"Hem ... untung gak langsung membuka pintu," gumam Citra sambil menutup kepalanya dengan handuk. Membuka pintu hendak mengambil pakaian di dalam tas.Yusuf melirik langkah Citra yang keluar dari kamar mandi, lalu memalingkan lagi pandangannya ke lain tempat.Citra menunduk tak berani mengangkat kepalanya. Kemudian masuk kembali kedalam kamar mandi."Kenapa sih ini jantung rasanya tak karuan, berdebar begitu cepat?" Citra memegangi dadanya.Setelah berganti pakaian Citra keluar, menutup pintu perlahan. Lanjut menunaikan sholat isya sendiri, di lihatnya Yusuf memejamkan mata.Selepas sholat. Dia termenung, ini hari pertama di mana statusnya berubah menjadi seorang istri. Citra menarik nafas panjang, kembali melihat ke arah Yusuf yang tertidur ternyata masih mengenakan setelan yang tadi belum sempat ganti. Bahkan sepatu pun masih melekat di kakinya.Citra perlahan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu Citra melepaskan sepatu Yusuf satu/satu kemudian di simpan pada tempatnya
Detik kemudian barulah naik dan berbaring memunggungi Citra. Bagaimana pun sebagai laki-laki dia normal. Namun dia belum ingin menyentuhnya, apa lagi belum ada cinta diantara keduanya. Terutama di hati Yusuf belum mencintai Citra istrinya.Pagi-pagi burung peliharaan Ikbal sudah berkicau menghiasi pagi yang cerah ini. Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan."Gimana malam pertamanya nih pengantin baru?" goda Habibah pada putra dan mantunyaUhuk-uhuk. Citra tersedak mendengar ucapan Ibu mertuanya."Sayang kamu kenapa? hati-hati makannya." Habibah memberikan Citra air minum, kebetulan dia duduknya lebih dekat dengan Citra."Tidak," sahut Citra setelah meneguk air minumnya dan melirik kanan dan kiri.Yusuf tidak memberi respon apa pun, selain serius aja dengan makannya."Hati-hati Citra! makannya," ucap bu Fatma menatap cucu satu-satunya itu."Iya. Nek," Citra melirik neneknya sesaat."Kalian belum menjawab pertanyaan Ibu tadi? gimana malam pertamanya, dulu waktu Ibu menikah sama Bapa
Citra terdiam, pikirannya melanglang buana! dia pikir mungkin itu kekasih dari suaminya tapi kenapa tidak menikahinya? dia cantik serasi dengan Yusuf. Sayang sekali bila harus putus di tengah jalan.Kenapa malah mau menikahinya? apa sekedar menuruti kehendak orang tua? di otaknya Citra berjubel berbagai pertanyaan namun tak berani dia utarakan pada suaminya itu.Yusuf menoleh pada Citra yang bukannya membaca majalah, malah bengong dengan tatapan kosong.Helaan napas terdengar jelas ditelinga. Citra mengerjapkan matanya mencoba membuyarkan segala lamunan yang ada di kepalanya."Bereskan barang mu, sore nanti kita pindah?" ujar Yusuf sekilas melihat kearah Citra.Citra mendongak. "Pindah kemana?""Ke Rumah lah pastinya yang layak. Bukan Rumah keong," jelas Yusuf menutup laptop dan berjalan mendekati lemarinya.Citra mesem lalu merengut, mendekati Yusuf untuk membantu mengemas barang-barangnya. "Sini Citra bantu mengemas pakaiannya Abang.""Pakaian mu saja bereskan terlebih dulu," dengan
Yusuf pun termenung. Pandangan nya kosong tembus keluar jendela, di luar cuaca mendung sepertinya mau hujan. Menatap ke arah Citra yang memunggungi nya. Yusuf tahu kalau Citra sedang menangis, namun tak bersuara."Mau beli bakso gak?" Yusuf tiba-tiba nawarin bakso pada Citra entah niat membujuk, entah apa.Citra bengong mendengar Yusuf tiba-tiba nawarin bakso padanya. Namun Citra tidak segera menjawab takut salah dengar."Hi ... suka bakso gak? di tanya malah diem tidak dengar apa," ucap Yusuf lagi dengan sedikit kesal.Citra memutar badannya dan menoleh ke arah Yusuf. "Abang bicara sama aku?" menunjuk hidungnya."Kalau bukan sama kamu siapa lagi, emangnya di sini ada siapa lagi selain kita?" jelas Yusuf sambil menyimpan ponsel ke sakunya."Emang nya kenapa nanya suka apa enggak segala?" citra malah balik bertanya sambil mengerutkan keningnya."Iihs ... ihsh, kalau suka saya belikan keluar," Yusuf melirik sekilas, lalu beralih lagi ke lain tempat."Nggak! masih kenyang," sahut Citra de
"Assalamu'alaikum ..." ucap Yusuf sambil berjalan memasuki ruangan yang ada Citra nya."Wa'alaikum salam. Abang dari mana?" tanya Citra sambil menunduk, meraih tangan Yusuf dan diciumnya."Dari masjid," sahut Yusuf sambil duduk membuka tudung saji yang sudah berisi masakan masih mengepul panas.Citra pergi meninggalkan Yusuf, mau naik ke lantai atas untuk sholat isya.Yusuf menoleh Citra yang berjalan mau menaiki anak tangga. "Mau kemana?"Citra menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Yusuf. "Citra mau sholat dulu.""Emang nya sudah makan?" tanyanya Yusuf lagi sambil menatap datar pada Citra."Belum, duluan aja," sambil menaiki anak tangga, melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk sholat.Yusuf menutupkan tudung saji ke masakan di meja. Kemudian beralih duduk ke sofa ruang televisi.Citra masuk kamar untuk sholat isya, selesai sholat Citra tak segera turun dia malah melamun menatap tempat tidur di depannya. Pikiran Citra melayang entah kemana.Ini malam kedua dimana dia sudah menj
Kehangatan tubuh lelaki itu seolah menghipnotis Citra. Sehingga berdiam diri, tak berkutik lagi dan matanya kembali terpejam, tertidur nyenyak.Sekitar pukul empat Yusuf terbangun, membuka mata dan langsung terbelalak. Depan matanya adalah kepala Citra serta bau wangi rambutnya sangat menusuk hidung, apa lagi ketika sadar! bahwa tangannya melingkar di pinggang Citra.Yusuf dengan cepat menarik lengannya. "Haduh ... bisa malu aku bila sampai Citra tahu, aku memeluknya," lalu bangun dan duduk bersandar untuk memulihkan kesadarannya.Kemudian turun bergegas ke kamar mandi buat bersih-bersih dan berwudhu. Sebentar lagi adzan subuh berkumandang. Mengajak umat muslim mengerjakan kewajibannya di waktu dini hari seperti ini.Tidak lama. Yusuf keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk. Citra sudah bangun dan menggosok matanya. Mengibaskan selimut, lalu menguncir rambutnya yang tergerai acak-acakan.Yusuf berdiri terkesiap melihat ketika Citra baru bangun tidur, aura kecantikannya k
Selepas duha Citra bersiap mau belanja keperluan dapur yang lainnya. Melihat penampilannya di cermin, sudah lumayan rapi Citra menyambar tas soren dan menuruni anak tangga.Sambil menunggu ojek online pesanannya. Citra menyiram tanaman di depan rumah. Sesaat kemudian ojek pesanan Citra pun tiba."Ke supermarket ya Bang?" ucap Citra sambil naik dan mengenakan helm."Baik mbak," sahutnya sang supir dengan cepat.Kini Citra sudah berada di dalam supermarket untuk belanja kebutuhan dapur. Tiba-tiba ponsel Citra berdering, dia merogoh tasnya mengambil ponsel miliknya itu. Di layar tertera nama Y yang artinya Yusuf yang menelpon.Citra: "Assalamu'alaikum ..."Yusuf: "Wa'alaikum salam, di mana?"Citra: "Aku ... lagi ini, di supermarket belanja keperluan dapur."Yusuf: "Sekalian belanja pakaian. Saya lihat pakaian mu, cuma sedikit, untuk pagi sore aja."Citra: "Tapi."Yusuf: "Tapi apa? gak ada uang! mana no rekening mu, saya transfer."Citra tersenyum. "Mana ada no rekening, lagian kalau dulu
Suly mendongak, menatap sendu wajah Ikbal yang terus menatap dengan tatapan penuh makna. "Em ... saya..." Suly ragu-ragu menjawabnya, dia kebingungan antara menerima dan tidak."Hem. Katakan lah sayang--""Kenapa sih selalu memanggil saya dengan sebutan sayang? sakit saya mendengarnya," memajukan bibirnya ke depan."Ha ha ha ..." Ikbal tertawa lepas membuat pengunjung lain menoleh. Ikbal melirik kanan dan kiri melihat pada mereka yang memperhatikan dirinya. Kemudian Ikbal memajukan wajahnya mendekat ke arah Suly."Sayang itu akan menjadi panggilan sayang saya kepada kamu, emangnya tidak mau ya di panggil sayang?" dengan senyuman yang sulit hilang dari bibirnya.Meskipun wajah nya jutek, namun dalam hati Suly berbunga-bunga. Mengakui setiap perkataan pria itu membuat hatinya selalu bergetar hebat. Meleleh bagai batu es terkena sinar matahari."Sialan, kenapa hati ini bergetar sih ... bila mendengar setiap kata dari bibir dia. Jangan sampai saya jatuh cinta sama dia?" batin Suly terus sa