Hari ini kami berkunjung ke rumah ayah dan ibu. Arkan sedari pagi setelah olahraga, bermain catur dengan ayah. Sementara aku membantu ibu memasak.
Ayah tidak mau menyerah, padahal sudah kalah berkali-kali dari Arkan. Arkan memang sangat pintar dan strateginya sangat bagus. Pikirannya rumit dan tidak mudah ditebak. Dia juga hati-hati tapi berani mengambil resiko.
"Sudah pak. Jangan main catur terus," kaya ibu menghampiri ayah. Ibu membawa brownies yang baru saja kami buat.
"Mau lanjut, ayah pasti kalah juga. Ayah tidak akan bisa mengalahkan Arkan," kataku menimpali.
Aku dan ibu lalu duduk di kursi bergabung kedua laki-laki ini. Mereka tampak serius, seperti sedang perang saja.
"Jangan patahkan sema
Hari ini Arkan kekantor. Dia sudah mulai bekerja, cuti kerjanya sudah habis. Sebelum pergi dia terus mengingatkanku untuk mengantar makak siang kekantornya. Kata Arkan dia ingin memakan masakannku. Tentu saja aku setuju, aku tinggal memesan ojek online dan pergi kekantornya. Kantornya juga tidak terlalu jauh dari apartemen kami. Lagipula apa salahnya untuk melaksanakan permintaan sederhana itu.Setelah selesai memasak. Aku langsung menata makanan diwadah Tupperware. Aku menatapnya secantik mungkin. Makanan cukup sederhana tapi aku yakin Arkan akan suka. Dia selalu suka apapun yang kubuat.Setelah selesai, aku langsung turun dan menaiki ojek online. Kebetulan ojeknya sudah sampai dan menunggu dibawah. Perjalanan tidak membutuhkan waktu lama. Untungnya masih belum terlalu macet. Jadi tidak perlu lama dibawah terik matahari.Arkan ternyata sudah menungguku di lobby kantornya. Dia terlihat senang sekali saat aku datang dan mendekat padanya."Salim d
Hari ini, hari sabtu. Waktu kami berkunjung ke rumah mama dan papa. Setelah bersiap-siap akhirnya kami berangkat juga.Kami disambut dengan hangat oleh mama dan papa. Mereka tidak tau saja jika anaknya ini sempat ngambek tidak mau kesini. Alasanya ingin bermanja-manja denganku.Kehangatan kebersamaan kami tidak berlangsung lama. Sinta dan Dinia tiba-tiba datang berkunjung dan bergabung dengan kami. Membuat suasa sedikit canggung.Aku semakin kesal dengan sikap Sinta dan adiknya Dinia. Dia semakin gencar mendekati Arkan akhir-akhir ini. Padahal dia sudah tau jika Arkan sudah menikah.Akhir-akhir ini dia sering sekali menelpon dan mengunjungi arkan kekantor. Alasan Sinta adalah pekerjaan, padahal aku tau dia ingin lebih dekat dengan Arkan.Dia semakin besar kepala saat tau jika kami belum melakukan acara resepsi. Dia sama sekali tidak percaya dengan alasan yang kami berikan. Aku tau dari wajahnya dia menganggap ini sebagai peluangnya.Be
Saat aku bangun, yang pertama kali kulihat adalah wajah sumringah Arkan. Dia menggenggam tanganku, saat ini aku sedang berbaring di atas ranjang Arkan.Mama juga tampak tersenyum dan papa sibuk menelpon. Walaupun begitu aura diruang ini terlihat sangat bahagia. Orang yang tidak bahagia hanyalah Dinia dan Sinta."Apa yang sakit sayang?" tanya Arkan sambil mengecup pipiku."Masih pusing sedikit," aku menggenggam lembut tangan Arkan.Dia mengelus rambutku. Menciumi seluruh wajahku berkali-kali."Aku mau ke kekamar mandi." Dengan sigap Arkan membopong ke kamar mandi. Mama bahkan ikut membantu. Mama menyerahkan bungkusan sembelum kami masuk ke dalam kamar mandi."Coba di tes dulu. Dokter curiga kalau kamu sedang hamil." Arkan sangat senang sekali. Aku mengingat-ingat kapan terakhir aku haid. Jawabnya adalah sebelum menikah dengan Arkan.Ternyata saat aku pingsan. Ada dokter yang datang untuk memeriksaku. Dokter itu curiga jika kau
Semua keluarga sangat senang mendengar kabar kehamilanku. Walaupun kami hanya memberitahu keluarga dekat saja. Untuk yang lainnya biarlah mereka tau saat tubuhku sudah berubah saja.Arkan juga semakin posesif saja. Sedikit-sedikit dia menelpon dan menanyakan kabarku. Dia selalu mengingatkan aku untuk makan dan hati-hati. Selama dia tidak dirumah.Sekarang Arkan juga melarangku memakan, makanan yang tidak sehat. Dia sangat ektra hati-hati. Aku tidak keberatan sama sekali. Dengan sikap Arkan ini. Walaupun sedikit menyebabkan, itu karena dia sangat sayang padaku dan anak dalam kandunganku."Vitamin dan susunya jangan lupa diminum, yang," kata arkan mengingatkan. Dia baru aja mandi dan menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk.Sebalum bekerja tidak lupa Arkan memberikan banyak pesan padaku. Nanti saat dia bekerjapun. Dia akan menelpon dan mengulangi pesannya sebelum bekerja."Iya, nanti aku minum. Kamu tenag aja aku pasti minum vita
Semenjak aku dinyatakan hamil. Aku mengalami serangan muntah dan mual yang hebat. Padahal sebelumnya biasa-biasa aja. Arkan bilang anak kami ingin perhatian lebih. Anak kami sangat menyayangi kami, jadi selalu mencari perhatian.Jujur saja pikiranku sejak hamil juga semakin berat. Apalagi Sinta semakin sering mengunjungi Arkan. Bahkan dia juga sering mengunjungi Arkan ke kantornya.Arkan beberapa kali memblokir nomor Sinta, tapi dia malah berganti-ganti nomor untuk terus menghubungi Arkan."Sinta lagi?" tanyaku. Saat arkan memeriksa ponselnya, dan meletakanya dengan kesal. Gadis itu terus berusaha mengungkit masa lalu diantara mereka dan membangkitkan benih cinta yang pernah tumbuh."Jangan dipikirkan," kata Arkan mengusap kepalaku lembut. Walaupun aku mengangguk tapi pikiran masih ada di gadis itu.Sebesar itukah cintanya pada Arkan? Sehingga menganggu Arkan yang sudah jelas-jelas memiliki istri dan menolaknya."Apa Sinta sangat
Arkan bilang jangan banyak berpikir tentang Sinta. Aku hanya harus fokus pada kesehatanku dan janin yang sedang tumbuh di perutku. Walaupun begitu, pikiranku tetap masih tertuju pada Sinta. Membuat aku kadang jadi bad mood sendiri. Wanita itu benar-benar sudah kelewatan. Bahkan sekarang secara terang-terangan ingin merebut Arkan dariku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Akulah istri sah Arkan, jadi bukan aku yang pengganggu tapi dia. Aku juga tau dia juga sering ke kantor Arkan padahal Arkan sudah sebisa mungkin menghindar. Sinta juga punya kesempatan karena ada kerja sama antara dua perusahaan itu. Sebenarnya Arkan ingin mundur dari kerja sama itu. Mengalihkan kerajaannya pada orang lain. Lalu ada masalah, hanya Arkan yang bisa mengatasi. Mau tidak mau, harus Arkan yang mengerjakannya.
Aku menjelaskan kalau bang Sakti adalah saudara sepersusuanku. Mama bang Sakti saat itu sakit parah dan ibu yang merawat bang Sakti. Kebetulan usia bang Sakti dan bang Bintang tidak jauh berbeda. Sehingga dengan persetujuan tante, ibu menyusui bang Sakti. Karena itu bang Sakti sangat dekat denganku dan bang Bintang. Kami seperti saudara kandung. Tidak ada batasan di antara kami. Bang Sakti sering menggendong, mencium dan memelukku. Karena hal itu tidak berdosa. Bang Sakti bahkan lebih sering berada di rumah daripada di rumah tanteku. Bang Sakti yang dirawat seperti anak sendiri oleh ibu membuatnya merasa nyaman berada dilingkungan keluarga kami. Apalagi umur bang Sakti dan Bang Bintang tidak terpaut jauh. "Sekarang kamu boleh telponan sama abangmu itu," kata Arkan padaku. Dia lalu mengelus rambu
Aku benar-benar emosi saat melihat wajah Dinia. Dia dengan seenaknya mengatai aku dan memaki-makiku. Padahal aku sama sekali tidak bersalah. Mungkin juga karena aku sedang hamil sehingga emosiku mudah sekali tersulut."Jaga mulutmu. Aku tidak pernah mengganggu dan merugikan kamu, tapi kamu selalu menggangguku," kataku geram. Dinia selalu saja mengusik hidupku. Dia menganggap aku tidak pantas menjadi istri Arkan dan Sinta, kakaknyalah yang pantas.Padahal mereka berpisah jauh sebelum kehadiranku. Aku menikah dengan Arkan, saat hubungan Arkan dan Sinta sudah benar-benar berakhir."Kalau bukan karena lo. Kakak gue gak mungkin mencoba bunuh diri. Dasar pelakor," kata Dinia marah. Dia menunjuk-nunjuk wajahnya dengan tangan kirinya.Aku langsung menepis tanga
Melihat tante Wenda dengan wajah sembab saat meninggalkan makam papa. Membuat otakku berpikir sangat keras.Aku yakin hubungan mereka tidak ada yang istimewa. Namun saat aku melihat kejadian ini. Pemikiranku runtuh seketika.Tante Wenda tidak mungkin menangis hingga wajahnya sembab. Kalau hanya memiliki hubungan yang biasa dengan papa. Dia tidak perlu repot-repot terus menaruh bunga di makan papa tiap hari."Gua benar-benar gak tau kalau tante Wenda sering banget ke makam papa. Tante Wenda pasti sayang sekali pada papaku," kataku dengan nada sinis yang bahkan tidak bisa ku sembunyikan.Serafin mengelus rambutku dan tersenyum padaku. Matanya seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi bibitnya tertutup sangat rapat.
Arkan terus memamerkan hasil usg bayi kami pada mama dan papa. Kami sekarang berada di rumah mama dan papa."Kenapa harus Zahra yang datang kesini. Harusnya mama dan papa aja yang datang ke apartemen kalian. Zahra harus banyak-banyak istirahat gak boleh sampai kelelahan," kata mama meletakan segelas teh di depanku.Aku benar-benar tidak enak pada mama. Aku ini menantunya tapi mama yang malam melayani aku. Harusnya aku yang melayani mama, bukan sebaliknya."Gak apa-apa ma, Zahra gak lelah sama sekali. Zahra juga senang bisa berkunjung ke rumah mama lagi. Selama ini Zahra kan udah lama tidak berkunjung," kataku sambil mengambil minuman yang baru diletakkan oleh mama."Tetap saja mama tidak mau kamu lelehan. Kalau nanti ada apa-apa dengan kamu dan kandunga
Hari ini aku dan Arkan berencana untuk ke dokter. Untuk memeriksa kehamilanku. Kami berdua sekarang sangat benar-benar bersemangat.Kehamilanku membuat hubungan kami semakin harmonis.Walaupun ada halangan, kami sebisa mungkin menyelesaikan. Sinta juga semakin hari semakin keterlaluan. Dia tidak segan-segan datang ke kantor Arkan dan menemui suamiku.Sinta terus diusir oleh Arkan. Namun wanita itu tidak pernah jera. Dia selalu memanfaatkan situasi yang ada. Benar-benar wanita yang membuang harga diri karena cinta."Arkan tolong dong. Tarikin resleting baju aku, tangan aku soalnya gak nyampek," kataku padanya yang sedang memilih baju di dalam lemari.Arkan dengan gesit menuju ke arahku. Dia kemudian menyentuh pundakku. Aku langsung membalikan badan padanya."Sini," katanya lembut, tapi bukanya menarik resleting ku ke atas. Dia malah menurunkan resletingku. Arkan kemudian mencium bahuku lembut. Dia memeluk tubuhku dan menghir
Aku benar-benar emosi saat melihat wajah Dinia. Dia dengan seenaknya mengatai aku dan memaki-makiku. Padahal aku sama sekali tidak bersalah. Mungkin juga karena aku sedang hamil sehingga emosiku mudah sekali tersulut."Jaga mulutmu. Aku tidak pernah mengganggu dan merugikan kamu, tapi kamu selalu menggangguku," kataku geram. Dinia selalu saja mengusik hidupku. Dia menganggap aku tidak pantas menjadi istri Arkan dan Sinta, kakaknyalah yang pantas.Padahal mereka berpisah jauh sebelum kehadiranku. Aku menikah dengan Arkan, saat hubungan Arkan dan Sinta sudah benar-benar berakhir."Kalau bukan karena lo. Kakak gue gak mungkin mencoba bunuh diri. Dasar pelakor," kata Dinia marah. Dia menunjuk-nunjuk wajahnya dengan tangan kirinya.Aku langsung menepis tanga
Aku menjelaskan kalau bang Sakti adalah saudara sepersusuanku. Mama bang Sakti saat itu sakit parah dan ibu yang merawat bang Sakti. Kebetulan usia bang Sakti dan bang Bintang tidak jauh berbeda. Sehingga dengan persetujuan tante, ibu menyusui bang Sakti. Karena itu bang Sakti sangat dekat denganku dan bang Bintang. Kami seperti saudara kandung. Tidak ada batasan di antara kami. Bang Sakti sering menggendong, mencium dan memelukku. Karena hal itu tidak berdosa. Bang Sakti bahkan lebih sering berada di rumah daripada di rumah tanteku. Bang Sakti yang dirawat seperti anak sendiri oleh ibu membuatnya merasa nyaman berada dilingkungan keluarga kami. Apalagi umur bang Sakti dan Bang Bintang tidak terpaut jauh. "Sekarang kamu boleh telponan sama abangmu itu," kata Arkan padaku. Dia lalu mengelus rambu
Arkan bilang jangan banyak berpikir tentang Sinta. Aku hanya harus fokus pada kesehatanku dan janin yang sedang tumbuh di perutku. Walaupun begitu, pikiranku tetap masih tertuju pada Sinta. Membuat aku kadang jadi bad mood sendiri. Wanita itu benar-benar sudah kelewatan. Bahkan sekarang secara terang-terangan ingin merebut Arkan dariku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Akulah istri sah Arkan, jadi bukan aku yang pengganggu tapi dia. Aku juga tau dia juga sering ke kantor Arkan padahal Arkan sudah sebisa mungkin menghindar. Sinta juga punya kesempatan karena ada kerja sama antara dua perusahaan itu. Sebenarnya Arkan ingin mundur dari kerja sama itu. Mengalihkan kerajaannya pada orang lain. Lalu ada masalah, hanya Arkan yang bisa mengatasi. Mau tidak mau, harus Arkan yang mengerjakannya.
Semenjak aku dinyatakan hamil. Aku mengalami serangan muntah dan mual yang hebat. Padahal sebelumnya biasa-biasa aja. Arkan bilang anak kami ingin perhatian lebih. Anak kami sangat menyayangi kami, jadi selalu mencari perhatian.Jujur saja pikiranku sejak hamil juga semakin berat. Apalagi Sinta semakin sering mengunjungi Arkan. Bahkan dia juga sering mengunjungi Arkan ke kantornya.Arkan beberapa kali memblokir nomor Sinta, tapi dia malah berganti-ganti nomor untuk terus menghubungi Arkan."Sinta lagi?" tanyaku. Saat arkan memeriksa ponselnya, dan meletakanya dengan kesal. Gadis itu terus berusaha mengungkit masa lalu diantara mereka dan membangkitkan benih cinta yang pernah tumbuh."Jangan dipikirkan," kata Arkan mengusap kepalaku lembut. Walaupun aku mengangguk tapi pikiran masih ada di gadis itu.Sebesar itukah cintanya pada Arkan? Sehingga menganggu Arkan yang sudah jelas-jelas memiliki istri dan menolaknya."Apa Sinta sangat
Semua keluarga sangat senang mendengar kabar kehamilanku. Walaupun kami hanya memberitahu keluarga dekat saja. Untuk yang lainnya biarlah mereka tau saat tubuhku sudah berubah saja.Arkan juga semakin posesif saja. Sedikit-sedikit dia menelpon dan menanyakan kabarku. Dia selalu mengingatkan aku untuk makan dan hati-hati. Selama dia tidak dirumah.Sekarang Arkan juga melarangku memakan, makanan yang tidak sehat. Dia sangat ektra hati-hati. Aku tidak keberatan sama sekali. Dengan sikap Arkan ini. Walaupun sedikit menyebabkan, itu karena dia sangat sayang padaku dan anak dalam kandunganku."Vitamin dan susunya jangan lupa diminum, yang," kata arkan mengingatkan. Dia baru aja mandi dan menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk.Sebalum bekerja tidak lupa Arkan memberikan banyak pesan padaku. Nanti saat dia bekerjapun. Dia akan menelpon dan mengulangi pesannya sebelum bekerja."Iya, nanti aku minum. Kamu tenag aja aku pasti minum vita
Saat aku bangun, yang pertama kali kulihat adalah wajah sumringah Arkan. Dia menggenggam tanganku, saat ini aku sedang berbaring di atas ranjang Arkan.Mama juga tampak tersenyum dan papa sibuk menelpon. Walaupun begitu aura diruang ini terlihat sangat bahagia. Orang yang tidak bahagia hanyalah Dinia dan Sinta."Apa yang sakit sayang?" tanya Arkan sambil mengecup pipiku."Masih pusing sedikit," aku menggenggam lembut tangan Arkan.Dia mengelus rambutku. Menciumi seluruh wajahku berkali-kali."Aku mau ke kekamar mandi." Dengan sigap Arkan membopong ke kamar mandi. Mama bahkan ikut membantu. Mama menyerahkan bungkusan sembelum kami masuk ke dalam kamar mandi."Coba di tes dulu. Dokter curiga kalau kamu sedang hamil." Arkan sangat senang sekali. Aku mengingat-ingat kapan terakhir aku haid. Jawabnya adalah sebelum menikah dengan Arkan.Ternyata saat aku pingsan. Ada dokter yang datang untuk memeriksaku. Dokter itu curiga jika kau