthony melahapku dengan sempurna. Ciuman ini sempurna kala hasratku ikut berpacu menantang debaran memabukkan ini. Aku tidak perduli dengan logikaku yang menolaknya. Ciuman yang kuatas namakan ‘akting’ ini akan kubuat bekerja sama dengan harga diri dan emosiku.Kubuka sedikit mataku. Kudapati Martha menatap kami dengan mulut setengah terbuka, dan kurasa tujuan kami
"Honey....." Panggilan itu keluar dari mulut pria yang menggenggam lengan lain dari ibu. Pelan tapi pasti aku menatapnya. “Kau memegang kuat tangan Ibumu dan membuatnya merah” “Ahk?” bisa kurasakan suara hidungku berbunyi. “Jangan memegang Ibumu seperti kau memegangku” ucapnya, membuat pipiku memerah padam. Situasi yang sebetulnya syahdu, namun Dia membuatnya menjadi konyol kala semua orang senyam-senyum –seakan mengerti- apa yang Antony maksud. “Me, memegang apa?” gerutuku, tak mau melihat Anthony. “Kamu yang paling tahu jawabannya” Maksud Antony itu seronok. Dasar pria itu. Dan baru kusadari tangan Ibu memerah setelah Aku melepas peganganku. Bekas peganganku mencetak merah pada lengan pucat Ibu. "Astaga. Maaf Ibu, Aku tidak sengaja!" Tukasku, segera mengusap tangan ibu. Ini pertama kalinya Aku melihatIbu tersenyum luas, dalam beberapa bulan terakhir. “Tak apa, sungguh tak apa sayang” ucap Ibu memegang pipiku.
Aku tidak beruntung. Semua Anggota keluargaku berada di rumah. Anthony yang tiba-tiba datang berkunjung untuk pertama kalinya sejak kami menikah pasti membuat orangtua dan Kakakku kaget. Jari jemariku pun panas. Kegiatan menggenggam yang sedari tadi kulakukan pada lengan bajuku membuatnya jadi panas. Aku gugup, mewanti-wanti Suamiku agar tak berkata macam-macam. Kuharap apa yang Dia bilang tadi memang benar, Aku tak perlu mengintervensi apapun untuk kebaikan orangtuaku. "Kenapa hanya berdiam di depan pintu saja?" pertanyaan Ayah memecah keheningan yang menguasai kami selama beberapa detik. "I-iya, masuk..., masuklah." Ibuku Petra Sinclair segera mempersilahkan Menantunya itu untuk masuk kedalam. Kami akhirnya melangkah masuk, sementara Kakakku Martha hanya terdiam mengamati Anthony dari sudut kursi tempatnya berdiri. Kutahu sejak datang tadi, Dia mengamati interaksi Anthony dengan Ayah dan Ibu. Terakhir, Dia mengamatiku namun Aku seger
"Kamu?" Aku terkaget. "Kenapa kamu ada di sini?" Badanku beringsut menumpu pada sudut mobil tempatku masuk tadi. Aku tidak percaya pria itu dari tadi ada dimobil dan hanya bodyguard serta sopinya yang turun? "Kaget?" tanyanya yang bahkan tak menatapku. Iya, kaget. Mata, kepala, dan hatiku terkejut melihat Anthony Gareth Barnett bersama iPadnya berada di dalam mobil ini. Dia akhirnya menatapku pelan-pelan dengan senyum intensny yang benar-benar memuakkan. "Memangnya Aku tidak boleh menjemput istriku?" Itu yang dia katakan. Dan seketika otot-otot perutku memanas. Lucu sekali! 'menjemput istriku' katanya? Ekspresi dan caranya berbicara membuatku
Toktok!Suara ketukan terdengar dari pintu utama rumah Keira. "Oke tunggu..!" Keira selalu spontan mengatakan hal itu pada siapapun yang mengetuk pintunya. "Tunggu di sini" ujarnya, dan kujawab mengangguk. Dia lalu beranjak menuruni tangga sementara Aku menuruti instruksinya untuk tetap menunggu di kamarnya saja.Memandang seisi kamar Keira, membuat hati tenang. Nyawa mudaku seperti baru saja kembali, karena beberapa hari kemarin Aku harus berurusan dengan si kolot Anthony. Kamar Keira adalah tempat ternyaman kedua setelah kamar dirumahku, jadi meskipun hanya sehari, Aku tak masalah, setidaknya bebab dikepalaku akan kuhempaskan malam ini dengan bercengkerama bersama gadis itu.Anthony Gareth Barnett, Aku tidak mau berurusan dan melihatnya lagi. Beberapa hari menikah saja sudah membuatku seperti ini, apalagi dua tahun? Jangan-jangan nanti Aku hanya tinggal nama.Sudah sepuluh menit lamanya Keira di bawah, dan dia tak k
Pria ini lebih ngotot dari yang kukira. Padahal tidak ada yang pernah menuduhku macam-macam, dan kini Dia mengataiku genit? Enak saja! Kalau bukan karena punya hutang budi kepadanya, tanganku mungkin akan segera menamparnya, berikut merobek-robek baju olahraganya dengan kuku-kukuku yang mulai panjang ini. Ingin sekali Aku terbawa emosi sesaat ini, namun tidak. Akal sehatku memilih untuk tak menggubrisnya, dan berjalan masuk mendahuluinya ke dalam rumah. "Hei!" Panggilnya. Tidak ada gunanya melawan Anthony, sebaiknya Aku pergi sebelum dia meraih tanganku kembali, dan mungkin akan menyuruhku yang tidak-tidak. "Megan Ariana Barnet! Aku memanggilmu!"Bulu kudukku merinding, tubuhku mendadak kaku karena namaku dipanggil lengkap menggunakan nama belakangnya. Karena penasaran lantas aku berbalik. "Diam di tempatmu!" Sahutnya, kemarahan yang tadi Dia semburkan padaku sudah tak kulihat. Apa dia menyerah? Aku memilih untuk tak bergeming. Sementara pria itu berjalan pada
Silau. Mataku baru saja dipaksa mengerjap-ngerjap ketika kulihat sosok pria tubuh tinggi besar yang baru saja membuka layar. Caranya membuka layar sebelahnya lagi menyadari, itu bukan cara sembarang orang, kecuali…. Mataku membelalak. " lAnthony?!" Pekikku. Dia berhenti dengan posisi bertolak pinggang di depanku. "Bangun" ucapnya. Aku beringsut dan bangun secepat kilat meletakkan kakiku kelantai namun aku hampir terjatuh karena masih linglung. Hep! Tangannya dengan cepat meraihku, hingga tubuhku berada dalam dekapannya. Pandangan kami menjadi satu sesaat. Tampan. Sesaat Aku mengagumi Pemilik manik mata coklat terang itu. Dia sangat tampan, menyayat keangkuhanku yang selalu berkata kasar padanya. Kalau saja dia adalah pria baik, mungkin aku sedikit menaruh perasaan padanya. Tuk! "Awh!" tahu-tahu keningku diketuk oleh jemarinya. Sakit! Pria yang baru saja menyunggingkan s
Aku telah selesai makan dan menaruh peralatan makanku dimeja dapur ketika kudengar suara mobil Chevrolet Colorado berhenti di depan pintu utama. Cepat sekali? Apa mungkin dia mengantar Anthony setengah jalan? Ya, mungkin saja. Kurasa Anthony tidak akan kembali hingga malam nanti. "Baiklah akan kubuang saja makanan ini," dia membuatku mengerjakan ini semua padahal dia tidak memakannya. Tanganku lalu meraih plastik-plastik bening untuk membuang makanan-makanan ini. Dan, tanganku, terlebih dahulu memilih new England chowder. "Apa yang kau lakukan?!" Tersentak oleh pertanyaan itu, mataku memburu dari mana datangnya suara itu. "Anthony?" Dia tepat berada di depan meja makan sembari bertolak pinggang, dan ada iPad ditangan kirinya. "Kenapa makanan di buang buang?" tanya seperti bukan orang kaya saja. "A... Anu.. " Dia akhirnya sampai di depanku dengan matanya yang sewot. "Kenapa membuang makanan itu? Aku ka
“Awas saja kalau dia tiba-tiba mendekatiku lagi, akan ku potong anunya!”"Kau mau potong apaku..?""Astaga gila!" hatiku, dan otakku bergejolak mendengar suaranya muncul di belakangku. Aku mencoba berbalik dan mengubah ekspresiku menjadi biasa lagi (meskipun jantungku baru saja mengeras gara-gara pria ini selalu datang disaat yang tidak tepat). Benar-benar tidak tepat. "Kau mau potong apaku?" tanyanya lagi. "Si-Siapa yang merujuk padamu?" Aku berkilah. Hal itu pun membuatnya memicingkan mata."Kalau itu adalah milikku yang besar ini, kamulah yang akan dimutilasi oleh Grandma" ucapnya dengan senyum terkekehnya yang menyebalkan.Besar? Dasar pria gila, seronok!"Kenapa Grandma yang harus memutilasiku?"nada bicara terdengar sewot."Karena gara-gara kamu, Aku tak punya pewaris" Enteng sekali caranya menjawab.Aku tidak peduli dengan masa depanmu. Karena bukan Aku yang akan memb