Beranda / Romansa / Menggoda Kekasih Ibu Tiri / 15. Restoran Le Étoile

Share

15. Restoran Le Étoile

Penulis: Delilad Trenna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-13 21:32:59

𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮

Mobil kami melaju pelan di belakang mobil Andre, menjaga jarak yang aman. Aku terus memperhatikan arah, memastikan tak kehilangan jejak. Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya mobil Andre berhenti di depan sebuah bangunan yang... well, membuat dompetku langsung meringis.

Sebuah restoran mewah bintang lima, dengan lampu gantung kristal terlihat dari luar dan pelayan-pelayan berjas rapi menyambut para tamu.

Aku menelan ludah. “Dia masuk ke sana.”

Salah satu bodyguard-ku yang duduk di depan mengerutkan kening. “Restoran ini bukan tempat umum untuk kerja kelompok, apakah kamu serius?”

Ups.

“Iya aku serius. itu memang bukan... tempat biasa,” jawabku cepat. “Tapi kami... kerja kelompoknya beda. Ada tugas observasi soal layanan konsumen premium kelas atas. Dari kampus.”

Kedua bodyguard saling pandang.

“Tugas... observasi?”

“Iya. Dan aku yang milih tempatnya. Nanti juga temanku datang,” tambahku, masih berakting untuk meyakinkan mereka berdua.

Mereka masih terlihat ragu, tapi a
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   1. Kekasih Sewaan

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Aku menghela napas panjang, menatap bayanganku di cermin besar di kamarku. Gaun hijau zamrud dengan potongan rendah menghiasi tubuhku, membingkai kulitku dengan sempurna. Kainnya lembut, membelai kulitku setiap kali aku bergerak. Tapi tetap saja, meski tampak luar biasa di luar, perutku terasa seperti diaduk dari dalam. Aku menarik napas dalam. Tenang, Calia. Ini hanya pesta. Pesta pernikahan mantanku. Bodoh? Ya, sangat. Tapi aku tidak akan membiarkan Dion berpikir aku masih terluka karena pengkhianatannya. Masalahnya… aku tidak punya pasangan. Semua teman yang kumintai tolong mendadak sibuk, termasuk Lita, satu-satunya karyawan di café-ku. Aku berjalan keluar apartemen menelusuri trotoar, membiarkan angin malam menampar wajahku. Aku butuh seseorang—siapa pun—untuk jadi penyelamatku malam ini. Lalu aku melihatnya. Seorang pria bersandar santai di mobil hitam mengilap, merokok dengan tenang. Asap putih tipis mengepul di udara malam yang sejuk, mengitari wajahnya yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   2. Permainan Dimulai

    Calia Aku duduk di meja makan dengan perasaan campur aduk. Perutku terasa mual, bukan karena makanan di hadapanku, tetapi karena pemandangan menjijikkan di seberang meja. Manda—ibu tiriku, yang selalu terlihat angkuh dan tak tersentuh—hari ini tersenyum lembut seperti gadis remaja yang baru jatuh cinta. Tatapannya berbinar, tangannya dengan santai melingkar di lengan pria di sampingnya. Pria itu adalah Agra. Aku menggigit bibir bawahku, berusaha menahan ekspresi kesal. Takdir memang punya selera humor yang kejam. Kemarin malam, aku menyewa pria asing untuk menjadi pasangan pura-puraku di pesta pernikahan mantan. Dan sekarang? Aku justru mendapati pria yang sama duduk dengan santai di samping ibu tiriku. Dunia benar-benar gila. Aku melirik ke arah Agra, mencoba mencari petunjuk di wajahnya. Tapi pria itu tetap dengan ekspresi datarnya, seolah kehadiranku di sini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dia tampak santai, bahkan nyaris bosan, sementara Manda terus menempel padanya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   3. Kesepakatan

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Hari ini seharusnya menjadi hari biasa di café kecilku. Seperti biasa, aku bersiap menghadapi pelanggan yang hanya datang untuk mencari WiFi gratis atau sekadar berfoto tanpa membeli apa pun. Tapi hari ini, takdir rupanya ingin bermain-main denganku lagi. Begitu pintu café terbuka, aku mendongak, dan napasku langsung tercekat. Agra. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan santai, mengenakan jaket kulit hitam yang terlihat sangat mahal. Tatapannya tajam seperti biasa, penuh misteri yang tak bisa kutebak. Aku bahkan bisa merasakan aura intimidatifnya membuat Lita, karyawanku, menegang di belakang mesin kasir. Aku segera mengangkat alis, berusaha tetap tenang meski hatiku berdegup kencang. Bagaimana dia bisa tahu tempat ini? Agra melangkah santai ke meja kasir, seolah ini bukan pertama kalinya dia datang ke sini. "Kau terlihat terkejut," katanya, suaranya tetap datar. Aku menyandarkan tangan di meja dan menyipitkan mata. "Bagaimana kau tahu aku di sini?" Dia menyeringai

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   4. Hari Pertama

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Hari ini terasa lebih panjang dari biasanya. Aku baru saja menyelesaikan shift sore di café. Lita sudah pulang lebih dulu, meninggalkanku sendirian untuk merapikan meja dan menutup kasir. Mataku terasa berat, tubuhku lelah, dan aku sudah membayangkan kasur empuk di apartemen kecilku. Namun, rencana itu buyar begitu suara berat yang familier terdengar jelas. "Siap bekerja?" Aku menoleh dan mendapati Agra berdiri di depan meja kasir. Dia mengenakan setelan hitam yang jauh lebih rapi dibanding biasanya. Tidak ada jaket kulit, tidak ada rokok di tangan, hanya kemeja hitam yang pas di tubuhnya, memperlihatkan bahunya yang tegap dan dada bidangnya. Aura misteriusnya tetap sama—mungkin justru lebih kuat dalam pakaian seperti itu. Aku menyandarkan tangan di meja kasir, menatapnya dengan alis terangkat. "Serius? Aku pikir pekerjaan ini dimulai besok pagi. Ini kan hampir malam banget." Dia menyeringai tipis. "Kau pikir jadi asisten ku itu seperti pekerjaan kantoran yang punya j

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   5. Kebenaran

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Aku masih merasakan getaran di ujung jariku. Rasanya seperti sengatan listrik halus, kecil namun tak kunjung hilang. Tubuhku terasa lemas, keringat dingin mengalir di punggungku, dan bayangan darah yang menggenang di lantai tadi masih menari-nari dalam pikiranku. Pria itu benar-benar mati. Ditembak oleh Agra di depan mata ku. Aku mengira bisa mengendalikan situasi, bisa bermain dengan Agra demi membalas dendam pada Manda. Tapi sekarang, kenyataan menghantamku keras—aku tidak sedang bermain di zona nyaman. Aku sedang bermain di dunia Agra. Dunia yang penuh kekejaman tanpa belas kasihan. Di depanku, Agra hanya berdiri dengan santai, ekspresinya tetap tenang seolah apa yang baru saja terjadi bukan sesuatu yang luar biasa. Seolah membunuh hanyalah bagian dari rutinitas hariannya. "Kau bisa pergi sekarang," katanya, nada suaranya ringan, hampir seperti sedang menawarkan minuman. "Aku tidak akan menahanmu." Aku masih membeku di tempat, tidak bisa berpikir jernih. Agra m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   6.

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Malam ini, aku kembali berada di dalam mobil Agra. Aku masih belum tahu apakah ini keputusan yang benar. Tapi setelah semua yang kulihat sejauh ini—aku tahu satu hal: aku sudah masuk terlalu dalam untuk mundur. Sore tadi, tepat setelah café tutup, aku menerima pesan dari nomor yang lagi-lagi berbeda. "Aku akan menjemputmu jam delapan. Bersiaplah." Tentu saja itu dari Agra. Aku membalas singkat seperti biasa, tapi kali ini kutambahi sedikit godaan. "Baik, tuan penguasa yang ganteng." Tidak ada balasan. Tentu saja. Dan sekarang, di sinilah aku. Duduk di kursi penumpang, menatap jalanan yang diterangi lampu kota, sementara Agra mengemudi dengan ekspresi datar seperti biasa. "Apa kali ini aku akan melihat seseorang mati lagi?" tanyaku, mencoba terdengar santai, meskipun jauh di dalam, aku tidak yakin dengan jawabannya. Agra melirikku sekilas. "Mungkin." Jawaban itu membuat punggungku menegang. Tidak ada kepastian dalam dunia Agra, dan itu menakutkan. Kami berhenti di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   7.

    𝗔𝗴𝗿𝗮 Bau mesiu masih menggantung di udara. Aku melepaskan napas pelan, menurunkan pistol dengan gerakan santai. Tubuh pria itu tergeletak tak bernyawa di lantai, darahnya mulai menggenang di bawah kepalanya. Gudang ini sunyi kecuali suara langkah kaki para anak buahku yang mulai merapikan sisa kekacauan. Mataku beralih ke Calia. Dia masih berdiri di tempatnya, tubuhnya menegang, matanya lekat menatap mayat di lantai. Aku memperhatikan bagaimana jemarinya sedikit gemetar di sisi tubuhnya, meski wajahnya berusaha tetap tanpa ekspresi. "Jangan menatap terlalu lama," suaraku rendah, nyaris seperti bisikan. "Kau akan terbiasa lebih cepat dari yang kau kira." Calia menoleh ke arahku, dan aku melihat sesuatu di matanya—bukan ketakutan, tapi sesuatu yang lain. Sesuatu yang belum bisa kupahami sepenuhnya. Aku menyimpan pistolku, lalu berjalan melewatinya, memberi isyarat agar dia mengikutiku. "Kita selesai di sini." Tanpa banyak bicara, kami meninggalkan gudang dan mengantar nya ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   8

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Aku menatap kontrak di tanganku, mata masih terpaku pada salah satu poin yang barusan kubaca. 'Dilarang jatuh cinta pada Agra.' Memangnya aku akan jatuh cinta dengan nya? Aku hanya mendekati nya karena Manda, tidak lebih. Konyol. Benar-benar konyol. Aku mengangkat wajahku, melotot ke arahnya. "Kau serius?" Agra menyilangkan tangan di dada, ekspresinya tetap tenang. "Kau pasti sudah menyadari jika aku adalah pemimpin Panthers. Sebelum tanda tangan. . . baca baik-baik kesepakatan itu." Tentu saja aku tahu siapa dia dan tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk mengabaikan sesuatu yang aneh dalam kontrak ini. Tapi tetap saja . . . ini benar-benar tidak masuk akal. Aku kembali menunduk, membaca ulang kalimatnya untuk memastikan aku tidak salah lihat. Tidak ada yang berubah. Masih sama. Masih sama gilanya. Satu bulan. Hanya satu bulan kesempatan ku untuk mendekati nya. Aku menggigit bibir, lalu menatap Agra dengan tatapan penuh arti. "Bagaimana kalau justru kau yang jatuh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29

Bab terbaru

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   15. Restoran Le Étoile

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Mobil kami melaju pelan di belakang mobil Andre, menjaga jarak yang aman. Aku terus memperhatikan arah, memastikan tak kehilangan jejak. Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya mobil Andre berhenti di depan sebuah bangunan yang... well, membuat dompetku langsung meringis.Sebuah restoran mewah bintang lima, dengan lampu gantung kristal terlihat dari luar dan pelayan-pelayan berjas rapi menyambut para tamu.Aku menelan ludah. “Dia masuk ke sana.”Salah satu bodyguard-ku yang duduk di depan mengerutkan kening. “Restoran ini bukan tempat umum untuk kerja kelompok, apakah kamu serius?”Ups.“Iya aku serius. itu memang bukan... tempat biasa,” jawabku cepat. “Tapi kami... kerja kelompoknya beda. Ada tugas observasi soal layanan konsumen premium kelas atas. Dari kampus.”Kedua bodyguard saling pandang.“Tugas... observasi?”“Iya. Dan aku yang milih tempatnya. Nanti juga temanku datang,” tambahku, masih berakting untuk meyakinkan mereka berdua.Mereka masih terlihat ragu, tapi a

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   14

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Aku duduk di atas ranjang empuk berlapis seprai linen putih yang bahkan terlalu mewah untuk disentuh. Saking empuknya, rasanya seperti tenggelam ke dalam awan. Rumah Agra… lebih tepatnya mansion Agra, ini bukan rumah biasa. Ini istana. Lebih mewah daripada rumahnya Tristan. Serius. Dari marmer dingin di lantai, tangga melingkar dramatis di tengah ruangan, sampai jendela besar yang memperlihatkan taman belakang seukuran lapangan bola.Dan sekarang, tempat ini sepi. Agra entah pergi ke mana.Setelah kami tiba tadi pagi, dia hanya berkata pendek:"Jangan pergi sendirian. Kalau perlu ke luar, dua orang akan mengawalmu."Lalu… hilang. Menguap. Pergi entah ke mana tanpa menjelaskan satu hal pun, padahal aku ini asistennya. Seharusnya dia menjelaskan tapi ya sudahlah. Aku menarik napas panjang dan menjatuhkan tubuhku ke kasur. Mewah, iya. Tapi tanpa Agra, rumah ini terasa dingin dan terlalu sunyi meski banyak pembantu yang berkeliaran Ponselku bergetar di atas meja.Aku meraihn

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   13

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Jam tiga pagi.Angin dini hari menyambut wajahku saat mobil hitam yang mengantarku berhenti di depan apartemen kecilku. Aku turun perlahan, masih mengenakan gaun hitam mahal itu—belahan tinggi sampai paha, bahu terbuka, dan aroma parfum mahal yang bukan milikku masih melekat di kulit.Aku menatap pintu apartemenku lama sebelum akhirnya membuka. Begitu masuk, suasana sunyi langsung memelukku.Tapi kepalaku? Kacau.Bibirku masih terasa hangat. Sentuhan Tristan... ciumannya yang tiba-tiba dan terlalu intens untuk dibilang hanya gertakan.Apa yang dia pikirkan? Dan kenapa aku...Kenapa aku hanya diam ketika dia melakukannya?Ada satu hal yang pasti, yaitu Tristan mendekati ku untuk mengorek informasi tentang Agra secara halus. Startegi nya benar-benar bisa diprediksi dengan mudah dan tentu saja aku tidak akan berpihak kepada nya. Aku melepas sepatu hak tinggi dan berjalan pelan ke dapur. Baru saja ingin mengambil air minum, suara pintu belakang tiba-tiba terbuka.Aku membalik

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   12

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Aku tidak tahu di mana tepatnya tempat ini. Tapi yang jelas... ini tidak terlihat seperti markas kriminal ataupun tempat penyiksaan. Mobil berhenti di depan sebuah mansion besar—lebih mirip istana kecil, dengan gerbang besi tinggi, taman yang terlalu rapi, dan pencahayaan yang hangat membuat semuanya terasa... berkelas."Ini... bukan tempat penyiksaan, kan?" aku nyeletuk tanpa sadar.Tristan hanya tersenyum kecil, lalu turun lebih dulu tanpa menjawab pertanyaan ku. Pintu mobil dibuka dari luar. Salah satu anak buahnya mengisyaratkan ku untuk turun. Aku mengikuti nya, walau dalam hati penuh dengan tanda tanya besar. Tanganku sudah tidak diikat, tapi tetap aja... situasi ini tidak masuk akal.Aku dibawa masuk melewati lorong besar, dindingnya dipenuhi lukisan dan lampu gantung kristal. Serius, ini tempat siapa? Bagus banget. Rumahnya Tristan? Sampai akhirnya aku dibawa ke sebuah kamar tamu super mewah. Di dalamnya terdapat kasur king size, jendela besar yang menghadap ke t

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   11

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮“Aku dan kau akan cari si pengkhianat itu.” Kata-kata Agra masih menggema di kepala saat aku duduk di dalam mobil, di kursi penumpang, memandangi jendela yang mulai buram oleh embun malam.Ada juga hal lain yang masih melekat di benakku adalah itunya Agra yang terlihat besar di balik celananya. Astaga. Hentikan. Mobil melaju pelan, menembus jalanan ibu kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan terlihat seperti bayangan tak bernyawa yang cuma lewat begitu saja.Agra menyetir seperti biasa, diam dan penuh perhitungan. Tapi aku tahu di kepalanya, rencana sedang disusun rapi. Kami sudah diskusikan semuanya tadi—siapa yang akan jadi umpan, siapa yang akan mengawasi dari jauh, dan siapa yang mungkin bakal beraksi duluan. “Besok pagi kita mulai,” kata Agra singkat sebelum berhenti di depan gang kecil menuju apartemenku.Aku mengangguk. “Kamu yakin rencana ini bakal berhasil?”Dia menatapku sejenak. “Seratus persen, jika gagal. Kita masih punya rencana B dan C”Kalimat itu membua

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   10. Siapa Asisten mu?

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Malam ini, kantor Agra lebih sunyi dari biasanya. Aku duduk di sofa, mendengarkan suaranya yang rendah tapi tajam, membahas kemungkinan adanya pengkhianat di Panthers. Baru beberapa hari aku bekerja sebagai asistennya, tapi aku sudah berada di tengah pusaran sesuatu yang besar dan berbahaya.Apakah Agra mempercayaiku, atau ini hanya ujian lain darinya?"Menurut informasi yang sudah ku berikan padamu. Siapa penghianat di antara Panthers?," tanyanya, matanya setajam bilah pisau.Aku menegang. Aku tidak bisa menebak secara asal-asalan. "Aku tidak bisa menebak dengan terburu-buru. aku butuh informasi lain nya. Apakah ada aktifitas yang tidak biasa akhir-akhir ini?" tanyaku. Agra menyandarkan punggungnya ke kursi, pikirannya jelas sedang bekerja. "Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan. siapapun penghianat itu, dia bermain dengan sangat mulus"Tiba-tiba— BRAK! Pintu terbuka dengan kasar. Aku menoleh, dan jantungku serasa melompat keluar dari dadaku.Manda berdiri di ambang p

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   9

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Seperti yang sudah di rencanakan, malam ini aku mengikuti Agra memasuki ruang rapat di dalam gedung nya. Ruang rapat tersebut sangat luas dan mewah. Lampu kristal besar menggantung di langit-langit, menerangi meja panjang di tengah ruangan. Sekitar enam orang sudah duduk di sana, wajah mereka serius dan penuh kewaspadaan.Begitu kami masuk, percakapan mereka langsung terhenti. Semua mata tertuju padaku.Aku menelan ludah, tapi tetap menjaga ekspresi datar. Tidak ingin terlihat gugup, meskipun suasananya begitu menekan.Agra berjalan santai ke kursinya di ujung meja, lalu duduk dengan tenang. Aku tetap berdiri di sampingnya, menunggu instruksi."Ini Calia," kata Agra, suaranya tegas. "Mulai sekarang, dia akan bekerja sebagai asistanku, tetapi hal ini harus dijaga dan dirahasiakan"Tak ada tepuk tangan atau sambutan hangat. Yang ada hanya tatapan penuh analisis, seolah mereka sedang menimbang apakah aku pantas berada di

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   8

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Aku menatap kontrak di tanganku, mata masih terpaku pada salah satu poin yang barusan kubaca. 'Dilarang jatuh cinta pada Agra.' Memangnya aku akan jatuh cinta dengan nya? Aku hanya mendekati nya karena Manda, tidak lebih. Konyol. Benar-benar konyol. Aku mengangkat wajahku, melotot ke arahnya. "Kau serius?" Agra menyilangkan tangan di dada, ekspresinya tetap tenang. "Kau pasti sudah menyadari jika aku adalah pemimpin Panthers. Sebelum tanda tangan. . . baca baik-baik kesepakatan itu." Tentu saja aku tahu siapa dia dan tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk mengabaikan sesuatu yang aneh dalam kontrak ini. Tapi tetap saja . . . ini benar-benar tidak masuk akal. Aku kembali menunduk, membaca ulang kalimatnya untuk memastikan aku tidak salah lihat. Tidak ada yang berubah. Masih sama. Masih sama gilanya. Satu bulan. Hanya satu bulan kesempatan ku untuk mendekati nya. Aku menggigit bibir, lalu menatap Agra dengan tatapan penuh arti. "Bagaimana kalau justru kau yang jatuh

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   7.

    𝗔𝗴𝗿𝗮 Bau mesiu masih menggantung di udara. Aku melepaskan napas pelan, menurunkan pistol dengan gerakan santai. Tubuh pria itu tergeletak tak bernyawa di lantai, darahnya mulai menggenang di bawah kepalanya. Gudang ini sunyi kecuali suara langkah kaki para anak buahku yang mulai merapikan sisa kekacauan. Mataku beralih ke Calia. Dia masih berdiri di tempatnya, tubuhnya menegang, matanya lekat menatap mayat di lantai. Aku memperhatikan bagaimana jemarinya sedikit gemetar di sisi tubuhnya, meski wajahnya berusaha tetap tanpa ekspresi. "Jangan menatap terlalu lama," suaraku rendah, nyaris seperti bisikan. "Kau akan terbiasa lebih cepat dari yang kau kira." Calia menoleh ke arahku, dan aku melihat sesuatu di matanya—bukan ketakutan, tapi sesuatu yang lain. Sesuatu yang belum bisa kupahami sepenuhnya. Aku menyimpan pistolku, lalu berjalan melewatinya, memberi isyarat agar dia mengikutiku. "Kita selesai di sini." Tanpa banyak bicara, kami meninggalkan gudang dan mengantar nya ke

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status