Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.
Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yusuf ke kamar dulu," pamitnya Yusuf sembari pergi.Kedua orang tuanya melihat kepergian Yusuf yang tampak jutek, suasana menjadi tegang."Eh, ayo teruskan makannya." Habibah mencoba mencairkan suasana yang hening."Iya," Suly mengangguk.Selesai makan Suly dan Citra Membantu mencuci bekas makan. Habibah bersih-bersih meja makan, selesai semuanya. Mereka melanjutkan membuat kue yang tadi tertunda.Sore-sore Suly dan Citra berpamitan, sedangkan Yusuf sedari tadi siang berangkat lagi ke kantornya."Ya sudah, kalau kalian tidak ingin menginap, tapi ... siapa yang akan mengantar kalian pulang." Habibah melirik ke arah suaminya. "Pak, antar mereka pulang ya? kasian.""Nggak usah. Biar kami naik angkutan umum saja. Iya, kan Citra?" Suly menoleh ke arah Citra yang hanya diam."I-iya Tante," jawab Citra mengangguk. "Pak, jangan merepotkan. Biar Citra naik angkutan umum saja. Bapak pasti capek secara baru pulang dari luar kota," ucap Citra sangat hati-hati."Tidak apa, Citra. Bapak masih kuat kok," sembari melirik ke arah Suly yang menunduk.Habibah mengantar kedua tamunya sampai teras. "Salam buat nenek ya," seraya melambaikan tangan. "Hati-hati Pak."Akhirnya mereka diantar pulang oleh tuan Ikbal dengan menggunakan mobilnya. Dia tampak sumringah mengantar kedua wanita tersebut.Perjalanan berasa sangat lama bagi Suly. Sebab harus melihat pria itu, yang tadi sempat kurang ajar menciumnya. Ia melamun dengan tatapan tembus keluar jendela, melihat keramaian di jalan raya.Di sepanjang perjalanan. Tidak satu pun yang mengeluarkan suaranya, yang terdengar hanya suara mesin saja yang menghiasi pendengaran.Citra pun tampak melamun dan mengingat pria yang akan menjadi suaminya tersebut. Pria yang tampak tidak suka dengan dirinya.Sesampainya depan rumah. Citra langsung keluar di ikuti oleh tantenya, Suly."Citra, saya ingin bicara sama Tante kamu untuk membicarakan suatu hal penting tentang pernikahan kalian, sebentar kok." Ikbal menatap Citra.Dan Suly sontak menatap Ikbal dengan tatapan yang sangat tajam dan memutar otaknya. Kira-kira mau bicara apa ya Ikbal sama dirinya?Citra menoleh calon mertuanya. "Em ... emang tidak bisa di bicarakan di dalam rumah ya?" tanyanya Citra sedikit heran."Bisa, tapi saya ingin lebih serius aja, boleh ya, sebentar kok," ucap Ikbal tampak sangat serius.Citra menatap Suly yang juga menatapnya. "Ya sudah, Citra masuk dulu," sembari mencium tangan Tuan Ikbal dan memasuki rumah di detik kemudian.Setelah Citra tidak terlihat lagi, Suly menatap dengan tatapan sangat tajam. "Apa yang akan di bicarakan? bicaralah.""Masuk lah kedalam mobil, kita cari tempat yang tepat," sahutnya Ikbal seraya membukakan pintu depan mobil agar Suly masuk kembali.Dengan kesal Suly masuk. Lalu Ikbal mengitari mobilnya yang mengemudi melajukan mobil nya agar menjauh dari rumah myabbu Fatma.Di tempat yang sejuk dan tidak terlalu ramai mobil menepi. Ikbal menoleh Suly yang wajahnya ditekuk masam, kenapa mukamu ditekuk seperti itu? senyum dong, biasanya juga kalau kau datang dan butuh uang selalu ramah, kenapa hari ini seperti ini!" dengan nada santainya.Suly melirik sembari berkata. "Karena ... anda telah kurang ajar sama saya," dengan nada sangat kesal.Ikbal menyunggingkan senyumnya. "Saya minta maaf, tidak disengaja namun ingin ku nikmati lagi," tangannya mengelus tangan Suly yang mulus.Suly segera menjauhkan tangan nakal Ikbal. "Ingat ya Tuan, anda sudah beristri. Kenapa bersikap demikian sama saya? dulu anda tidak pernah bersikap kurang ajar seperti ini."Ikbal membuang nafas kasar. "Sebenarnya saya suka sama kamu dari lama, dan saya siap menikahi kamu. Membahagiakan kamu. Saya akan mencukupi kamu tanpa kamu harus capek bekerja lagi," bujuk rayunya pada Suly."Hem ... anda sudah gila. Istri di rumah cantik, baik hati. Kurang apa lagi ha?" bentak Suly hingga urat di lehernya pun nampak."Iya benar dia masih nampak cantik, sholehah, tapi entah kenapa saya jatuh cinta yang kesekian kalinya sama kamu." Ikbal melirik Suly. "Bersediakah kamu menikah dengan saya? sebisanya kita diam-diam saja, yang penting kita berdua bahagia dan saling membutuhkan."Suly menggeleng. "Anda benar-benar sudah gila, tega sekali ingin mengkhianati istri anda, dimana hati anda hah? hardik Suly dengan tatapan kesal.Ikbal menggenggam tangan Suly sangat erat sehingga Suly kesulitan melepaskannya."Lepas," berontak Suly yang berusaha menarik tangannya.Ikbal semakin suka melihat Suly berontak. "Saya tidak akan melepaskan sebelum kamu terima saya. Saya yakin kamu sangatlah kesepian, dan saya tahu dari cara kamu menikmati sentuhan saya. Akui saja jangan malu, ha ha ha ..." Ikbal tertawa puas namun tidak bersuara."Brengsek," gerutu Suly yang diabaikan Ikbal, pria paruh baya namun masih nampak perkasa itu tidak perduli dengan protes nya Suly."Saya ingin kau menikah dengan saya. Maka rumah akan berpindah kepemilikan menjadi milik mu," tawaran Ikbal."Lho, bukankah itu perjanjian pernikahan keponakan saya?" Suly sangat heran, awalnya melamar Citra untuk putranya sebagai syarat agar rumah bisa ditinggali oleh mereka sampai kapan pun."Iya benar, tapi ... saya juga sangat membutuhkan dirimu. Kalau kamu menolak, bukan hanya rumah yang akan saya sita, bahkan hutang pun wajib di bayar. Citra pasti akan di bawa putra saya, Bu Fatma bisa aja Citra ajak, tapi dirimu mau tinggal di mana? tidak mungkin tinggal dikolong jembatan!" ancam Ikbal membuat wajah Suly berubah pucat."Ternyata kau picik, jahat," Suly masih berontak dari genggaman Ikbal."Siapa bilang? justru saya sayang sama kamu ingin membuat kamu bahagia dan saya ingin mengisi kekosongan hatimu," berbisik ke telinga Suly, membuat Suly memejamkan mata dan hatinya meremang.Sementara di rumah. Citra berada di kamarnya duduk melamun dekat jendela, tangannya menyangga dagu. Rambutnya terurai bergelombang tertiup angin."Kau sedang memikirkan apa Citra? anteng sekali, jangan melamun pamali. Sebentar lagi kau akan menjadi istri. Jangan banyak pikiran," ucap Bu Fatma menghampiri Cucunya dan duduk dekat Citra serta merangkulnya penuh kasih dan sayang ....Bersambung.Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in
Citra melangkahkan kakinya mengikuti nenek dan tantenya yang sudah duluan berjalan, di pintu. Citra berhenti dan memutar tubuhnya melihat kedalam rumah yang selama ini dia tinggali.Hari ini dia akan melepas masa lajangnya. Otomatis dia akan tinggal bersama suami dan tidak lagi tinggal di sini, di sudut matanya keluar buliran air bening yang jatuh ke pipinya yang mulus."Citra ... ayok siang nih, belum make up nya. Buruan?" lirih Suly kepada keponakannya yang tampak ragu-ragu untuk pergi.Citra menoleh ke arah sumber suara. Mengusap pipinya kemudian dengan basmallah Citra melangkahkan kedua kaki meninggalkan rumah masa kecilnya.Mobil jemputan sudah menunggu dari tadi, tanpa banyak pikir lagi Citra memasuki mobil tersebut. Lalu mobil pun bergerak berjalan cepat menuju kediaman tuan Ikbal.Waktu menunjukkan pukul 07.00 dan acaranya nanti sekitar jam 11.00 jadi masih banyak waktu untuk sang calon pengantin di make up. Di kediaman Ikbal sudah ramai dengan keluarga dan tamu undangan yang s
"Hem ... untung gak langsung membuka pintu," gumam Citra sambil menutup kepalanya dengan handuk. Membuka pintu hendak mengambil pakaian di dalam tas.Yusuf melirik langkah Citra yang keluar dari kamar mandi, lalu memalingkan lagi pandangannya ke lain tempat.Citra menunduk tak berani mengangkat kepalanya. Kemudian masuk kembali kedalam kamar mandi."Kenapa sih ini jantung rasanya tak karuan, berdebar begitu cepat?" Citra memegangi dadanya.Setelah berganti pakaian Citra keluar, menutup pintu perlahan. Lanjut menunaikan sholat isya sendiri, di lihatnya Yusuf memejamkan mata.Selepas sholat. Dia termenung, ini hari pertama di mana statusnya berubah menjadi seorang istri. Citra menarik nafas panjang, kembali melihat ke arah Yusuf yang tertidur ternyata masih mengenakan setelan yang tadi belum sempat ganti. Bahkan sepatu pun masih melekat di kakinya.Citra perlahan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu Citra melepaskan sepatu Yusuf satu/satu kemudian di simpan pada tempatnya
Detik kemudian barulah naik dan berbaring memunggungi Citra. Bagaimana pun sebagai laki-laki dia normal. Namun dia belum ingin menyentuhnya, apa lagi belum ada cinta diantara keduanya. Terutama di hati Yusuf belum mencintai Citra istrinya.Pagi-pagi burung peliharaan Ikbal sudah berkicau menghiasi pagi yang cerah ini. Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan."Gimana malam pertamanya nih pengantin baru?" goda Habibah pada putra dan mantunyaUhuk-uhuk. Citra tersedak mendengar ucapan Ibu mertuanya."Sayang kamu kenapa? hati-hati makannya." Habibah memberikan Citra air minum, kebetulan dia duduknya lebih dekat dengan Citra."Tidak," sahut Citra setelah meneguk air minumnya dan melirik kanan dan kiri.Yusuf tidak memberi respon apa pun, selain serius aja dengan makannya."Hati-hati Citra! makannya," ucap bu Fatma menatap cucu satu-satunya itu."Iya. Nek," Citra melirik neneknya sesaat."Kalian belum menjawab pertanyaan Ibu tadi? gimana malam pertamanya, dulu waktu Ibu menikah sama Bapa
Citra terdiam, pikirannya melanglang buana! dia pikir mungkin itu kekasih dari suaminya tapi kenapa tidak menikahinya? dia cantik serasi dengan Yusuf. Sayang sekali bila harus putus di tengah jalan.Kenapa malah mau menikahinya? apa sekedar menuruti kehendak orang tua? di otaknya Citra berjubel berbagai pertanyaan namun tak berani dia utarakan pada suaminya itu.Yusuf menoleh pada Citra yang bukannya membaca majalah, malah bengong dengan tatapan kosong.Helaan napas terdengar jelas ditelinga. Citra mengerjapkan matanya mencoba membuyarkan segala lamunan yang ada di kepalanya."Bereskan barang mu, sore nanti kita pindah?" ujar Yusuf sekilas melihat kearah Citra.Citra mendongak. "Pindah kemana?""Ke Rumah lah pastinya yang layak. Bukan Rumah keong," jelas Yusuf menutup laptop dan berjalan mendekati lemarinya.Citra mesem lalu merengut, mendekati Yusuf untuk membantu mengemas barang-barangnya. "Sini Citra bantu mengemas pakaiannya Abang.""Pakaian mu saja bereskan terlebih dulu," dengan
Yusuf pun termenung. Pandangan nya kosong tembus keluar jendela, di luar cuaca mendung sepertinya mau hujan. Menatap ke arah Citra yang memunggungi nya. Yusuf tahu kalau Citra sedang menangis, namun tak bersuara."Mau beli bakso gak?" Yusuf tiba-tiba nawarin bakso pada Citra entah niat membujuk, entah apa.Citra bengong mendengar Yusuf tiba-tiba nawarin bakso padanya. Namun Citra tidak segera menjawab takut salah dengar."Hi ... suka bakso gak? di tanya malah diem tidak dengar apa," ucap Yusuf lagi dengan sedikit kesal.Citra memutar badannya dan menoleh ke arah Yusuf. "Abang bicara sama aku?" menunjuk hidungnya."Kalau bukan sama kamu siapa lagi, emangnya di sini ada siapa lagi selain kita?" jelas Yusuf sambil menyimpan ponsel ke sakunya."Emang nya kenapa nanya suka apa enggak segala?" citra malah balik bertanya sambil mengerutkan keningnya."Iihs ... ihsh, kalau suka saya belikan keluar," Yusuf melirik sekilas, lalu beralih lagi ke lain tempat."Nggak! masih kenyang," sahut Citra de
"Assalamu'alaikum ..." ucap Yusuf sambil berjalan memasuki ruangan yang ada Citra nya."Wa'alaikum salam. Abang dari mana?" tanya Citra sambil menunduk, meraih tangan Yusuf dan diciumnya."Dari masjid," sahut Yusuf sambil duduk membuka tudung saji yang sudah berisi masakan masih mengepul panas.Citra pergi meninggalkan Yusuf, mau naik ke lantai atas untuk sholat isya.Yusuf menoleh Citra yang berjalan mau menaiki anak tangga. "Mau kemana?"Citra menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Yusuf. "Citra mau sholat dulu.""Emang nya sudah makan?" tanyanya Yusuf lagi sambil menatap datar pada Citra."Belum, duluan aja," sambil menaiki anak tangga, melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk sholat.Yusuf menutupkan tudung saji ke masakan di meja. Kemudian beralih duduk ke sofa ruang televisi.Citra masuk kamar untuk sholat isya, selesai sholat Citra tak segera turun dia malah melamun menatap tempat tidur di depannya. Pikiran Citra melayang entah kemana.Ini malam kedua dimana dia sudah menj