Dibalik wajah Suly yang kadang serius dan ceria. Tersimpan sendu dan duka, sebagai wanita normal Suly pun ingin seperti wanita lainnya yang hidup bahagia bersuami dan memiliki anak.
"Tante, sedang memikirkan apa? anteng saja! melamun ya, jangan melamun ... nanti anak ayam tetangga pada mati dan minta tanggung sama Tante." Citra sembari menepuk bahu Tantenya."Ah tidak, kau sangat cantik, apa lagi nanti kalau kau sudah di dandani, pasti sangat cantik. Tante ingin ... kamu bahagia, hidup terjamin dan berkecukupan. Jangan seperti hidup yang telah kita lewati, Kalau saja kau menikah dengan Firman, belum tentu. Lagian buktinya dia belum juga melamar kamu apa lagi menikahi," Suly berubah ketus, merasa geram mengingat Firman dan Citra berhubungan bukan baru sebentar.Citra merangkul bahu tantenya, memandangi dari balik cermin. "Citra juga ingin Tante hidup bahagia menemukan seseorang yang mencintai Tante, membahagiakan Tante. Jangan ngomongin orang ah.""Tante bukannya ngomongin orang, tapi ... ngomongin kamu. jika kamu menjelaskan hubungan dengan firman mau sampai kapan? 1 tahun, 2 tahun. Atau 3 tahun lagi ha!" balasnya Suly pada sang ponakan.Citra tidak menjawab lagi, bibirnya mengatup dan menyadari apa yang dikatakan itu mungkin benar."Makanya dari itu ... Tante ingin kamu bahagia, menikah dengan orang yang tepat!" Suly memeluk Citra dengan rasa haru."Aduh ... kalian kok haru-haruan sih? saya jadi ikut terharu nih," ucap Habibah tang berdiri di dekat pintu kamar, menarik kedua sudut bibirnya tersenyum samar.Keduanya menoleh ke arah Habibah dan tersenyum getir. "Ibu, sejak kapan berdiri di situ?" lirih Citra memandangi Bu Habibah.Habibah mendekat dan berkata. "Sejak tadi kalian berpelukan, maaf ya saya tadi lama meninggalkan kalian? maklum melayani suami dulu.""Oh ... boleh Citra mengganti lagi baju sekarang?" Citra kali bertanya dan menatap pada wanita yang sudah berumur itu.Habibah mengangguk. "Boleh! ganti saja. Kalian merasa nyaman, kan. Dengan pakaian yang kalian coba ini? kalau ada yang kurang nyaman atau kurang cocok ngomong aja.""Eum ... Citra nyaman kok," sahut Citra."Syukurlah, baiklah kalian ganti dulu, oya sepatunya sudah di coba belum," tanya Habibah menatap keduanya."Sudah nih, sangat nyaman kok," sahut Suly yang melepas kembali sepatunya yang tadi mereka coba.Citra masuk ke ruangan ganti, di dalam dia tidak segera mengganti melainkan melongo depan cermin. "Citra apa kamu yakin akan menikahi laki-laki yang tidak kamu kenal sebelumnya?" Gumamnya menatap wajah dari pantulan cermin."Yakin, aku yakin apa pun yang terjadi nanti aku akan berusaha jadi istri yang baik untuk suamiku." Gumamnya bermonolog sendiri."Tapi pria itu belum tentu bisa menerima kamu sebagai istrinya. Gimana?""Aku akan berusaha sendiri, siapa tahu kalau akan saling menyayangi satu sama lain di suatu saat nanti."Dalam hati Citra saling beradu argumen, dimana satu sisi ragu dan satu sisi lagi siap akan pernikahannya. Meskipun tidak mengenal pria itu yang akan menjadi suaminya nanti."Oya dek Suly. Kerja di mana kalau Mbak boleh tahu?" Habibah menatap lembut pada Suly yang tampak bengong."Ah! saya kerja apa aja yang penting halal, Mbak, dan sekarang ini saya bekerja di sebuah laundry. Yang penting saya dapat penghasilan walaupun cuma cukup buat makan," sahut Suly lirih."Iya ... kerja sih apa aja yang penting halal, emang suami Suly kemana?" selidik Habibah penasaran.Suly menatap dengan tatapan sangat dalam. "Aku tidak bersuami, dan belum pernah bersuami," menunduk sedih."Oh, maaf ... tidak bermaksud--"Suly memotong perkataan Habibah. "Tidak apa-apa kok," tersenyum samar.Habibah mendekat dan mengusap pundak Suly. "Yang sabar ya, tidak ada yang terlambat, siapa tahu esok atau lusa dek Suly mendapat jodoh yang terbaik."Suly melihat Habibah! ucapan nya penuh ketulusan. "Terimakasih mbak. Memang buat apa saya menikah cepat bila saya tidak bahagia.""Sama-sama, dan itu benar sekali mendingan telat yang penting mendapatkan yang tepat," balas Habibah sembari mesem.Citra keluar dangan setelan semula gamis dan kerudung pasmina, yang ia kenakan dari rumah, tangannya memeluk gaun pengantin."Sini Ibu bantu membereskan gaunnya." Habibah meminta gaun dari Citra namun Citra tidak memberikan, melainkan memasukan ke gantungan sendiri dan di gantung kembali seperti semula.Setelah mengganti pakaian, Suly meminta ijin ke toilet, kebetulan di kamar tersebut tidak ada, jadi harus keruangan lain.Habibah dan Citra mengobrol, tentang acara yang berapa hari lagi berlangsung. "Nanti Citra tinggal di sini ya mau kan? Ibu gak ada kawan, putra Ibu cuma satu Yusuf, paling keponakan. Itupun kalau tidak kuliah baru kesini."Citra malu-malu, menautkan jemarinya di atas pangkuan. "Citra ... tergantung suami aja. Di mana pun tergantung di bawanya," menunduk malu."Iya sih ....Yusuf sudah menyiapkan sebuah rumah, yang tidak jauh juga dari sini. Ya setidaknya Citra sering main kesini ya?" Habibah penuh harap."InsyaAllah," jawab Citra singkat. "Sudah punya rumah, berarti aku tinggal berdua dong?" Citra melamun membayangkan nanti jika hidup berdua pasti suasana dingin, sepi, seperti sikapnya yang kaku.Suly yang dari toilet tengah berjalan menunduk. Tiba-tiba menabrak dada seseorang, dan ternyata dialah Ikbal yang berdiri menatapnya. "Ma-maaf Tuan, maaf tidak sengaja," Suly menangkupkan kedua tangannya.Ikbal menyeringai, ekspresi yang sulit di artikan. "Tidak apa," menatap lekat tubuh Suly dari atas sampai bawah, alisnya dinaikan sebelah, "Kalau di perhatikan, menarik juga ini perempuan," senyumnya terbaca nakal oleh Suly.Suly merasa heran, rasanya baru kali ini melihat ekspresi Ikbal seperti ini. Suly segera melintasi Ikbal untuk menemui keponakannya. Namun tangan Suly di genggam dan di tarik kasar sehingga dada Suly menabrak tubuh bagian depan Ikbal, sontak Suly hampir menjerit. Namun mulut Ikbal langsung membungkam mulut Suly, mulanya Suly berontak namun lama-lama terdiam menikmati sesuatu yang belum pernah dirasakannya.Kenyal-kenyal, dingin. Manis dan rasa panas menjalar membakar jiwa, sungguh suatu perasaan yang belum pernah di rasakan sebelumnya.Seketika Suly sadar dengan apa yang mereka lakukan, itu sudah menyalahi aturan. Ikbal adalah calon besan nya dan setatus suami orang. Suly melepaskan diri dan mundur beberapa langkah dari Ikbal yang mengusap mulutnya yang lembab."Anda ini apa-apaan? Anda sangat kurang ajar dan telah melecehkan saya," ucap Suly menunjuk pria paruh baya itu tapi masih tampak gagah dan berwibawa, yang dengan tenangnya tersenyum puas."Awas saya akan adukan pada istri anda," ancam Suly dengan jari masih menunjuk wajah Ikbal.Ikbal maju selangkah mendekati Suly, seolah berbisik di telinganya. "Kau boleh adukan saja, silahkan. Tapi saya yang akan lebih dipercaya oleh istri saya, dan ingatlah kau juga sangat menikmati sentuhan saya barusan." Menyeringai penuh kemenangan, tatapannya begitu tajam di ibarat singa yang siap menerkam mangsanya.Suly sangat geram namun hanya bisa diam. Menurunkan tangan dan mengusap bibirnya secara kasar agar kejadian tadi tidak berbekas. Tidak habis pikir kenapa sosok Ikbal berubah hingga 95% seperti ini ....Bersambung.Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuat
Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yu
Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in
Citra melangkahkan kakinya mengikuti nenek dan tantenya yang sudah duluan berjalan, di pintu. Citra berhenti dan memutar tubuhnya melihat kedalam rumah yang selama ini dia tinggali.Hari ini dia akan melepas masa lajangnya. Otomatis dia akan tinggal bersama suami dan tidak lagi tinggal di sini, di sudut matanya keluar buliran air bening yang jatuh ke pipinya yang mulus."Citra ... ayok siang nih, belum make up nya. Buruan?" lirih Suly kepada keponakannya yang tampak ragu-ragu untuk pergi.Citra menoleh ke arah sumber suara. Mengusap pipinya kemudian dengan basmallah Citra melangkahkan kedua kaki meninggalkan rumah masa kecilnya.Mobil jemputan sudah menunggu dari tadi, tanpa banyak pikir lagi Citra memasuki mobil tersebut. Lalu mobil pun bergerak berjalan cepat menuju kediaman tuan Ikbal.Waktu menunjukkan pukul 07.00 dan acaranya nanti sekitar jam 11.00 jadi masih banyak waktu untuk sang calon pengantin di make up. Di kediaman Ikbal sudah ramai dengan keluarga dan tamu undangan yang s
"Hem ... untung gak langsung membuka pintu," gumam Citra sambil menutup kepalanya dengan handuk. Membuka pintu hendak mengambil pakaian di dalam tas.Yusuf melirik langkah Citra yang keluar dari kamar mandi, lalu memalingkan lagi pandangannya ke lain tempat.Citra menunduk tak berani mengangkat kepalanya. Kemudian masuk kembali kedalam kamar mandi."Kenapa sih ini jantung rasanya tak karuan, berdebar begitu cepat?" Citra memegangi dadanya.Setelah berganti pakaian Citra keluar, menutup pintu perlahan. Lanjut menunaikan sholat isya sendiri, di lihatnya Yusuf memejamkan mata.Selepas sholat. Dia termenung, ini hari pertama di mana statusnya berubah menjadi seorang istri. Citra menarik nafas panjang, kembali melihat ke arah Yusuf yang tertidur ternyata masih mengenakan setelan yang tadi belum sempat ganti. Bahkan sepatu pun masih melekat di kakinya.Citra perlahan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu Citra melepaskan sepatu Yusuf satu/satu kemudian di simpan pada tempatnya
Detik kemudian barulah naik dan berbaring memunggungi Citra. Bagaimana pun sebagai laki-laki dia normal. Namun dia belum ingin menyentuhnya, apa lagi belum ada cinta diantara keduanya. Terutama di hati Yusuf belum mencintai Citra istrinya.Pagi-pagi burung peliharaan Ikbal sudah berkicau menghiasi pagi yang cerah ini. Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan."Gimana malam pertamanya nih pengantin baru?" goda Habibah pada putra dan mantunyaUhuk-uhuk. Citra tersedak mendengar ucapan Ibu mertuanya."Sayang kamu kenapa? hati-hati makannya." Habibah memberikan Citra air minum, kebetulan dia duduknya lebih dekat dengan Citra."Tidak," sahut Citra setelah meneguk air minumnya dan melirik kanan dan kiri.Yusuf tidak memberi respon apa pun, selain serius aja dengan makannya."Hati-hati Citra! makannya," ucap bu Fatma menatap cucu satu-satunya itu."Iya. Nek," Citra melirik neneknya sesaat."Kalian belum menjawab pertanyaan Ibu tadi? gimana malam pertamanya, dulu waktu Ibu menikah sama Bapa
Citra terdiam, pikirannya melanglang buana! dia pikir mungkin itu kekasih dari suaminya tapi kenapa tidak menikahinya? dia cantik serasi dengan Yusuf. Sayang sekali bila harus putus di tengah jalan.Kenapa malah mau menikahinya? apa sekedar menuruti kehendak orang tua? di otaknya Citra berjubel berbagai pertanyaan namun tak berani dia utarakan pada suaminya itu.Yusuf menoleh pada Citra yang bukannya membaca majalah, malah bengong dengan tatapan kosong.Helaan napas terdengar jelas ditelinga. Citra mengerjapkan matanya mencoba membuyarkan segala lamunan yang ada di kepalanya."Bereskan barang mu, sore nanti kita pindah?" ujar Yusuf sekilas melihat kearah Citra.Citra mendongak. "Pindah kemana?""Ke Rumah lah pastinya yang layak. Bukan Rumah keong," jelas Yusuf menutup laptop dan berjalan mendekati lemarinya.Citra mesem lalu merengut, mendekati Yusuf untuk membantu mengemas barang-barangnya. "Sini Citra bantu mengemas pakaiannya Abang.""Pakaian mu saja bereskan terlebih dulu," dengan