Share

7.

last update Last Updated: 2025-03-25 21:14:16

𝗔𝗴𝗿𝗮

Bau mesiu masih menggantung di udara.

Aku melepaskan napas pelan, menurunkan pistol dengan gerakan santai. Tubuh pria itu tergeletak tak bernyawa di lantai, darahnya mulai menggenang di bawah kepalanya. Gudang ini sunyi kecuali suara langkah kaki para anak buahku yang mulai merapikan sisa kekacauan.

Mataku beralih ke Calia.

Dia masih berdiri di tempatnya, tubuhnya menegang, matanya lekat menatap mayat di lantai. Aku memperhatikan bagaimana jemarinya sedikit gemetar di sisi tubuhnya, meski wajahnya berusaha tetap tanpa ekspresi.

"Jangan menatap terlalu lama," suaraku rendah, nyaris seperti bisikan. "Kau akan terbiasa lebih cepat dari yang kau kira."

Calia menoleh ke arahku, dan aku melihat sesuatu di matanya—bukan ketakutan, tapi sesuatu yang lain. Sesuatu yang belum bisa kupahami sepenuhnya.

Aku menyimpan pistolku, lalu berjalan melewatinya, memberi isyarat agar dia mengikutiku.

"Kita selesai di sini."

Tanpa banyak bicara, kami meninggalkan gudang dan mengantar nya ke apartemen kumuh nya itu. Begitu kecil dan jelek.

Selama perjalanan, Calia tidak mengatakan apa pun dan aku membiarkan hal itu karena masih banyak hal lain yang harus ku urus.

Setelah mengantarkan Calia, aku kembali ke kantorku.

Ruangan ini luas dan megah, diterangi cahaya temaram dari lampu gantung kristal yang memantulkan kilauan samar di atas meja kayu eboni beraksen emas. Dinding kaca di belakangku menampilkan pemandangan kota yang berpendar di malam hari, sementara lantai marmer hitam berkilau di bawah pantulan cahaya.

Aku duduk di kursiku, bersandar dengan santai, lalu mengangkat sebatang rokok ke bibir. Asapnya melayang di udara, bercampur dengan aroma samar minuman mahal yang tertinggal di gelas di sampingku.

Semua berjalan sesuai rencana—sampai Tristan Kovach memutuskan mengacaukannya.

Black Viper.

Mereka sudah mulai bergerak, dan aku tahu ini belum selesai. Pria sialan yang melarikan diri pasti sudah melaporkan semua yang terjadi kepada bosnya. Dan fakta bahwa mereka sekarang tahu tentang Calia hanya membuat situasinya semakin rumit.

Aku mengetukkan ujung jariku ke meja, berpikir.

Seharusnya aku tidak membiarkan dia ikut. Seharusnya aku tidak membiarkan dia melihat semua itu.

Tapi dia yang memilih jalan ini dan kenapa aku harus peduli dengan nya?

Sekarang, dia harus siap menanggung konsekuensinya.

Tok tok tok.

Tanpa menunggu izin, Andre masuk. Aku tidak repot-repot menegurnya. Dia selalu seperti itu.

"Bos, ada yang harus kita bicarakan," katanya sambil menjatuhkan tubuhnya ke kursi di depan mejaku.

Aku mengangkat alis, meniupkan asap rokok sebelum bertanya, "Kabar buruk?"

Andre menyeringai kecil. "Kau selalu tahu."

Dia melemparkan selembar kertas ke meja. Aku mengambilnya, membaca sekilas isi laporan itu.

Black Viper mulai bergerak.

Tidak mengejutkan. Tristan Kovach bukan tipe pria yang membiarkan sesuatu berlalu begitu saja.

Andre menyilangkan tangan, menatapku. "Pria yang kau biarkan hidup mungkin sudah menyebarkan informasi tentang gadis itu."

Aku tidak menjawab. Aku hanya menatap kosong ke kertas di tanganku.

Andre mengangkat bahu dengan ekspresi berpikir. "Menurutku, ini saatnya menyingkirkannya, Bos."

Aku menoleh, menatapnya tajam.

Andre tetap tenang. "Kau tahu aku benar. Wanita itu sudah menarik terlalu banyak perhatian. Panthers tidak butuh gangguan seperti ini. Kenapa harus menyeret wanita itu kedalam dunia kita? Buang saja Wanita itu."

Aku meletakkan kertas itu, bersandar ke kursi dengan ekspresi datar. "kau berpikir aku akan membuangnya begitu saja?"

Andre menatapku lama, lalu mengangkat satu alis.

"Biasanya kau tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya," katanya, menekankan kata biasanya.

Aku tidak menyangkalnya. Calia memang membuat situasi ini lebih rumit. Membiarkannya tetap di sekitarku mungkin adalah kesalahan.

Tapi ada sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang membuatku ingin melihat seberapa jauh dia bisa bertahan.

Aku memutar rokok di jariku sebelum berkata, "Bukan sekarang."

Andre menghela napas, jelas tidak puas. "Kalau begitu, setidaknya pastikan dia tidak bertindak bodoh."

Aku mendengus kecil, tapi tidak menanggapi.

Andre lalu menyeringai, matanya berbinar seolah menemukan sesuatu yang menarik. "Tunggu... Jangan bilang kau mulai menyukainya?"

Aku mengangkat sebelah alis, tidak tertarik dengan leluconnya. "Jangan bodoh."

Dia terkekeh, lalu mengangkat kedua tangannya. "Baiklah, baiklah. Tapi serius, kalau kau ingin menyimpannya lebih lama, setidaknya buat semuanya lebih resmi."

Aku menatapnya, sedikit tertarik. "Maksudmu?"

"Kontrak," jawabnya santai. "Kau belum membuat kontrak kerja. Buatlah kontrak resmi. Setidaknya ada batasan yang jelas."

Aku terdiam sejenak, mempertimbangkan idenya.

Mungkin itu bukan ide yang buruk.

Aku mengangguk sekali. "Buatkan kontraknya. Satu bulan. Selama itu, dia adalah asistenku. Tidak lebih, tidak kurang . . . Sesuai kesepakatan."

Andre menyeringai puas. "Baik, Bos. Aku akan segera mengurusnya."

Setelah percakapan itu, aku segera pergi ke rumah ku untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran ku.

Keesokan harinya, di malam dan jam yang sama, aku kembali ke café kecil itu.

Mobilku berhenti di depan pintu kaca, di mana lampu-lampu di dalam masih menyala remang. Berbeda dari tadi malam, café ini tidak sepenuhnya sepi. Aku bisa melihat Calia di dalam, berdiri di belakang counter, merapikan beberapa gelas sebelum menutup tempat ini untuk malam ini.

Aku turun dari mobil, mendorong pintu café yang tidak dikunci. Aroma kopi langsung menyambutku, bercampur dengan wangi vanilla yang samar-samar tercium dari tubuhnya.

Calia menoleh dan—seperti biasa—tidak terlihat terkejut melihatku.

Tanpa berkata apa-apa, dia berbalik mengambil cangkir, lalu mulai menuangkan kopi ke dalamnya.

Aku duduk di kursi biasa, memperhatikan setiap gerakannya. Tidak ada gemetar di tangannya, tidak ada kebingungan di wajahnya. Tapi aku tahu lebih baik daripada mempercayai apa yang terlihat di permukaan.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku akhirnya.

Calia meletakkan cangkir di depanku. "Haruskah aku tidak baik-baik saja?"

Aku menyeringai kecil. "Biasanya, seseorang akan butuh waktu lebih dari sehari untuk mencerna apa yang terjadi tadi malam."

Dia terdiam sebentar sebelum menatapku. "Aku tahu ke mana aku melangkah sejak awal...dan itu bukan pertama kalinya aku melihat mu menembak orang sampai mati."

Aku menyesap kopi, mengamati ekspresinya. Ada sesuatu dalam dirinya—entah itu keberanian atau kebodohan—yang membuatnya berbeda dari orang lain.

Tanpa berbasa-basi lagi, aku mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam jas dan meletakkannya di atas meja di antara kami.

Calia melirik kertas itu sebelum menatapku dengan alis sedikit berkerut. "Apa ini?"

"Kontrak kerja." Aku menyandarkan punggung ke kursi. "Satu bulan. Kau jadi asistenku."

Dia tidak langsung mengambil kertas itu, matanya hanya menatapnya seolah sedang menimbang sesuatu.

"Aku tidak perlu kontrak, Agra. Kau tahu aku tidak akan kabur, karena akulah yang meminta menjadi asisten mu sejak awal," katanya akhirnya.

Aku menyeringai. "Tapi aku perlu. Aku butuh kesepakatan resmi."

Calia mendesah, akhirnya meraih dokumen itu dan mulai membacanya. Aku memperhatikannya, menunggu reaksi yang kutahu akan datang.

Dan benar saja.

Hanya butuh beberapa detik sebelum matanya melebar, wajahnya berubah drastis saat membaca salah satu kalimat di dalamnya yang dianggap tak masuk akal.

Dia melotot ke arahku. "Kau serius?"

Aku menyilangkan tangan. "Kau pasti sudah menyadari jika aku adalah pemimpin Panthers. Sebelum tanda tangan… baca baik-baik kesepakatan itu."

Aku bisa melihat ketegangan di wajahnya, tapi dia tidak serta-merta meletakkan kertas itu dan menolak. Tidak ada teriakan atau langkah mundur yang panik.

Sebaliknya, dia membaca lebih lanjut.

Dan aku mulai bertanya-tanya… apakah dia akan menandatanganinya? walaupun ada beberapa kesepakatan yang diluar nalar?

Karena aku sengaja mengajukan kesepakatan diluar nalar itu.

Bersambung…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   8

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Aku menatap kontrak di tanganku, mata masih terpaku pada salah satu poin yang barusan kubaca. 'Dilarang jatuh cinta pada Agra.' Memangnya aku akan jatuh cinta dengan nya? Aku hanya mendekati nya karena Manda, tidak lebih. Konyol. Benar-benar konyol. Aku mengangkat wajahku, melotot ke arahnya. "Kau serius?" Agra menyilangkan tangan di dada, ekspresinya tetap tenang. "Kau pasti sudah menyadari jika aku adalah pemimpin Panthers. Sebelum tanda tangan. . . baca baik-baik kesepakatan itu." Tentu saja aku tahu siapa dia dan tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk mengabaikan sesuatu yang aneh dalam kontrak ini. Tapi tetap saja . . . ini benar-benar tidak masuk akal. Aku kembali menunduk, membaca ulang kalimatnya untuk memastikan aku tidak salah lihat. Tidak ada yang berubah. Masih sama. Masih sama gilanya. Satu bulan. Hanya satu bulan kesempatan ku untuk mendekati nya. Aku menggigit bibir, lalu menatap Agra dengan tatapan penuh arti. "Bagaimana kalau justru kau yang jatuh

    Last Updated : 2025-03-29
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   9

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Seperti yang sudah di rencanakan, malam ini aku mengikuti Agra memasuki ruang rapat di dalam gedung nya. Ruang rapat tersebut sangat luas dan mewah. Lampu kristal besar menggantung di langit-langit, menerangi meja panjang di tengah ruangan. Sekitar enam orang sudah duduk di sana, wajah mereka serius dan penuh kewaspadaan.Begitu kami masuk, percakapan mereka langsung terhenti. Semua mata tertuju padaku.Aku menelan ludah, tapi tetap menjaga ekspresi datar. Tidak ingin terlihat gugup, meskipun suasananya begitu menekan.Agra berjalan santai ke kursinya di ujung meja, lalu duduk dengan tenang. Aku tetap berdiri di sampingnya, menunggu instruksi."Ini Calia," kata Agra, suaranya tegas. "Mulai sekarang, dia akan bekerja sebagai asistanku, tetapi hal ini harus dijaga dan dirahasiakan"Tak ada tepuk tangan atau sambutan hangat. Yang ada hanya tatapan penuh analisis, seolah mereka sedang menimbang apakah aku pantas berada di

    Last Updated : 2025-03-30
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   10. Siapa Asisten mu?

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Malam ini, kantor Agra lebih sunyi dari biasanya. Aku duduk di sofa, mendengarkan suaranya yang rendah tapi tajam, membahas kemungkinan adanya pengkhianat di Panthers. Baru beberapa hari aku bekerja sebagai asistennya, tapi aku sudah berada di tengah pusaran sesuatu yang besar dan berbahaya.Apakah Agra mempercayaiku, atau ini hanya ujian lain darinya?"Menurut informasi yang sudah ku berikan padamu. Siapa penghianat di antara Panthers?," tanyanya, matanya setajam bilah pisau.Aku menegang. Aku tidak bisa menebak secara asal-asalan. "Aku tidak bisa menebak dengan terburu-buru. aku butuh informasi lain nya. Apakah ada aktifitas yang tidak biasa akhir-akhir ini?" tanyaku. Agra menyandarkan punggungnya ke kursi, pikirannya jelas sedang bekerja. "Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan. siapapun penghianat itu, dia bermain dengan sangat mulus"Tiba-tiba— BRAK! Pintu terbuka dengan kasar. Aku menoleh, dan jantungku serasa melompat keluar dari dadaku.Manda berdiri di ambang p

    Last Updated : 2025-04-02
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   11

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮“Aku dan kau akan cari si pengkhianat itu.” Kata-kata Agra masih menggema di kepala saat aku duduk di dalam mobil, di kursi penumpang, memandangi jendela yang mulai buram oleh embun malam.Ada juga hal lain yang masih melekat di benakku adalah itunya Agra yang terlihat besar di balik celananya. Astaga. Hentikan. Mobil melaju pelan, menembus jalanan ibu kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan terlihat seperti bayangan tak bernyawa yang cuma lewat begitu saja.Agra menyetir seperti biasa, diam dan penuh perhitungan. Tapi aku tahu di kepalanya, rencana sedang disusun rapi. Kami sudah diskusikan semuanya tadi—siapa yang akan jadi umpan, siapa yang akan mengawasi dari jauh, dan siapa yang mungkin bakal beraksi duluan. “Besok pagi kita mulai,” kata Agra singkat sebelum berhenti di depan gang kecil menuju apartemenku.Aku mengangguk. “Kamu yakin rencana ini bakal berhasil?”Dia menatapku sejenak. “Seratus persen, jika gagal. Kita masih punya rencana B dan C”Kalimat itu membua

    Last Updated : 2025-04-06
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   12

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Aku tidak tahu di mana tepatnya tempat ini. Tapi yang jelas... ini tidak terlihat seperti markas kriminal ataupun tempat penyiksaan. Mobil berhenti di depan sebuah mansion besar—lebih mirip istana kecil, dengan gerbang besi tinggi, taman yang terlalu rapi, dan pencahayaan yang hangat membuat semuanya terasa... berkelas."Ini... bukan tempat penyiksaan, kan?" aku nyeletuk tanpa sadar.Tristan hanya tersenyum kecil, lalu turun lebih dulu tanpa menjawab pertanyaan ku. Pintu mobil dibuka dari luar. Salah satu anak buahnya mengisyaratkan ku untuk turun. Aku mengikuti nya, walau dalam hati penuh dengan tanda tanya besar. Tanganku sudah tidak diikat, tapi tetap aja... situasi ini tidak masuk akal.Aku dibawa masuk melewati lorong besar, dindingnya dipenuhi lukisan dan lampu gantung kristal. Serius, ini tempat siapa? Bagus banget. Rumahnya Tristan? Sampai akhirnya aku dibawa ke sebuah kamar tamu super mewah. Di dalamnya terdapat kasur king size, jendela besar yang menghadap ke t

    Last Updated : 2025-04-06
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   13

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Jam tiga pagi.Angin dini hari menyambut wajahku saat mobil hitam yang mengantarku berhenti di depan apartemen kecilku. Aku turun perlahan, masih mengenakan gaun hitam mahal itu—belahan tinggi sampai paha, bahu terbuka, dan aroma parfum mahal yang bukan milikku masih melekat di kulit.Aku menatap pintu apartemenku lama sebelum akhirnya membuka. Begitu masuk, suasana sunyi langsung memelukku.Tapi kepalaku? Kacau.Bibirku masih terasa hangat. Sentuhan Tristan... ciumannya yang tiba-tiba dan terlalu intens untuk dibilang hanya gertakan.Apa yang dia pikirkan? Dan kenapa aku...Kenapa aku hanya diam ketika dia melakukannya?Ada satu hal yang pasti, yaitu Tristan mendekati ku untuk mengorek informasi tentang Agra secara halus. Startegi nya benar-benar bisa diprediksi dengan mudah dan tentu saja aku tidak akan berpihak kepada nya. Aku melepas sepatu hak tinggi dan berjalan pelan ke dapur. Baru saja ingin mengambil air minum, suara pintu belakang tiba-tiba terbuka.Aku membalik

    Last Updated : 2025-04-12
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   14

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Aku duduk di atas ranjang empuk berlapis seprai linen putih yang bahkan terlalu mewah untuk disentuh. Saking empuknya, rasanya seperti tenggelam ke dalam awan. Rumah Agra… lebih tepatnya mansion Agra, ini bukan rumah biasa. Ini istana. Lebih mewah daripada rumahnya Tristan. Serius. Dari marmer dingin di lantai, tangga melingkar dramatis di tengah ruangan, sampai jendela besar yang memperlihatkan taman belakang seukuran lapangan bola.Dan sekarang, tempat ini sepi. Agra entah pergi ke mana.Setelah kami tiba tadi pagi, dia hanya berkata pendek:"Jangan pergi sendirian. Kalau perlu ke luar, dua orang akan mengawalmu."Lalu… hilang. Menguap. Pergi entah ke mana tanpa menjelaskan satu hal pun, padahal aku ini asistennya. Seharusnya dia menjelaskan tapi ya sudahlah. Aku menarik napas panjang dan menjatuhkan tubuhku ke kasur. Mewah, iya. Tapi tanpa Agra, rumah ini terasa dingin dan terlalu sunyi meski banyak pembantu yang berkeliaran Ponselku bergetar di atas meja.Aku meraihn

    Last Updated : 2025-04-13
  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   15. Restoran Le Étoile

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Mobil kami melaju pelan di belakang mobil Andre, menjaga jarak yang aman. Aku terus memperhatikan arah, memastikan tak kehilangan jejak. Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya mobil Andre berhenti di depan sebuah bangunan yang... well, membuat dompetku langsung meringis.Sebuah restoran mewah bintang lima, dengan lampu gantung kristal terlihat dari luar dan pelayan-pelayan berjas rapi menyambut para tamu.Aku menelan ludah. “Dia masuk ke sana.”Salah satu bodyguard-ku yang duduk di depan mengerutkan kening. “Restoran ini bukan tempat umum untuk kerja kelompok, apakah kamu serius?”Ups.“Iya aku serius. itu memang bukan... tempat biasa,” jawabku cepat. “Tapi kami... kerja kelompoknya beda. Ada tugas observasi soal layanan konsumen premium kelas atas. Dari kampus.”Kedua bodyguard saling pandang.“Tugas... observasi?”“Iya. Dan aku yang milih tempatnya. Nanti juga temanku datang,” tambahku, masih berakting untuk meyakinkan mereka berdua.Mereka masih terlihat ragu, tapi a

    Last Updated : 2025-04-13

Latest chapter

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   15. Restoran Le Étoile

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Mobil kami melaju pelan di belakang mobil Andre, menjaga jarak yang aman. Aku terus memperhatikan arah, memastikan tak kehilangan jejak. Hanya butuh beberapa menit sampai akhirnya mobil Andre berhenti di depan sebuah bangunan yang... well, membuat dompetku langsung meringis.Sebuah restoran mewah bintang lima, dengan lampu gantung kristal terlihat dari luar dan pelayan-pelayan berjas rapi menyambut para tamu.Aku menelan ludah. “Dia masuk ke sana.”Salah satu bodyguard-ku yang duduk di depan mengerutkan kening. “Restoran ini bukan tempat umum untuk kerja kelompok, apakah kamu serius?”Ups.“Iya aku serius. itu memang bukan... tempat biasa,” jawabku cepat. “Tapi kami... kerja kelompoknya beda. Ada tugas observasi soal layanan konsumen premium kelas atas. Dari kampus.”Kedua bodyguard saling pandang.“Tugas... observasi?”“Iya. Dan aku yang milih tempatnya. Nanti juga temanku datang,” tambahku, masih berakting untuk meyakinkan mereka berdua.Mereka masih terlihat ragu, tapi a

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   14

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Aku duduk di atas ranjang empuk berlapis seprai linen putih yang bahkan terlalu mewah untuk disentuh. Saking empuknya, rasanya seperti tenggelam ke dalam awan. Rumah Agra… lebih tepatnya mansion Agra, ini bukan rumah biasa. Ini istana. Lebih mewah daripada rumahnya Tristan. Serius. Dari marmer dingin di lantai, tangga melingkar dramatis di tengah ruangan, sampai jendela besar yang memperlihatkan taman belakang seukuran lapangan bola.Dan sekarang, tempat ini sepi. Agra entah pergi ke mana.Setelah kami tiba tadi pagi, dia hanya berkata pendek:"Jangan pergi sendirian. Kalau perlu ke luar, dua orang akan mengawalmu."Lalu… hilang. Menguap. Pergi entah ke mana tanpa menjelaskan satu hal pun, padahal aku ini asistennya. Seharusnya dia menjelaskan tapi ya sudahlah. Aku menarik napas panjang dan menjatuhkan tubuhku ke kasur. Mewah, iya. Tapi tanpa Agra, rumah ini terasa dingin dan terlalu sunyi meski banyak pembantu yang berkeliaran Ponselku bergetar di atas meja.Aku meraihn

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   13

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Jam tiga pagi.Angin dini hari menyambut wajahku saat mobil hitam yang mengantarku berhenti di depan apartemen kecilku. Aku turun perlahan, masih mengenakan gaun hitam mahal itu—belahan tinggi sampai paha, bahu terbuka, dan aroma parfum mahal yang bukan milikku masih melekat di kulit.Aku menatap pintu apartemenku lama sebelum akhirnya membuka. Begitu masuk, suasana sunyi langsung memelukku.Tapi kepalaku? Kacau.Bibirku masih terasa hangat. Sentuhan Tristan... ciumannya yang tiba-tiba dan terlalu intens untuk dibilang hanya gertakan.Apa yang dia pikirkan? Dan kenapa aku...Kenapa aku hanya diam ketika dia melakukannya?Ada satu hal yang pasti, yaitu Tristan mendekati ku untuk mengorek informasi tentang Agra secara halus. Startegi nya benar-benar bisa diprediksi dengan mudah dan tentu saja aku tidak akan berpihak kepada nya. Aku melepas sepatu hak tinggi dan berjalan pelan ke dapur. Baru saja ingin mengambil air minum, suara pintu belakang tiba-tiba terbuka.Aku membalik

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   12

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Aku tidak tahu di mana tepatnya tempat ini. Tapi yang jelas... ini tidak terlihat seperti markas kriminal ataupun tempat penyiksaan. Mobil berhenti di depan sebuah mansion besar—lebih mirip istana kecil, dengan gerbang besi tinggi, taman yang terlalu rapi, dan pencahayaan yang hangat membuat semuanya terasa... berkelas."Ini... bukan tempat penyiksaan, kan?" aku nyeletuk tanpa sadar.Tristan hanya tersenyum kecil, lalu turun lebih dulu tanpa menjawab pertanyaan ku. Pintu mobil dibuka dari luar. Salah satu anak buahnya mengisyaratkan ku untuk turun. Aku mengikuti nya, walau dalam hati penuh dengan tanda tanya besar. Tanganku sudah tidak diikat, tapi tetap aja... situasi ini tidak masuk akal.Aku dibawa masuk melewati lorong besar, dindingnya dipenuhi lukisan dan lampu gantung kristal. Serius, ini tempat siapa? Bagus banget. Rumahnya Tristan? Sampai akhirnya aku dibawa ke sebuah kamar tamu super mewah. Di dalamnya terdapat kasur king size, jendela besar yang menghadap ke t

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   11

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮“Aku dan kau akan cari si pengkhianat itu.” Kata-kata Agra masih menggema di kepala saat aku duduk di dalam mobil, di kursi penumpang, memandangi jendela yang mulai buram oleh embun malam.Ada juga hal lain yang masih melekat di benakku adalah itunya Agra yang terlihat besar di balik celananya. Astaga. Hentikan. Mobil melaju pelan, menembus jalanan ibu kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan terlihat seperti bayangan tak bernyawa yang cuma lewat begitu saja.Agra menyetir seperti biasa, diam dan penuh perhitungan. Tapi aku tahu di kepalanya, rencana sedang disusun rapi. Kami sudah diskusikan semuanya tadi—siapa yang akan jadi umpan, siapa yang akan mengawasi dari jauh, dan siapa yang mungkin bakal beraksi duluan. “Besok pagi kita mulai,” kata Agra singkat sebelum berhenti di depan gang kecil menuju apartemenku.Aku mengangguk. “Kamu yakin rencana ini bakal berhasil?”Dia menatapku sejenak. “Seratus persen, jika gagal. Kita masih punya rencana B dan C”Kalimat itu membua

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   10. Siapa Asisten mu?

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Malam ini, kantor Agra lebih sunyi dari biasanya. Aku duduk di sofa, mendengarkan suaranya yang rendah tapi tajam, membahas kemungkinan adanya pengkhianat di Panthers. Baru beberapa hari aku bekerja sebagai asistennya, tapi aku sudah berada di tengah pusaran sesuatu yang besar dan berbahaya.Apakah Agra mempercayaiku, atau ini hanya ujian lain darinya?"Menurut informasi yang sudah ku berikan padamu. Siapa penghianat di antara Panthers?," tanyanya, matanya setajam bilah pisau.Aku menegang. Aku tidak bisa menebak secara asal-asalan. "Aku tidak bisa menebak dengan terburu-buru. aku butuh informasi lain nya. Apakah ada aktifitas yang tidak biasa akhir-akhir ini?" tanyaku. Agra menyandarkan punggungnya ke kursi, pikirannya jelas sedang bekerja. "Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan. siapapun penghianat itu, dia bermain dengan sangat mulus"Tiba-tiba— BRAK! Pintu terbuka dengan kasar. Aku menoleh, dan jantungku serasa melompat keluar dari dadaku.Manda berdiri di ambang p

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   9

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮Seperti yang sudah di rencanakan, malam ini aku mengikuti Agra memasuki ruang rapat di dalam gedung nya. Ruang rapat tersebut sangat luas dan mewah. Lampu kristal besar menggantung di langit-langit, menerangi meja panjang di tengah ruangan. Sekitar enam orang sudah duduk di sana, wajah mereka serius dan penuh kewaspadaan.Begitu kami masuk, percakapan mereka langsung terhenti. Semua mata tertuju padaku.Aku menelan ludah, tapi tetap menjaga ekspresi datar. Tidak ingin terlihat gugup, meskipun suasananya begitu menekan.Agra berjalan santai ke kursinya di ujung meja, lalu duduk dengan tenang. Aku tetap berdiri di sampingnya, menunggu instruksi."Ini Calia," kata Agra, suaranya tegas. "Mulai sekarang, dia akan bekerja sebagai asistanku, tetapi hal ini harus dijaga dan dirahasiakan"Tak ada tepuk tangan atau sambutan hangat. Yang ada hanya tatapan penuh analisis, seolah mereka sedang menimbang apakah aku pantas berada di

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   8

    𝗖𝗮𝗹𝗶𝗮 Aku menatap kontrak di tanganku, mata masih terpaku pada salah satu poin yang barusan kubaca. 'Dilarang jatuh cinta pada Agra.' Memangnya aku akan jatuh cinta dengan nya? Aku hanya mendekati nya karena Manda, tidak lebih. Konyol. Benar-benar konyol. Aku mengangkat wajahku, melotot ke arahnya. "Kau serius?" Agra menyilangkan tangan di dada, ekspresinya tetap tenang. "Kau pasti sudah menyadari jika aku adalah pemimpin Panthers. Sebelum tanda tangan. . . baca baik-baik kesepakatan itu." Tentu saja aku tahu siapa dia dan tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk mengabaikan sesuatu yang aneh dalam kontrak ini. Tapi tetap saja . . . ini benar-benar tidak masuk akal. Aku kembali menunduk, membaca ulang kalimatnya untuk memastikan aku tidak salah lihat. Tidak ada yang berubah. Masih sama. Masih sama gilanya. Satu bulan. Hanya satu bulan kesempatan ku untuk mendekati nya. Aku menggigit bibir, lalu menatap Agra dengan tatapan penuh arti. "Bagaimana kalau justru kau yang jatuh

  • Menggoda Kekasih Ibu Tiri   7.

    𝗔𝗴𝗿𝗮 Bau mesiu masih menggantung di udara. Aku melepaskan napas pelan, menurunkan pistol dengan gerakan santai. Tubuh pria itu tergeletak tak bernyawa di lantai, darahnya mulai menggenang di bawah kepalanya. Gudang ini sunyi kecuali suara langkah kaki para anak buahku yang mulai merapikan sisa kekacauan. Mataku beralih ke Calia. Dia masih berdiri di tempatnya, tubuhnya menegang, matanya lekat menatap mayat di lantai. Aku memperhatikan bagaimana jemarinya sedikit gemetar di sisi tubuhnya, meski wajahnya berusaha tetap tanpa ekspresi. "Jangan menatap terlalu lama," suaraku rendah, nyaris seperti bisikan. "Kau akan terbiasa lebih cepat dari yang kau kira." Calia menoleh ke arahku, dan aku melihat sesuatu di matanya—bukan ketakutan, tapi sesuatu yang lain. Sesuatu yang belum bisa kupahami sepenuhnya. Aku menyimpan pistolku, lalu berjalan melewatinya, memberi isyarat agar dia mengikutiku. "Kita selesai di sini." Tanpa banyak bicara, kami meninggalkan gudang dan mengantar nya ke

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status