"Nenek mau ikut gak? bersama kita?" tanya Citra menatap lembut Bu Fatma sembari memegangi tangannya yang sudah keriput.
"Tidak, biar Nenek di rumah saja, kalian saja yang berangkat ke sana dan titip salam buat orang yang ada di sana ya," lirih bu Fatma sembari mengusap pipi cucunya penuh kasih."Yok! berangkat sekarang, itu mobilnya sudah menunggu di jalan." Jelas Suly mengambil tasnya dan melangkah yang sebelumnya pamitan pada sang Ibu terlebih dahulu."Citra pergi dulu ya Nek, hati-hati di rumah," citra mencium punggung tangan bu Fatma kemudian bergegas mengejar langkah Tante nya, Suly."Silakan masuk Bu dan Nona?" supir membukakan pintu untuk keduanya."Apa? I-Ibu, saya Nona. Karena saya belum Ibu-ibu," ketusnya Suly menatap tidak suka pada sang supir yang menyebutnya ibu."Baik Bu, eh Nona," supir mengangguk dan menyilaukan kembali untuk masuk ke dalam mobil.Sembari duduk Suly menggerutu. "Emangnya saya tua banget apa, di panggil Ibu segala."Citra diam-diam, senyum-senyum sendiri mendengar tantenya ngoceh kesal. "Sudahlah, terima saja Tante ... memang benar sudah tua, kan? hi hi hi." Citra terkekeh sendiri, Suly membulatkan matanya dengan sangat sempurna pada Citra."Kamu kurang ajar ya, bilang tante mu ini sudah tua. Awas ya balasan tante mu ini," menunjuk wajah Citra yang sedang terkekeh.Supir yang mendengar perdebatan orang yang di belakang, hanya tersenyum sesekali melirik dari kaca spionSelang lama di perjalanan. akhirnya Suly dan Citra, sampai di teras. langsung di sambut oleh bu Habibah yang mengulum senyumnya. "MasyaAllah calon mantu Ibu sudah datang rupanya.""Assalamu'alaikum ..." Citra mengucap salam dan mencium punggung tangan Bu Habibah."Wa'alaikum salam ... kalian sudah datang yok masuk?" Habibah menggandeng tangan Citra diajaknya masuk dan duduk di sofa panjang ruang tamu."Silahkan duduk?" Habibah persilahkan duduk kepada Suly yang masih berdiri sambil mengedarkan pandangan ke tempat sekitar."Oh iya, makasih." Suly lalu kemudian mendudukan tubuhnya di sofa sebelah bersebrangan dengan yang punya rumah.Bu Habibah berdiri lagi. "Ibu ambil minum dulu ya, kalian pasti haus, kan?""Eum ... jangan ngerepotin mbak," ucap Suly lembut."Tidak kok. Cuman minum kok," ucapnya Habibah sambil melengos ke dapur.Citra terdiam sambil memperhatikan ruang sekitar. Matanya tertuju pada photo- photo yang terpajang rapi di dinding dan atas lemari."Apa kau sudah memberi tahu kawan-kawan mu, bahwa kamu akan menikah? tanya Suly pada Citra, dan Citra tidak merespon pertanyaan tantenya.Suly menggeleng melihat ponakan nya yang tampak melamun. "Hem ... melamun dasar nih anak."Tidak lama ... Habibah datang dengan membawa nampan berisi tiga gelas air minum dan sepiring kue, lalu meletakkan nya di meja. "Silahkan diminum."Citra dan Suly mengangguk dan mengambil gelas lalu meminum sampai habis setengahnya saking hausnya. Melihat itu Habibah tersenyum dan menawari lagi, Citra menolak dengan alasan nanti bisa ambil sendiri ke dapur."Ya sudah. Gimana kalau kita mulai mencoba pakaian buat acara nanti pernikahan?" Habibah Menatap lembut ke arah keduanya.Suly langsung menyahut. "Yok, saya juga sudah tidak sabar ingin mencobanya."Kemudian mereka berjalan mengikuti langkah Habibah ke sebuah kamar yang sudah tersedia pakaian buat acara pernikahan."Ini gaun pengantin buat kamu Citra lengkap dengan kerudungnya," Habibah menyodorkan sebuah gaun pengantin pada Citra.Citra bengong melihat gaun pengantin yang begitu indah. Dulu cuma bisa membayangkan, namun kali ini akan menyentuh dan mengenakannya. Masa Allah."Citra! pakai lah?" Habibah memberikan gaun tersebut kepada Citra yang bengong. Perlahan Citra mengambil, dan memperhatikan dengan seksama."Dek Suly pilih saja yang mana yang di sukai." Habibah melempar senyum pada Suly yang nampak bingung.Citra masuk ke ruang ganti. Membawa gaun pengantinnya, dadanya deg degan tak menentu.Pernikahan yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini berasa mimpi baginya, tidak menyangka sama sekali. Apa lagi si calon mempelai bersikap dingin padanya."Apa iya kami akan menikah?" Gumam Citra sambil memandangi dirinya di cermin, setelah mengenakan gaunnya.Citra membuka pintu, keluar dari kamar memperlihatkan dirinya yang mengenakan gaun pengantin yang indah nan mewah tersebut.Habibah yang menunggu kemunculan Citra! sungguh sangat terpukau dengan kecantikan Citra! gadis sederhana namun begitu sangat cantik, Habibah memandangi sampai tak berkedip. Sangat kagum jadinya."Itu belum kena make-up, apa lagi kalau sudah di pulas dengan make-up nanti. Pasti sangat cantik, luar biasa ck-ck-ck," gumam Habibah pelan dan berdecak kagum.Habibah yang duduk di sofa sungguh mengagumi. "Cantik sekali calon mantu Ibu," ucap Habibah sambil menatap tak berkedip, dan tangannya sebagai penyangga kepalanya.Ucapan Habibah membuat Citra tersipu malu. Wajahnya merona merah dan menunduk begitu dalam, tak berani menampakkan wajahnya lagi.Habibah semakin mengembangkan senyumnya, lalu melihat ke arah Suly yang baru keluar dari ruang ganti."Dek Suly juga sangat cantik, pas tuh bajunya di badan dek Suly," puji Habibah pada Suly."Makasih Mbak, jadi malu hihihi," ucap Suly sembari memperhatikan pakaiannya yang dikenakan.Habibah mendengar suara mobil dari luar rumah. "Sebentar ya? Sepertinya suami saya pulang," beliau bergegas melangkah keluar dari tempat tersebut."Assalamu'alaikum ..." Ikbal memasuki teras dan di sambut oleh sang istri."Wa'alaikumus salam ..." Habibah mengambil tas yang dibawa suaminya.Kemudian Ikbal merangkul pinggang sang istri sambil berjalan tampak romantis sekali."Di dalam, ada Citra sama tantenya. Sedang mencoba pakaian untuk acara nikahan nanti," lirih Habibah sembari melirik suaminya seraya berjalan menuju kamarnya."Oya, Yusuf kerja?" tanya Ikbal tentang putranya. Sambil duduk di tepi tempat tidur membuka pakaian formalnya.Habibah berjongkok membuka sepatu suaminya seraya berkata. "Iya, tapi Bang ... sepertinya Yusuf tidak menyambut baik pernikahan ini, tapi Ibu sangat berharap kehadiran Citra dapat merubah segalanya, dan bisa menjadi obat atas segala luka yang dia dapat di waktu silam." Habibah menyimpan sepatu ketempat nya."Nah itulah yang saya harapkan juga. Anak kita tidak mesti larut dalam lukanya, dia harus bangkit. Merubah pemikiran bahwa ada wanita yang lebih baik dan mencintai dia sepenuhnya. Walau tidak sekarang tapi setidaknya nanti akan mendapat bahagia bersama Citra," ujar tuan Ikbal yakin."Iya Bang, oya mau langsung istirahat apa?" Habibah bertanya setelah melihat suaminya berbaring. Sementara dia berdiri memandangi suaminya."Sepertinya." Sahut Ikbal sambil memejamkan pasang matanya. merasakan nyamannya di atas tempat tidur."Oh, ya udah saya akan menemui mereka dulu. Kalau butuh sesuatu panggil saja di kamar sebelah," ucapnya Habibah lalu pergi meninggalkan suaminya dan tidak lupa untuk menutup pintu."Hem ... kapan saya akan menikah? Masa mesti seumur hidup sendiri. Ya Allah aku tak ingin begini terus," gumamnya Suly dalam hati sambil melongo memandangi pantulan dirinya di cermin ....Bersambung.Dibalik wajah Suly yang kadang serius dan ceria. Tersimpan sendu dan duka, sebagai wanita normal Suly pun ingin seperti wanita lainnya yang hidup bahagia bersuami dan memiliki anak."Tante, sedang memikirkan apa? anteng saja! melamun ya, jangan melamun ... nanti anak ayam tetangga pada mati dan minta tanggung sama Tante." Citra sembari menepuk bahu Tantenya."Ah tidak, kau sangat cantik, apa lagi nanti kalau kau sudah di dandani, pasti sangat cantik. Tante ingin ... kamu bahagia, hidup terjamin dan berkecukupan. Jangan seperti hidup yang telah kita lewati, Kalau saja kau menikah dengan Firman, belum tentu. Lagian buktinya dia belum juga melamar kamu apa lagi menikahi," Suly berubah ketus, merasa geram mengingat Firman dan Citra berhubungan bukan baru sebentar.Citra merangkul bahu tantenya, memandangi dari balik cermin. "Citra juga ingin Tante hidup bahagia menemukan seseorang yang mencintai Tante, membahagiakan Tante. Jangan ngomongin orang ah.""Tante bukannya ngomongin orang, tapi .
Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuat
Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yu
Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in
Citra melangkahkan kakinya mengikuti nenek dan tantenya yang sudah duluan berjalan, di pintu. Citra berhenti dan memutar tubuhnya melihat kedalam rumah yang selama ini dia tinggali.Hari ini dia akan melepas masa lajangnya. Otomatis dia akan tinggal bersama suami dan tidak lagi tinggal di sini, di sudut matanya keluar buliran air bening yang jatuh ke pipinya yang mulus."Citra ... ayok siang nih, belum make up nya. Buruan?" lirih Suly kepada keponakannya yang tampak ragu-ragu untuk pergi.Citra menoleh ke arah sumber suara. Mengusap pipinya kemudian dengan basmallah Citra melangkahkan kedua kaki meninggalkan rumah masa kecilnya.Mobil jemputan sudah menunggu dari tadi, tanpa banyak pikir lagi Citra memasuki mobil tersebut. Lalu mobil pun bergerak berjalan cepat menuju kediaman tuan Ikbal.Waktu menunjukkan pukul 07.00 dan acaranya nanti sekitar jam 11.00 jadi masih banyak waktu untuk sang calon pengantin di make up. Di kediaman Ikbal sudah ramai dengan keluarga dan tamu undangan yang s
"Hem ... untung gak langsung membuka pintu," gumam Citra sambil menutup kepalanya dengan handuk. Membuka pintu hendak mengambil pakaian di dalam tas.Yusuf melirik langkah Citra yang keluar dari kamar mandi, lalu memalingkan lagi pandangannya ke lain tempat.Citra menunduk tak berani mengangkat kepalanya. Kemudian masuk kembali kedalam kamar mandi."Kenapa sih ini jantung rasanya tak karuan, berdebar begitu cepat?" Citra memegangi dadanya.Setelah berganti pakaian Citra keluar, menutup pintu perlahan. Lanjut menunaikan sholat isya sendiri, di lihatnya Yusuf memejamkan mata.Selepas sholat. Dia termenung, ini hari pertama di mana statusnya berubah menjadi seorang istri. Citra menarik nafas panjang, kembali melihat ke arah Yusuf yang tertidur ternyata masih mengenakan setelan yang tadi belum sempat ganti. Bahkan sepatu pun masih melekat di kakinya.Citra perlahan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu Citra melepaskan sepatu Yusuf satu/satu kemudian di simpan pada tempatnya
Detik kemudian barulah naik dan berbaring memunggungi Citra. Bagaimana pun sebagai laki-laki dia normal. Namun dia belum ingin menyentuhnya, apa lagi belum ada cinta diantara keduanya. Terutama di hati Yusuf belum mencintai Citra istrinya.Pagi-pagi burung peliharaan Ikbal sudah berkicau menghiasi pagi yang cerah ini. Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan."Gimana malam pertamanya nih pengantin baru?" goda Habibah pada putra dan mantunyaUhuk-uhuk. Citra tersedak mendengar ucapan Ibu mertuanya."Sayang kamu kenapa? hati-hati makannya." Habibah memberikan Citra air minum, kebetulan dia duduknya lebih dekat dengan Citra."Tidak," sahut Citra setelah meneguk air minumnya dan melirik kanan dan kiri.Yusuf tidak memberi respon apa pun, selain serius aja dengan makannya."Hati-hati Citra! makannya," ucap bu Fatma menatap cucu satu-satunya itu."Iya. Nek," Citra melirik neneknya sesaat."Kalian belum menjawab pertanyaan Ibu tadi? gimana malam pertamanya, dulu waktu Ibu menikah sama Bapa
"Assalamualaikum Ibu apa kabar? Ucap Citra pada bu Habibah. Lantas memeluk dan mencium nya."Wa'alaikumus salam ... sendiri aja Neng?" Bu Habibah balik bertanya sembari memeluk mantunya tersebut.Rahadi hanya menatap kedua wanita yang berada di hadapannya itu dengan hati yang bertanya-tanya siapa kah gadis ini. Putrinya kah?Kemudian pelukan mereka berdua pun memudar seraya sama-sama melirik ke arah pria yang sudah sedari tadi bengong melihat mereka berdua.Citra ingin bertanya siapakah pria tersebut? yang dari tadi bersama ibu mertuanya.Namun sebelum Citra bertanya Ibu Habibah lebih dulu mengenalkan teman pria nya pada sang mantu."Neng kenalkan, ini teman lama ibu namanya om Rahadi. Setelah 10 tahun kami tidak bertemu baru kali ini kami bertemu lagi," ucap Bu Habibah yang mengenalkan citra sama Rahadi.Rahadi pun berdiri mengeluarkan tangannya kepada Citra seraya berkata dengan ramah. "Kenalkan nama saya Rahadi teman lamanya Habibah, kami sudah puluhan tahun tidak bertemu!"Citra m
Pagi-pagi Citra seperti biasa, menyiapkan sarapan buat sang suami yang mau ke kantor."Bang, ini sarapannya sudah siap." Citra menyajikan sarapan di hadapan Yusuf yang tampak sibuk dengan gawai nya."Iya sayang, makasih ..." Yusuf sejenak mengangkat wajahnya dan mengulas senyuman pada istri nya tersebut.Selesai sarapan, Yusuf langsung berpamitan untuk ke kantor. "Aku pergi dulu, mau bareng gak?""Nggak, aku kan siang masa kerjanya. Masa jam segini sudah pergi ... Mau nyubuh Pak ..." Citra menggeleng sembari menarik piring bekas sang suami.Yusuf beranjak dari duduknya sambil memasukan gawai ke dalam saku nya dan meraih tas tangan, berjalan menuju keluar rumah.Citra pun mengantar sampai teras, wanita cantik dan berkerudung tersebut mencium tangan sang suami penuh hormat."Hati-hati ya bawa mobilnya. Dan nanti malam mau di masakin apa?" Citra menatap suaminya penuh tanya."Nggak tahu soalnya kalau sibuk berarti nggak makan di rumah, gimana nanti aja lah dikasih informasi! ya udah seka
Di sebuah sekolah kanak-kanak, Citra sedang mengajar anak-anak membaca doa-doa pendek.Dengan mengajar, hatinya tidak terlalu kesepian dengan belum adanya seorang anak dari rahimnya. Lagian pernikahan Citra baru genap satu tahun."Sekarang, Ibu mau bertanya sama kalian semua. Siapa yang tahu doa mau makan?" tanya Citra."Saya, Bu." Jawab anak-anak serempak."Siapa yang bisa doa sesudah makan?" tanya lagi Citra."Saya, Bu ..." jawab mereka kembali dengan riuhnya."Nah siapa yang tidak pernah lupa membacanya?" tanya Citra lagi menatap ke arah semuanya."Saya, Bu ... selalu baca," Ada juga yang menjawab. "Saya suka lupa, Bu ..." jawabannya menjadi beragam.Bibir Citra tersenyum lebar. "Oke, untuk hari ini cukup di sini dulu belajarnya ya? sampai ketemu lagi hari esok. Yu kita tutup dengan bacaan hamdalah." Citra menuntun dengan membaca hamdalah yang diikuti oleh anak-anak.Mereka sangat serempak membaca doa. Dan sangat senang dengan berakhirnya jam pelajaran.Setelah semua murid pulang.
Syila uring-uringan. Setibanya di kamar, yang tadinya mau menggoda malah di cuekin dan orangnya menghilang begitu saja."Kemana sih? bego amat jadi orang mau di suguhi yang barang berkualitas aja gak mau." Gerutu Shila sambil meremas piyamanya.Sementara Yusuf. Kini sudah berada di dalam kamarnya, sengaja tingkahnya sedikit mengendap takut kedengaran oleh telinga Syila yang berada di kamarnya."Enak saja mau membohongi ku, dengan alasan air tidak nyala Segala! aku khawatir nantinya akan menjadi fitnah."Kemudian Yusuf membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Memejamkan kedua matanya tuk merehatkan segala lelah dan penat dari seharian beraktivitas. Namun sebelumnya mengirim pesan buat sang istri walau hanya sekedar mengucapkan met istirahat.Di hari ke sekian, pagi-pagi pintu kamar Yusuf sudah di ketuk dari luar ketika Yusuf buka, Syila sudah berdiri masih memakai piyama, belum mandi. Alis Yusuf bertaut menatap ke arah Syila dan jarum jam bergantian."Kenapa belum mandi?" selidik Yusuf.
Saat ini Yusuf sudah berada di kota Bandung dalam urusan kerjaan, dan di dampingi oleh Syila sebagai asisten dan sekaligus sahabat lama nya Yusuf.Setalah mengadakan meeting, Yusuf dan Syila berada di sebuah restoran, Tengah makan siang."Kalau boleh tahu sudah lama? kamu menikah dengan Citra?" tanya Syila menatap lekat ke arah Yusuf yang anteng dengan makannya."Hem, sekitar ... ya kurang lebih satu tahunan lah." Jawabnya Yusuf terbilang singkat."Ooh," membulatkan bibirnya."Kamu sendiri sudah menikah belum? orang mana suami mu?" balik tanya Yusuf sekilas menatap Syila. Kemudian menundukkan kepala melanjutkan kembali makannya."Apa gak kamu lihat aku masih singel begini? masih bersegel lah." Jawab Syila sedikit malu-malu.Seusai makan siang keduanya meninggalkan resto dan kembali ke kantor untuk melanjutkan tugas-tugas yang masih menumpuk tentunya.Syila yang satu ruangan dengan Yusuf, sering mencuri pandang ke arah bos nya itu. Lama-lama dilihat Yusuf semakin tampan dan bersahaja,
Citra masuk ke dalam kamar, dan mendapati sang suami sudah duduk bersandar di bahu tempat tidur. Menatap ke arahnya, Citra berjalan menghampiri."Lama sih sayang?" ucap Yusuf menatap lekat sang istri,"Apa yang lama? bentar kok nyuci dulu, gimana kalau semalaman? Aneh deh." Citra tak mau kalah."Sini, duduk bersama ku?" kata Yusup sambil menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.Citra yang masih berdiri di tepi tempat tidur, pada akhirnya menuruti permintaan sang suami. Ia merangkak naik dan duduk di sebelah Yusuf.Yusuf mendekat dan merapatkan tubuhnya dangan sang istri. Tangannya langsung mendekap penuh kehangatan. "Gimana cerita hari ini hem?" tanya Yusuf sambil jarinya mengelus pipi sang istri."Cerita hari ini, tidak ada yang menarik. Lagian seharian ini aku berada di rumah, jadi gak ada yang harus di ceritakan." Balas Citra sambil membuka kerudung. Mengurai rambut indahnya."Besok aku harus ke luar kota, ada urusan kantor," ungkap Yusuf tangan terus bergerak mengelus pipi sang istri d
"Oh, iya Nek ... makasih ya Nek?" balas Citra dan menempelkan kepala di bahu sang nenek."Oya, Tante mau minum apa? Nenek juga, aku akan buatkan." Citra menoleh tante dan neneknya bergantian.Suly mendongak. "Nggak usah Citra, Tante gak haus. Lagian gak akan lama kok.""Ya, udah. Aku ambil buat Nenek saja." Citra ngeloyor ke belakang."Kenapa, buru-buru? ke sini juga jarang-jarang, oya berapa bulan kehamilannya? sepertinya gak lama juga lahiran deh," ujar Habibah dengan senyuman ramahnya."Menginjak 8 bulan." Suly makin tegang. Ia merasa gak nyaman di hadapan bekas madunya itu."Wah ... bentar lagi juga lahiran ya, apa jenis kelaminnya?" tanya lagi bu Habibah.Suly tidak merespon. Ia malah sibuk dengan ponselnya, sibuk membalas chat dari seseorang.Bu Fatma yang melihat itu langsung menjawab pertanyaan Habibah. "Kalau hasil USG sih perempuan, tapi gak tau kalau nanti lahirnya. Siapa tahu Allah kasih keajaiban, kan kita gak tau.""Oh, iya bener Bu ... benar sekali. wah ... Citra, benta
Beberapa bulan kemudian, Habibah sudah resmi bercerai dengan Ikbal. Soal harta gono gini tentu Habibah menang banyak, pertama ... emang ada dari awal mulanya. Kedua Ikbal yang membuat kesalahan, menikah tanpa sepengatahuan istri tua.Citra yang merasa sepi, kini memilih mengajar anak-anak di TK yang letaknya tak jauh dari kompleks. Citra sangat menikmati perannya sebagai guru TK mengajar dan banyak bermain dengan anak-anak. Kadang juga Citra diajak Yusuf bila ada pertemuan urusan kerjaan di kantor sebagai istri CEO.Habibah pun sering berada di rumah sang putra, Yusuf, dan ikut ke TK bersama Citra. Bila mengajar, bermain dengan anak-anak. Dengan cepat Habibah bangkit dari keterpurukkan hati yang luka, kini dalam hidupnya hanya ada putra semata wayang dan mantu kesayangannya. Tanpa ada kata suami yang mendampingi hidupnya lagi.Setelah bercerai, Ikbal keluar dari kantor yang selama ini membesarkan namanya. Meskipun saham terbagi tiga, Habibah, darinya dan sang putra. Namun ia merasa mal
"Sudah dong jangan marah, kalau kamu marah, aku tidak tahu harus pulang kemana?" ucap Ikbal dengan pelan."Pulang saja ke istri tua mu, bingung amat." Ketus Suly sambil menurunkan selimutnya sedikit.Hati Ikbal jadi mencelos mendengar ucapan Suly barusan. "Gimana aku mau pulang? kalau istriku sudah menolak ku dan sebentar lagi akan menggugat cerai." Pelan dan menghembuskan nafasnya kasar dari hidung.Suly terperangah, sangat terkejut mendengar kata-kata dari Ikbal. "Apa? apa yang kau bilang barusan." Suly mendudukkan dirinya.Wajah Ikbal nampak masih lesu. "Iya, dia sudah tahu kita menikah. Dia marah dan langsung ingin menggugat cerai."Suly termangu, dalam pikirannya berjubel kemarahan Habibah dan terbesit di pikirannya. Kalau dirinyalah yang jadi pemicu kehancuran rumah tangga Ikbal dan Habibah.Hening!Keduanya terdiam membisu seribu bahasa, namun tangan Suly mendekap tubuh Ikbal. Memeluknya sangat erat.Begitupun Ikbal membalas pelukan Suly sangat erat. Sementara waktu yang terdeng