Share

Lupa mengabari

Author: Centong ajaib
last update Last Updated: 2025-04-26 22:08:21

Matahari mulai naik ke atas, saat mereka menemukan sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan, beratapkan daun kelapa, dengan pemandangan kebun teh membentang di kejauhan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma sedap dari dapur.

Mereka memilih duduk di meja kayu panjang di sudut, yang langsung menghadap hamparan hijau.

“Gila, enak banget udaranya. Bikin lapar,” seru Riska sambil membuka buku menu.

Tak butuh waktu lama, mereka memesan makanan sederhana nasi liwet, ayam goreng, sambal terasi, dan lalapan segar. Sambil menunggu pesanan datang, mereka membuka galeri kamera, melihat-lihat hasil foto yang tadi diambil.

“Woi, liat nih. Ini fotoku, Bil!” seru Riska sambil menunjuk salah satu foto hasil jepretan Nabila.

“Wah, keren juga. Sudutnya pas. Cahaya juga dapet. Bil, kamu punya bakat terpendam nih.” Berlian mengintip.

Nabila nyengir malu-malu, pipinya sedikit memerah.

“Serius, Bil. Nih ya,” Berlian bergeser mendekat, hampir membuat bahu mereka bersentuhan. Ia mengambil kamera dari tangan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menggoda Sang Paman   INI BENERAN OM?!

    "Hah," Nabila menghela nafas segar, langkahnya ringan keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih sedikit basah, tergerai mengenai pundaknya. Ia mengenakan piyama santai warna pastel, terlihat segar dan natural.Dengan malas, ia membanting tubuh ke atas kasur empuk, memejamkan mata sejenak menikmati kehangatan selimut yang membungkus tubuhnya. Hawa dingin dari luar membuat tubuhnya enggan beranjak.Tiba-tiba, suara dering ponsel mengagetkannya.Nabila melirik malas ke arah meja kecil. Nama Govan tertera jelas di layar.“Duh...” gumamnya, baru sadar bahwa ia belum mengabari Govan sama sekali selama seharian ini. Ia menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah.Segera ia meraih ponselnya dan mengangkat panggilan itu.“H-Halo, Om...” suaranya terdengar canggung.“Nabila, kamu kemana aja hari ini?!” tegur Govan langsung, suaranya sedikit meninggi. Ada nada kekhawatiran yang terselip di balik teguran itu.“A-aku maaf, aku lupa ngabarin... Aku habis dari kebun teh, terus danau, terus ya... baru b

    Last Updated : 2025-04-27
  • Menggoda Sang Paman   Maaf Om

    Hosh...Seorang gadis berlari memasuki halaman rumah dengan napas tersengal. Keringat menetes di pelipisnya, membasahi anak rambut yang terlepas dari ikatan asalnya.Tubuhnya yang berisi bergerak cepat, meski setiap langkah terasa berat. Rambut bergelombang tergerai, sebagian menempel di pipinya yang bulat karena keringat. Kacamata yang bertengger di hidungnya sedikit melorot akibat hentakan langkah tergesa-gesanya.Gadis itu bernama Nabila, ia dalam masalah besar karena pulang larut malam.“Astaga…” gumamnya, menepuk dadanya yang masih berdetak kencang. Dada naik turun, menahan rasa panik yang masih menguasai dirinya.Ia berdiri di depan pintu, mencoba mengatur napas. Lampu teras rumah menyinari wajahnya yang kemerahan karena kelelahan. Nabila menggigit bibir, khawatir membuka pintu rumah.Jam di ponselnya menunjukkan pukul 11.10 malam.“Duh, kenapa sih nggak lihat jam tadi? Paman pasti marah...” gumamnya pelan sambil memutar kunci pintu dengan sangat hati-hati, berusaha membuat suar

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menggoda Sang Paman   Hantu?

    KYAAAAA!!!Jeritan melengking memecah keheningan malam.Govan yang baru saja memejamkan mata langsung melek, tanpa pikir panjang, dia berlari ke arah kamar Nabila.Belum sempat membuka pintu, Nabila sudah lebih dulu keluar dengan wajah panik, langsung menerjang tubuh govan hingga tersungkur ke lantai."Om! Hantu!!" serunya dengan suara gemetar, memeluk govan yang ada di bawahnya, jari telunjuknya menunjuk ke arah jendela kamarnya."Aduh berat, Bil!" Seru Govan sesak nafas ditindih Nabila.Nabila menyingkir membantu Govan berdiri lalu memeluknya takut."Hantunya seram om," cicit Nabila. "Hantu?" tanyanya seolah-olah tidak percaya, menatap keponakannya dengan ekspresi datar."Iya! Aku lihat putih-putih melayang di jendela! Aku takut Om!" Nabila mengangguk cepat."Udah besar kok masih takut hantu."Govan mendesah panjang, dari tadi kesabarannya di uji. Dia menatap langit-langit seolah meminta kesabaran lebih dari Tuhan."Udah dibilang jangan kebanyakan nonton film horor. Liat kamu jadi

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menggoda Sang Paman   Hinaan

    "Ayo makan siang bersama hari ini? Aku tahu tempat dengan steak terenak di sekitar kantor, aku traktir. Jangan menolak. by: L"Dahi govan mengerut, sesaat rasa gugup menyerangnya tanpa alasan yang jelas. Ia mengangkat kepalanya, menoleh ke arah pintu kantornya yang tertutup rapat."Apa laras yang menaruh kertas ini di sini?" gumamnya, sedetik kemudian ia mendesah pelan, menaruh kembali kertas itu di atas meja tanpa niat membalas.Govan mengabaikannya begitu saja, menganggap ajakan itu hanya basa-basi belaka. Ia bukan tipe pria yang tertarik dengan makan siang gratis.***Kruuuuk...Nabila terbangun dengan perut keroncongan. Ia mengusap matanya yang masih setengah mengantuk, beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur dengan langkah malas.Di meja makan, sudah tersaji hidangan yang disiapkan sepiring nasi goreng dengan lauk yang terlihat menggoda, aromanya menggelitik hidung. Tanpa berpikir dua kali, ia segera duduk dan mulai melahap makanan itu."Seperti biasa, masakan Paman

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menggoda Sang Paman   Sakit tak berdarah

    "Mereka," gumam hati Nabila, tubuhnya menegang melihat bayangan dua wanita yang tadi mengejeknya masuk dengan senyuman licik.Salah satunya adalah wanita berambut panjang dengan gaun ketat yang membuatnya tampak bak model.Satunya lagi lebih pendek, dengan wajah yang tak kalah cantik, matanya dipenuhi rasa puas setelah mengucapkan hinaan barusan."Astaga, aku masih gak percaya dia bisa makan sebanyak itu. Serius, kasihan banget cowok ganteng itu, pasti terpaksa nemenin dia," ujar suara perempuan itu dengan nada mengejek.Jantung Nabila berdegup kencang pelan-pelan, ia menoleh ke belakang.Mereka berdua kaget saat menyadari keberadaan Nabila, keduanya terdiam sesaat. Lalu, seolah tak merasa bersalah, perempuan bergaun ketat itu menyeringai sinis."Oh? Lihat siapa yang ada di sini," katanya sambil menyilangkan tangan di dada.Nabila menelan ludah. Tangannya gemetar, tapi ia tetap berdiri tegak, mencoba terlihat tidak terpengaruh."Apa ada yang mau kalian bicarakan denganku?" suaranya te

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menggoda Sang Paman   Diet

    "Nabila?!" suara Govan meninggi, langkahnya cepat menghampiri Nabila yang terduduk di kasur dengan mata bengkak, jantungnya langsung berdegup lebih cepat.Ia berlutut di depan gadis itu, tangannya langsung menangkup wajah Nabila, menelusuri pipinya yang lembab bekas air mata."Kamu habis nangis?" tanyanya, suaranya lebih lembut dari sebelumnya, tapi penuh kekhawatiran. "Kenapa? Ada apa, Bil? Ayo cerita dengan om."Nabila menggeleng pelan, wajahnya keliatan lelah. Govan menatapnya lama, lalu tanpa ragu, ia menarik Nabila ke dalam pelukannya."Kalau ada masalah, cerita sama Om," bisiknya di atas kepala gadis itu. "Jangan dipendam sendiri, nanti sakit."Nabila menggigit bibir, tubuhnya menegang dalam dekapan pamannya. Ia ingin bercerita. Ingin mengeluarkan semua beban di hatinya.Tapi ia takut.Takut terlihat lemah.Takut kalau Govan akan menganggapnya berlebihan. Jadi, ia hanya diam.Govan merasakan gadis itu masih kaku dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Nabila dengan lembut, mencob

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menggoda Sang Paman   Larangan paman

    "Nabila, transferin 500k dong. Gue butuh banget nih! Kamu kan baik masa gak mau nolongin aku."Mata Govan menyipit membaca pesan tersebut, kata-katanya lembut, namun punya niat terselubung. Rahangnya mengeras seiring dengan jemarinya yang mulai menggulir chat ke atas, membaca pesan demi pesan. Semakin ia membaca puluhan pesan bernada sama, bahkan ada ancaman, tekanan, bahkan hinaan yang terselubung. "Nabila," suara govan rendah, tangannya mengepal kuat, ponsel itu hampir remuk di genggamannya."Apa maksud semua ini?" tanya Govan butuh penjelasan. Nabila menunduk, menggigit bibirnya. Ia tahu tak ada gunanya berbohong, tapi mulutnya terkunci."Om tanya, ini apa?" Govan mengangkat layar ponsel ke hadapan gadis itu, menunjuk deretan pesan yang memenuhi layar.Nabila tetap diam, ia gak ingin bilang yang sebenarnya dengan Govan, takut kalau govan akan marah. Govan semakin kesal melihat sikap diam keponakannya. Ia melemparkan ponsel itu ke sofa dan berdiri, tubuhnya yang lebih tinggi memb

    Last Updated : 2025-02-28
  • Menggoda Sang Paman   Dibully

    'Om, maaf... Aku pergi jogging dulu...'Govan terdiam sejenak, tangannya gemetar menahan tawa senang. Ternyata keponakannya seniat itu mau diet.Govan menaruh kembali kertas itu di atas meja, tak lupa meninggalkan balasaan.'Semangat ya :)'Govan mulai menyiapkan sarapan pagi. Telur dadar, roti panggang, dan segelas kopi hitam untuk dirinya.Ia baru saja meletakkan sarapan di meja ketika pintu rumah terbuka."Hosh… Hosh…"Govan menoleh dan matanya membulat ketika melihat Nabila memasuki rumah. Gadis itu mengenakan setelan olahraga, kaosnya basah oleh keringat, dan napasnya tersengal-sengal seolah baru berlari berkilometer-kilometer tanpa henti."Kamu dari mana saja?" tanya Govan dengan nada terkejut, meletakkan cangkir kopinya di meja.Nabila melepas jaket olahraganya dan

    Last Updated : 2025-03-01

Latest chapter

  • Menggoda Sang Paman   INI BENERAN OM?!

    "Hah," Nabila menghela nafas segar, langkahnya ringan keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih sedikit basah, tergerai mengenai pundaknya. Ia mengenakan piyama santai warna pastel, terlihat segar dan natural.Dengan malas, ia membanting tubuh ke atas kasur empuk, memejamkan mata sejenak menikmati kehangatan selimut yang membungkus tubuhnya. Hawa dingin dari luar membuat tubuhnya enggan beranjak.Tiba-tiba, suara dering ponsel mengagetkannya.Nabila melirik malas ke arah meja kecil. Nama Govan tertera jelas di layar.“Duh...” gumamnya, baru sadar bahwa ia belum mengabari Govan sama sekali selama seharian ini. Ia menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah.Segera ia meraih ponselnya dan mengangkat panggilan itu.“H-Halo, Om...” suaranya terdengar canggung.“Nabila, kamu kemana aja hari ini?!” tegur Govan langsung, suaranya sedikit meninggi. Ada nada kekhawatiran yang terselip di balik teguran itu.“A-aku maaf, aku lupa ngabarin... Aku habis dari kebun teh, terus danau, terus ya... baru b

  • Menggoda Sang Paman   Lupa mengabari

    Matahari mulai naik ke atas, saat mereka menemukan sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan, beratapkan daun kelapa, dengan pemandangan kebun teh membentang di kejauhan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma sedap dari dapur.Mereka memilih duduk di meja kayu panjang di sudut, yang langsung menghadap hamparan hijau.“Gila, enak banget udaranya. Bikin lapar,” seru Riska sambil membuka buku menu.Tak butuh waktu lama, mereka memesan makanan sederhana nasi liwet, ayam goreng, sambal terasi, dan lalapan segar. Sambil menunggu pesanan datang, mereka membuka galeri kamera, melihat-lihat hasil foto yang tadi diambil.“Woi, liat nih. Ini fotoku, Bil!” seru Riska sambil menunjuk salah satu foto hasil jepretan Nabila.“Wah, keren juga. Sudutnya pas. Cahaya juga dapet. Bil, kamu punya bakat terpendam nih.” Berlian mengintip. Nabila nyengir malu-malu, pipinya sedikit memerah.“Serius, Bil. Nih ya,” Berlian bergeser mendekat, hampir membuat bahu mereka bersentuhan. Ia mengambil kamera dari tangan

  • Menggoda Sang Paman   Cklik

    Pagi Menjelang Siang di sebuah Gedung Perkantoran Modern. Govan duduk tegap di salah satu ruang meeting bergaya minimalis. Jas hitamnya tampak rapi, kemeja biru muda berpadu pas, memperlihatkan ketegasannya sebagai profesional. Di hadapannya duduk tiga orang klien. Laras duduk di sampingnya, mencatat poin-poin penting, sekali-kali menyodorkan dokumen untuk ditandatangani Govan.Ruangannya sejuk. Tapi suasana cukup menegangkan. Klien-klien ini bukan orang sembarangan mereka orang besar, dan proyek yang sedang dibicarakan bernilai miliaran rupiah. Namun wajah Govan tetap tenang. Suaranya datar dan percaya diri.“Jika semuanya sesuai timeline yang kita sepakati, fase pertama pembangunan bisa dimulai dua bulan dari sekarang. Kami hanya butuh konfirmasi akhir dari pihak Bapak dan tim,” ujar Govan sambil menyerahkan berkas presentasinya.“Kami puas dengan perencanaan Anda, Pak Govan. Saya pribadi suka dengan sikap profesional dan efisiensi tim Anda.” Salah satu klien mengangguk pelan.Lara

  • Menggoda Sang Paman   Sunrise

    Sinar mentari pertama menelusup masuk melalui celah gorden, menyapu lembut wajah Nabila yang masih terlelap. Udara dingin pagi menggelitik, membuatnya menggeliat pelan dan mengerjapkan mata. Ia menoleh ke samping, melihat Riska masih memeluk guling dengan mulut sedikit terbuka dan suara napas pelannya. Nabila melihat jam di ponselnya. Pukul 05.12 pagi. Ia tersenyum kecil, mengingat rencana mereka menonton matahari terbit di danau tak jauh dari penginapan.Dengan semangat, ia turun dari ranjang dan merapikan hoodie-nya. Rambutnya diikat setengah, dan wajahnya masih segar tanpa riasan, tapi tetap manis. Ia menepuk-nepuk kaki Riska.“Ris… bangun. Udah jam lima lewat. Ayo ke danau,” bisiknya.“Hmm…” Riska meringkuk. “Dingin, Bil… lima menit lagi…”“Lima menit kamu bisa tidur selamanya kalau kita gak keburu liat sunrise,” canda Nabila sambil menepuk Riska.Tak lama, ketiganya sudah berada di luar, berjalan menyusuri jalan menuju danau. Udara pagi masih menusuk kulit, tapi langit perlahan

  • Menggoda Sang Paman   Mimpi govan

    Musik mengalun santai, lampu-lampu gantung menerangi area dengan cahaya kuning redup yang menciptakan suasana hangat sekaligus menggoda. Gelas-gelas minuman berderet di atas meja. Riska dan Wiwin sudah mulai sedikit mabuk, tertawa-tawa sambil berceloteh tak jelas.Nabila, yang biasanya hanya menyentuh jus, malam ini entah kenapa menuruti ajakan mereka. Satu tegukan, dua… tiga… hingga pipinya mulai memerah, kepalanya ringan, dan suara di sekitarnya terasa mengambang.“Hei, kamu masih kuat?” tanya Berlian sambil tertawa, mencondongkan tubuhnya ke arah Nabila yang sedang menyandarkan dagu ke tangan.“Aku... aku baik-baik aja kok,” jawab Nabila dengan suara yang nyaris seperti bisikan. Matanya mengerjap pelan, fokusnya buyar. “Cuma pusing dikit...”“Kamu gak biasa minum, ya?” Berlian mendekat, wajahnya hanya berjarak beberapa jengkal dari wajah Nabila. “Tapi kamu cantik banget malam ini…”“Hah?” Nabila mengerutkan kening. “Aku serius.” Berlian tersenyum, lalu tangannya terulur menyentuh

  • Menggoda Sang Paman   Makan malam penuh rasa

    Di kamar hotel, lantai delapan.Laras masuk ke dalam kamarnya dengan langkah pelan, namun jantungnya masih berdetak tak beraturan. Seolah udara malam tadi menyisakan sesuatu yang berbeda di dalam dadanya.Tangannya masih menggenggam erat mantel milik Govan yang tebal, hangat, dan wangi. Wangi yang selama ini hanya ia rasakan sekilas saat mereka bekerja bersama, tapi malam ini, terasa jauh lebih dekat… lebih personal.Ia menutup pintu, mematikan lampu utama dan membiarkan lampu meja kecil menyala temaram. Setelah melepas sepatunya, Laras berjalan cepat menuju tempat tidur, seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari dirinya sendiri. Ia membenamkan wajah ke dalam mantel itu, menghirup dalam-dalam.“Duh, Pak Govan…” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan rahasia. “Kenapa sih harus sebaik ini…”Ia tertawa pelan, malu sendiri. Jantungnya masih deg-degan. Laras tidak pernah membayangkan akan memiliki momen seperti tadi, makan malam berdua, Govan memberinya perhatian kecil, dan akhirnya menye

  • Menggoda Sang Paman   Obrolan yang ngalir

    Govan melemparkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang empuk. AC menyala dingin, menyejukkan udara panas yang menempel di kulitnya sejak tadi. Rambutnya masih basah karena baru saja mandi setelah seharian penuh rapat dengan klien. Kemeja putih santai membalut tubuhnya, dan celana kain longgar memberikan kenyamanan yang telah lama ia rindukan setelah duduk seharian.Ia mengambil ponsel dari atas nakas. Layarnya menyala, ada notifikasi dari WhatsApp.Nabila.Senyum tipis terbit di bibir Govan saat jempolnya menyapu layar. Beberapa foto masuk. Nabila dengan latar pegunungan hijau, danau biru yang tenang, dan satu selfie dengan teman-temannya, termasuk Berlian. “Akhirnya sampai juga! Pemandangannya bener-bener kayak di TV ya, Om! Wish you were here…”Govan menyentuh satu foto lebih lama, memperbesar wajah Nabila yang tersenyum lebar dengan kacamata hitam dan rambut dikuncir ke atas. Bahunya terbuka, terlihat dari tank top putih yang ia kenakan, namun tetap tertutup dengan jaket tipis yang s

  • Menggoda Sang Paman   Sampai di tujuan

    Sinar matahari sore menembus jendela mobil, menciptakan bayangan-bayangan hangat di dashboard. Setelah hampir delapan jam perjalanan, akhirnya mobil yang ditumpangi Nabila dan teman-temannya memasuki kawasan resort pegunungan yang sejuk dan rindang. Jalanan menanjak, diapit pepohonan yang menjulang tinggi dan aroma tanah lembap yang menenangkan.“Wah... tempatnya keren banget!” seru Riska dari kursi belakang, hidungnya nyaris menempel ke jendela.“Kita nginep di sini?” tanya Riska lagi antusias, matanya tak lepas dari bangunan penginapan yang berdiri di tepi tebing, menghadap langsung ke hamparan danau biru yang tenang.“Iya. Aku booking tempat ini karena paling deket sama spot sunrise. View-nya cakep banget,” sahut Nabila .Nabila membuka pintu mobil dan turun perlahan. Angin sejuk langsung menyambutnya, meniup helai-helai rambutnya yang tergerai. Ia mendongak menatap langit, menghirup udara segar dalam-dalam dan tersenyum puas.“Udara di sini seger banget... asli nagih,” gumamnya p

  • Menggoda Sang Paman   Govan pergi

    Langit di bandara dipenuhi warna abu kebiruan, pesawat-pesawat hilir mudik di landasan, sibuk seperti semut-semut raksasa yang tak pernah tidur. Di salah satu ruang tunggu gate keberangkatan, Govan duduk dengan tubuh tegak namun wajah lesu. Koper hitam kecil berada di samping kursinya. Di sebelahnya, Laras sang asisten pribadi tengah sibuk memeriksa email di tablet."Boarding jam berapa?" tanya Govan pelan, suaranya sedikit serak.Laras menoleh, “Sekitar lima belas menit lagi, Pak. Tapi biasanya mereka mulai panggil sepuluh menit sebelumnya.”Govan mengangguk, lalu memalingkan wajah ke jendela besar di hadapannya. Di luar sana, pesawat-pesawat terlihat seperti makhluk asing yang hendak terbang ke dunia lain. Tatapan matanya kosong, namun pikirannya justru penuh. Bayangan wajah Nabila muncul jelas, dia tersenyum, tertawa, marah, hingga manja. Semua campur aduk.Laras melirik pria itu, ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, “Masih kepikiran Nabila, Pak?”“Ya… Gak tahu kenapa rasanya g

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status