Beranda / Romansa / Menggoda Sang Paman / Sakit tak berdarah

Share

Sakit tak berdarah

Penulis: Centong ajaib
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 15:30:38

"Mereka," gumam hati Nabila, tubuhnya menegang melihat bayangan dua wanita yang tadi mengejeknya masuk dengan senyuman licik.

Salah satunya adalah wanita berambut panjang dengan gaun ketat yang membuatnya tampak bak model.

Satunya lagi lebih pendek, dengan wajah yang tak kalah cantik, matanya dipenuhi rasa puas setelah mengucapkan hinaan barusan.

"Astaga, aku masih gak percaya dia bisa makan sebanyak itu. Serius, kasihan banget cowok ganteng itu, pasti terpaksa nemenin dia," ujar suara perempuan itu dengan nada mengejek.

Jantung Nabila berdegup kencang pelan-pelan, ia menoleh ke belakang.

Mereka berdua kaget saat menyadari keberadaan Nabila, keduanya terdiam sesaat. Lalu, seolah tak merasa bersalah, perempuan bergaun ketat itu menyeringai sinis.

"Oh? Lihat siapa yang ada di sini," katanya sambil menyilangkan tangan di dada.

Nabila menelan ludah. Tangannya gemetar, tapi ia tetap berdiri tegak, mencoba terlihat tidak terpengaruh.

"Apa ada yang mau kalian bicarakan denganku?" suaranya terdengar lebih tenang dari yang ia rasakan.

"Oh, jadi kamu dengar? Yah, maaf, tapi aku cuma mengatakan yang sebenarnya. Maksudku… lihat dirimu." wanita yang lebih pendek terkikik menatap geli Nabila.

Tatapan mereka menyapu tubuh Nabila dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan.

"Kasihan banget sih cowok itu. Ganteng, tapi harus punya cewek kayak kamu? Apa kamu pakai pelet, hah?" timpal wanita berambut panjang.

Seketika, darah Nabila mendidih, tapi di saat yang sama, ada rasa sakit yang tak bisa ia tolak. Ia ingin membalas ngata-ngatain mereka dengan sesuatu yang bisa membungkam mereka, tapi lidahnya terasa kelu.

Dan sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, perempuan bergaun ketat itu melangkah mendekat, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Apa pun yang kamu lakukan, kamu gak akan pernah pantas buat pria seperti dia. Gendut," bisiknya pelan, tepat di telinga Nabila.

Lalu, dengan tawa kecil, kedua wanita itu berjalan keluar, meninggalkan Nabila yang masih berdiri membeku.

Saat pintu toilet tertutup, Nabila merasakan seluruh tubuhnya melemah. Tangannya menggenggam erat wastafel, kepalanya tertunduk, napasnya berat.

"Ugh... Hiks... Hiks..." Nabila tak bisa menahan air matanya, ia menggigit bibirnya, mencoba mengabaikan perkataan mereka.

Nabila menghapus air matanya, membasuh wajahnya, mencoba menenangkan diri sebelum keluar dari toilet. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Tapi bagaimana pun ia mencoba, dadanya tetap terasa sesak.

Ketika ia kembali ke meja, Govan masih duduk di sana, perlahan mengunyah makanannya. Begitu melihat mata Nabila yang memerah, alisnya bertaut.

"Kamu kenapa?" tanyanya, suaranya terdengar penuh perhatian.

"Mata aku kemasukan debu," jawab Nabila cepat, buru-buru menghindari tatapannya, ia mencoba tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.

Govan menatapnya lama, seolah tidak percaya. Tapi akhirnya, ia hanya menghela napas pelan, tanpa berkata apa-apa, ia mengambil potongan daging steak dari piringnya dan meletakkannya di piring Nabila.

"Makanlah yang banyak," katanya singkat.

Nabila terpaku, menatap daging itu sejenak, lalu memasukkan potongan daging itu ke mulutnya dan mengunyah pelan, Nabila rasanya sulit sekali menelan daging itu.

Makan malam terasa begitu lama dan hambar bagi Nabila. Setelah selesai, mereka meninggalkan restoran dan singgah di supermarket untuk membeli persediaan makanan.

"Kamu mau beli apa? Ambil aja," kata Govan sambil mendorong troli.

Govan memilih berbagai bahan makanan, dari ayam potong, sayuran, hingga beberapa makanan cepat saji.

"Baik om," jawab Nabila lesu.

Sepanjang perjalanan mereka di supermarket, Nabila bisa merasakan tatapan orang-orang dan bisikan-bisikan lirih yang mencoba mereka sembunyikan, tapi tetap terdengar.

"Dia gendut banget, ya. Makannya pasti banyak."

"Cowok itu pasti pacarnya, ya? Kok bisa sih?"

"Dia lebih cocok jalan sama cewek yang lebih cantik. Sayang banget..."

"Kena pelet kali ya tu cowok."

Setiap kata itu menusuk telinga Nabila seperti jarum tajam. Langkahnya melambat, matanya tertunduk.

Govan, yang sedari tadi diam saja, akhirnya berhenti di depan rak minuman dingin. Ia mengambil sebotol susu cokelat lalu menyerahkannya pada Nabila.

"Ambil ini," katanya ringan.

"Buat apa?" Nabila menatap botol itu, lalu mengangkat kepalanya menatap Govan.

 "Kamu kelihatan murung. Biasanya kalau om kasih susu cokelat, kamu langsung ceria lagi." Govan mengangkat bahu santai.Ia tahu kenapa Nabila kelihatan lesu, dan ia berusaha menghibur keponakannya itu.

Nabila terdiam merasakan sesuatu menghangat di dadanya, tapi rasa sesak itu masih terasa di dadanya.

"Makasih, om." Nabila menggenggam botol susu itu erat, lalu tersenyum kecil.

Govan mengacak rambutnya sekilas sebelum kembali mendorong troli belanja.

Setelah selesai berbelanja, mereka pulang.

Disepanjang perjalanan pulang, Govan beberapa kali melirik Nabila yang duduk diam di sebelahnya.

"Kamu mau beli martabak gak?" tawar Govan santai mencairkan suasana.

Nabila hanya diam tidak membalas, biasanya dia cerewet, selalu banyak tagihan. Tapi sejak tadi, ia hanya menatap keluar jendela dengan pandangan kosong.

"Bagimana kalau sempol? Bakor? Seblak? Atau es krim? Kamu mau yang mana?" tawar Govan lagi.

"Gak mau om. Aku mau langsung pulang aja." Nabila menggeleng tanpa menoleh.

Govan menghela napas pelan. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengarahkan mobilnya langsung ke rumah.

Setibanya di rumah, mereka langsung menuju dapur untuk membereskan belanjaan. Govan meletakkan kantong belanja di meja, lalu melirik Nabila yang masih memasukkan barang ke dalam kulkas dengan wajah murung.

"Hei," panggil Govan bersandar di meja, menyilangkan tangan di dada.

Nabila menoleh.

"Kamu tetap cantik, Bil. Jangan insecure. om bakal tetap sayang sama kamu, bagaimana pun bentuk kamu." Govan menatapnya dalam, lalu berkata dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.

Nabila membeku. Kata-kata itu begitu tulus, tapi terasa begitu menusuk di hatinya.

"Ke...kenapa om tiba-tiba bilang gitu?" tanya Nabila gagap.

"Om tahu kamu dikata-katain." Govan menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Buat om, kamu berharga. Jadi jangan sedih lagi, ya? om gak suka lihat kamu sedih."

Nabila menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang mendesak di dadanya. Ia ingin menangis, tapi ia tak mau Govan melihatnya begitu rapuh. Jadi, ia memaksakan senyum kecil.

"Aku gak sedih kok, om. Aku juga gak peduli kata-kata mereka. Om gak usah khawatir," kata Nabila menahan pilu.

Govan menatapnya lama, seolah tidak yakin. Tapi akhirnya, ia hanya mengusap kepala Nabila dengan kasar, seperti kebiasaannya.

"Bagus kalau gitu."

Setelah beres, Nabila kembali ke kamarnya. Ia menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menatap langit-langit dengan kosong. Air matanya mengalir, hinan itu masih berputar di kepalanya.

Nabila menarik selimut, menutupi wajahnya, lalu menangis dalam diam. Ia menangis hingga lelah, sebelum akhirnya tertidur dengan mata yang masih basah.

***

Tok... Tok... Tok...

"Bil?" panggil Govan sambil mengetuk pintu kamar Nabila.

Tidak ada jawaban.

Govan menghela napas, lalu membuka pintu, saat melihat isi kamar itu, jantungnya berdegup lebih kencang.

"Nabila?!" suaranya meninggi, matanya membelalak kaget.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Menggoda Sang Paman   Diet

    "Nabila?!" suara Govan meninggi, langkahnya cepat menghampiri Nabila yang terduduk di kasur dengan mata bengkak, jantungnya langsung berdegup lebih cepat.Ia berlutut di depan gadis itu, tangannya langsung menangkup wajah Nabila, menelusuri pipinya yang lembab bekas air mata."Kamu habis nangis?" tanyanya, suaranya lebih lembut dari sebelumnya, tapi penuh kekhawatiran. "Kenapa? Ada apa, Bil? Ayo cerita dengan om."Nabila menggeleng pelan, wajahnya keliatan lelah. Govan menatapnya lama, lalu tanpa ragu, ia menarik Nabila ke dalam pelukannya."Kalau ada masalah, cerita sama Om," bisiknya di atas kepala gadis itu. "Jangan dipendam sendiri, nanti sakit."Nabila menggigit bibir, tubuhnya menegang dalam dekapan pamannya. Ia ingin bercerita. Ingin mengeluarkan semua beban di hatinya.Tapi ia takut.Takut terlihat lemah.Takut kalau Govan akan menganggapnya berlebihan. Jadi, ia hanya diam.Govan merasakan gadis itu masih kaku dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Nabila dengan lembut, mencob

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Menggoda Sang Paman   Larangan paman

    "Nabila, transferin 500k dong. Gue butuh banget nih! Kamu kan baik masa gak mau nolongin aku."Mata Govan menyipit membaca pesan tersebut, kata-katanya lembut, namun punya niat terselubung. Rahangnya mengeras seiring dengan jemarinya yang mulai menggulir chat ke atas, membaca pesan demi pesan. Semakin ia membaca puluhan pesan bernada sama, bahkan ada ancaman, tekanan, bahkan hinaan yang terselubung. "Nabila," suara govan rendah, tangannya mengepal kuat, ponsel itu hampir remuk di genggamannya."Apa maksud semua ini?" tanya Govan butuh penjelasan. Nabila menunduk, menggigit bibirnya. Ia tahu tak ada gunanya berbohong, tapi mulutnya terkunci."Om tanya, ini apa?" Govan mengangkat layar ponsel ke hadapan gadis itu, menunjuk deretan pesan yang memenuhi layar.Nabila tetap diam, ia gak ingin bilang yang sebenarnya dengan Govan, takut kalau govan akan marah. Govan semakin kesal melihat sikap diam keponakannya. Ia melemparkan ponsel itu ke sofa dan berdiri, tubuhnya yang lebih tinggi memb

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Menggoda Sang Paman   Dibully

    'Om, maaf... Aku pergi jogging dulu...'Govan terdiam sejenak, tangannya gemetar menahan tawa senang. Ternyata keponakannya seniat itu mau diet.Govan menaruh kembali kertas itu di atas meja, tak lupa meninggalkan balasaan.'Semangat ya :)'Govan mulai menyiapkan sarapan pagi. Telur dadar, roti panggang, dan segelas kopi hitam untuk dirinya.Ia baru saja meletakkan sarapan di meja ketika pintu rumah terbuka."Hosh… Hosh…"Govan menoleh dan matanya membulat ketika melihat Nabila memasuki rumah. Gadis itu mengenakan setelan olahraga, kaosnya basah oleh keringat, dan napasnya tersengal-sengal seolah baru berlari berkilometer-kilometer tanpa henti."Kamu dari mana saja?" tanya Govan dengan nada terkejut, meletakkan cangkir kopinya di meja.Nabila melepas jaket olahraganya dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Menggoda Sang Paman   Firasat

    "Kak berlian!" suara Nabila bergetar.Berlian, seorang pria tampan dengan postur tubuh tinggi sekitar 180 cm. Wajahnya tegas, dengan rahang kokoh dan hidung mancung yang sempurna.Mata cokelat gelapnya menatap Nabila dengan penuh rasa khawatir. Ia mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku, memperlihatkan lengan berotot yang jelas terbentuk."Kamu kenapa?" tanyanya, suaranya dalam dan lembut, penuh perhatian.Nabila menahan napas memalingkan wajahnya, Ia tidak ingin Berlian yang melihatnya dalam kondisi seperti ini, apalagi seseorang seperti Berlian, pria yang cukup populer di kampus."Nggak apa-apa," jawabnya cepat, berusaha menghindari tatapan Berlian."Kamu berdarah." Berlian menunjuk luka di sudut bibir Nabila. "Siapa yang melakukan ini?""Bukan urusanmu," ujar Nabila, suaranya bergetar."Kalau ada yang menyakitimu, kamu harus bilang. Aku bisa bantu," kata Berlian mendesah.Sebelum Berlian sempat b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Menggoda Sang Paman   Pengakuan Nabila

    Klik...Begitu pintu terbuka, jantungnya hampir berhenti berdetak.Di atas ranjang, sosok keponakannya meringkuk di bawah selimut. Isakan kecil terdengar lirih, menusuk hati Govan lebih dalam daripada sebilah pisau."Nabila?" panggilnya pelan, namun gadis itu tidak merespons.Dengan gerakan hati-hati, Govan duduk di tepi ranjang dan menyingkap selimut itu. Seketika napasnya tercekat melihat wajah Nabila babak belur.Pipi kirinya lebam, sudut bibirnya pecah, dan ada goresan samar di pelipisnya. Bekas kekerasan yang tidak bisa disembunyikan. Hati Govan terasa ditikam ribuan pisau melihat kondisi keponakannya tersebut."Siapa yang menyakitimu Bil?!" Govan menangkap wajah gadis itu, menangkupnya dengan lembut tetapi penuh ketegasan.Mata cokelatnya yang tajam menatap lekat-lekat ke dalam mata Nabila yang basah dan penuh luka."Apa yang terjadi?" suaranya rendah, hampir seperti geraman. "Siapa yang melakukan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Menggoda Sang Paman   Hasi diet

    "Kamu yakin gak nyesel?" tanya Govan suatu pagi saat mereka duduk di teras, menikmati udara segar setelah joging."Aku gak mau bertemu mereka Om, aku gak mau satu kelas dengan mereka." Nabila mengangguk kecil."Baiklah, jika itu maumu," kata Govan mengizinkan.Sejak kejadian itu Nabila mengambil cuti kuliah selama satu semester, dan selama beberapa cuti itu ia menjalani diet ketat dengan bimbingan Govan.Makanan cepat saji dan cemilan manis yang dulu menjadi pelariannya, kini tak lagi ia sentuh. Setiap pagi, ia joging bersama Govan, kemudian melanjutkan latihan di GYM."Sepuluh menit lagi," ucap Govan suatu pagi saat Nabila hampir menyerah berlari keliling taman."T-tapi, Om..." Nabila mengeluh, kakinya gemetar menopang tubuhnya."Nyerah?" Govan menyeringai."Enggak!" Mata N

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Menggoda Sang Paman   Body yang sempurna

    Malam.Nabila berdiri di depan cermin kamarnya, menatap bayangannya dengan penuh kebingungan.Setiap baju yang ia coba tampak terlalu longgar, menggantung seperti gorden yang kebesaran. Celana yang dulu pas kini melorot tanpa perlu dibuka kancingnya. Satu-satunya pakaian yang masih bisa ia pakai hanyalah daster."Hah... gawat," gumamnya, menarik bajunya ke belakang, memperlihatkan pinggang rampingnya yang kini terbentuk dengan sempurna.Lengkung tubuhnya jelas terlihat, dan kulitnya yang lebih cerah serta kencang memantulkan cahaya lampu kamar, memberi kesan ‘glossy’ layaknya model papan atas.Senyum puas terukir di bibirnya. Dulu, ia hanya bisa bermimpi memiliki tubuh seperti ini. Sekarang, semua ejekan yang pernah ia terima terasa tak berarti.Tepat saat itu, pintu kamar terbuka. Govan masuk tanpa mengetuk lebih dulu."Nabila, kamu—" Langkah govan langsung terhenti di ambang pintu, matanya membela

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Menggoda Sang Paman   Manis seperti madu

    "Aku cantik, kan?" tanya Nabila, tersenyum penuh percaya diri. "Soalnya aku gak bisa berhenti ngaca sejak tadi."Govan terdiam sejenak, menatap keponakannya yang kini terlihat jauh berbeda dari sebelumnya. Bukan hanya tubuhnya yang berubah, tapi juga aura percaya dirinya."Kamu selalu cantik di mata om," jawab Govan dengan nada tenang."Masa sih." Pipi Nabila merona, tapi ia menyembunyikannya dengan terus menyantap makanannya.Dulu, makan sayur terasa menyiksa, tapi sekarang ia bisa menikmatinya. Rasanya tidak lagi pahit atau aneh seperti saat pertama kali ia mencoba diet."Kamu gak percaya? Om berkata jujur lo." Govan menoleh, mengunyah makanannya dengan santai."Hmmm... Percaya deh, kan om gak pernah bohong," kata Nabila tersenyum manis.Govan memalingkan pandangannya ke mangkuk sup miliknya, senyuman Nabila terlalu manis baginya sampai sup yang ia mak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02

Bab terbaru

  • Menggoda Sang Paman   Jangan menggoda lagi

    Govan merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia mengalihkan pandangan, berharap bisa menghindari pertanyaan Nabila yang semakin berani."Om, kalau aku bukan keponakan Om, pasti Om bakal tergoda, kan?"Suara Nabila terdengar main-main, tapi Govan tahu betul bahwa gadis itu sedang menguji batas.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran dalam dadanya."Udah jangan naya yang aneh-aneh." Govan berkata dengan nada tegas."Jadi Om tetap nggak tergoda?" Nabila tersenyum tipis, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Bil, jangan nanya yang aneh-aneh. Om lagi makan ini," kata Govan dengan kesabaran yang mulai menipis. Nabila mengangkat bahunya, seolah tidak terlalu peduli, tapi ada kilatan menggoda di matanya."Aku cuma penasaran.""Udah selesai makannya?" tanya Govan, sengaja mengalihkan pembicaraan, Nabila menjawab dengan anggukan kecil. "Ya udah, aku mau ganti baju dulu, Om takut aku pakai baju terbuka, kan?" godanya sambil beranjak dari kursi.Govan tidak mer

  • Menggoda Sang Paman   Pertanda apa ya?

    "Soal mimpi aku..." Seketika tangan Govan berkeringat dingin. “Semalam aku mimpi aneh,” ujarnya santai.Govan yang tengah menyuap nasi gorengnya langsung berhenti. Ia melirik Nabila dengan waspada.“Mimpi apa?” tanyanya, mencoba terdengar biasa saja.Nabila mengunyah makanannya, lalu wajahnya mulai memerah sedikit.“A-aku mimpi dicium seseorang,” katanya pelan, seakan malu mengakuinya."Uhuk..." Govan tersedak. Ia buru-buru meraih gelas air dan meneguknya, sementara Nabila menatapnya dengan heran.“Om nggak apa-apa?” tanya gadis itu, mengernyitkan dahi.“Om… aku baik-baik saja.” Govan batuk kecil, lalu mengangguk cepat. “Aneh banget, di dalam mimpiku wajah nggak kelihatan. Semuanya gelap.” Nabila memutar-mutar sendoknya di dalam piring. Govan menelan ludah. Tentu saja gelap. Itu bukan mimpi, namun kenyataan. Tapi… apakah mungkin Nabila tidak menyadari kalau itu adalah dirinya kan? Govan berusaha fokus pada makanannya, tapi semakin sulit ketika Nabila terus menatapnya dengan ekspr

  • Menggoda Sang Paman   Mau cerita Om

    Govan keluar dari kamar Nabila dengan langkah tergesa. Ia menutup pintu dengan pelan, mengusap wajahnya dengan frustrasi.“Apa yang baru saja kulakukan?” gumamnya.Ia duduk di tepi kasur di kamarnya sendiri, menundukkan kepala sambil meremas rambutnya. Pikirannya penuh dengan kejadian barusan.Bibirnya masih bisa merasakan kelembutan bibir Nabila.Sial. Ia baru saja merebut ciuman pertama keponakannya. Walaupun itu tidak disengaja, tetap saja perasaan bersalah menghantamnya tanpa ampun.Govan menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Ia harus melupakan ini. Ia harus menjaga batasan.Namun... Kejadian itu tidak mudah dilupakan begitu saja. ***Tik... Tik... Suara keyboard terdengar berulang kali di dalam ruangan kerja Govan. Ia duduk tegak di kursinya, menatap layar laptop yang menampilkan dokumen-dokumen penting. Pekerjaan menumpuk, dan ia harus segera menyelesaikannya.Namun, pikirannya tidak bisa sepenuhnya fokus.Setiap kali ia mencoba membaca laporan, bayangan keja

  • Menggoda Sang Paman   Si pencuri ciuman

    Pesta ulang tahun Laras masih berlangsung meriah, tapi lama kelamaan Nabila merasa sedikit bosan. Ia memang menikmati hidangan lezat dan suasana mewah, tetapi tanpa teman untuk diajak berbincang, rasanya seperti terjebak di tempat yang asing.Sementara itu, Govan tampak sibuk berbicara dengan rekan-rekan kerjanya. Pria itu terlihat begitu tenang dan percaya diri, sesekali tersenyum tipis saat berbicara dengan mereka.Nabila menghela napas pelan, memainkan gelas jusnya dengan bosan. Sejak tadi, banyak pria yang mencuri pandang ke arahnya, tetapi tak ada yang cukup berani mendekatinya setelah melihat bagaimana Govan bersikap protektif sebelumnya.Setelah sekian lama hanya duduk di meja sendirian, akhirnya Govan kembali menghampirinya.“Bosan?” tanyanya dengan nada lembut.“Lumayan.” Nabila menoleh, mengangkat bahunya. “Kalau begitu, kita pulang sekarang.” Govan tersenyum kecil, lalu melirik jam tangannya. Nabila tidak keberatan. Ia segera berdiri dan mengikuti Govan keluar dari venue

  • Menggoda Sang Paman   Apa lu dekat-dekatin Nabila

    Nabila berdiri di salah satu sudut ruangan, mengamati kemewahan pesta yang belum pernah ia hadiri sebelumnya. Musik lembut mengalun, gelas-gelas kristal berkilauan di bawah lampu gantung, dan para tamu tampak bercengkerama dengan elegan.Saat ia sibuk menikmati suasana, seorang pria asing tiba-tiba mendekatinya dengan membawa dua gelas minuman.Pria itu tinggi, mengenakan jas biru tua dengan kemeja putih yang beberapa kancingnya sengaja dibuka, menampilkan dada bidangnya. Rambutnya tertata rapi, dan senyumannya yang penuh percaya diri seakan menyiratkan sesuatu yang tersembunyi.“Hai,” sapanya dengan suara dalam menyodorkan satu gelas minuman ada Nabila, “Aku perhatikan sejak tadi, kamu sendirian di sini.”“Oh, tidak. Aku hanya menikmati suasana.” Nabila tersenyum sopan melirik gelas itu. Cairan di dalamnya berwarna jingga keemasan, tampak seperti c*ckt**l yang biasa ia lihat di film-film.Ragu sejenak, namun karena tak ingin terlihat aneh, ia akhirnya menerimanya.“Terima kasih,” uca

  • Menggoda Sang Paman   Tiba di pesta

    "Orang-orang seperti aku?" Govan mengangkat alis."Maksudku... orang-orang kaya, pebisnis, eksekutif. Pasti suasananya beda dengan pesta anak kuliahan.""Yah, jangan berharap terlalu banyak. Pesta seperti ini biasanya lebih formal dan membosankan dibandingkan pesta mahasiswa." Govan terkekeh geli. "Ah masa. Gak mungkin ah!" Nabila tertawa kecil, tak sabar ingin melihatnya sendiri.Begitu mereka tiba di lokasi, atmosfer mewah langsung menyambut mereka.Tempat pesta dihiasi dengan lampu-lampu elegan, meja-meja bundar berlapis kain putih, dan pelayan yang sibuk mondar-mandir membawa nampan berisi minuman serta makanan ringan. Para tamu yang hadir tampak berkelas, sebagian besar mengenakan pakaian formal yang mahal dan elegan.Dan begitu Nabila masuk ke dalam ruangan bersama Govan, hampir seketika perhatian orang-orang langsung tertuju padanya.Beberapa pria meliriknya dengan takjub, sementara beberapa wanita menatapnya dengan tatapan penuh penilaian.Nabila, meskipun awalnya percaya dir

  • Menggoda Sang Paman   Otw pesta ultah laras

    Govan merapikan dasi di depan cermin, memastikan bahwa setelannya tampak rapi dan sempurna. Hari ini ia mengenakan kemeja hitam yang dipadukan dengan jas abu-abu gelap. Rambutnya sudah tertata rapi, dan parfum segar maskulin yang khas sudah ia semprotkan.Setelah memastikan semuanya sudah siap, ia mengambil jam tangan di atas meja dan memakainya."Baiklah, saatnya berangkat," gumamnya sebelum membuka pintu kamar dan melangkah keluar.Namun begitu ia keluar dari kamarnya dan menoleh ke arah tangga, langkahnya langsung terhenti.Matanya melebar, napasnya seolah tertahan melihat Nabila tengah menuruni tangga dengan anggun.Ia mengenakan gaun hitam selutut yang memiliki potongan simpel tapi elegan. Bagian atasnya pas di badan, menonjolkan siluet rampingnya, memberikan kesan manis dan berkelas. Rambut panjangnya yang biasanya terurai kini ditata dalam gelombang lembut, membuatnya tampak lebih dewasa dari biasanya.Govan tak bisa mengalihkan pandangannya.Dia terpesona.Sangat sangat terpes

  • Menggoda Sang Paman   Kado untuk Laras

    "Kamu ini ya..." Govan mendecak menatapnya sekilas. Nabila tertawa kecil, lalu kembali makan. Namun, pipinya masih merah. Setelah sarapan selesai, Nabila membawa piring-piring kotor ke wastafel dan mulai mencuci.Govan menghampirinya, menyandarkan tubuhnya ke meja dapur sambil menatapnya."Mau dibantuin gak," katanya."Santai Om, aku bisa sendiri." Nabila menoleh dan tersenyum. Govan menghela napas, lalu tiba-tiba mengulurkan tangannya dan mengacak rambut Nabila dengan lembut.Nabila terkejut, matanya membesar."Apa-apaan sih," gerutu Nabila dengan wajah yang seketika memerah."Makasih udah masakin sarapan." Govan hanya tersenyum kecil. Nabila menatapnya beberapa detik, lalu buru-buru menunduk, kembali mencuci piring dengan panik.Govan tersenyum kecil melihat telinga Nabila yang ikut memerah.***Di ruang tamu, suasana cukup tenang.Govan duduk di salah satu ujung sofa, laptopnya terbuka di atas meja dengan beberapa dokumen yang perlu ia tinjau. Ia mengetik dengan tenang, sesekal

  • Menggoda Sang Paman   Telat bangun

    Sinar matahari sudah tinggi ketika Govan akhirnya membuka matanya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, masih dalam keadaan setengah sadar."Kenapa rasanya terang banget?" Govan menoleh ke jam digital di meja samping ranjangnya.09.30 AM"Sial." Mata Govan membelalak.Ia jarang sekali bangun kesiangan, bahkan di hari libur sekalipun. Tapi hari ini, ia benar-benar tidur lebih lama dari biasanya.Tubuhnya masih terasa sedikit berat, mungkin karena tekanan pekerjaan yang cukup menguras tenaganya akhir-akhir ini. Tapi tetap saja, bangun hampir jam sepuluh pagi membuatnya merasa bersalah.Setelah mengumpulkan kesadarannya, Govan bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan keluar kamar dengan rambut sedikit berantakan dan kaus kusut.Begitu keluar, ia mencium aroma sesuatu yang familiar langsung menyeruak ke hidungnya."Nasi goreng?" Alisnya mengernyit.Ketika Govan tiba di dapur, matanya menangkap sosok Nabila yang sedang berdiri di depan kompor, mengenakan kaus oversized dan celana pendek.Gadi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status