Share

Menikah Paksaan
Menikah Paksaan
Penulis: Mentari

Perkenalan

Di sebuah rumah yang sangat sederhana ada tiga wanita sedang berkumpul, mereka adalah Bu Fatma. Suly dan Citra membicarakan sesuatu yang tampaknya sangat serius.

"Keputusan sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi, kau harus mau menikah! dengan Yusuf dalam waktu satu minggu lagi," ucap Tante Suly.

"Tapi Tante ... Citra gak kenal sama siapa orang yang akan jadi suami Citra. Gimana jadinya menikah sama orang yang tidak di kenal?" ucap Citra memelas hatinya tak menyetujui perjodohan ini.

"Nanti juga kau akan mengenalnya Citra ... Nenek yakin kau akan menemukan bahagia, hidup bersamanya akan terjamin juga. Tidak seperti sekarang atau yang sudah-sudah kita hidup susah, kau juga harus banting tulang untuk membantu tante mu." Lirih Bu Fatma sambil menarik napas dalam-dalam.

"Tapi Nek, Citra tidak yakin." Citra menunduk dalam, bagaimana pun ia tidak ingin menikah apa lagi dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Apa lagi mencintainya.

Tante Suly geram. "Dasar anak tidak tau di untung, kau mau hidup di jalanan? kalau kau tidak mau menerima lamaran tuan Ikbal. Kita harus angkat kaki dari rumah ini, terus kita mau tinggal di mana ha. Apa kau tidak kasian sama Nenek kamu yang sudah renta itu ha? rumah ini sudah jadi milik tuan Ikbal. Karena kita tidak bisa membayar hutang kita."

Citra meneteskan air mata di pipinya. "Citra akan berusaha mencari kerja dan akan Aku usahakan menyicil hutang itu."

"Apa! sampai kapan Citra? rumah ini aja tidak cukup untuk melunasi hutang kita, belum lagi seandainya tapi ... amit-amit kalau Nenek sakit lagi gimana? kerja kita berdua, cuma cukup buat makan dan kebutuhan lain saja. Lagi pula kau sudah cukup usia bahkan lebih cukup. Emangnya, kau mau jadi perawan tua seperti Tante mu. Ini, ha? buka mata kamu lebar-lebar Citra .... pacar kamu saja belum siap juga nikahin kamu, apa lagi melunasi hutang kita, udah lah terima saja lamaran tuan Ikbal itu. baik kok."

Terasa di sambar petir ketika sebutan perawan tua terdengar ditelinga Citra, hatinya bagai di gores pisau, dia punya kekasih yang sangat dia cintai. Namun karena belum siap menikahi dirinya, masih santai dengan hubungan pacaran semakin membuatnya sedih. Jadi dilema bagi Citra kalau menikah dengan Yusuf bagaimana dengan kekasihnya itu.

"Sudah, jangan berisik terima saja ya Cit ..." neneknya menatap lekat wajah Citra yang basah dengan air mata.

Citra pun mendongak, membalas tatap lekat dari wanita renta yang selama ini merawatnya. Orang tuanya entah di mana dan entah masih ada atau tiada! yang jelas sudah di anggap tiada.

"Baik lah Nek Citra mau." jawaban yang terbilang singkat.

"Nah gitu dong dari tadi kek, bikin orang naik darah dulu, mau gak sih kamu itu membahagiakan kami ha?" Suly memandangi Citra yang terus menunduk.

"Mau Tante." Citra sedikit menganggukkan kepalanya yang terasa berat.

"Ya sudah tidur sana, besok kita ke rumah tuan Ikbal," suruh Suly menunjuk kamar dengan dagunya.

Citra langsung beranjak dari duduknya. "Yuk Nek. kita tidur?" Citra menuntun Bu Fatma dari kursi bututnya dan di bawa ke kamar untuk istirahat.

Suly menatap langkah Ibu dan keponakannya, setelah hilang di balik pintu, Suly pun masuk ke kamarnya dengan hati sedikit tenang.

Suly adalah adik dari Ibunya Citra, setiap mau menikah selalu gagal dengan bermacam alasan. Makanya sering disebut perawan tua di usianya yang hampir kepala empat.

Pagi hari yang cerah ini, matahari sudah menampakkan sinarnya begitu hangat, embun yang menggenang di dedaunan berkilau tersorot sinar mentari bersinar bak permata.

Kicauan burung pun saling bersahutan, menyambut dengan riang hari yang penuh dengan harapan. Dimana setiap insan berharap hari ini lebih baik dari hari sebelumnya.

Begitupun, Citra sekeluarga mengharapkan hari ini tidak sekelam hari kemarin ataupun sebelumnya. Setelah sarapan seadanya kedua wanita itu bersiap untuk berkunjung ke rumah tuan Ikbal, seharusnya merekalah yang datang namun karena sebuah kesepakatan yang menjadikan sebaliknya. Suly dan Citra lah yang harus datang untuk menyetujui lamaran mereka.

Bu Fatma memilih berdiam di rumah saja menanti kabar selanjutnya tentang cucu tercintanya, Bu fatma cuma memiliki dua putri ya itu Shera dan Suly, Shera adalah anak pertama tiada lain dan tiada bukan adalah Ibunya Citra.

Namun tiba-tiba kepalanya terasa pusing, tubuhnya yang berdiri menjadi oleng.

Bu fatma oleng. Hampir saja terjatuh, untung saja berpegangan pada dinding. "Aku harus kuat, ya, harus kuat. Tidak boleh membuat mereka khawatir."

****

Selang beberapa puluh menit. Suly dan Citra tiba di sebuah rumah mewah, yang di depannya terdapat taman bunga.

Citra di sambut ramah oleh tuan rumah seorang Ibu paruh baya berpenampilan rapi dan masih tampak cantik, di ajaknya masuk ke salah satu ruangan. "Silahkan duduk?" dengan senyuman ramahnya.

Citra dan tante Suly mengangguk, dan duduk di ruang tamu yang luas dan nyaman itu.

"Kalian mau minum apa? tanya Ibu tersebut.

"Tidak usah repot-repot Bu, kami hanya ingin bertemu dengan tuan Ikbal," sahut Tante Suly mengangguk hormat.

"Oh, tidak merepotkan kok. Tenang aja, oya suami saya lagi siap-siap sebentar juga keluar tunggu saja."

Ibu tersebut ngeloyor kebelakang untuk mengambil minum dan kuenya.

Tidak lama beliau kembali dengan nampan di kedua tangannya. "Silakan diminum dan dicicipi kue nya maaf cuma ada ini aja," ucap Ibu itu sangat ramah.

Citra dan Tante Suly mengangguk, hati Citra sedari berangkat dag-dig-dug tak karuan. Datang lah seorang Bapak paruh baya dengan dandanan sangat rapi sepertinya mau berangkat kerja.

Tante Suly dan Citra berdiri dan menjabat tangan tuan rumah, setelah itu mereka duduk bersama.

"Wah ... pagi-pagi sudah mendapat tamu terhormat nih. Apa kalian sudah lama menunggu?" ucap Ikbal.

Dengan menyunggingkan senyuman Tante Suly berkata. "Tidak, kami baru saja."

"Bu, ini loh calon menantu kita," ucap tuan Ikbal melirik istrinya. Habibah, menunjuk ke arah Citra.

"Oh ini, cantik sekali Pak! Berjilbab lagi, Bapak gak akan salah memilih istri untuk putra kita," dengan senyuman yang merekah.

Deg ... hati Citra tak menentu dan merasa malu menerima sedikit pujian dari Bu Habibah.

Tante Suly ingin membuka perbincangan dan mengutarakan apa maksud kedatangannya ke sini. "Maaf kedatangan kami kemari adalah dengan maksud ingin menyampaikan berita-"

"Saya yakin pasti berita baik yang akan anda sampaikan pada saya iya, kan?" tuan Ikbal memotong perkataan Suly.

"Iya, kira-kira seperti itu Tuan, ponakan saya menyetujui lamaran anda, Tuan," sambung tante Suly sambil menunduk dalam ....

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status