Adelia tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya bersama Arsenio semalam. Dia kemudian teringat sang bunda.
"Maafkan Adel bu. Ini semua karena Adel telah berbohong sama ibu." Air mata Adelia tiba-tiba keluar begitu saja.Dadanya terasa sesak, masih tidak percaya dengan apa yang telah diperbuatnya. Dia kemudian menoleh ke arah Arsenio yang masih tertidur pulas. Dia kembali membayangkan ketika dirinya bercinta begitu liarnya dengan Arsenio.Adelia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Arsen memang sudah menjadi suamiku. Tapi kita tidak saling mencintai dan pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak." Adelia menatap wajah Arsenio.Adelia kembali menangis sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Suara tangisanya pun begitu menyayat hati.Arsenio terbangun karena mendengar suara tangisan tersebut. Dia memperhatikan Adelia dengan tatapan bingung. Arsenio langsung mengingat kejadian semalam."Sial!"Mama tahu ... dari mana?" gugup Adelia. "Tidak perlu tahu dari mana. Ayo, keluar dari sini. Aku tidak sudi punya menantu miskin, pembohong, tukang tipu!" Bu Martha menarik tangan Adelia dan membawanya ke luar rumah. "Maafkan Adel, Ma. Adel terpaksa ....""Jangan panggil aku Mama! Enak saja panggil aku Mama. Aku bukan Mamamu. Cih, aku tidak sudi punya menantu hanya anak dari seorang tukang jahit kampungan! Kamu menipu anakku, kamu mau ambil keuntungan menjadi istri dari anakku? Sampai sok, berpenampilan wanita karier. Padahal kamu hanya karyawan biasa di toko online. Anakku benar-benar tertipu dengan kecantikanmu!" 'Tapi ini Arsen yang ....""Sudah cukup! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu! Pergi dari sini! Aku tidak mau kamu menjadi benalu di rumah ini. Kamu mau menguras harta anakku? Wanita jalang!" desis Bu Martha. "Ma, dengarkan penjelasanku dulu. Adel bisa menjelaskan semuanya." "Tidak perlu sana pergi! Sudah
Adelia langsung menangis tersedu-sedu. Sesak yang dirasakannya saat ini. Kenapa dia harus terjebak dalam pernikahan kontrak. Dirinya harus menelan pil pahit karena telah mengandung benih dari CEO. "Arsen kita memang sudah menikah, kamu bilang di antara kita tidak akan saling ... tapi kamu malah merenggut keperawananku. Kamu juga yang telah membuatku hamil. Ini semua gara-gara mamamu, kenapa mamamu harus ...," batin Adelia lalu langsung jongkok dan menutup wajah dengan kedua tanganya. Air matanya terus saja mengalir tanpa bisa dicegah. "Ibu maafkan Adel. Adel sudah mengecewakan ibu." Adelia menangis hanya seorang diri di kamar mandi. Hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. ***Malam hari, Adelia sudah dalam perjalanan menggunakan motor matic. Dia berencana untuk mendatangi rumah Arsenio. Berharap Arsenio sedang berada di rumahnya. "Bi, Arsenionya ada?" tanya Adelia setelah berada di depan rumah Arsenio."Maaf, Non. Pak Arsenionya
Tubuh Bu Wulan langsung lemas seketika. Dia langsung bersandar pada sandaran kursi. Dia menggelengkan kepalanya. Tidak terasa air matanya keluar begitu saja. Dada Bu Wulan begitu sesak, hatinya hancur berkeping-keping. Ibu mana yang tidak akan hancur jika mendengar sang anak tiba-tiba hamil. "Siapa yang telah menghamilimu?" tanya Bu Wulan dengan perasaannya yang tidak karuan. Adelia hanya terdiam. Mulutnya seakan terkunci untuk mengatakan siapa lelaki yang telah menghamilinya. "Adelia! Kenapa diam saja? Ayo, jawab!" bentak Bu Wulan.Adelia langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang bunda. Dia benar-benar tidak percaya mendengar ucapan sang bunda yang marah. Selama ini Bu Wulan tidak pernah membentaknya. Kekecewaan yang dirasakan Sang bunda, Adelia menyadarinya. "Pak Arsenio, Bu," Jawab Adelia lalu menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah sang bunda. "Siapa, Pak Arsenio? Ibu baru mendengar nam
Adelia berucap sambil menatap wajah Arsenio. Berharap sang CEO mau menerima kehamilan Adelia. Hatinya harap-harap cemas dan begitu takut.Arsenio mengerutkan keningnya. "Apa kamu bilang? Kupingku tidak salah dengar?" Arsenio menatap tajam mata Adelia. "Aku hamil, Arsenio! Aku hamil! Aku telah mengandung anak darimu. Kamu harus menjadi ayah dari anak yang masih ada di dalam kandunganku. Kamu harus mau, kamu harus bertanggung jawab!" Adelia sudah tidak bisa menahan emosinya, dia berucap dengan seluruh tubuhnya bergetar. Arsenio menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya. "Kamu jangan main-main, Adelia. Jangan ngaco kamu!" kesal Arsenio. "Siapa yang main-main? Membicarakan masalah ini aku harus main-main!" marah Adelia, "aku serius, Arsenio, aku hamil anakmu. Aku mohon kamu harus mau menjadi ayah dari anakku karena anakku adalah darah dagingmu juga!" Adelia mengiba kepada Arsenio. Arsenio menyunggingkan seny
"Ya, ampun, Adel. Sabar ya, Nak. Sudah tidak apa-apa ada Ibu di sini. Kamu harus kuat ya, Sayang." Bu Wulan memeluk tubuh sang anak dengan perasaan hati begitu sesak.Siapa yang tidak akan sakit hati. Anak semata wayangnya harus merasakan sakit hati dan penolakan dari seorang lelaki yang sudah menghamili sang anak. Namun, Bu Wulan berusaha tegar di hadapan sang anak. Sementara sang anak sedang menangis tersedu-sedu di pelukan sang bunda. Dia tidak bisa menahan tangisannya. Ingin sekali dia tidak mau menangis di pelukan sang bunda.Namun, apalah daya, dia hanyalah seorang wanita biasa yang tidak bisa menahan rasa sakit hatinya. Dia benar-benar merasakan sakit hati yang luar biasa atas penolakan Arsenio terhadapnya. "Keluarkan tangisanmu kalau dengan menangis bisa membuatmu lega. Jangan kamu tahan-tahan. Ibu akan selalu ada di sampingmu. Kita berjuang bersama. Kamu harus bertahan karena masih ada Ibu di sini." Bu Wulan mengusap-usap punggung sang
Vino langung menyebutkan nama kepada Adelia sambil mengulurkan tangannya. Dia tersenyum sambil menatap wajah cantik Adelia. "Saya Adelia. Maaf jangan panggil saya nona, Panggil saja Adelia." Adelia menerima uluran tangan dari Vino. "Baik, Adelia. Saya pamit, nanti saya ke sini lagi sama mama saya.""Oh, iya, iya. Terima kasih sudah menjahit di butik ini." Adelia menundukkan kepalanya ke arah Vino. "Iya, Sama-sama," ucap Vino lalu meninggalkan Adelia sambil tersenyum manis. Adelia membalas senyuman Vino lalu memperhatikan punggung Vino yang sedang berjalan ke arah luar. "Ehemm ...." Suara Bu Tari mengagetkan Adelia. "Sudah jangan dipandang begitu, nanti juga dia ke sini lagi. Sepertinya dia suka sama kamu." Bu Tari menghampiri Adelia lalu memperhatikan mobil Vino yang sedang melaju. "Bu Tari apaan, sih?" Adelia tersipu malu. "Lebih tampan siapa? Dia atau Arsenio?" bisik Bu Tari. "Lebih tampan V
"Kenapa nama panjangnya bisa sama? Tapi aku berharap ini bukan kamu. Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku ingin bertemu anakku." Arsenio berbicara dalam hati sambil melihat ukiran tulisan bertinta emas di kertas undangan. Vino mengerutkan keningnya karena melihat Arsenio malah melamun. "Pak Arsen. Pak Arsenio kenapa?"panggil Vino.Arsenio melonjak kaget. "Oh, tidak apa-apa. Aku hanya ingat Adeliaku. Bagaimana dengan Adeliamu? Apa dia sangat cantik?" "Sangat cantik, cantik sekali. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia sudah membuat ....""Sudah tidak usah dilanjut!" Arsenio tiba-tiba kesal. "Maaf, Pak. Oh, iya, jangan lupa ya, Pak untuk datang ke pesta pernikahan saya nanti.""Iya, saya pasti datang." "Iya, Terima kasih. Ya, sudah saya permisi.""Iya, silakan."Arsenio memperhatikan Vino yang sedang berjalan ke arah pintu. Setelah Vino keluar dari ruanganya. Dia kembali melihat nama tuli
Adelia terhentak kaget, kini di hadapannya adalah Arsenio. Arsenio tersenyum miris sambil memperhatikan wajah cantik Adelia. "Pak Arsenio." Vino langsung menundukkan kepalanya kepada Arsenio. Adelia lalu menoleh ke arah Vino lalu kembali menoleh ke arah Arsenio. "Terima kasih sudah menyempatkan datang ke pernikahan saya." Vino mengulurkan tangan kepada Arsenio lalu menoleh ke arah Adelia. "Sayang ini Pak Arsenio, CEO di perusahaanku bekerja."Arsenio merasakan panas di dadanya ketika mendengar Vino memanggil Adelia dengan kata sayang. "Selamat, manajer Vino atas pernikahanmu." Terpaksa Arsenio berucap sambil berjabatan tangan dengan Vino. "Iya, Terima kasih, Pak." Vino mempererat jabatan tangannya dengan sang CEO. Arsenio kemudian mengulurkan tangan kepada Adelia sambil menatap wajah cantik Adelia. "Selamat, Adelia."Belum saja Adelia mengulurkan tangannya kepada Arsenio. Arsenio sudah menjatuhkan tangannya. Dia sam