Untuk sekarang aku tau kelemahan Arkan. Dia akan salah tingkah jika aku mengucapkan rasa sayangku padanya. Sepertinya aku juga sudah ketularan jailnya Arkan. Aku benar-benar tidak menyangka jika itu adalah kelemahannya. Ternyata orang yang jahil seperti Arkan juga bisa ditaklukkan dengan kata-kata cinta sederhana.
Sekarang aku tahu bagaimana harus membalas dendam, atas semua kejahilannya. Sekarang tinggal bilang 'Arkan gue sayang lo.' wajahnya akan langsung bersemu merah. Dia akan sangat gugup dan grogi.
Sungguh tidak ku sangka menjaili Arkan semudah ini. Membuat dia gagap juga sangat mudah, tinggal peluk saja dari belakang.
Aku baru mencoba yang ini tadi pagi. Aku kesal karena dia menggendongku, yang masih tidur langsung ke kamar mandi. Aku ingin mencubit atau menjambak rambutnya awalnya. Sudah pasti dia t
Rintik-rintik hujan mulai turun, membasahi bumi. Aroma tanah basah tercium sangat khas di hidungku. Hujan mulai turun dengan derasnya. Aku buru-buru menutup pintu balkon apartemen. Agar tidak air hujan tidak masuk ke dalam. Percikannya yang terlebih cepat mendahuluiku, membasahi tirai berwarna coklat kami. Arkan mendekat dan berhenti tepat di belakangku. Menahan tangan mungilku yang masih menyentuh pintu kaca kami. Dari sini terlihat jelas rintik hujan yang jatuh dengan suka cita. Pintu kaca yang kupegang mulai berembun. Suhu di sekitar kami juga mulai menjadi lebih sejuk. Bukan karena AC yang menyala, tapi karena hujan yang suka cita membasahi bumi. "Udah lama gak main hujan. Ayo kita main hujan bareng. Pasti seru banget," bisik Arkan d
Sebenarnya hari ini adalah jadwal kami mengunjungi rumah ayah dan ibu, tapi karena aku sakit. Kami membatalkan kunjungan. Aku tau ibu dan ayah mengerti dan tidak mempermasalahkannya. Mereka sangat memahami kondisiku. Ibu dan ayah juga berharap aku cepat sembuh dan menyuruhku untuk beristirahat saja. Arkan merawatku dengan sangat telaten. Dia memasak dan membersihkan rumah. Dia terlihat tidak keberatan melakukan semua pekerjaan rumah. Bahkan dia terlihat sangat senang. Melihat dia yang mengerjakan pekerjaan rumah dengan senang hati. Membuatku sangat bahagia. Ternyata aku mendapatkan suami yang sangat pengertian. "Gue udah gak apa-apa kok. Gue udah baik-baik saja," kataku saat Arkan memeriksa keningku untuk kesekian kalinya hari ini. Dia benar-
Aku dan Arkan berniat untuk belanja bulanan hari ini. Kulkas kami benar-benar kosong, semenjak pindah kami belum pernah belanja. Semua makanan ringan kami sudah habis. Harusnya kami pergi semalam, untuk belanja. Hanya saja Arkan punya agenda baru yang lebih mendesak jadi dibatalkan. Jangan tanya agenda apa? Yang pasti jomblo pasti iri. "Pakek baju yang warna hitam aja. Biar sama kayak punya aku!" Perintah Arkan padaku. Aku menuruti perintahnya, jadi kami sama-sama memakai baju berwarna hitam sekarang. Sebelum kami berangkat, Arkan sudah membuat list belanjaan kami. Katanya agar lebih mudah dan terarah saja. List belanjaan Arkan benar-benar lengkap. Dia bahkan menulis pembalut disana. Aku sampai tersipu malu saat melihat list yang telah ditulis
Mengingat mantan Arkan masih saja membuat aku kesal. Bertemu dengan mantan memang tidak menyenangkan. Terlebih lagi mantan suamiku ini sangat cantik dan masih sangat berharap pada Arkan."Udah dong jangan kesel lagi," kata arkan sambil memelukku dari belakang."Siapa yang kesel," kataku sambil terus menyusun belanjaan kami di kabinet dapur.Sebisa mungkin kualihkan pikiranku dari mantan Arkan yang masih sangat berharap padanya."Gak kesel, tapi mukanya ditekuk sama cemberut gitu!" Katanya sambil mecubit pipiku pelan.Aku terus menyusun barang-barang belanjaan kami. Menyusun serapi mungkin, karena arkan suka sekali secara diam-diam mengulangi pekerjaanku.Awalnya kesel tapi makin kesini aku berusaha memaklumi sikap perfeksionis Arkan. Dia sangat teratur dan rapi."Gue seneng kok kalau lo cemburu. Cemburu, kan, tanda cinta.""Siapa bilang cemburu tanda cinta. Cemburu tanda tidak mampu, iya!""Karena
Kami datang keacara arisan mama dengan telat. Ini salah Arkan setelah selesai bersiap-siap, Arkan bilang hukumanku belum selesai. Terpaksa kami harus mandi lagi dan bersiap-siap sekali lagi.Untung mama dan papa sangat pengertian. Mereka hanya tersenyum saat kami datang terlambat. Mama juga menyuruhku untuk ganti baju.Mama sudah menyiapkan baju yang sama untuk kami. Mama ingin mengantar bajunya, sebenarnya. Hanya saja Arkan melarang, dengan dalih masih sibuk.Mama hanya tersenyum saat melihat bekas-bekas di leher dan sekitar dadaku saat ganti baju dan didandani. Aku datang kesini hanya memakai make up seadanya karena takut telat."Wah kak Zahra cantik sekali," kata Rara memuji."Terima kasih. Kamu juga sangat cantik," kataku.Kami keluar dari kamar mama dan langsung bergabung dengan keluaraga besar. Aku sangat canggung, hanya Rara yang kukenal secara akrab.Saat aku lihat Arkan. Dia melempar senyum y
Baru kali ini sudah sekali membangunkan Arkan untuk shalat subuh. Berulang kali aku menarik dan menggoyang-goyangkan tubuhnya tapi Arkan enggan bangun. Padahal dia biasanya bisa bangun tanpa harus aku bangunkan. "Arkan bentar lagi subuh. Ayo bangun! Nanti lo telat shalat subuhnya, Arkam." Aku terus menarik selimut yang digulung Arkan pada tubuhnya. Dia seperti kepompong sekarang. Lucu sekali sebenarnya. Kalau bukan karena sebentar lagi waktu shalat subuh. Aku juga tidak tega untuk membangunkan Arkan. "Bentar lagi aja. Lima menit lagi aja. Please," katanya serak khas bangun tidur. "Arkan jangan tidur lagi ih ...," kataku kesal padanya. "Iya ... Iya ...." Arkan membuka matanya dan bangkit lalu memelukku dan merebahkan diri lagi ke atas ranjang empuknya.&nbs
Bosan dirumah terus Arkan mengajakku untuk ketaman. Sekedar menghirup udara segar, dia sangat antusias menggandeng tanganku menuju taman komplek. Susana taman lumayan ramai, ada beberapa anak yang bermain skateboard dengan lincahnya. Mereka mendekati Arkan, sepertinya mereka mengenal Arkan. "Kak Arkan udah lama gak nongol. Kakak kemana aja?" kata salah satu anak, yang mendekati kami berjumlah empat orang. "Iya nih, padahal kita mau belajar trik baru dari kak Arkan." Kali ini yang baju warna biru yang berbicara. "Kenalan dulu. Ini kak Zahra, istri kakak."Mereka melihatku dengan aneh sekaligus kaget. "Kapan kakak nikahnya?" tanya mereka kaget serentak. Lucu sekali.
Sepulang dari rumah mama kami kebanjiran makanan. Mama menyiapkan banyak sekali makanan dan vitamin untuk kami bawa pulang. Pasti ini keberhasilan mewujudkan anggota baru. Sekarang makanannya sedang kususun di kulkas, agar tidak mudah rusak atau basi. Arkan melihatku dari meja makan. Dia senang duduk sambil memakan buah apel yang baru saja aku kupas. "Libur gue tinggal empat hari lagi. Gak mau bulan madu? atau mau di apartemen aja?" tanya Arkan sambil terus memasukan apel kedalam mulutnya. Melihat bibir Arkan yang merah menggoda membuat pikiranku menjadi iya-iya. Mesum Arkan sepertinya sudah menular padaku. "Memang mau kemana?" tanyaku sambil menatap mata bermanik coklatnya. Jernih dan penuh semangat, pikirannya tertebak sudah.