Suly mendongak, menatap sendu wajah Ikbal yang terus menatap dengan tatapan penuh makna. "Em ... saya..." Suly ragu-ragu menjawabnya, dia kebingungan antara menerima dan tidak."Hem. Katakan lah sayang--""Kenapa sih selalu memanggil saya dengan sebutan sayang? sakit saya mendengarnya," memajukan bibirnya ke depan."Ha ha ha ..." Ikbal tertawa lepas membuat pengunjung lain menoleh. Ikbal melirik kanan dan kiri melihat pada mereka yang memperhatikan dirinya. Kemudian Ikbal memajukan wajahnya mendekat ke arah Suly."Sayang itu akan menjadi panggilan sayang saya kepada kamu, emangnya tidak mau ya di panggil sayang?" dengan senyuman yang sulit hilang dari bibirnya.Meskipun wajah nya jutek, namun dalam hati Suly berbunga-bunga. Mengakui setiap perkataan pria itu membuat hatinya selalu bergetar hebat. Meleleh bagai batu es terkena sinar matahari."Sialan, kenapa hati ini bergetar sih ... bila mendengar setiap kata dari bibir dia. Jangan sampai saya jatuh cinta sama dia?" batin Suly terus sa
Bu Fatma melepas pelukannya dan menatap putrinya itu. "Siapa yang melamar kamu Suly?"Menerima pertanyaan dari Ibunya. Suly terdiam dan menggigit bibir bawahnya, dia bingung. Apa Ibunya bisa menerima dan mengerti, bila dia menceritakan siapa yang akan menikahi dirinya."Kenapa kau diam Suly?" desak Bu Fatma kembali, menatap putrinya sangat lekat. Penasaran siapa yang telah bersedia menikahi Suly."Tu-tuan Ikbal. Bu." Suly menggigit bibir bawahnya."Apa? Tuan Ikbal itu! yang besan kita, ayah nya Nak Yusuf?" bu Fatma sangat terkejut mendengarnya. Dia mengusap dadanya yang terasa sesak."Bu. Tidak apa-apa, kan?" Suly khawatir takut Ibunya ke napa-napa."Kamu serius Suly, dia besan kita dan juga punya istri yang begitu baik. Apa kau tega menyakiti sesama wanita?" ungkap bu Fatma suaranya begitu lirih, hatinya terasa nyeri. Air mata berjatuhan di pipi yang sudah keriput itu, tak bisa lagi di bendung."Sebenarnya saya juga gak tega Bu, tapi ... apa harus selamanya saya begini? jadi perawan t
Habis makan malam. Yusuf duduk di sofa dengan laptop di pangkuan, ada kerjaan yang masih belum selesai.Citra beberes mencuci bekas makan barusan sambil melamun. "Ngomong gak ya? aku pengen bertemu nenek, sudah lama tidak bertemu nenek. Tapi ... takut gak di ijinkan."Citra mengelap tangan dan menoleh dapurnya sudah bersih. Kemudian membuatkan minuman hangat kesukaan Yusuf. Citra berjalan mendekati suaminya yang sedang asik dengan laptopnya.Meletakkan gelas di meja. "Abang ... ini minumnya." Citra duduk di depan Yusuf.Yusuf menoleh gelas di maja yang masih panas. "Terima kasih?""Iya! Abang?" Citra mau ngomong tapi ragu."Ada apa?" dengan mata tetap fokus ke laptop."Em ... boleh gak? kalau Citra menengok nenek! sehabis menikah. Citra belum pernah ketemu nenek." Citra menunduk, hatinya khawatir takut tidak di ijinkan.Yusuf menoleh ke arah Citra yang menunduk dalam, tangannya bertaut. "Emang belum pernah menjenguk gitu?"Citra menggeleng. "Belum.""Oh, berarti dia gak pernah pergi bi
Yusuf terus memegangi keningnya sampai tidurpun meringkuk. Citra kebingungan dan segera bangun, merapikan pakaiannya. "Abang kenapa?" mencoba memegangi tangan Yusup dan membukanya."Sakit kepala," sahut Yusuf dengan lirih. Nampak sekali dari wajahnya kalau sedang kesakitan."Citra ambilkan obat dulu ya?" bergegas turun mencari obat di lantai bawah, seingatnya dia menyediakan obat di sana.Tidak lama kemudian Citra datang membawa botol minum dan obat sakit kepala. Citra merasa cemas baru kali ini melihat Yusuf sakit kepala.Yusuf merasa sakit diakibatkan mengingat kejadian itu, sehingga menghambat niatnya untuk menunaikan kewajibannya pada Citra."Abang, diminum dulu obatnya." Citra duduk kembali di sisi Yusuf. Yusuf pun bangun dan duduk mengambil obat dari tangan Citra, langsung meminumnya.Citra menatap suaminya, merasa kasian! mengambil gelas dari tangan Yusuf kemudian di simpannya.Yusuf berbaring kembali sambil memejamkan mata. Selimut Citra tarik agar menutupi tubuh kekar suaminya
Dengan perasaan yang tidak karuan dan tangan yang bergetar memegangi kenop pintu yang dia dorong hingga terbuka sedikit.Alangkah terkejutnya Citra ketika dengan bola matanya sendiri melihat tantenya sedang bergumul dengan seorang pria, yang sosoknya sangat Citra kenal."Bapak?" gumamnya Citra dengan suara nyaris tak terdengar sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.Keduanya melonjak naik di saat menyadari ada pasang mata yang memperhatikan mereka di balik pintu."Citra?" gumamnya Suly sembari melirik ke arah Ikbal juga yang melongo, kaget dengan kehadiran mantunya di tempat itu.Citra langsung mundur dan berdiri menyender ke dinding. Tidak percaya dengan apa yang manik matanya tangkap barusan.Sesungguhnya di benak Citra tidak pernah menyangka sedikitpun kalau dibalik pernikahannya dengan Yusuf ada sesuatu antara Suly dan ayah mertuanya.Citra merasa sangat shock dan tubuhnya berasa lemas sekali. Kok tega ya tantenya menjadi selingkuhan besannya sendiri yang notabene suam
Suly menghampiri ibunya yang berada di dapur. "Bu. Citra mana?""Ada, di kamarnya!" sahut bu Fatma.Kemudian Suly mendekati kamar Citra, dibukanya pintu kamar Citra. Nampak Citra sedang tidur di tempatnya.Suly kembali dan duduk dekat ibunya. "Tidur dia. Apa Citra mau nginep, Bu?" tanya Suly kembali."Kurang tahu, katanya nanti sore Yusuf mau jemput!" sahut ibunya sambil makan siang."Ooh, Citra sudah makan?" tanya Suly lagi, dia pun mengambil piring dan di tuangi nasi dan sayur."Belum, keburu tidur kali," jawab bu Fatma lagi."Em ... ya sudah kita makan saja! nanti juga dia bangun." Suly melanjutkan makannya.Bu Fatma dan suly makan siang berdua. Kebetulan hari ini Suly libur kerja. Walau sudah menikah Suly tetap bekerja untuk mengisi waktunya, lagian tidak setiap hari juga dikunjungi oleh Ikbal.Sebab Ikbal juga ada yang harus lebih diprioritaskan ketimbang ia yang cuma istri siri. Dia datang ketika ada waktu senggang saja, atau mencuri waktu kerja, dia kabur ke tempat Suly. Sebenta
"I-iya. Nek, gak ada apa-apa, kami sedang bercanda saja," ucap Citra membenarkan ucapan Yusuf sembari sedikit mendelik."Kirain ada apa? ribut-ribut, kaya orang ketakutan gitu." Suly menggeleng."Nggak ada Tante!" senyuman Yusuf meyakinkan."Ya sudah! Bu kita keluar! bikin kaget saja. Kirain ada hantu atau apa," gerutu Suly sambil membalikan badan. Dikuti oleh ibunya dari belakang.Yusuf menutup pintu dan menguncinya. "Lain kali pintu di kunci, kan malu dilihat orang.""Abang kenapa sih? bilang Citra yang ngajak ribut segala! bukankah Abang yang ketakutan sama kecoa," ketusnya Citra."Ehem ..." dehem Yusuf sembari merapikan kemejanya."Ooh ... aku tahu! Abang malu, kan? kalau sampai mereka tahu Abang takut sama kecoa!" lirih Citra sambil menyeringai."Bukan takut! tapi geli," elak Yusuf yang tidak mau mengakui."Sama aja! takut sama geli itu beda tipis." Citra menyontohkan dengan jarinya. "Hahaha ... lucu! badan segede itu takut kecoa." Citra terkekeh.Yusuf cemberut merasa di ejek sam
"Halo Bu ... sehat. Assalamu'alaikum?""Wa'alaikum salam," sahut seorang ibu dari sebrang."Bu! Yusuf sedang di restoran xx mau pesan apa? nanti Yusuf bawakan."Citra mendongak melihat Yusuf, berarti mereka akan ke tempat bu Habibah setelah ini."Beneran kamu mau ke sini, Nak? Citra mana!""Iya! ada ini lagi makan." Yusuf melirik Citra yang sedang menikmati makannya."Ibu kangen sama mantu Ibu. Bawa dia kesini ya?" suara bu Habibah yang nyaring terdengar oleh Citra sehingga bibir Citra tersenyum."Jadinya mau di bawakan apa Bu?" tanya Yusuf kembali."Bawakan mantu Ibu saja," sambung Habibah."Haduh Ibu ... di tawarin makanan susah amat! dulu waktu Yusuf belum menikah minta makanan ini, itu. Sekarang malah minta bawakan mantu." Yusuf menggeleng, kemudian menutup teleponnya.Citra terus menyuap, terlintas di ingatannya. Sekarang ini ikbal sedang bersama Suly, tantenya. "Ya Allah ..." batin Citra bengong."Cepetan makannya! kita ke rumah ibu dulu," jelas Yusuf dengan meneruskan makannya s