Mama banyak bercerita tentang masa kecil Arkan. Seperti tebakanku dia memang nakal saat kecil. Sepupunya yang kebetulan berkunjung juga, membenarkan hal itu.
"Tiap hari selalu ada aja tinggallah Arkan," kata mama yang duduk di sampingku.
Rara, sepupu perempuan Arkan juga bercerita dengan sangat bersemangat. Bagaimana cara Arkan mengganggu mereka semua dan membuat mereka menangis. Tidak ada yang bisa mengalahkan Arkan untuk masalah bandel. Dialah nomor satunya. Tidak ada yang berani dekat-dekat dengan waktu kecil.
"Setiap sepupunya selalu saja di buat nangis," kata Rara mengadu.
"Sampai gak ada yang mau dekat-dekat sama mas Arkan, takut dijailin." Sambungnya lagi.
"Rara itu yang selalu jadi langganan menangis, kalau sudah datang ke rumah. Arkan paling suka mengganggu Rara diantara sepupu yang lainnya" kata mama melihat Rara.
"Rambut, Rara selalu ditarik. Jangan bilang sama mas Arkan ya! Kalau dia suka banget sama rambut perempuan," kata Rara berbisik di telingaku.
"Ghibah aja terus," kata Arkan.
Arkan datang sambil duduk di sampingku, menggeser paksa Rara, yang sebelumnya duduk di sampingku.
"Ih ... Mas kok gitu," protes Rara, yang tidak di hiraukan oleh Arkan.
"Mau dekat-dekat sama istri gue, lo cari suami sana biar gak iri," ledek Arkan pada sepupunya. Rara langsung cemberut mendengar ucapan Arkan. Seperti biasa Arkan tidak peduli dan malah memelukku. Aku yang dipeluk di depan Rara dan mama Arkan langsung merona malu.
Sampai sekarang kesan jail Arkan tidak pernah hilang. Dia ceria dan selalu dirindukan oleh semua saudaranya. Terlebih lagi Arkan ini sering berpergian, memanjat gunung. Apalagi saat libur, dia sibuk menjelajahi alam Indonesia.
Dia tidak sering menghabiskan waktunya di rumah. Arkan lebih senang menjelajahi penjuru Indonesia. Setelah pulang dia akan membawakan oleh-oleh yang banyak untuk semua sepupunya.
Aku cukup heran pada Arkan. Kulitnya putih sekali, walaupun sering memanjat gunung. Sangat berbeda sekali denganku. Kulitku langsung gosong jika terkena matahari langsung.
Arkan tetap saja putih walaupun sering terbakar sinar matahari. Mungkin karena sudah gennya yang memang berkulit putih cerah.
"Mau lihat kamar gue di sini," kata Arkan lalu menggandeng tanganku.
Kami meninggalkan mama dan Rara di ruang tamu. setelah meminta izin tentunya, dan menuju kamar Arkan.
Sama seperti kamarnya di apartemen, disini juga perabotannya berwarna coklat dan terdapat banyak action figure.
Arkan membuka lemari dan mengeluarkan album foto dan memberikan padaku. Aku duduk di ranjang besarnya, kamar Arkan sangat bersih. Kamar ini pasti dibersihkan tiap hari, walaupun tidak ditepati.
"Foto kecil gue," kata Arkan menyerahkan satu album foto yang sangat tebal.
Aku membuka lembaran demi lembaran. Banyak sekali poto Arkan kecil didalam sini. Arkan kecil yang gemuk, Arkan kecil yang membuat sepupunya menangis, dan banyak lagi.
"Jendela rumah ini, semuanya kayaknya pernah di ganti, karena gue pecahin kacanya."
"Tiap marah atau merajuk mecahin kaca jendela?"
"Gak. Ada yang pecah karena gak sengaja kelempar bola kasti, bola kaki, bola basket kayaknya," kata Arkan sambil nyengir.
Aku bisa membayangkan, bagaimana aktifnya Arkan saat kecil. Pasti dia berlarian kesana kemari, dan memecahnya banyak bunga milik mama.
Mama suka sekali menanam bunga di halaman. Sama seperti rumahku. Rumah Arkan juga halamannya sangat luas. Arkan tubuh besar disini.
"Mama sama papa pasti pusing," kataku menertawakan Arkan.
Arkan diam saja, dan tiba-tiba mendorongku hingga terlentang. Aku sudah deg-degan, takut dan penasaran apa yang akan dilakukannya.
Tidak seperti yang kupikirkan, dia malah menggelitikiku. Aku yang tidak tahan, menggeliat kesana-kemari. Tawaku tidak berhenti, sementara Arkan terus menggelitikiku.
Sprei sudah kusut, bahkan lepas dari kasur. Wajahku sudah sangat merah dan bajuku berantakan. Arkan juga sama bajunya berantakan dan rambutnya juga kacau.
Aku menjambak Arkan agar dia mau berhenti menggelitik tubuhku.
"Udah ampun, gue gak sanggup lagi," pintaku padanya.
Akhirnya Arkan berhenti, dan ikut merebahkan dirinya disampingku. Lalu kami sama-sama tertawa dengan nafas yang ngos-ngosan.
Ternyata capek juga digelitiki. Aku lalu menjambak rambut arkan karena kesal. Aku menduduki perutnya, dia mencoba menahan tanganku dan melepaskan jambakanku.
"Bilang ampun dulu, baru gue lepas," kataku.
"Gak bakal. Lo yang bakal minta ampun," balas Arkan.
Dengan mudah Arkan membalikan posisi, dia berada di atas tubuhku. Dengan beban tubuhnya ditumpukan pada lututnya.
"Nah sekarang siapa yang mau minta ampun," katanya sambil menyeringai.
Aku jadi takut kalau begini, bukan apa? Arkan pasti akan menggelitikiku lagi. Entah kenapa, saat ini aku berharap ada yang masuk ke dalam kamar.
Walaupun posisi ini, pasti akan membuat orang lain salah paham tidak mengapa. Asalkan aku selamat.
"Ada yang takut." Ledek Arkan padaku.
Aku hanya cemberut, tidak berani. Salah langkah, aku bisa digelitik lagi.
"Duh takut banget sih," kata Arkan sambil mengusap kepalaku yang ku pakaikan jilbab.
"Aku gak suka digelitiki," kataku pelan.
"Aku suka setiap apa yang kamu lakukan."
Wajahku memerah malu, dia tau bagaimana membuat penyakit jantungku kambuh lagi. Sepertinya aku butuh dokter sekarang.
"Ayo kita beri cucu untuk papa dan mama," katanya dengan nada suara yang jail.
Aku langsung mendorongnya dan lari ke bawah. Mencari mama untuk berlindung dari jailnya Arkan. Arkan ini selalu membuat jantungku mau copot saja. Awas saja, aku akan membalasnya nanti.
Aku juga akan membuat jantungnya berdetak kencang, tapi bagaimana caranya? Aku tidak tahu. Aku tidak punya pengalaman lebih bersama laki-laki.
Ingin balas dendam padanya saja. Aku sama sekali tidak tau caranya. Jangankan untuk membalas dendam. Dekat dengan Arkan saja sudah buat perasaanku tidak karuan.
"Bisanya kabur mulu. Sini dong," kata Arkan mengejek. Aku langsung cemberut dibuatnya. Arkan malah semakin senang saja.
"Lo godain gue mulu," kataku kesal.
"Kalau godain istri sendiri gak dosa. Kalau godain istri tetangga baru gak boleh."
"Jadi lo punya niat buat godain istri tetangga?"
"Enggaklah. Istri gue paling cantik sedunia. Mana mungkin gue berpaling pada istri tetangga yang gak ada apa-apanya," kata Arkan sungguh-sungguh.
Aku hanya bisa menahan tawa melihat Arkan yang juga tersenyum manis. Dia kemudian mendekat padaku dan memeluk. Dia juga mencium keningku berulang kali.
"Bagi gue. Lo itu perempuan tercantik di dunia ini. Gak ada yang bisa ngalahin. Gak bakal ada yang bisa bikin gue berpaling dari lo," kata Arkan sungguh-sungguh.
Selain jail Arkan punya mulut yang sangatlah manis. Sehingga mampu membuatku meleleh seketika. Aku yang awalnya kesal karena di goda terus padanya sekarang jadi senyum-senyum.
"Istriku yang paling cantik," katanya lagi. Aku hanya bisa menikmati hangatnya pelukannya tanpa mampu berkata-kata. Skill gombalnya tingakt dewa ini.
Menikah dengan Arkan adalah kejutan yang paling besar. Kami yang tidak melewati masa pacaran, kadang sampai sekarang suka canggung. Mau meluk aja aku canggung minta ampun. Padahal udah sah, udah gak dosa kalau berbuat lebih. Bahkan jika bermesraan dengan suami sendiri. Kami Arkan mendapatkan pahala, tapi karena pernikahan kami yang terjadi bisa dibilang tiba-tiba. Kami sangat canggung. Sebenarnya hanya aku saja yang canggung. Kalau Arkan dia lebih bisa mengatakan apa yang dia inginkan. Untung arkan yang punya inisiatif. Dia mendekatkan dirinya kepadaku, dan mengenalkan tentang hidupnya padaku. Dia juga bisa mencairkan suasana, jika aku kaku dan bingung harus apa. Seperti malam ini, Arkan mengambil sisir dari meja rias dan menyisir rambutku yang setengah basah. Seperti kata Rara, Arkan ini suka s
Banyak yang bilang jatuh cinta itu berjuta rasanya. Sekarang aku yakin, karena aku sedang merasakannya. Rasanya sungguh campur aduk dan tidak bisa di lukisan dengan kata-kata. Semuanya terasa sangat luar biasa tiada duanya. Sekarang aku tau, aku tidak diserang penyakit jantung. Aku diserang penyakit yang tidak kalah mematikanya. Yaitu penyakit cinta, hanya saja bukan lagi penyakit namanya. Aku sudah menikah dengan Arkan. Mencintainya bukan lagi penyakit, tapi keharusan. Keharusan seorang istri, pada suaminya. Suami istri harus saling mencintai. Walaupun awalnya mungkin tidak saling mencinta, tapi mereka harus mencoba. Mereka harus belajar untuk saling mencintai. Sehingga rumah tangganya tidak terasa seperti neraka. Mencintai pasangan juga membuat kita yang sedang diterpa masalah menjadi lebih mudah untuk me
Untuk sekarang aku tau kelemahan Arkan. Dia akan salah tingkah jika aku mengucapkan rasa sayangku padanya. Sepertinya aku juga sudah ketularan jailnya Arkan. Aku benar-benar tidak menyangka jika itu adalah kelemahannya. Ternyata orang yang jahil seperti Arkan juga bisa ditaklukkan dengan kata-kata cinta sederhana. Sekarang aku tahu bagaimana harus membalas dendam, atas semua kejahilannya. Sekarang tinggal bilang 'Arkan gue sayang lo.' wajahnya akan langsung bersemu merah. Dia akan sangat gugup dan grogi. Sungguh tidak ku sangka menjaili Arkan semudah ini. Membuat dia gagap juga sangat mudah, tinggal peluk saja dari belakang. Aku baru mencoba yang ini tadi pagi. Aku kesal karena dia menggendongku, yang masih tidur langsung ke kamar mandi. Aku ingin mencubit atau menjambak rambutnya awalnya. Sudah pasti dia t
Rintik-rintik hujan mulai turun, membasahi bumi. Aroma tanah basah tercium sangat khas di hidungku. Hujan mulai turun dengan derasnya. Aku buru-buru menutup pintu balkon apartemen. Agar tidak air hujan tidak masuk ke dalam. Percikannya yang terlebih cepat mendahuluiku, membasahi tirai berwarna coklat kami. Arkan mendekat dan berhenti tepat di belakangku. Menahan tangan mungilku yang masih menyentuh pintu kaca kami. Dari sini terlihat jelas rintik hujan yang jatuh dengan suka cita. Pintu kaca yang kupegang mulai berembun. Suhu di sekitar kami juga mulai menjadi lebih sejuk. Bukan karena AC yang menyala, tapi karena hujan yang suka cita membasahi bumi. "Udah lama gak main hujan. Ayo kita main hujan bareng. Pasti seru banget," bisik Arkan d
Sebenarnya hari ini adalah jadwal kami mengunjungi rumah ayah dan ibu, tapi karena aku sakit. Kami membatalkan kunjungan. Aku tau ibu dan ayah mengerti dan tidak mempermasalahkannya. Mereka sangat memahami kondisiku. Ibu dan ayah juga berharap aku cepat sembuh dan menyuruhku untuk beristirahat saja. Arkan merawatku dengan sangat telaten. Dia memasak dan membersihkan rumah. Dia terlihat tidak keberatan melakukan semua pekerjaan rumah. Bahkan dia terlihat sangat senang. Melihat dia yang mengerjakan pekerjaan rumah dengan senang hati. Membuatku sangat bahagia. Ternyata aku mendapatkan suami yang sangat pengertian. "Gue udah gak apa-apa kok. Gue udah baik-baik saja," kataku saat Arkan memeriksa keningku untuk kesekian kalinya hari ini. Dia benar-
Aku dan Arkan berniat untuk belanja bulanan hari ini. Kulkas kami benar-benar kosong, semenjak pindah kami belum pernah belanja. Semua makanan ringan kami sudah habis. Harusnya kami pergi semalam, untuk belanja. Hanya saja Arkan punya agenda baru yang lebih mendesak jadi dibatalkan. Jangan tanya agenda apa? Yang pasti jomblo pasti iri. "Pakek baju yang warna hitam aja. Biar sama kayak punya aku!" Perintah Arkan padaku. Aku menuruti perintahnya, jadi kami sama-sama memakai baju berwarna hitam sekarang. Sebelum kami berangkat, Arkan sudah membuat list belanjaan kami. Katanya agar lebih mudah dan terarah saja. List belanjaan Arkan benar-benar lengkap. Dia bahkan menulis pembalut disana. Aku sampai tersipu malu saat melihat list yang telah ditulis
Mengingat mantan Arkan masih saja membuat aku kesal. Bertemu dengan mantan memang tidak menyenangkan. Terlebih lagi mantan suamiku ini sangat cantik dan masih sangat berharap pada Arkan."Udah dong jangan kesel lagi," kata arkan sambil memelukku dari belakang."Siapa yang kesel," kataku sambil terus menyusun belanjaan kami di kabinet dapur.Sebisa mungkin kualihkan pikiranku dari mantan Arkan yang masih sangat berharap padanya."Gak kesel, tapi mukanya ditekuk sama cemberut gitu!" Katanya sambil mecubit pipiku pelan.Aku terus menyusun barang-barang belanjaan kami. Menyusun serapi mungkin, karena arkan suka sekali secara diam-diam mengulangi pekerjaanku.Awalnya kesel tapi makin kesini aku berusaha memaklumi sikap perfeksionis Arkan. Dia sangat teratur dan rapi."Gue seneng kok kalau lo cemburu. Cemburu, kan, tanda cinta.""Siapa bilang cemburu tanda cinta. Cemburu tanda tidak mampu, iya!""Karena
Kami datang keacara arisan mama dengan telat. Ini salah Arkan setelah selesai bersiap-siap, Arkan bilang hukumanku belum selesai. Terpaksa kami harus mandi lagi dan bersiap-siap sekali lagi.Untung mama dan papa sangat pengertian. Mereka hanya tersenyum saat kami datang terlambat. Mama juga menyuruhku untuk ganti baju.Mama sudah menyiapkan baju yang sama untuk kami. Mama ingin mengantar bajunya, sebenarnya. Hanya saja Arkan melarang, dengan dalih masih sibuk.Mama hanya tersenyum saat melihat bekas-bekas di leher dan sekitar dadaku saat ganti baju dan didandani. Aku datang kesini hanya memakai make up seadanya karena takut telat."Wah kak Zahra cantik sekali," kata Rara memuji."Terima kasih. Kamu juga sangat cantik," kataku.Kami keluar dari kamar mama dan langsung bergabung dengan keluaraga besar. Aku sangat canggung, hanya Rara yang kukenal secara akrab.Saat aku lihat Arkan. Dia melempar senyum y