"Assalamu'alaikum ..." ucap Yusuf sambil berjalan memasuki ruangan yang ada Citra nya."Wa'alaikum salam. Abang dari mana?" tanya Citra sambil menunduk, meraih tangan Yusuf dan diciumnya."Dari masjid," sahut Yusuf sambil duduk membuka tudung saji yang sudah berisi masakan masih mengepul panas.Citra pergi meninggalkan Yusuf, mau naik ke lantai atas untuk sholat isya.Yusuf menoleh Citra yang berjalan mau menaiki anak tangga. "Mau kemana?"Citra menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Yusuf. "Citra mau sholat dulu.""Emang nya sudah makan?" tanyanya Yusuf lagi sambil menatap datar pada Citra."Belum, duluan aja," sambil menaiki anak tangga, melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk sholat.Yusuf menutupkan tudung saji ke masakan di meja. Kemudian beralih duduk ke sofa ruang televisi.Citra masuk kamar untuk sholat isya, selesai sholat Citra tak segera turun dia malah melamun menatap tempat tidur di depannya. Pikiran Citra melayang entah kemana.Ini malam kedua dimana dia sudah menj
Kehangatan tubuh lelaki itu seolah menghipnotis Citra. Sehingga berdiam diri, tak berkutik lagi dan matanya kembali terpejam, tertidur nyenyak.Sekitar pukul empat Yusuf terbangun, membuka mata dan langsung terbelalak. Depan matanya adalah kepala Citra serta bau wangi rambutnya sangat menusuk hidung, apa lagi ketika sadar! bahwa tangannya melingkar di pinggang Citra.Yusuf dengan cepat menarik lengannya. "Haduh ... bisa malu aku bila sampai Citra tahu, aku memeluknya," lalu bangun dan duduk bersandar untuk memulihkan kesadarannya.Kemudian turun bergegas ke kamar mandi buat bersih-bersih dan berwudhu. Sebentar lagi adzan subuh berkumandang. Mengajak umat muslim mengerjakan kewajibannya di waktu dini hari seperti ini.Tidak lama. Yusuf keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Citra sudah bangun dan menggosok matanya. Mengibaskan selimut, lalu menguncir rambutnya yang tergerai acak-acakan.Yusuf berdiri terkesiap melihat ketika Citra baru bangun tidur, aura kecantikannya k
Selepas duha Citra bersiap mau belanja keperluan dapur yang lainnya. Melihat penampilannya di cermin, sudah lumayan rapi Citra menyambar tas soren dan menuruni anak tangga.Sambil menunggu ojek online pesanannya. Citra menyiram tanaman di depan rumah. Sesaat kemudian ojek pesanan Citra pun tiba."Ke supermarket ya Bang?" ucap Citra sambil naik dan mengenakan helm."Baik mbak," sahutnya sang supir dengan cepat.Kini Citra sudah berada di dalam supermarket untuk belanja kebutuhan dapur. Tiba-tiba ponsel Citra berdering, dia merogoh tasnya mengambil ponsel miliknya itu. Di layar tertera nama Y yang artinya Yusuf yang menelpon.Citra: "Assalamu'alaikum ..."Yusuf: "Wa'alaikum salam, di mana?"Citra: "Aku ... lagi ini, di supermarket belanja keperluan dapur."Yusuf: "Sekalian belanja pakaian. Saya lihat pakaian mu, cuma sedikit, untuk pagi sore aja."Citra: "Tapi."Yusuf: "Tapi apa? gak ada uang! mana no rekening mu, saya transfer."Citra tersenyum. "Mana ada no rekening, lagian kalau dulu
Suly mendongak, menatap sendu wajah Ikbal yang terus menatap dengan tatapan penuh makna. "Em ... saya..." Suly ragu-ragu menjawabnya, dia kebingungan antara menerima dan tidak."Hem. Katakan lah sayang--""Kenapa sih selalu memanggil saya dengan sebutan sayang? sakit saya mendengarnya," memajukan bibirnya ke depan."Ha ha ha ..." Ikbal tertawa lepas membuat pengunjung lain menoleh. Ikbal melirik kanan dan kiri melihat pada mereka yang memperhatikan dirinya. Kemudian Ikbal memajukan wajahnya mendekat ke arah Suly."Sayang itu akan menjadi panggilan sayang saya kepada kamu, emangnya tidak mau ya di panggil sayang?" dengan senyuman yang sulit hilang dari bibirnya.Meskipun wajah nya jutek, namun dalam hati Suly berbunga-bunga. Mengakui setiap perkataan pria itu membuat hatinya selalu bergetar hebat. Meleleh bagai batu es terkena sinar matahari."Sialan, kenapa hati ini bergetar sih ... bila mendengar setiap kata dari bibir dia. Jangan sampai saya jatuh cinta sama dia?" batin Suly terus sa
Bu Fatma melepas pelukannya dan menatap putrinya itu. "Siapa yang melamar kamu Suly?"Menerima pertanyaan dari Ibunya. Suly terdiam dan menggigit bibir bawahnya, dia bingung. Apa Ibunya bisa menerima dan mengerti, bila dia menceritakan siapa yang akan menikahi dirinya."Kenapa kau diam Suly?" desak Bu Fatma kembali, menatap putrinya sangat lekat. Penasaran siapa yang telah bersedia menikahi Suly."Tu-tuan Ikbal. Bu." Suly menggigit bibir bawahnya."Apa? Tuan Ikbal itu! yang besan kita, ayah nya Nak Yusuf?" bu Fatma sangat terkejut mendengarnya. Dia mengusap dadanya yang terasa sesak."Bu. Tidak apa-apa, kan?" Suly khawatir takut Ibunya ke napa-napa."Kamu serius Suly, dia besan kita dan juga punya istri yang begitu baik. Apa kau tega menyakiti sesama wanita?" ungkap bu Fatma suaranya begitu lirih, hatinya terasa nyeri. Air mata berjatuhan di pipi yang sudah keriput itu, tak bisa lagi di bendung."Sebenarnya saya juga gak tega Bu, tapi ... apa harus selamanya saya begini? jadi perawan t
Habis makan malam. Yusuf duduk di sofa dengan laptop di pangkuan, ada kerjaan yang masih belum selesai.Citra beberes mencuci bekas makan barusan sambil melamun. "Ngomong gak ya? aku pengen bertemu nenek, sudah lama tidak bertemu nenek. Tapi ... takut gak di ijinkan."Citra mengelap tangan dan menoleh dapurnya sudah bersih. Kemudian membuatkan minuman hangat kesukaan Yusuf. Citra berjalan mendekati suaminya yang sedang asik dengan laptopnya.Meletakkan gelas di meja. "Abang ... ini minumnya." Citra duduk di depan Yusuf.Yusuf menoleh gelas di maja yang masih panas. "Terima kasih?""Iya! Abang?" Citra mau ngomong tapi ragu."Ada apa?" dengan mata tetap fokus ke laptop."Em ... boleh gak? kalau Citra menengok nenek! sehabis menikah. Citra belum pernah ketemu nenek." Citra menunduk, hatinya khawatir takut tidak di ijinkan.Yusuf menoleh ke arah Citra yang menunduk dalam, tangannya bertaut. "Emang belum pernah menjenguk gitu?"Citra menggeleng. "Belum.""Oh, berarti dia gak pernah pergi bi
Yusuf terus memegangi keningnya sampai tidurpun meringkuk. Citra kebingungan dan segera bangun, merapikan pakaiannya. "Abang kenapa?" mencoba memegangi tangan Yusup dan membukanya."Sakit kepala," sahut Yusuf dengan lirih. Nampak sekali dari wajahnya kalau sedang kesakitan."Citra ambilkan obat dulu ya?" bergegas turun mencari obat di lantai bawah, seingatnya dia menyediakan obat di sana.Tidak lama kemudian Citra datang membawa botol minum dan obat sakit kepala. Citra merasa cemas baru kali ini melihat Yusuf sakit kepala.Yusuf merasa sakit diakibatkan mengingat kejadian itu, sehingga menghambat niatnya untuk menunaikan kewajibannya pada Citra."Abang, diminum dulu obatnya." Citra duduk kembali di sisi Yusuf. Yusuf pun bangun dan duduk mengambil obat dari tangan Citra, langsung meminumnya.Citra menatap suaminya, merasa kasian! mengambil gelas dari tangan Yusuf kemudian di simpannya.Yusuf berbaring kembali sambil memejamkan mata. Selimut Citra tarik agar menutupi tubuh kekar suaminya
Dengan perasaan yang tidak karuan dan tangan yang bergetar memegangi kenop pintu yang dia dorong hingga terbuka sedikit.Alangkah terkejutnya Citra ketika dengan bola matanya sendiri melihat tantenya sedang bergumul dengan seorang pria, yang sosoknya sangat Citra kenal."Bapak?" gumamnya Citra dengan suara nyaris tak terdengar sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Keduanya melonjak naik di saat menyadari ada pasang mata yang memperhatikan mereka di balik pintu."Citra?" gumamnya Suly sembari melirik ke arah Ikbal juga yang melongo, kaget dengan kehadiran mantunya di tempat itu.Citra langsung mundur dan berdiri menyender ke dinding. Tidak percaya dengan apa yang manik matanya tangkap barusan.Sesungguhnya di benak Citra tidak pernah menyangka sedikitpun kalau dibalik pernikahannya dengan Yusuf ada sesuatu antara Suly dan ayah mertuanya.Citra merasa sangat shock dan tubuhnya berasa lemas sekali. Kok tega ya tantenya menjadi selingkuhan besannya sendiri yang notabene suam