Mengingat mantan Arkan masih saja membuat aku kesal. Bertemu dengan mantan memang tidak menyenangkan. Terlebih lagi mantan suamiku ini sangat cantik dan masih sangat berharap pada Arkan.
"Udah dong jangan kesel lagi," kata arkan sambil memelukku dari belakang. "Siapa yang kesel," kataku sambil terus menyusun belanjaan kami di kabinet dapur. Sebisa mungkin kualihkan pikiranku dari mantan Arkan yang masih sangat berharap padanya. "Gak kesel, tapi mukanya ditekuk sama cemberut gitu!" Katanya sambil mecubit pipiku pelan. Aku terus menyusun barang-barang belanjaan kami. Menyusun serapi mungkin, karena arkan suka sekali secara diam-diam mengulangi pekerjaanku. Awalnya kesel tapi makin kesini aku berusaha memaklumi sikap perfeksionis Arkan. Dia sangat teratur dan rapi. "Gue seneng kok kalau lo cemburu. Cemburu, kan, tanda cinta.""Siapa bilang cemburu tanda cinta. Cemburu tanda tidak mampu, iya!""KarenaKami datang keacara arisan mama dengan telat. Ini salah Arkan setelah selesai bersiap-siap, Arkan bilang hukumanku belum selesai. Terpaksa kami harus mandi lagi dan bersiap-siap sekali lagi.Untung mama dan papa sangat pengertian. Mereka hanya tersenyum saat kami datang terlambat. Mama juga menyuruhku untuk ganti baju.Mama sudah menyiapkan baju yang sama untuk kami. Mama ingin mengantar bajunya, sebenarnya. Hanya saja Arkan melarang, dengan dalih masih sibuk.Mama hanya tersenyum saat melihat bekas-bekas di leher dan sekitar dadaku saat ganti baju dan didandani. Aku datang kesini hanya memakai make up seadanya karena takut telat."Wah kak Zahra cantik sekali," kata Rara memuji."Terima kasih. Kamu juga sangat cantik," kataku.Kami keluar dari kamar mama dan langsung bergabung dengan keluaraga besar. Aku sangat canggung, hanya Rara yang kukenal secara akrab.Saat aku lihat Arkan. Dia melempar senyum y
Baru kali ini sudah sekali membangunkan Arkan untuk shalat subuh. Berulang kali aku menarik dan menggoyang-goyangkan tubuhnya tapi Arkan enggan bangun. Padahal dia biasanya bisa bangun tanpa harus aku bangunkan. "Arkan bentar lagi subuh. Ayo bangun! Nanti lo telat shalat subuhnya, Arkam." Aku terus menarik selimut yang digulung Arkan pada tubuhnya. Dia seperti kepompong sekarang. Lucu sekali sebenarnya. Kalau bukan karena sebentar lagi waktu shalat subuh. Aku juga tidak tega untuk membangunkan Arkan. "Bentar lagi aja. Lima menit lagi aja. Please," katanya serak khas bangun tidur. "Arkan jangan tidur lagi ih ...," kataku kesal padanya. "Iya ... Iya ...." Arkan membuka matanya dan bangkit lalu memelukku dan merebahkan diri lagi ke atas ranjang empuknya.&nbs
Bosan dirumah terus Arkan mengajakku untuk ketaman. Sekedar menghirup udara segar, dia sangat antusias menggandeng tanganku menuju taman komplek. Susana taman lumayan ramai, ada beberapa anak yang bermain skateboard dengan lincahnya. Mereka mendekati Arkan, sepertinya mereka mengenal Arkan. "Kak Arkan udah lama gak nongol. Kakak kemana aja?" kata salah satu anak, yang mendekati kami berjumlah empat orang. "Iya nih, padahal kita mau belajar trik baru dari kak Arkan." Kali ini yang baju warna biru yang berbicara. "Kenalan dulu. Ini kak Zahra, istri kakak."Mereka melihatku dengan aneh sekaligus kaget. "Kapan kakak nikahnya?" tanya mereka kaget serentak. Lucu sekali.
Sepulang dari rumah mama kami kebanjiran makanan. Mama menyiapkan banyak sekali makanan dan vitamin untuk kami bawa pulang. Pasti ini keberhasilan mewujudkan anggota baru. Sekarang makanannya sedang kususun di kulkas, agar tidak mudah rusak atau basi. Arkan melihatku dari meja makan. Dia senang duduk sambil memakan buah apel yang baru saja aku kupas. "Libur gue tinggal empat hari lagi. Gak mau bulan madu? atau mau di apartemen aja?" tanya Arkan sambil terus memasukan apel kedalam mulutnya. Melihat bibir Arkan yang merah menggoda membuat pikiranku menjadi iya-iya. Mesum Arkan sepertinya sudah menular padaku. "Memang mau kemana?" tanyaku sambil menatap mata bermanik coklatnya. Jernih dan penuh semangat, pikirannya tertebak sudah.
Hari ini kami berkunjung ke rumah ayah dan ibu. Arkan sedari pagi setelah olahraga, bermain catur dengan ayah. Sementara aku membantu ibu memasak. Ayah tidak mau menyerah, padahal sudah kalah berkali-kali dari Arkan. Arkan memang sangat pintar dan strateginya sangat bagus. Pikirannya rumit dan tidak mudah ditebak. Dia juga hati-hati tapi berani mengambil resiko. "Sudah pak. Jangan main catur terus," kaya ibu menghampiri ayah. Ibu membawa brownies yang baru saja kami buat. "Mau lanjut, ayah pasti kalah juga. Ayah tidak akan bisa mengalahkan Arkan," kataku menimpali. Aku dan ibu lalu duduk di kursi bergabung kedua laki-laki ini. Mereka tampak serius, seperti sedang perang saja. "Jangan patahkan sema
Hari ini Arkan kekantor. Dia sudah mulai bekerja, cuti kerjanya sudah habis. Sebelum pergi dia terus mengingatkanku untuk mengantar makak siang kekantornya. Kata Arkan dia ingin memakan masakannku. Tentu saja aku setuju, aku tinggal memesan ojek online dan pergi kekantornya. Kantornya juga tidak terlalu jauh dari apartemen kami. Lagipula apa salahnya untuk melaksanakan permintaan sederhana itu.Setelah selesai memasak. Aku langsung menata makanan diwadah Tupperware. Aku menatapnya secantik mungkin. Makanan cukup sederhana tapi aku yakin Arkan akan suka. Dia selalu suka apapun yang kubuat.Setelah selesai, aku langsung turun dan menaiki ojek online. Kebetulan ojeknya sudah sampai dan menunggu dibawah. Perjalanan tidak membutuhkan waktu lama. Untungnya masih belum terlalu macet. Jadi tidak perlu lama dibawah terik matahari.Arkan ternyata sudah menungguku di lobby kantornya. Dia terlihat senang sekali saat aku datang dan mendekat padanya."Salim d
Hari ini, hari sabtu. Waktu kami berkunjung ke rumah mama dan papa. Setelah bersiap-siap akhirnya kami berangkat juga.Kami disambut dengan hangat oleh mama dan papa. Mereka tidak tau saja jika anaknya ini sempat ngambek tidak mau kesini. Alasanya ingin bermanja-manja denganku.Kehangatan kebersamaan kami tidak berlangsung lama. Sinta dan Dinia tiba-tiba datang berkunjung dan bergabung dengan kami. Membuat suasa sedikit canggung.Aku semakin kesal dengan sikap Sinta dan adiknya Dinia. Dia semakin gencar mendekati Arkan akhir-akhir ini. Padahal dia sudah tau jika Arkan sudah menikah.Akhir-akhir ini dia sering sekali menelpon dan mengunjungi arkan kekantor. Alasan Sinta adalah pekerjaan, padahal aku tau dia ingin lebih dekat dengan Arkan.Dia semakin besar kepala saat tau jika kami belum melakukan acara resepsi. Dia sama sekali tidak percaya dengan alasan yang kami berikan. Aku tau dari wajahnya dia menganggap ini sebagai peluangnya.Be
Saat aku bangun, yang pertama kali kulihat adalah wajah sumringah Arkan. Dia menggenggam tanganku, saat ini aku sedang berbaring di atas ranjang Arkan.Mama juga tampak tersenyum dan papa sibuk menelpon. Walaupun begitu aura diruang ini terlihat sangat bahagia. Orang yang tidak bahagia hanyalah Dinia dan Sinta."Apa yang sakit sayang?" tanya Arkan sambil mengecup pipiku."Masih pusing sedikit," aku menggenggam lembut tangan Arkan.Dia mengelus rambutku. Menciumi seluruh wajahku berkali-kali."Aku mau ke kekamar mandi." Dengan sigap Arkan membopong ke kamar mandi. Mama bahkan ikut membantu. Mama menyerahkan bungkusan sembelum kami masuk ke dalam kamar mandi."Coba di tes dulu. Dokter curiga kalau kamu sedang hamil." Arkan sangat senang sekali. Aku mengingat-ingat kapan terakhir aku haid. Jawabnya adalah sebelum menikah dengan Arkan.Ternyata saat aku pingsan. Ada dokter yang datang untuk memeriksaku. Dokter itu curiga jika kau