Pagi-pagi Citra seperti biasa, menyiapkan sarapan buat sang suami yang mau ke kantor."Bang, ini sarapannya sudah siap." Citra menyajikan sarapan di hadapan Yusuf yang tampak sibuk dengan gawai nya."Iya sayang, makasih ..." Yusuf sejenak mengangkat wajahnya dan mengulas senyuman pada istri nya tersebut.Selesai sarapan, Yusuf langsung berpamitan untuk ke kantor. "Aku pergi dulu, mau bareng gak?""Nggak, aku kan siang masa kerjanya. Masa jam segini sudah pergi ... Mau nyubuh Pak ..." Citra menggeleng sembari menarik piring bekas sang suami.Yusuf beranjak dari duduknya sambil memasukan gawai ke dalam saku nya dan meraih tas tangan, berjalan menuju keluar rumah.Citra pun mengantar sampai teras, wanita cantik dan berkerudung tersebut mencium tangan sang suami penuh hormat."Hati-hati ya bawa mobilnya. Dan nanti malam mau di masakin apa?" Citra menatap suaminya penuh tanya."Nggak tahu soalnya kalau sibuk berarti nggak makan di rumah, gimana nanti aja lah dikasih informasi! ya udah seka
"Assalamualaikum Ibu apa kabar? Ucap Citra pada bu Habibah. Lantas memeluk dan mencium nya."Wa'alaikumus salam ... sendiri aja Neng?" Bu Habibah balik bertanya sembari memeluk mantunya tersebut.Rahadi hanya menatap kedua wanita yang berada di hadapannya itu dengan hati yang bertanya-tanya siapa kah gadis ini. Putrinya kah?Kemudian pelukan mereka berdua pun memudar seraya sama-sama melirik ke arah pria yang sudah sedari tadi bengong melihat mereka berdua.Citra ingin bertanya siapakah pria tersebut? yang dari tadi bersama ibu mertuanya.Namun sebelum Citra bertanya Ibu Habibah lebih dulu mengenalkan teman pria nya pada sang mantu."Neng kenalkan, ini teman lama ibu namanya om Rahadi. Setelah 10 tahun kami tidak bertemu baru kali ini kami bertemu lagi," ucap Bu Habibah yang mengenalkan citra sama Rahadi.Rahadi pun berdiri mengeluarkan tangannya kepada Citra seraya berkata dengan ramah. "Kenalkan nama saya Rahadi teman lamanya Habibah, kami sudah puluhan tahun tidak bertemu!"Citra m
Di sebuah rumah yang sangat sederhana ada tiga wanita sedang berkumpul, mereka adalah Bu Fatma. Suly dan Citra membicarakan sesuatu yang tampaknya sangat serius."Keputusan sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi, kau harus mau menikah! dengan Yusuf dalam waktu satu minggu lagi," ucap Tante Suly."Tapi Tante ... Citra gak kenal sama siapa orang yang akan jadi suami Citra. Gimana jadinya menikah sama orang yang tidak di kenal?" ucap Citra memelas hatinya tak menyetujui perjodohan ini."Nanti juga kau akan mengenalnya Citra ... Nenek yakin kau akan menemukan bahagia, hidup bersamanya akan terjamin juga. Tidak seperti sekarang atau yang sudah-sudah kita hidup susah, kau juga harus banting tulang untuk membantu tante mu." Lirih Bu Fatma sambil menarik napas dalam-dalam."Tapi Nek, Citra tidak yakin." Citra menunduk dalam, bagaimana pun ia tidak ingin menikah apa lagi dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Apa lagi mencintainya.Tante Suly geram. "Dasar anak tidak tau di untung, kau ma
Dari dalam, melintas seorang pria muda sekitar usia 28 atau 30 tahun, dengan penampilan sangat rapi. Mungkin dia akan berangkat kerja, namun di panggil oleh tuan Ikbal. Membuat dia menghentikan langkahnya, berdiri tanpa menoleh sedikitpun."Yusuf, ke marilah. Kita bicara sebentar saja," lagi-lagi tuan Ikbal memanggil pria tersebut.Dengan malasnya pria tersebut membalikkan badan dan duduk di sofa yang masih kosong."Duduk lah Nak. Papa mau bicara sebentar," lirih Ibu Habibah menatap putranya yang acuh.Sekilas Citra melirik wajah Yusup yang menunduk, lalu Citra menunduk kembali."Yusuf, ini Citra calon istri mu dan yang di sebelahnya adalah Tante nya Citra! Bernama Suly. Papa sudah putuskan kalian akan menikah secepatnya, karena Papa yakin niat baik tidak boleh di nanti-nanti harus di segerakan. Iya, kan. Bu?" Lalu melirik istrinya. Habibah yang membalas dengan anggukan.Yusuf hanya terdiam, sekilas melihat kearah Citra dan Tante Suly. Tanpa sedikitpun senyuman yang dia berikan, tatapa
.Setelah bersiap Suly pergi ketempat kerjanya, begitupun Citra. Kedua langkahnya bergegas memasuki sebuah perusahaan tempatnya bekerja sebagai OB, membawa sebuah amplop besar berisi surat permohonan resign.Selepas bertemu dengan atasannya. Citra langsung memberikan amplop yang dia bawa. "Maaf Pak. Saya mau menyerahkan ini, sebagai permohonan saya resign."Atasan Citra menatap heran. "Kenapa kamu mengundurkan diri apa kamu sudah kaya dan tidak membutuhkan uang lagi, sehingga kau mau berhenti?" Menatap datar dan memainkan ballpoint di jarinya.Citra menunduk. "Bu-bukan Pak saya hanya ingin mengurus Nenek saya di rumah," elak Citra agak gugup."Benarkah?" mengerenyitkan dahinya."Iya. Pak," sahut Citra lagi, menunduk dalam."Saya ... tidak akan semudah itu mengijinkan kamu resign, baiknya kamu pikirkan lagi. Siapa tau nanti kamu berubah pikiran dan ingin bekerja kembali. Sekarang saya ijinkan kamu libur dalam satu minggu ini. Nanti kamu bisa masuk lagi," ujar atasan Citra."Baiklah Pak t
"Nenek mau ikut gak? bersama kita?" tanya Citra menatap lembut Bu Fatma sembari memegangi tangannya yang sudah keriput."Tidak, biar Nenek di rumah saja, kalian saja yang berangkat ke sana dan titip salam buat orang yang ada di sana ya," lirih bu Fatma sembari mengusap pipi cucunya penuh kasih."Yok! berangkat sekarang, itu mobilnya sudah menunggu di jalan." Jelas Suly mengambil tasnya dan melangkah yang sebelumnya pamitan pada sang Ibu terlebih dahulu."Citra pergi dulu ya Nek, hati-hati di rumah," citra mencium punggung tangan bu Fatma kemudian bergegas mengejar langkah Tante nya, Suly."Silakan masuk Bu dan Nona?" supir membukakan pintu untuk keduanya."Apa? I-Ibu, saya Nona. Karena saya belum Ibu-ibu," ketusnya Suly menatap tidak suka pada sang supir yang menyebutnya ibu."Baik Bu, eh Nona," supir mengangguk dan menyilaukan kembali untuk masuk ke dalam mobil.Sembari duduk Suly menggerutu. "Emangnya saya tua banget apa, di panggil Ibu segala."Citra diam-diam, senyum-senyum sendiri
Dibalik wajah Suly yang kadang serius dan ceria. Tersimpan sendu dan duka, sebagai wanita normal Suly pun ingin seperti wanita lainnya yang hidup bahagia bersuami dan memiliki anak."Tante, sedang memikirkan apa? anteng saja! melamun ya, jangan melamun ... nanti anak ayam tetangga pada mati dan minta tanggung sama Tante." Citra sembari menepuk bahu Tantenya."Ah tidak, kau sangat cantik, apa lagi nanti kalau kau sudah di dandani, pasti sangat cantik. Tante ingin ... kamu bahagia, hidup terjamin dan berkecukupan. Jangan seperti hidup yang telah kita lewati, Kalau saja kau menikah dengan Firman, belum tentu. Lagian buktinya dia belum juga melamar kamu apa lagi menikahi," Suly berubah ketus, merasa geram mengingat Firman dan Citra berhubungan bukan baru sebentar.Citra merangkul bahu tantenya, memandangi dari balik cermin. "Citra juga ingin Tante hidup bahagia menemukan seseorang yang mencintai Tante, membahagiakan Tante. Jangan ngomongin orang ah.""Tante bukannya ngomongin orang, tapi .
Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuat