"Astaghfirullah, bagaimana mungkin?" Jantung Adnan berdegub kencang. Segera Adnan kembali ke dalam rumah untuk mencari keberadaan Aisha. Aisha yang melihat Adnan buru buru masuk ke dalam rumah pun segera kembali ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya.
"Aisha.. Tok.. Tok.. Tok.. Aisha!" "Aisha buka pintunya! Aku tahu kamu belum tidur. Tokk.. Tok..!" Adnan masih terus mengetuk pintu kamar Aisha. "Tokk... Tok.... Tok.. Aku dobrak kalau tetap gak buka pintunya!" Aisha memiliki firasat tidak baik melihat reaksi Adnan sekarang. 'Apa jangan jangan Mas Adnan tahu sesuatu?' Pikir Aisha. Perasaannya menjadi sangat tidak nyaman, tapi ia masih enggan membukakan pintu untuk Adnan. "Oke kalau kamu gak mau buka pintu sekarang. Aku ingin menanyakan sesuatu, tolong jawab dengan jujur!" "Iya," Jawab Aisha. "Namanya Aihara, dia putriku kan?" "Astaghfirullah," Ucap Aisha. Aisha tahu Suatu hari Adnan akan mengetahui keberadaan Hara, tapi tidak secepat ini. "Jawab Aisha! Jangan diam aja." "Bukan! Ais gak kenal nama yang kamu sebutkan tadi Mas. Siapa itu tadi? Aihara? Ais tidak mengenalnya. Mana mungkin kamu punya anak dariku Mas. Kamu sendiri tahu kalau Ais keguguran hari itu, Mas." "Kamu hanya kehilangan salah satu dari anak kembar kita kan? Katakan!" "Aku tidak mengenal anak yang kamu maksud Mas. Jangan ngaco Mas!" "Kamu jangan bohong lagi Aisha. Wajah gadis kecil itu sangat mirip denganku waktu kecil. Kamu tidak pernah menikah lagi ataupun punya anak dengan Pria lain setelah kita berpisah, lalu bagaimana mungkin kamu memiliki seorang putri dan wajah gadis kecil itu sangat mirip denganku saat masih kecil hah?" Adnan menjelaskan realita yang tidak bisa dipungkiri oleh Aisha. "Tok.. Tok.." Adnan masih berusaha mengetuk pintu. "Mungkin hanya kebetulan saja Mas. Di dunia ini banyak orang yang mirip." "Aku bilang buka pintunya Aisha!" Adnan masih berusaha membuat Aisha keluar dari kamarnya. Dengan rasa khawatir, Ais mendekat menuju pintu. "Mas, Ais mengatakan yang sebenarnya, Ais tidak tidak tahu siapa Aihara yang kamu maksud. Sumpah," ucap Aisha. "Kamu yakin mengatakan yang sebenarnya Aisha? Aku tahu tadi sore kamu bersama dengan gadis kecil itu di rumah adik dari Almarhumah Ibumu. Kamu masih bisa mengatakan tidak tahu tentang siapa gadis kecil itu?" "Kalau benar dia anakmu pasti Ais sudah lama memberitahu kamu, Mas Adnan. Kamu ingatkan bagaimana terpukulnya Aku setelah kehilangan calon anak kita, Mas?" "Jangan berbohong lagi Aisha, bawa gadis kecil itu ke rumah besok! Aku akan memaafkan kamu jika kamu membawanya ke rumah ini paling lama besok!" "Aku tidak akan melakukannya walaupun kamu memintaku Mas. Tidak akan!" "Ohh ternyata itu benar, kamu memang mengenal siapa gadis kecil itu! Lihat saja, aku pasti akan menemukannya." "Yang jelas aku sudah mengatakan yang sebenarnya Mas. Dia bukan anakmu." Aisha yang sudah terpojok pun masih berkilah untuk mengelak. "Baiklah. Kita lihat saja nanti. Pria mana ayah dari gadis kecil itu. Kamu sangat cerdik menyembunyikannya selama ini Aisha. Jangan jangan banyak hal lain yang kamu sembunyikan di balik wajah polosmu itu?" "Terserah apa yang ingin kamu katakan Mas, Ais sangat lelah dan tidak ingin bicara sama Mas Adnan. Selamat malam." Aisha segera naik ke ranjangnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia juga membawa ponselnya ke dalam selimut. Segera ia menghubungi Bunda untuk memastikan sang Bunda dan Aihara sudah meninggalkan kota ini. "Tut.. Tut...Tut.. Tut..." "Tut.. Tut...Tut.. Tut..." "Tut.. Tut...Tut.. Tut..." Aisha menunggu teleponnya diangkat oleh Bundanya. 'Kenapa Bunda tidak mengangkat teleponku?' Batin Aisha. Aisha menjadi sangat tidak tenang. Ia khawatir jika sang Bunda dan Aihara berhasil ditemukan oleh orang suruhan Adnan dan terjadi hal buruk pada mereka. "Tut.. Tut...Tut.. Tut..." "Tut.. Tut...Tut.. Tut..." "Tut.. Tut...Tut.. Tut..." Satu jam pun berlalu, berkali-kali mencoba, Aisha belum juga berhasil. Ia memilih untuk keluar kamar dan mencari keberadaan Adnan. "Mas Adnan! Mas!" Teriak Aisha. "Mas Adnan! Kamu apakan Bunda dan juga Hara? Mas Adnan!" Aisha sangat khawatir. Adnan saja sanggup berlaku kasar padanya, apalagi dengan kedua orang terkasihnya. "Mas Adnan, Mas!" Aisha memeriksa seluruh rumah tapi tidak berhasil menemukan Adnan. 'Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?' Dengan perasaan khawatir, Aisha segera meninggalkan rumah untuk memastikan jika Bunda dan juga Aihara baik baik saja. Baru saja akan keluar gerbang, mobil Aisha di hadang oleh mobil Adnan. Aisha segera turun dari mobilnya untuk menemui Adnan. "Tok.. Tok.. Mas Adnan! Apa yang kamu lakukan pada Bunda dan juga Hara? Mas Adnan!" Aisha mengetuk keras kaca jendela mobil Adnan. Begitu melihat Aisha, Adnan pun segera keluar dari mobilnya dengan wajah datarnya. "Aku sudah bertemu dengan mereka, dan melihat gadis kecil itu. Aku bisa memastikan jika ia adalah anakku tanpa tes apapun. Bagaimana bisa kamu melakukan hal yang sangat kejam padaku Aisha? Jika tidak ketahuan sekarang, apa kamu akan terus menyembunyikan gadis kecil itu? Lalu bagaimana dengan kejadian di rumah sakit waktu itu?" tanya Adnan bertubi-tubi. Kepala Adnan dipenuhi dengan tanda tanya dan rasa tidak percaya dengan fakta yang baru saja diketahuinya tadi. Aisha hanya terdiam tanpa menjawab satupun pertanyaan Adnan, ia tidak tahu harus menjawab apa. "Kenapa kamu diam saja?" bentak Adnan. Wajah Adnan memerah, begitu juga dengan matanya. "Semuanya karena kamu Mas! Kamu ingat bagaimana kita berpisah dan kehilangan anak kembar kita? Mengingatnyq saja membuat dada Aisha sangat sesak Mas!" "Apa yang kamu maksud? Bukan aku maupun kamu yang salah Aisha. Orang tua bangka itu yang memaksa kita untuk berpisah!" Tegas Adnan. Adnan tidak ingin disalahkan atas perpisahan mereka. "Kalaupun iya karena Bapak, kenapa kamu tidak berusaha berbaikan dengan Aisha waktu itu, Mas? Kenapa?" Jujur saja, ada banyak pertanyaan di kepala Aisha yang sampai saat ini belum terjawab. Apa Adnan tidak pernah mencintainya? Apa benar semua yang mereka lewati bersama itu hanya sandiwara? Adnan hanya hening tanpa jawaban. Baik dulu maupun sekarang, Adnan masih tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana itu. Lidah Adnan mendadak beku. "Kamu membiarkan Ais dibawa pulang oleh Bapak. Pasti karena wanita itu kan Mas?" Ingatan Aisha langsung memutar balik perpisahan mereka berdua. Adnan masih saja diam. "Benarkan Mas?" tanya Aisha lagi. "Waktu sudah lama berlalu, tapi kamu masih salah paham tentang kejadian waktu itu Aisha?" Adnan menyunggingkan bibir kanan atasnya. Adnan tidak percaya bahwa Aisha menuduhnya memiliki hubungan dengan mantan tunangannya ketika perusahaan Adnan mengalami krisis waktu dulu. "Ya, aku masih ingat dan aku tidak salah paham Mas. Kamu lebih memilih wanita lain untuk membantumu dan membiarkan aku bergelut dengan pikiran burukku sendiri. Dan aku benar, hingga akhir kamu tidak pernah mencari keberadaanku. Apa aku baik baik saja tanpamu? Sementara itu kamu sibuk untuk membangun kembali perusahaanmu dan menjadi seperti sekarang. Kamu bahkan tega menghancurkan perusahaan keluargaku seperti sekarang." "Jaga mulutmu itu Aisha!" Adnan mencengkram leher Aisha. "Kau lupa siapa aku?" tegas Adnan. Adnan tidak ingin Aisha lebih menyalahkan dirinya. Tatapan mata Aisha tidak menunjukkan sedikitpun rasa takut, yang tersisa hanya amarah dan kebencian. "Kau tidak berarti apa apa untukku, Aisha. Aku bisa merebut anak itu dan menjauhkannya darimu. Kau tahu betapa kejamnya aku, hah?" ancam Adnan. "Jangan berani beraninya kamu menyentuhnya Mas! Bukan hanya kamu yang bisa mengancam untuk membunuhku. Aku juga bisa membunuhmu Mas." "Hahaha.. I see. Aku khawatir nyawamu sudah melayang bahkan sebelum menyentuh ujung rambutku," ancam Adnan. Adnan menambah kencang cengkramannya pada leher Aisha. "Hukk.. huk.." Aisha sangat kesulitan bernapas. Air mata penuh amarah juga menetes dari kedua kelopak matanya. Melihat Aisha yang sudah kesulitan untuk bernapas, barulah Adnan melepaskan cengkramannya. "Cukup bermain main malam ini. Aku terlalu lelah untuk meladeni jalang sepertimu, urusanku sangat banyak. Oh iya satu hal lagi, aku tidak tersentuh dengan kehadiran gadis kecil itu. Aku akan mengambilnya jika aku menginginkannya." Adnan berjalan meninggalkan Aisha setelah mengatakan kata kata yang sangat kejam itu. "Cukup aku saja yang kamu perlakukan seperti sampah Mas! Aku tidak akan membiarkan Putriku mendapatkan perlakuan yang sama dari kamu. Putriku bukan barang yang bisa kamu rubah kepemilikannya, ingat itu Mas." "Cukup bercandanya Jalang! Melindungi dirimu sendiri saja kau tidak mampu, apalagi melindungi anak itu!" Adnan kembali mendekati Aisha untuk mengatakan itu."Cukup bercandanya Jalang! Melindungi dirimu sendiri saja kau tidak mampu, apalagi melindungi anak itu!" Adnan kembali mendekati Aisha untuk mengatakan itu."Mas Adnan, akan aku pastikan kamu menjilat perkataan kamu ini Mas!" Teriak Aisha. Sementara itu, Adnan sudah menghilang dari pandangan Aisha. Setelah itu, Aisha kembali menelpon Bundanya. "Tut.. Tut..." "Halo Assalamu'alaikum Ais," Jawab Bunda. "Alhamdulillah, Bunda akhirnya ngangkat telepon Ais. Bunda ngapain aja? Ais sangat khawatir.""Maafkan Bunda, Ais. Bunda tahu kamu dari tadi menelpon Bunda, tapi Bunda gak bisa menjawab telepon kamu. Adnan dan juga orang suruhannya menemukan Bunda saat Bunda dan Hara berada di terminal. Kita ketahuan Ais. Maafkan Bunda," Bunda merasa sangat menyesal. "Bunda gak salah apa-apa, Bun. Jangan minta maaf sama Ais seperti tadi. Ais tahu, suatu hari Mas Adnan akan mengetahui semuanya. Lalu bagaimana kondisi Bunda dan Hara, Bun? Mas Adnan tidak melakukan apa apa
."Jangan ngaco! Mimpi kali, sadarlah dari mimpimu itu!"Aisha masih ingin protes terhadap isi dari surat perjanjian pernikahan itu, tapi ia harus sadar diri terhadap posisinya sekarang ini. Dia tidak punya pilihan. "Tunggu apa lagi Aisha? Mau kamu protes bagaimanapun isi perjanjian itu tidak akan berubah, sedikitpun, right!""Hemm.. Ais tahu Mas, karena itu Aisha tidak akan menandatangani surat perjanjian ini.""Gak mau tanda tangan ya?" Adnan masih menatap tajam ke Aisha. "Iya Mas, isinya semua merugikan Aisha saja."Adnan segera bergerak mendekati Aisha dan mencengkram lehernya. Kepala Aisha mengasah dibuatnya. Adnan semakin menguatkan cengkeramannya. "Mas.." Ucap Aisha. Apa yang dilakukan Adnan membuat Aisha sulit untuk bernafas. Aisha pun mencoba menepuk-nepuk lengan Adnan agar Adnan melepaskan cengkeramannya dari leher Aisha. "Puk....puk..""Puk.. Puk.. " Adnan yang menyadari hal itu masih belum mau melepaskan Aisha. "Mas Adnan!" Teriak Aisha. "Auuu.. " Ucap Adnan. Susah
"Kau sudah cukup beristirahatkan?" Tanya Adnan. Aisha belum tau harus menjawab apa, tapi Adnan sudah membuka pelindung area bawahnya. Segera tangan Adnan bermain dengan organ vital milik Aisha. "Mas!!" Pekik Aisha karena ulah Adnan. "Siapa suruh menggodaku Aisha!" Bisik Adnan di telinga kiri Aisha. Adnan lanjut mencium kening Aisha, pipinya lalu juga area bibir. Makin lama ciuman bibir keduanya semakin dalam. Sementara itu, Adnan masih lanjut menggencar area bawah Aisha. "Egghhh ahhh.. Egghhh""Eghhh.." Kali ini Aisha merasakan rangsangan yang sangat hebat. Adnan menjamah area area itu dengan sempurna. Untuk urusan ranjang, Adnan memang hebat. Aisha sangat sangat menikmati permainan Adnan. Melihat reaksi Aisha yang sangat menikmati permainan, Adnan membuka celananya dan tentunya benda perkasa miliknya sudah turn on, tapi Adnan tidak ingin permainan siang hari menjelang sore itu berlangsung sangat singkat. Adnan mulai menggesek gesekkan b3mds perkasa miliknya
"Aisha!!" Teriak Adnan. Suara Adnan membuyarkan perhatian Aisha. Segera Adnan menghampiri Aisha. Adnan memegang lengan Aisha dan menariknya menjauh dari balkon. "Kau mau ngapain?" Bentak Adnan. Wajah Adnan sangat memerah dan emosinya terpancing. Aisha merasa bingung. Dengan reaksi Adnan. Ia tidak tahu apa yang membuat Adnan membentaknya. Beberapa waktu lalu ia telah memuaskan Adnan, lalu mengapa sekarang Adnan marah padanya. "Kau gila ya? Mau lompat dari balkon itu, hah?" Tanya Adnan. Kali ini nada suaranya lebih rendah, tapi masih keras. "Apa?" Aisha tercengang. Ia tidak tahu mengapa Adnan menanyakan pertanyaan begitu. "Kau ngapain di balkon itu tadi. Kamu mau lompat ya? Kalau mau bunuh diri atau semacamnya jangan di rumah ini!" "Hohh.." Respon Aisha. "Aku bertanya padamu, kok hohhh.." "Ais bingung kenapa Mas tiba-tiba teriak, ternyata Mas Adnan kepikiran hal itu toh?" Tanya Aisha. Adnan segera mengangguk.
'Aku merasa aku sangat malang,' bisik batin Aisha. Aisha menyalakan kembali layar monitornya. Ia memilih melanjutkan pekerjaannya dari pada harus meratapi lebih lanjut nasibnya. "Tok.. Tok..""Bu, saya masuk ya?""Masuk aja Wi."Segera Wilona masuk ke ruangan Aisha. "Bu, gak istirahat?""Udah tadi Wi. Tapi saya gak bisa istirahat dengan santai, nanti saya mau pulang cepat.""Oh iya Bu. Tapi wajah Bu Aisha sangat pucat loh Bu. Lebih baik makan dulu Bu.""Makasih Wi. Kalau gitu saya makan dulu aja deh.""Iya Bu, kalau gitu saya keluar dulu ya Bu. Kalau Ibu butuh apa apa saya ada di depan ya Bu," Ucap Wilona. "Iya Wi. Gak usah khawatir. Saya baik baik aja kok.""Baik Bu." Wilina keluar setelah meletakkan pesanan Aisha di atas mejanya.***"Aisha, kamu udah siap belum?" "Belum Mas, bentar lagi.""Kok lama banget? Kan aku udah bilang kita berangkat jam 7.""Aisha baru siap siap abis magriban tadi Mas. Maaf, ini juga ud
"Hei! Ngapain kamu melamun?" Adnan menyentuh bahu Aisha. "Apa Mas?" Tanya Aisha. "Kamu ngelamun?""Engga, cuma lagi mikir aja Mas.""Ayo makan dulu! Aku udah lapar.""Oh iya iya."Adnan dan Aisha segera menuju prasmanan yang ada disana. Aisha mengambil dua macam kue saja, ia tidak berniat makan. Sedangkan Adnan memilih makanan berat. Ia sangat lapar. Usai mengambil makanannya masing-masing, mereka memilih meja yang kosong. Aisha sengaja tidak bergabung dengan yang lainnya, ia butuh ketenangan. "Kenapa gak gabung aja sama Pak Seno?" Tanya Adnan. "Ais mau makan dengan nyaman Mas.""Ohh" Setelah dialog itu, Adnan menyantap makanannya dengan lahap. Sedangkan Aisha mencoba menikmati makanannya juga, namun Aisha tidak berselera. Ia memaksakan dirinya pun tetap makanan itu sulit untuk ditelan. "Kenapa gak makan?" Tanya Adnan. Adnan hampir menyantap semua makanan yang ada. "Ini juga lagi usaha Mas.""Kamu gak lapar ya, atau udah makan tadi?" " Bukannya gak lapar Mas, tapi ya sudahlah
is mencintai Mas Adnan.""Sretttt..." Adnan mengerem laju mobilnya. Ia memandangi Aisha dengan intens. Satu detik, dua detik, tiga detik, dan empat detik. "Aku tidak akan luluh dengan pernyataan cintamu itu Aisha. Fokus saja menahan rasa mualmu. Aku hanya tidak ingin kau mati, karena itu aku mau membawa ke rumah sakit. Jadi jangan berpikiran kalau aku peduli padamu karena masih mencintaimu!""Ais tahu," Aisha mengangguk. Entah siapa yang menguasai dirinya tadi, ia juga tidak tahu mengapa dia berkata begitu.Adnan semakin memacu laju kendaraannya. Ia menuju rumah sakit terdekat. Sementara itu, Aisha berusaha mengendalikan rasa mualnya. ***Pemeriksaan sudah dilakukan pada Aisha, dan Dokter sedang menjelaskan kondisi Aisha pada Adnan. Aisha yang masih terbaring lemah melihat Dokter bicara cukup banyak dengan Adnan. Kini mereka berada di UGD, banyaknya suara disana membuat Aisha tidak bisa mendengar obrolan Dokter dengan Adnan. Aisha sangat penasaran apa benar
Dua jam berlalu"Aisha! Aisha!" Adnan memanggil Aisha. Adnan ingin memastikan kondisi Aisha apakah sudah baikan atau belum. "Aisha! Tok.. Tok.." Adnan memanggil sambil mengetuk pintu. Tidak ada jawaban sama sekali, Adnan berpikir jika Aisha sudah tidur. Adnan mencoba masuk ke kamar Aisha dan pintu kamar Aisha ternyata juga tidak dikunci. "Srekkk" Adnan membuka pintu kamar Aisha. Aisha sedang berbaring di ranjangnya. Tubuhnya ditutupi selimut hingga lehernya. Perlahan Adnan berjalan mendekati Aisha. Sesampainya Adnan di sebelah Aisha, ia duduk di sebelah Aisha. Ditatapnya wajah Aisha yang masih pucat. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok Aisha. Saat kau mengatakan kau mencintaiku, dadaku berdebar kencang. Seolah aku merasa menang darimu. Rasanya aku sudah memenangkan pertarungan yang aku mulai sendiri, tapi disaat itu pula aku khawatir. Aku teringat kata kata yang kau ucapkan waktu itu. Kau bagai mengutukmu saat kau bilang aku pasti akan menangisi keper