Dari dalam, melintas seorang pria muda sekitar usia 28 atau 30 tahun, dengan penampilan sangat rapi. Mungkin dia akan berangkat kerja, namun di panggil oleh tuan Ikbal. Membuat dia menghentikan langkahnya, berdiri tanpa menoleh sedikitpun.
"Yusuf, ke marilah. Kita bicara sebentar saja," lagi-lagi tuan Ikbal memanggil pria tersebut.Dengan malasnya pria tersebut membalikkan badan dan duduk di sofa yang masih kosong."Duduk lah Nak. Papa mau bicara sebentar," lirih Ibu Habibah menatap putranya yang acuh.Sekilas Citra melirik wajah Yusup yang menunduk, lalu Citra menunduk kembali."Yusuf, ini Citra calon istri mu dan yang di sebelahnya adalah Tante nya Citra! Bernama Suly. Papa sudah putuskan kalian akan menikah secepatnya, karena Papa yakin niat baik tidak boleh di nanti-nanti harus di segerakan. Iya, kan. Bu?" Lalu melirik istrinya. Habibah yang membalas dengan anggukan.Yusuf hanya terdiam, sekilas melihat kearah Citra dan Tante Suly. Tanpa sedikitpun senyuman yang dia berikan, tatapannya kosong seakan tidak perduli dengan yang ada."Ini orang ganteng juga, cakep banget, ya Tuhan ... seandainya dia jodohku," batin Suly memandangi Yusuf tak berkedip."Gimana Suf?" tuan Ikbal menatap putra semata wayangnya."Terserah."Ikbal mengangguk. "Baiklah, minggu depan kalian menikah. Semua akan saya siapkan segala sesuatunya di sini, lokasinya pun di sini. Kalian tidak perlu menyiapkan apa pun, kalian tinggal menyiapkan diri saja," ujar tuan Ikbal pada tante Suly dan Citra.Suly mengangguk pertanda mengerti. Sementara hati Citra bergejolak tak menentu, ia menunduk tak berani mengangkat kepalanya.Begitupun dengan Yusuf. Hanya terdiam, jangankan mengeluarkan suara. Senyum pun tak terlihat dari bibirnya."Kalau begitu ... kami mau permisi dulu, sudah siang," ucap Suly sambil mengangguk."Kenapa terburu-buru? minum lah dulu cicipi dulu kuenya gak baik membiarkan minuman dan makanan mubazir. Silahkan?" ucap Ikbal sembari menunjuk yang ada di meja."Kata suami saya benar, untuk apa kalian buru-buru pulang. Duduklah dulu di sini ngobrol sama saya. Kebetulan kalau suami dan putra saya bekerja, saya kesepian di rumah. Tak ada kawan," ujar bu Habibah dengan ramahnya.Tante Suly dan Citra mengambil minumnya masing-masing, lalu meneguknya kebetulan sekali haus.Yusuf beranjak dari dudunya menoleh kedua orang tuanya seraya berkata. "Pak. Bu ... Yusuf berangkat dulu takut kesiangan." Yusuf meraih tangan orang tuanya bergantian dan menciumnya. Kemudian berlalu begitu saja. Citra menarik napas dalam-dalam, dia yakin pria tersebut tidak pernah menginginkan pernikahan itu.Tapi Citra tidak berani bersuara. Biarlah semua berjalan begitu saja. Bukan urusannya juga, tugasnya hanya menjalani saja. Sekarang ini yang terpenting adalah urusannya!Setelah Yusuf tiada, bu Habibah tersenyum kembali pada tamunya. "Maaf ya, anak semata wayang saya memang seperti itu orang nya. Tidak terlalu banyak bicara apa lagi sama wanita yang baru dia kenal.""Oh, tidak apa-apa," sahut tante Suly memahami.Tuan Ikbal melirik jam di tangannya. "Sudah waktunya saya berangkat, kalian mengobrol lah dulu," tuan Ikbal berdiri dan berjalan keluar di ikuti istrinya sampai teras.Setelah sekian lama mengobrol dengan ibu Habibah. Suly pun berpamitan dengan alasan meninggalkan ibu Fatma di rumah sendirian. Lagian Suly harus bekerja di tempat laundry. Begitupun dengan Citra.Bu Habibah masih ingin mengobrol dengan calon mantunya dan langsung jatuh hati pada Citra! gadis manis ramah dan sepertinya gadis baik. "Baiklah kalau kalian kekeh mau pulang, tapi besok-besok kesini lagi ya. Temani Ibu di sini." Menatap lembut Citra dan mengusap pipinya penuh kasih."I-iya Bu insyaAllah." Citra tersenyum samar.Bu Habibah memeluk Citra penuh kehangatan membuat Citra termangu. Seingatnya tak pernah mendapatkan sentuhan hangat dari seorang Ibu kecuali dari nenek dan tantenya."Ya sudah hati-hati ya."Suly juga Citra pergi meninggalkan rumah bu Habibah, yang sebelumnya mengucap salam. Bu Habibah melambaikan tangan. Baru kali ini ketemu gadis itu, dan langsung merasa sayang. "Semoga putraku akan dengan mudah menyayangi gadis itu," gumamnya dalam hati. Tidak ingin melihat putra semata wayang nya terus larut dalam luka akibat dikhianati sang kekasih.Di mobil angkot Citra hanya terdiam dengan segala macam argumen dalam pikirannya. Suara riuh penumpang dan suara mesin nyaris tak terdengar olehnya.Suly pun melamun kadang terbesit di pikirannya, usia dia sudah tidak muda lagi namun sampai detik ini belum juga ditemui seseorang yang tulus mencintainya. Belum juga menemukan orang yang cocok untuknya.Berhentinya angkot baru menyadarkan lamunan Suly dan Citra. Kemudian mereka turun berjalan menuju kediamannya.Di pintu bu Fatma menyambut dengan senyuman. "Bagaimana, lancar obrolan kalian. Hasilnya gimana?""Baik Bu, acaranya minggu depan, insya Allah semoga lancar," sahut Suly sambil duduk di kursi ruang televisi."Kamu sudah bertemu dengan calon kamu?" bu Fatma bertanya, kali ini pertanyaan ditujukan pada Citra."Sudah, Nek. Tapi ... sepertinya dia sama sekali tidak menyukai Citra, Nek." Citra sedih, dengan tangan menyangga kepalanya.Suly menoleh. "Wajarlah, kan baru bertemu, nanti juga percaya lah dia akan menyukaiMu.""Apa Tante tidak lihat ekspresi wajahnya, yang dingin senyum pun tak ada dia berikan," sambung Citra."Terus kamu akan membatalkan pernikahan gitu ha? Kalau saja bisa saya yang akan menggantikan posisi kamu, siapa yang gak mau sih menikah sama pria setampan dia pengusaha juga. Setidaknya kita bisa hidup senang, tidak seperti sekarang ini. Rumah pun tinggal pindah tangan sebab terlilit hutang," sergah Suly."Tapi Tante, mana mungkin Citra bisa bahagia kalau Citra tidak diterima oleh yang namanya suami. Citra gak mau Tante." Elak Citra."Sudah-sudah. Kalian jangan bertengkar lagi," cegah Bu Fatma sambil memegangi dadanya."Bu kenapa?" Suly panik begitupun Citra segera mengambil air putih dan obat neneknya."Kenapa Nek? Jangan sakit lagi Nek. Nenek harus sehat, Nenek ingin melihat Citra menikah. Kan, Nek?" Citra sangat cemas sembari memberikan minum dan obat Neneknya.Suly memeluk bahu Ibunya. "Ibu harus banyak istirahat, jangan banyak pikiran juga. Biar kami yang memikirkan semuanya. Ibu santai saja ya.""Baiknya Nenek istirahat di kamar ya?Citra dan Suly memboyong Bu Fatma ke dalam kamar agar istirahat di sana.Usai Bu Fatma berbaring diselimuti Citra. Suly menggenggam tangan Ibunya seraya berkata. "Bu saya pergi dulu ya, sudah siang saya harus kerja. Ibu di sini istirahat."Citra menyediakan air mineral dan toples berisi kue buat Neneknya ngemil. "Citra juga, harus pergi untuk pengunduran diri," lirih Citra sambil duduk di tepi tempat tidur neneknya."Kalian pergilah, jangan khawatirkan Ibu, jangan khawatirkan Nenek Citra," sahut Bu Fatma meyakinkan anak dan cucunya ....Bersambung..Setelah bersiap Suly pergi ketempat kerjanya, begitupun Citra. Kedua langkahnya bergegas memasuki sebuah perusahaan tempatnya bekerja sebagai OB, membawa sebuah amplop besar berisi surat permohonan resign.Selepas bertemu dengan atasannya. Citra langsung memberikan amplop yang dia bawa. "Maaf Pak. Saya mau menyerahkan ini, sebagai permohonan saya resign."Atasan Citra menatap heran. "Kenapa kamu mengundurkan diri apa kamu sudah kaya dan tidak membutuhkan uang lagi, sehingga kau mau berhenti?" Menatap datar dan memainkan ballpoint di jarinya.Citra menunduk. "Bu-bukan Pak saya hanya ingin mengurus Nenek saya di rumah," elak Citra agak gugup."Benarkah?" mengerenyitkan dahinya."Iya. Pak," sahut Citra lagi, menunduk dalam."Saya ... tidak akan semudah itu mengijinkan kamu resign, baiknya kamu pikirkan lagi. Siapa tau nanti kamu berubah pikiran dan ingin bekerja kembali. Sekarang saya ijinkan kamu libur dalam satu minggu ini. Nanti kamu bisa masuk lagi," ujar atasan Citra."Baiklah Pak t
"Nenek mau ikut gak? bersama kita?" tanya Citra menatap lembut Bu Fatma sembari memegangi tangannya yang sudah keriput."Tidak, biar Nenek di rumah saja, kalian saja yang berangkat ke sana dan titip salam buat orang yang ada di sana ya," lirih bu Fatma sembari mengusap pipi cucunya penuh kasih."Yok! berangkat sekarang, itu mobilnya sudah menunggu di jalan." Jelas Suly mengambil tasnya dan melangkah yang sebelumnya pamitan pada sang Ibu terlebih dahulu."Citra pergi dulu ya Nek, hati-hati di rumah," citra mencium punggung tangan bu Fatma kemudian bergegas mengejar langkah Tante nya, Suly."Silakan masuk Bu dan Nona?" supir membukakan pintu untuk keduanya."Apa? I-Ibu, saya Nona. Karena saya belum Ibu-ibu," ketusnya Suly menatap tidak suka pada sang supir yang menyebutnya ibu."Baik Bu, eh Nona," supir mengangguk dan menyilaukan kembali untuk masuk ke dalam mobil.Sembari duduk Suly menggerutu. "Emangnya saya tua banget apa, di panggil Ibu segala."Citra diam-diam, senyum-senyum sendiri
Dibalik wajah Suly yang kadang serius dan ceria. Tersimpan sendu dan duka, sebagai wanita normal Suly pun ingin seperti wanita lainnya yang hidup bahagia bersuami dan memiliki anak."Tante, sedang memikirkan apa? anteng saja! melamun ya, jangan melamun ... nanti anak ayam tetangga pada mati dan minta tanggung sama Tante." Citra sembari menepuk bahu Tantenya."Ah tidak, kau sangat cantik, apa lagi nanti kalau kau sudah di dandani, pasti sangat cantik. Tante ingin ... kamu bahagia, hidup terjamin dan berkecukupan. Jangan seperti hidup yang telah kita lewati, Kalau saja kau menikah dengan Firman, belum tentu. Lagian buktinya dia belum juga melamar kamu apa lagi menikahi," Suly berubah ketus, merasa geram mengingat Firman dan Citra berhubungan bukan baru sebentar.Citra merangkul bahu tantenya, memandangi dari balik cermin. "Citra juga ingin Tante hidup bahagia menemukan seseorang yang mencintai Tante, membahagiakan Tante. Jangan ngomongin orang ah.""Tante bukannya ngomongin orang, tapi .
Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk."Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu."Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah."Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat."Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang."Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga."Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuat
Kini mereka sudah berkumpul melingkari meja makan kecuali Yusuf yang masih berada di kamarnya.Ketika makan mau di mulai. Yusuf barulah datang, berdiri nampak kebingungan mau duduk dimana? karena yang kosong itu disebelah nya Citra.Habibah menatap putranya. "Duduk sayang. Makannya baru mulai kok," titah Habibah menunjuk kursi sebelah Citra.Dengan terpaksa Yusuf pun duduk, mengambil piring dan menu kesukaannya. Tanpa melirik kanan kiri apa lagi calon istri yang duduk di sampingnya."Ya Allah, dia kah pria yang akan menikah dengan aku? dia begitu dingin mungkin menganggap aku tidak ada di sini," batin Citra membuang nafas kasar."Saya tidak perduli kamu ada atau tiada, jangan harap saya akan mencintaimu. Wanita sama saja bisanya mengkhianati," gerutu Yusuf dalam hati seraya menunduk dan mengunyah."Citra, tolong nasinya. Abang mau nambah," titah Habibah pada Citra.Citra pun mengambilkan nasi buat Yusuf, namun Yusuf berdiri dan melengos. Membuat Citra mengurungkan niatnya."Bu. Pak. Yu
Bu Fatma memeluk cucu satu-satunya itu dengan erat. Begitupun Citra membalas pelukan neneknya tersebut dengan mata berkaca-kaca."Nenek sehat terus ya, jangan sakit lagi. Citra pasti akan sering menjenguk Nenek," semakin mengeratkan pelukannya."Iya, insyaAllah Nenek akan sehat selalu. Citra jangan khawatir. Nenek di sini ada Tante yang akan menjaga Nenek.""Iya Nek, atau Nenek ikut Citra saja ya,?" menatap lekat wajah Bu Fatma yang sudah teramat tua."Tidak Citra, biar Nenek di sini saja. Ini rumah peninggalan kakek mu, Nenek tidak ingin meninggalkan rumah ini. Sekalipun jadi atas nama tuan Ikbal," bu Fatma mengusap pipinya yang basah.Rasanya berat jika harus meninggalkan rumah peninggalan suami almarhum. Terlalu banyak kenangan yang sulit di lupakan olehnya.Suly yang mendengar cerita Ibunya terharu, ikut meneteskan air mata. Kalau saja tidak terdesak oleh pengobatan Ibunya tidak mungkin rumah ini berpindah kepemilikan.Dan kini tuan Ikbal menawarkan, kalau mau rumah ini balik nama
Yusuf melenggang meninggalkan kamar tersebut. Dengan hati yang hancur dan berkeping, cinta yang dia pupuk sejak lama kini layu dan mengering. Rencana menikah dengan persiapan yang sedikit lagi rampung, harus gagal pula sebelum berlangsung. "Yusuf tunggu?" Rani bergegas turun dari tempat tidur dengan memeluk selimut hendak mengejar Yusuf. Namun tangannya di raih sama rekan lelaki itu. Sehingga Rani jatuh kedalam pelukan pria tersebut. "Sudah! jangan kau kejar dia lagi, kan sudah ada aku. Mari kita bersenang-senang lagi? melanjutkan yang tadi belum rampung," menyeringai di telinga Rani. Namun perasaan Rani menjadi kalut, kacau. Dan dia langsung meninggalkan pria itu. Dan pria yang bernama Lutfi itu membaringkan tubuh beralas tangan di bawah kepala! pikiran nya melayang menatapi langit-langit. Yusuf berjalan penuh amarah, dalam kepalanya penuh rasa kecewa yang teramat sangat. Orang yang selama ini dia percaya dan dia sayangi ternyata berselingkuh, mengkhianati kepercayaannya! selama in
Citra melangkahkan kakinya mengikuti nenek dan tantenya yang sudah duluan berjalan, di pintu. Citra berhenti dan memutar tubuhnya melihat kedalam rumah yang selama ini dia tinggali.Hari ini dia akan melepas masa lajangnya. Otomatis dia akan tinggal bersama suami dan tidak lagi tinggal di sini, di sudut matanya keluar buliran air bening yang jatuh ke pipinya yang mulus."Citra ... ayok siang nih, belum make up nya. Buruan?" lirih Suly kepada keponakannya yang tampak ragu-ragu untuk pergi.Citra menoleh ke arah sumber suara. Mengusap pipinya kemudian dengan basmallah Citra melangkahkan kedua kaki meninggalkan rumah masa kecilnya.Mobil jemputan sudah menunggu dari tadi, tanpa banyak pikir lagi Citra memasuki mobil tersebut. Lalu mobil pun bergerak berjalan cepat menuju kediaman tuan Ikbal.Waktu menunjukkan pukul 07.00 dan acaranya nanti sekitar jam 11.00 jadi masih banyak waktu untuk sang calon pengantin di make up. Di kediaman Ikbal sudah ramai dengan keluarga dan tamu undangan yang s