"Nenek mau ikut gak? bersama kita?" tanya Citra menatap lembut Bu Fatma sembari memegangi tangannya yang sudah keriput.
"Tidak, biar Nenek di rumah saja, kalian saja yang berangkat ke sana dan titip salam buat orang yang ada di sana ya," lirih bu Fatma sembari mengusap pipi cucunya penuh kasih."Yok! berangkat sekarang, itu mobilnya sudah menunggu di jalan." Jelas Suly mengambil tasnya dan melangkah yang sebelumnya pamitan pada sang Ibu terlebih dahulu."Citra pergi dulu ya Nek, hati-hati di rumah," citra mencium punggung tangan bu Fatma kemudian bergegas mengejar langkah Tante nya, Suly."Silakan masuk Bu dan Nona?" supir membukakan pintu untuk keduanya."Apa? I-Ibu, saya Nona. Karena saya belum Ibu-ibu," ketusnya Suly menatap tidak suka pada sang supir yang menyebutnya ibu."Baik Bu, eh Nona," supir mengangguk dan menyilaukan kembali untuk masuk ke dalam mobil.Sembari duduk Suly menggerutu. "Emangnya saya tua banget apa, di panggil Ibu segala."Citra diam-diam, senyum-senyum sendiri mendengar tantenya ngoceh kesal. "Sudahlah, terima saja Tante ... memang benar sudah tua, kan? hi hi hi." Citra terkekeh sendiri, Suly membulatkan matanya dengan sangat sempurna pada Citra."Kamu kurang ajar ya, bilang tante mu ini sudah tua. Awas ya balasan tante mu ini," menunjuk wajah Citra yang sedang terkekeh.Supir yang mendengar perdebatan orang yang di belakang, hanya tersenyum sesekali melirik dari kaca spionSelang lama di perjalanan. akhirnya Suly dan Citra, sampai di teras. langsung di sambut oleh bu Habibah yang mengulum senyumnya. "MasyaAllah calon mantu Ibu sudah datang rupanya.""Assalamu'alaikum ..." Citra mengucap salam dan mencium punggung tangan Bu Habibah."Wa'alaikum salam ... kalian sudah datang yok masuk?" Habibah menggandeng tangan Citra diajaknya masuk dan duduk di sofa panjang ruang tamu."Silahkan duduk?" Habibah persilahkan duduk kepada Suly yang masih berdiri sambil mengedarkan pandangan ke tempat sekitar."Oh iya, makasih." Suly lalu kemudian mendudukan tubuhnya di sofa sebelah bersebrangan dengan yang punya rumah.Bu Habibah berdiri lagi. "Ibu ambil minum dulu ya, kalian pasti haus, kan?""Eum ... jangan ngerepotin mbak," ucap Suly lembut."Tidak kok. Cuman minum kok," ucapnya Habibah sambil melengos ke dapur.Citra terdiam sambil memperhatikan ruang sekitar. Matanya tertuju pada photo- photo yang terpajang rapi di dinding dan atas lemari."Apa kau sudah memberi tahu kawan-kawan mu, bahwa kamu akan menikah? tanya Suly pada Citra, dan Citra tidak merespon pertanyaan tantenya.Suly menggeleng melihat ponakan nya yang tampak melamun. "Hem ... melamun dasar nih anak."Tidak lama ... Habibah datang dengan membawa nampan berisi tiga gelas air minum dan sepiring kue, lalu meletakkan nya di meja. "Silahkan diminum."Citra dan Suly mengangguk dan mengambil gelas lalu meminum sampai habis setengahnya saking hausnya. Melihat itu Habibah tersenyum dan menawari lagi, Citra menolak dengan alasan nanti bisa ambil sendiri ke dapur."Ya sudah. Gimana kalau kita mulai mencoba pakaian buat acara nanti pernikahan?" Habibah Menatap lembut ke arah keduanya.Suly langsung menyahut. "Yok, saya juga sudah tidak sabar ingin mencobanya."Kemudian mereka berjalan mengikuti langkah Habibah ke sebuah kamar yang sudah tersedia pakaian buat acara pernikahan."Ini gaun pengantin buat kamu Citra lengkap dengan kerudungnya," Habibah menyodorkan sebuah gaun pengantin pada Citra.Citra bengong melihat gaun pengantin yang begitu indah. Dulu cuma bisa membayangkan, namun kali ini akan menyentuh dan mengenakannya. Masa Allah."Citra! pakai lah?" Habibah memberikan gaun tersebut kepada Citra yang bengong. Perlahan Citra mengambil, dan memperhatikan dengan seksama."Dek Suly pilih saja yang mana yang di sukai." Habibah melempar senyum pada Suly yang nampak bingung.Citra masuk ke ruang ganti. Membawa gaun pengantinnya, dadanya deg degan tak menentu.Pernikahan yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini berasa mimpi baginya, tidak menyangka sama sekali. Apa lagi si calon mempelai bersikap dingin padanya."Apa iya kami akan menikah?" Gumam Citra sambil memandangi dirinya di cermin, setelah mengenakan gaunnya.Citra membuka pintu, keluar dari kamar memperlihatkan dirinya yang mengenakan gaun pengantin yang indah nan mewah tersebut.Habibah yang menunggu kemunculan Citra! sungguh sangat terpukau dengan kecantikan Citra! gadis sederhana namun begitu sangat cantik, Habibah memandangi sampai tak berkedip. Sangat kagum jadinya."Itu belum kena make-up, apa lagi kalau sudah di pulas dengan make-up nanti. Pasti sangat cantik, luar biasa ck-ck-ck," gumam Habibah pelan dan berdecak kagum.Habibah yang duduk di sofa sungguh mengagumi. "Cantik sekali calon mantu Ibu," ucap Habibah sambil menatap tak berkedip, dan tangannya sebagai penyangga kepalanya.Ucapan Habibah membuat Citra tersipu malu. Wajahnya merona merah dan menunduk begitu dalam, tak berani menampakkan wajahnya lagi.Habibah semakin mengembangkan senyumnya, lalu melihat ke arah Suly yang baru keluar dari ruang ganti."Dek Suly juga sangat cantik, pas tuh bajunya di badan dek Suly," puji Habibah pada Suly."Makasih Mbak, jadi malu hihihi," ucap Suly sembari memperhatikan pakaiannya yang dikenakan.Habibah mendengar suara mobil dari luar rumah. "Sebentar ya? Sepertinya suami saya pulang," beliau bergegas melangkah keluar dari tempat tersebut."Assalamu'alaikum ..." Ikbal memasuki teras dan di sambut oleh sang istri."Wa'alaikumus salam ..." Habibah mengambil tas yang dibawa suaminya.Kemudian Ikbal merangkul pinggang sang istri sambil berjalan tampak romantis sekali."Di dalam, ada Citra sama tantenya. Sedang mencoba pakaian untuk acara nikahan nanti," lirih Habibah sembari melirik suaminya seraya berjalan menuju kamarnya."Oya, Yusuf kerja?" tanya Ikbal tentang putranya. Sambil duduk di tepi tempat tidur membuka pakaian formalnya.Habibah berjongkok membuka sepatu suaminya seraya berkata. "Iya, tapi Bang ... sepertinya Yusuf tidak menyambut baik pernikahan ini, tapi Ibu sangat berharap kehadiran Citra dapat merubah segalanya, dan bisa menjadi obat atas segala luka yang dia dapat di waktu silam." Habibah menyimpan sepatu ketempat nya."Nah itulah yang saya harapkan juga. Anak kita tidak mesti larut dalam lukanya, dia harus bangkit. Merubah pemikiran bahwa ada wanita yang lebih baik dan mencintai dia sepenuhnya. Walau tidak sekarang tapi setidaknya nanti akan mendapat bahagia bersama Citra," ujar tuan Ikbal yakin."Iya Bang, oya mau langsung istirahat apa?" Habibah bertanya setelah melihat suaminya berbaring. Sementara dia berdiri memandangi suaminya."Sepertinya." Sahut Ikbal sambil memejamkan pasang matanya. merasakan nyamannya di atas tempat tidur."Oh, ya udah saya akan menemui mereka dulu. Kalau butuh sesuatu panggil saja di kamar sebelah," ucapnya Habibah lalu pergi meninggalkan suaminya dan tidak lupa untuk menutup pintu."Hem ... kapan saya akan menikah? Masa mesti seumur hidup sendiri. Ya Allah aku tak ingin begini terus," gumamnya Suly dalam hati sambil melongo memandangi pantulan dirinya di cermin ....Bersambung.Dibalik wajah Suly yang kadang serius dan ceria. Tersimpan sendu dan duka, sebagai wanita normal Suly pun ingin seperti wanita lainnya yang hidup bahagia bersuami dan memiliki anak."Tante, sedang memikirkan apa? anteng saja! melamun ya, jangan melamun ... nanti anak ayam tetangga pada mati dan minta tanggung sama Tante." Citra sembari menepuk bahu Tantenya."Ah tidak, kau sangat cantik, apa lagi nanti kalau kau sudah di dandani, pasti sangat cantik. Tante ingin ... kamu bahagia, hidup terjamin dan berkecukupan. Jangan seperti hidup yang telah kita lewati, Kalau saja kau menikah dengan Firman, belum tentu. Lagian buktinya dia belum juga melamar kamu apa lagi menikahi," Suly berubah ketus, merasa geram mengingat Firman dan Citra berhubungan bukan baru sebentar.Citra merangkul bahu tantenya, memandangi dari balik cermin. "Citra juga ingin Tante hidup bahagia menemukan seseorang yang mencintai Tante, membahagiakan Tante. Jangan ngomongin orang ah.""Tante bukannya ngomongin orang, tapi .
Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuat
Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yu
Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in
Citra melangkahkan kakinya mengikuti nenek dan tantenya yang sudah duluan berjalan, di pintu. Citra berhenti dan memutar tubuhnya melihat kedalam rumah yang selama ini dia tinggali.Hari ini dia akan melepas masa lajangnya. Otomatis dia akan tinggal bersama suami dan tidak lagi tinggal di sini, di sudut matanya keluar buliran air bening yang jatuh ke pipinya yang mulus."Citra ... ayok siang nih, belum make up nya. Buruan?" lirih Suly kepada keponakannya yang tampak ragu-ragu untuk pergi.Citra menoleh ke arah sumber suara. Mengusap pipinya kemudian dengan basmallah Citra melangkahkan kedua kaki meninggalkan rumah masa kecilnya.Mobil jemputan sudah menunggu dari tadi, tanpa banyak pikir lagi Citra memasuki mobil tersebut. Lalu mobil pun bergerak berjalan cepat menuju kediaman tuan Ikbal.Waktu menunjukkan pukul 07.00 dan acaranya nanti sekitar jam 11.00 jadi masih banyak waktu untuk sang calon pengantin di make up. Di kediaman Ikbal sudah ramai dengan keluarga dan tamu undangan yang s
"Hem ... untung gak langsung membuka pintu," gumam Citra sambil menutup kepalanya dengan handuk. Membuka pintu hendak mengambil pakaian di dalam tas.Yusuf melirik langkah Citra yang keluar dari kamar mandi, lalu memalingkan lagi pandangannya ke lain tempat.Citra menunduk tak berani mengangkat kepalanya. Kemudian masuk kembali kedalam kamar mandi."Kenapa sih ini jantung rasanya tak karuan, berdebar begitu cepat?" Citra memegangi dadanya.Setelah berganti pakaian Citra keluar, menutup pintu perlahan. Lanjut menunaikan sholat isya sendiri, di lihatnya Yusuf memejamkan mata.Selepas sholat. Dia termenung, ini hari pertama di mana statusnya berubah menjadi seorang istri. Citra menarik nafas panjang, kembali melihat ke arah Yusuf yang tertidur ternyata masih mengenakan setelan yang tadi belum sempat ganti. Bahkan sepatu pun masih melekat di kakinya.Citra perlahan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu Citra melepaskan sepatu Yusuf satu/satu kemudian di simpan pada tempatnya
Detik kemudian barulah naik dan berbaring memunggungi Citra. Bagaimana pun sebagai laki-laki dia normal. Namun dia belum ingin menyentuhnya, apa lagi belum ada cinta diantara keduanya. Terutama di hati Yusuf belum mencintai Citra istrinya.Pagi-pagi burung peliharaan Ikbal sudah berkicau menghiasi pagi yang cerah ini. Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan."Gimana malam pertamanya nih pengantin baru?" goda Habibah pada putra dan mantunyaUhuk-uhuk. Citra tersedak mendengar ucapan Ibu mertuanya."Sayang kamu kenapa? hati-hati makannya." Habibah memberikan Citra air minum, kebetulan dia duduknya lebih dekat dengan Citra."Tidak," sahut Citra setelah meneguk air minumnya dan melirik kanan dan kiri.Yusuf tidak memberi respon apa pun, selain serius aja dengan makannya."Hati-hati Citra! makannya," ucap bu Fatma menatap cucu satu-satunya itu."Iya. Nek," Citra melirik neneknya sesaat."Kalian belum menjawab pertanyaan Ibu tadi? gimana malam pertamanya, dulu waktu Ibu menikah sama Bapa