Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.
Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuatu gitu, maksudmu?" Suly menepis tatapan Citra dengan mengalihkan pandangan ke lain arah."Citra takut tante ke napa-napa Tante," elak Citra. "Ya sudah kita ke ruang tamu yok," ajak Citra sambil berdiri dan di ikuti oleh Suly.Keduanya duduk di sofa ruang tamu. Habibah yang membawakan obat dan air putih, melihat tamunya sudah duduk di ruang tamu langsung saja menghampiri."Ini diminum obatnya, takut terus-terusan sakitnya." Habibah menyodorkan obat sekaligus air putihnya pada Suly yang malah bengong."Ta-tapi," Suly menatap obat yang masih di tangan Habibah. "Sial saya, kan, tidak sakit perut. Tadi aku berbohong saja bukan beneran!""Minumlah! katanya tadi sakit perut," ujar Habibah sembari terus menyodorkan obat nya."I-iya tadi. Sekarang sudah enggak, kan sudah dikeluarin jadinya lega tidak sakit lagi," elaknya Suly agak gugup serta mengusap perutnya yang memang baik-baik saja."Ya sudah ... kalau sudah sembuh, baguslah," kemudian mereka ke dapur untuk membuat kue untuk acara nikahan nanti, biar gak semuanya beli."Bikin kue spa? aku gak bisa deh!" Suly sambil menatapi ke adaan dapur yang bersih dan luas. Dan terdapat ada dua orang yang sedang sibuk membuat kue kering.Namun tetap saja Suly kepikiran kejadian tadi yang membekas di hati, pikiran dan juga di bibirnya."Kebetulan saja, sekalian kalian ada di sini jadi dimintai bantuan, hi hi hi ... gak kenapa-napa kan?" Habibah tersenyum pada Suly dan Citra."Ooh, tidak apa-apa sekalian saja sebelum kami pulang." Jawabnya Suly sambil menunjukan giginya yang putih.Disela bikin kue, Habibah masak buat makan siang. "Padahal nenek di ajak kesini. Kenapa harus di tinggal di rumah! kasian," ucap Habibah sambil menyalakan kompor."Lain kali aja Tante, eh Bu. Lagian nenek sedang kurang enak badan," sahut Citra sembari memotong sayuran.Suly tengah membuat kue bersama dua orang lainnya sambil bengong, dalam benaknya masih terbayang kejadian tadi. Ada rasa benci namun sekilas ada rasa ingin mengulang kembali, ia menggeleng ingin membuang pikiran kotor yang ada di kepalanya."Wah ... bidadari cantik sedang berada di dapur rupanya, duh ... masak apa nih? sampai tercium baunya," ucap Ikbal menghampiri istrinya."Iya Pak, lagi masak kesukaan kalian, Cumi balado dan sayur asam," sahut istrinya sembari menoleh pada sang suami yang baru saja datang ke dapur."Pantas wangi." Matanya melirik ka arah Suly yang juga memandanginya, Suly langsung menunduk. Ikbal diam-diam mesem sendiri.Biarpun sudah paruh baya namun masih terpancar pesonanya, pantas saja Yusuf begitu tampan. Ikbal pun sebagai ayahnya masih terlihat segar, dewasa dan berkarisma.Hati Suly jadi tak menentu, entah apa yang dia rasakan kali ini. Ada rasa benci ada juga mulai tergoda pesonanya. Padahal sebelumnya rasa itu tidak pernah tersirat sedikitpun di benaknya Suly."Gila apa yang ku rasakan ini?" batin Suly sembari menunduk.Ikbal berjalan melewati Suly uang agak jauh dari kedua orang yang membantu-bantu bikin kue, dengan niat duduk di kursi meja makan.Sekilas tangannya Ikbal menepuk pinggul Suly yang berdiri dengan tangan belepotan tepung. Sontak Suly memejamkan mata dengan hati gondok, baru kali ini merasa di lecehkan seorang pria. Mana di rumahnya sendiri, Padahal selama ini Ikbal selalu bersikap sopan dan dan menghormati wanita."Mau kopi Pak?" tanya Habibah menoleh pada suaminya."Boleh sayang?" namun ekor matanya melirik Suly.Usia Suly memang sudah tidak terbilang muda lagi, namun mungkin karena belum pernah turun mesin jadi masih nampak kencang. Ditambah penampilannya yang tidak mengenakan pakaian gamis, kerudung seperti Habibah dan Citra. Jadi lekuk tubuhnya agak terekspos, terutama dada dan pinggul begitu menonjol.Habibah membawakan segelas kopi untuk sang suami, dan Citra menggantikan peran Habibah memasak.Citra merasa sedikit aneh dengan sikap tantenya namun tidak berani berpikiran yang macam-macam.Dari luar terdengar suara mobil dan tidak lama munculah seorang pria muda menjinjing tas kerjanya. "Assalamu'alaikum ...""Wa'alaikum salam ... eeh sayang, sudah pulang," sambut Habibah pada putranya Yusuf."Iya," sahut Yusuf sembari mencium tangan Ibunya lalu tangan Bapaknya. Barulah duduk dekat Ikbal."Bapak kapan pulang dari luar kota?" tanya Yusuf sambil menyimpan tas di kursi satunya."Tadi pagi," sahut Ikbal sambil menyeruput kopinya."Citra! tolong buatkan jus buah buat calon suami mu sayang." Habibah melirik Citra yang menunduk sambil mengorak-ngarik masakan.Deg, hatinya seakan loncat, mendengar perintah calon mertua untuk membuatkan jus untuk calon suami.Buahnya tuh di kulkas cukup satu aja, tambahin se-sendok makan madu ya? madunya ada tersedia di kulkas juga," titah Habibah. Citra melihat arah yang di tunjukan oleh Habibah sang calon mertua.Citra berjalan mengambil buah dan madu juga es batu, terus mengambil gelas blender, setelah mengupas buahnya Citra membuat jus seperti perintah calon mertua."Em ... Citra harus tau ya, kalau Yusuf pulang siang gini, sudah jadi kebiasaannya minum jus buah," ucap Habibah dengan lirih."Oh gitu." Citra mengangguk, lalu ia membawa gelas jus dan menyimpan depan Yusuf. "Silahkan diminum jusnya," ucap Citra dengan lembut."Ya!" Yusuf singkat tanpa mengucapkan terima kasih dan menoleh.Citra berbalik kembali ke tempat semula membantu Habibah, karena masakan sudah matang. Kemudian di tatanya di meja makan."Duhai raja dan pangeran ku, ada baiknya kalian bersih-bersih dulu. Terus sholat dzuhur, habis itu barulah kita makan bersama," lirih Habibah kepada kedua lelakinya."Baiklah bidadariku." Ikbal beranjak menggeser kursinya meninggalkan dapur.Begitupun Yusuf, setelah jusnya kesukaanny tandas. Mengambil tas nya lalu pergi ke kamar."Kita dzuhur dulu yuk, nanti kita makan bersama!" ajak Habibah setelah semua masakan siap santap di meja. Citra dan Suly mengangguk, mereka menunaikan sholat di kamar tamu bertiga ....Bersambung.Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yu
Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in
Citra melangkahkan kakinya mengikuti nenek dan tantenya yang sudah duluan berjalan, di pintu. Citra berhenti dan memutar tubuhnya melihat kedalam rumah yang selama ini dia tinggali.Hari ini dia akan melepas masa lajangnya. Otomatis dia akan tinggal bersama suami dan tidak lagi tinggal di sini, di sudut matanya keluar buliran air bening yang jatuh ke pipinya yang mulus."Citra ... ayok siang nih, belum make up nya. Buruan?" lirih Suly kepada keponakannya yang tampak ragu-ragu untuk pergi.Citra menoleh ke arah sumber suara. Mengusap pipinya kemudian dengan basmallah Citra melangkahkan kedua kaki meninggalkan rumah masa kecilnya.Mobil jemputan sudah menunggu dari tadi, tanpa banyak pikir lagi Citra memasuki mobil tersebut. Lalu mobil pun bergerak berjalan cepat menuju kediaman tuan Ikbal.Waktu menunjukkan pukul 07.00 dan acaranya nanti sekitar jam 11.00 jadi masih banyak waktu untuk sang calon pengantin di make up. Di kediaman Ikbal sudah ramai dengan keluarga dan tamu undangan yang s
"Hem ... untung gak langsung membuka pintu," gumam Citra sambil menutup kepalanya dengan handuk. Membuka pintu hendak mengambil pakaian di dalam tas.Yusuf melirik langkah Citra yang keluar dari kamar mandi, lalu memalingkan lagi pandangannya ke lain tempat.Citra menunduk tak berani mengangkat kepalanya. Kemudian masuk kembali kedalam kamar mandi."Kenapa sih ini jantung rasanya tak karuan, berdebar begitu cepat?" Citra memegangi dadanya.Setelah berganti pakaian Citra keluar, menutup pintu perlahan. Lanjut menunaikan sholat isya sendiri, di lihatnya Yusuf memejamkan mata.Selepas sholat. Dia termenung, ini hari pertama di mana statusnya berubah menjadi seorang istri. Citra menarik nafas panjang, kembali melihat ke arah Yusuf yang tertidur ternyata masih mengenakan setelan yang tadi belum sempat ganti. Bahkan sepatu pun masih melekat di kakinya.Citra perlahan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu Citra melepaskan sepatu Yusuf satu/satu kemudian di simpan pada tempatnya
Detik kemudian barulah naik dan berbaring memunggungi Citra. Bagaimana pun sebagai laki-laki dia normal. Namun dia belum ingin menyentuhnya, apa lagi belum ada cinta diantara keduanya. Terutama di hati Yusuf belum mencintai Citra istrinya.Pagi-pagi burung peliharaan Ikbal sudah berkicau menghiasi pagi yang cerah ini. Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan."Gimana malam pertamanya nih pengantin baru?" goda Habibah pada putra dan mantunyaUhuk-uhuk. Citra tersedak mendengar ucapan Ibu mertuanya."Sayang kamu kenapa? hati-hati makannya." Habibah memberikan Citra air minum, kebetulan dia duduknya lebih dekat dengan Citra."Tidak," sahut Citra setelah meneguk air minumnya dan melirik kanan dan kiri.Yusuf tidak memberi respon apa pun, selain serius aja dengan makannya."Hati-hati Citra! makannya," ucap bu Fatma menatap cucu satu-satunya itu."Iya. Nek," Citra melirik neneknya sesaat."Kalian belum menjawab pertanyaan Ibu tadi? gimana malam pertamanya, dulu waktu Ibu menikah sama Bapa
Citra terdiam, pikirannya melanglang buana! dia pikir mungkin itu kekasih dari suaminya tapi kenapa tidak menikahinya? dia cantik serasi dengan Yusuf. Sayang sekali bila harus putus di tengah jalan.Kenapa malah mau menikahinya? apa sekedar menuruti kehendak orang tua? di otaknya Citra berjubel berbagai pertanyaan namun tak berani dia utarakan pada suaminya itu.Yusuf menoleh pada Citra yang bukannya membaca majalah, malah bengong dengan tatapan kosong.Helaan napas terdengar jelas ditelinga. Citra mengerjapkan matanya mencoba membuyarkan segala lamunan yang ada di kepalanya."Bereskan barang mu, sore nanti kita pindah?" ujar Yusuf sekilas melihat kearah Citra.Citra mendongak. "Pindah kemana?""Ke Rumah lah pastinya yang layak. Bukan Rumah keong," jelas Yusuf menutup laptop dan berjalan mendekati lemarinya.Citra mesem lalu merengut, mendekati Yusuf untuk membantu mengemas barang-barangnya. "Sini Citra bantu mengemas pakaiannya Abang.""Pakaian mu saja bereskan terlebih dulu," dengan
Yusuf pun termenung. Pandangan nya kosong tembus keluar jendela, di luar cuaca mendung sepertinya mau hujan. Menatap ke arah Citra yang memunggungi nya. Yusuf tahu kalau Citra sedang menangis, namun tak bersuara."Mau beli bakso gak?" Yusuf tiba-tiba nawarin bakso pada Citra entah niat membujuk, entah apa.Citra bengong mendengar Yusuf tiba-tiba nawarin bakso padanya. Namun Citra tidak segera menjawab takut salah dengar."Hi ... suka bakso gak? di tanya malah diem tidak dengar apa," ucap Yusuf lagi dengan sedikit kesal.Citra memutar badannya dan menoleh ke arah Yusuf. "Abang bicara sama aku?" menunjuk hidungnya."Kalau bukan sama kamu siapa lagi, emangnya di sini ada siapa lagi selain kita?" jelas Yusuf sambil menyimpan ponsel ke sakunya."Emang nya kenapa nanya suka apa enggak segala?" citra malah balik bertanya sambil mengerutkan keningnya."Iihs ... ihsh, kalau suka saya belikan keluar," Yusuf melirik sekilas, lalu beralih lagi ke lain tempat."Nggak! masih kenyang," sahut Citra de