Di sebuah rumah yang sangat sederhana ada tiga wanita sedang berkumpul, mereka adalah Bu Fatma. Suly dan Citra membicarakan sesuatu yang tampaknya sangat serius.
"Keputusan sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi, kau harus mau menikah! dengan Yusuf dalam waktu satu minggu lagi," ucap Tante Suly."Tapi Tante ... Citra gak kenal sama siapa orang yang akan jadi suami Citra. Gimana jadinya menikah sama orang yang tidak di kenal?" ucap Citra memelas hatinya tak menyetujui perjodohan ini."Nanti juga kau akan mengenalnya Citra ... Nenek yakin kau akan menemukan bahagia, hidup bersamanya akan terjamin juga. Tidak seperti sekarang atau yang sudah-sudah kita hidup susah, kau juga harus banting tulang untuk membantu tante mu." Lirih Bu Fatma sambil menarik napas dalam-dalam."Tapi Nek, Citra tidak yakin." Citra menunduk dalam, bagaimana pun ia tidak ingin menikah apa lagi dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Apa lagi mencintainya.Tante Suly geram. "Dasar anak tidak tau di untung, kau mau hidup di jalanan? kalau kau tidak mau menerima lamaran tuan Ikbal. Kita harus angkat kaki dari rumah ini, terus kita mau tinggal di mana ha. Apa kau tidak kasian sama Nenek kamu yang sudah renta itu ha? rumah ini sudah jadi milik tuan Ikbal. Karena kita tidak bisa membayar hutang kita."Citra meneteskan air mata di pipinya. "Citra akan berusaha mencari kerja dan akan Aku usahakan menyicil hutang itu.""Apa! sampai kapan Citra? rumah ini aja tidak cukup untuk melunasi hutang kita, belum lagi seandainya tapi ... amit-amit kalau Nenek sakit lagi gimana? kerja kita berdua, cuma cukup buat makan dan kebutuhan lain saja. Lagi pula kau sudah cukup usia bahkan lebih cukup. Emangnya, kau mau jadi perawan tua seperti Tante mu. Ini, ha? buka mata kamu lebar-lebar Citra .... pacar kamu saja belum siap juga nikahin kamu, apa lagi melunasi hutang kita, udah lah terima saja lamaran tuan Ikbal itu. baik kok."Terasa di sambar petir ketika sebutan perawan tua terdengar ditelinga Citra, hatinya bagai di gores pisau, dia punya kekasih yang sangat dia cintai. Namun karena belum siap menikahi dirinya, masih santai dengan hubungan pacaran semakin membuatnya sedih. Jadi dilema bagi Citra kalau menikah dengan Yusuf bagaimana dengan kekasihnya itu."Sudah, jangan berisik terima saja ya Cit ..." neneknya menatap lekat wajah Citra yang basah dengan air mata.Citra pun mendongak, membalas tatap lekat dari wanita renta yang selama ini merawatnya. Orang tuanya entah di mana dan entah masih ada atau tiada! yang jelas sudah di anggap tiada."Baik lah Nek Citra mau." jawaban yang terbilang singkat."Nah gitu dong dari tadi kek, bikin orang naik darah dulu, mau gak sih kamu itu membahagiakan kami ha?" Suly memandangi Citra yang terus menunduk."Mau Tante." Citra sedikit menganggukkan kepalanya yang terasa berat."Ya sudah tidur sana, besok kita ke rumah tuan Ikbal," suruh Suly menunjuk kamar dengan dagunya.Citra langsung beranjak dari duduknya. "Yuk Nek. kita tidur?" Citra menuntun Bu Fatma dari kursi bututnya dan di bawa ke kamar untuk istirahat.Suly menatap langkah Ibu dan keponakannya, setelah hilang di balik pintu, Suly pun masuk ke kamarnya dengan hati sedikit tenang.Suly adalah adik dari Ibunya Citra, setiap mau menikah selalu gagal dengan bermacam alasan. Makanya sering disebut perawan tua di usianya yang hampir kepala empat.Pagi hari yang cerah ini, matahari sudah menampakkan sinarnya begitu hangat, embun yang menggenang di dedaunan berkilau tersorot sinar mentari bersinar bak permata.Kicauan burung pun saling bersahutan, menyambut dengan riang hari yang penuh dengan harapan. Dimana setiap insan berharap hari ini lebih baik dari hari sebelumnya.Begitupun, Citra sekeluarga mengharapkan hari ini tidak sekelam hari kemarin ataupun sebelumnya. Setelah sarapan seadanya kedua wanita itu bersiap untuk berkunjung ke rumah tuan Ikbal, seharusnya merekalah yang datang namun karena sebuah kesepakatan yang menjadikan sebaliknya. Suly dan Citra lah yang harus datang untuk menyetujui lamaran mereka.Bu Fatma memilih berdiam di rumah saja menanti kabar selanjutnya tentang cucu tercintanya, Bu fatma cuma memiliki dua putri ya itu Shera dan Suly, Shera adalah anak pertama tiada lain dan tiada bukan adalah Ibunya Citra.Namun tiba-tiba kepalanya terasa pusing, tubuhnya yang berdiri menjadi oleng.Bu fatma oleng. Hampir saja terjatuh, untung saja berpegangan pada dinding. "Aku harus kuat, ya, harus kuat. Tidak boleh membuat mereka khawatir."****Selang beberapa puluh menit. Suly dan Citra tiba di sebuah rumah mewah, yang di depannya terdapat taman bunga.Citra di sambut ramah oleh tuan rumah seorang Ibu paruh baya berpenampilan rapi dan masih tampak cantik, di ajaknya masuk ke salah satu ruangan. "Silahkan duduk?" dengan senyuman ramahnya.Citra dan tante Suly mengangguk, dan duduk di ruang tamu yang luas dan nyaman itu."Kalian mau minum apa? tanya Ibu tersebut."Tidak usah repot-repot Bu, kami hanya ingin bertemu dengan tuan Ikbal," sahut Tante Suly mengangguk hormat."Oh, tidak merepotkan kok. Tenang aja, oya suami saya lagi siap-siap sebentar juga keluar tunggu saja."Ibu tersebut ngeloyor kebelakang untuk mengambil minum dan kuenya.Tidak lama beliau kembali dengan nampan di kedua tangannya. "Silakan diminum dan dicicipi kue nya maaf cuma ada ini aja," ucap Ibu itu sangat ramah.Citra dan Tante Suly mengangguk, hati Citra sedari berangkat dag-dig-dug tak karuan. Datang lah seorang Bapak paruh baya dengan dandanan sangat rapi sepertinya mau berangkat kerja.Tante Suly dan Citra berdiri dan menjabat tangan tuan rumah, setelah itu mereka duduk bersama."Wah ... pagi-pagi sudah mendapat tamu terhormat nih. Apa kalian sudah lama menunggu?" ucap Ikbal.Dengan menyunggingkan senyuman Tante Suly berkata. "Tidak, kami baru saja.""Bu, ini loh calon menantu kita," ucap tuan Ikbal melirik istrinya. Habibah, menunjuk ke arah Citra."Oh ini, cantik sekali Pak! Berjilbab lagi, Bapak gak akan salah memilih istri untuk putra kita," dengan senyuman yang merekah.Deg ... hati Citra tak menentu dan merasa malu menerima sedikit pujian dari Bu Habibah.Tante Suly ingin membuka perbincangan dan mengutarakan apa maksud kedatangannya ke sini. "Maaf kedatangan kami kemari adalah dengan maksud ingin menyampaikan berita-""Saya yakin pasti berita baik yang akan anda sampaikan pada saya iya, kan?" tuan Ikbal memotong perkataan Suly."Iya, kira-kira seperti itu Tuan, ponakan saya menyetujui lamaran anda, Tuan," sambung tante Suly sambil menunduk dalam ....Bersambung.Dari dalam, melintas seorang pria muda sekitar usia 28 atau 30 tahun, dengan penampilan sangat rapi. Mungkin dia akan berangkat kerja, namun di panggil oleh tuan Ikbal. Membuat dia menghentikan langkahnya, berdiri tanpa menoleh sedikitpun."Yusuf, ke marilah. Kita bicara sebentar saja," lagi-lagi tuan Ikbal memanggil pria tersebut.Dengan malasnya pria tersebut membalikkan badan dan duduk di sofa yang masih kosong."Duduk lah Nak. Papa mau bicara sebentar," lirih Ibu Habibah menatap putranya yang acuh.Sekilas Citra melirik wajah Yusup yang menunduk, lalu Citra menunduk kembali."Yusuf, ini Citra calon istri mu dan yang di sebelahnya adalah Tante nya Citra! Bernama Suly. Papa sudah putuskan kalian akan menikah secepatnya, karena Papa yakin niat baik tidak boleh di nanti-nanti harus di segerakan. Iya, kan. Bu?" Lalu melirik istrinya. Habibah yang membalas dengan anggukan.Yusuf hanya terdiam, sekilas melihat kearah Citra dan Tante Suly. Tanpa sedikitpun senyuman yang dia berikan, tatapa
.Setelah bersiap Suly pergi ketempat kerjanya, begitupun Citra. Kedua langkahnya bergegas memasuki sebuah perusahaan tempatnya bekerja sebagai OB, membawa sebuah amplop besar berisi surat permohonan resign.Selepas bertemu dengan atasannya. Citra langsung memberikan amplop yang dia bawa. "Maaf Pak. Saya mau menyerahkan ini, sebagai permohonan saya resign."Atasan Citra menatap heran. "Kenapa kamu mengundurkan diri apa kamu sudah kaya dan tidak membutuhkan uang lagi, sehingga kau mau berhenti?" Menatap datar dan memainkan ballpoint di jarinya.Citra menunduk. "Bu-bukan Pak saya hanya ingin mengurus Nenek saya di rumah," elak Citra agak gugup."Benarkah?" mengerenyitkan dahinya."Iya. Pak," sahut Citra lagi, menunduk dalam."Saya ... tidak akan semudah itu mengijinkan kamu resign, baiknya kamu pikirkan lagi. Siapa tau nanti kamu berubah pikiran dan ingin bekerja kembali. Sekarang saya ijinkan kamu libur dalam satu minggu ini. Nanti kamu bisa masuk lagi," ujar atasan Citra."Baiklah Pak t
"Nenek mau ikut gak? bersama kita?" tanya Citra menatap lembut Bu Fatma sembari memegangi tangannya yang sudah keriput."Tidak, biar Nenek di rumah saja, kalian saja yang berangkat ke sana dan titip salam buat orang yang ada di sana ya," lirih bu Fatma sembari mengusap pipi cucunya penuh kasih."Yok! berangkat sekarang, itu mobilnya sudah menunggu di jalan." Jelas Suly mengambil tasnya dan melangkah yang sebelumnya pamitan pada sang Ibu terlebih dahulu."Citra pergi dulu ya Nek, hati-hati di rumah," citra mencium punggung tangan bu Fatma kemudian bergegas mengejar langkah Tante nya, Suly."Silakan masuk Bu dan Nona?" supir membukakan pintu untuk keduanya."Apa? I-Ibu, saya Nona. Karena saya belum Ibu-ibu," ketusnya Suly menatap tidak suka pada sang supir yang menyebutnya ibu."Baik Bu, eh Nona," supir mengangguk dan menyilaukan kembali untuk masuk ke dalam mobil.Sembari duduk Suly menggerutu. "Emangnya saya tua banget apa, di panggil Ibu segala."Citra diam-diam, senyum-senyum sendiri
Dibalik wajah Suly yang kadang serius dan ceria. Tersimpan sendu dan duka, sebagai wanita normal Suly pun ingin seperti wanita lainnya yang hidup bahagia bersuami dan memiliki anak."Tante, sedang memikirkan apa? anteng saja! melamun ya, jangan melamun ... nanti anak ayam tetangga pada mati dan minta tanggung sama Tante." Citra sembari menepuk bahu Tantenya."Ah tidak, kau sangat cantik, apa lagi nanti kalau kau sudah di dandani, pasti sangat cantik. Tante ingin ... kamu bahagia, hidup terjamin dan berkecukupan. Jangan seperti hidup yang telah kita lewati, Kalau saja kau menikah dengan Firman, belum tentu. Lagian buktinya dia belum juga melamar kamu apa lagi menikahi," Suly berubah ketus, merasa geram mengingat Firman dan Citra berhubungan bukan baru sebentar.Citra merangkul bahu tantenya, memandangi dari balik cermin. "Citra juga ingin Tante hidup bahagia menemukan seseorang yang mencintai Tante, membahagiakan Tante. Jangan ngomongin orang ah.""Tante bukannya ngomongin orang, tapi .
Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuat
Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yu
Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in