Bu Martha bergegas ke dapur. Dia mengambil dua gelas kosong lalu mengambil satu buah apel untuk dibuat jus. Bu Martha kemudian membuat jus tersebut.
Setelah selesai Bu Martha membawa dua gelas berisi jus buah yang sudah diberi obat perangsang. Dia berjalan sambil senyum-senyum sendiri."Dasar kalian suami istri malah saling menyalahkan." Bu Martha berbicara dalam hati sambil melihat pintu kamar Arsenio. "Arsen, Adel buka pintunya kalian belum tidur, 'kan?" Bu Martha mengetuk pintu.Arsenio dan Adelia yang berada di kamar langsung saling melihat. Arsenio bangun dari kasurnya lalu menghampiri Adelia yang sedang tiduran di sofa."Ayo, pindah ke kasurku. Bereskan ini, jangan sampai ketahuan sudah ditiduri sama kamu.""Iya, iya." Adelia langsung merapikan sofa lalu beranjak ke kasur Arsenio dan mengatur bantal."Arsen! Kalian sudah tidur kenapa lama sekali?" teriak Bu Martha, "apa jangan-jangan mereka lagi bercinta? Masih jam segini mudah-mudahan belum," batin Bu Martha."Ada apa, Ma?" Arsen membuka pintu sambil berpura-pura menguap."Kamu sudah tidur?""Iya, Ma," jawab Arsenio lalu memperhatikan dua gelas di atas nampan, "Mama bawa minuman apa?""Ini Mama bawa jus apel. Sudah sana bangunkan dulu istrimu." Bu Martha masuk ke kamar Arsenio."Iya, Ma," jawab Arsenio lalu membangunkan Adelia, "sayang bangun ada Mama." Arsenio menggerakkan tubuh Adelia.Adelia berpura-pura menggeliat. "Ada apa, Sayang?" Adelia mengerjapkan mata."Ini ada Mama buatin jus buat kita. Ayo, bangun."Adelia pun bangun dari tidurnya. "Jus apa, Ma?""Jus buah apel. Mama kasih ramuan sedikit. Sudah ayo, minum. Kalian ambil satu-satu."Adelia dan Arsenio saling melihat. Mau tidak mau mereka mengambil jus buah tersebut. Mereka lalu memperhatikan gelas masing-masing."Ramuan apa, Ma?" Arsenio memperhatikan gelas yang berisi jus."Sudah kamu tidak perlu tahu. Aman kok. Ayo, minum," pinta Bu Martha.Arsenio dan Adelia kembali saling melihat. Mereka ragu untuk meminumnya. Akan tetapi, mereka tidak mungkin menolak."Sudah ayo, minum! Kenapa malah dilihatin terus? Habiskan depan Mama jusnya!"Mau tidak mau Arsenio dan Adelia meminum jus tersebut. Mereka meminumnya secara pelan-pelan. Perasaan mereka sudah tidak enak."Kalian ini, ya buat minum jus saja sampai pelan-pelan begitu," kesal Bu Martha.Adelia dan Arsenio lalu menghabiskan jus mereka masing-masing sampai tidak tersisa. Mereka kembali saling lirik. Bu Martha tersenyum puas melihat mereka menghabiskan jus buah buatannya."Ya, sudah sini gelasnya. Selamat tidur, ya buat kalian. Pokoknya kalian harus cepat-cepat kasih cucu," ucap Bu Martha lalu beranjak pergi dari kamar Arsenio.Arsenio dan Adelia saling menatap setelah Bu Martha keluar kamar. Arsenio menggelengkan kepalanya. Dia kemudian berjalan ke arah pintu untuk mengunci pintu tersebut."Tidur lagi di sofa!" perintah Arsenio setelah berada di hadapan Adelia."Iya, lagian siapa yang mau tidur di sini. Saya juga tidak mau." Adelia bangun dari kasur Arsenio.Mereka kembali berbaring di tempat masing-masing."Kira-kira Mama ngasih ramuan apa ya, sama kita?" tanya Arsenio."Mana saya tahu. Mamamu itu ada-ada saja. Saya juga penasaran apa ramuan itu. Mudah-mudahan ramuannya tidak ada apa-apanya." Adelia menatap Arsenio yang sedang tidur miring menghadapnya."Iya. Ya, sudah tidur," pinta Arsenio lalu membalikkan badanya."Iya."***"Mudah-mudahan berhasil. Kalian berdua memang payah. Masih muda, tapi kok sudah pada begitu. Mama ke sana juga sudah pada tidur. Jam segini sudah pada ngantuk." Bu Martha menggelengkan kepalanya lalu tertawa sendiri.***Sementara di kamar Arsenio mereka sudah mulai merasakan sesuatu. Tubuh mereka terasa panas dan seperti ingin merasakan sesuatu di bawah sana. Arsenio menjadi resah, bingung ada apa dengan tubuhnya.Begitu pula dengan Adelia. "Kenapa dengan tubuhku? Ya, ampun panas sekali dan kenapa aku ingin sekali merasakan ...," batin Adelia lalu mengibas-ibas selimutnya.Arsenio pun merasakan sesuatu yang sangat luar biasa. "Sial! Kenapa aku ingin sekali bercinta. Belum pernah aku seperti ini." Arsenio berbicara dalam hati sambil membalikkan tubuhnya ke arah sofa dan memperhatikan Adelia yang sedang menyingkirkan selimut."Aduh kenapa dengan tubuhku? Aku ingin sekali melakukan hal itu. Ya ampun, kenapa aku ini? Aku ingin sekali bercinta." Adelia menjadi resah dan tidak bisa diam.Adelia kemudian membalikkan badan, dia lalu membelalakkan matanya. Ternyata Arsenio sedang menatapnya tajam. Mereka sama-sama ingin bercinta. Sebisa mungkin mereka melawan hasrat itu.Adelia tiba-tiba bangun dari sofanya. Arsenio memperhatikan pergerakan Adelia. Adelia akan berjalan ke kamar mandi.Namun, Arsenio ikut bangun. Dia mengikuti langkah Adelia lalu tubuh Adelia ditarik dan di peluk dari belakang. Secara rakus dia langsung menciumi leher jenjang Adelia."Arsen! Lepaskan!" Adelia meronta, tetapi hasratnya ingin melakukan."Aku ingin bercinta denganmu! Kamu harus melayaniku. Kamu sudah menjadi istriku tidak apa-apa untuk malam ini saja," ucap Arsenio lalu menciumi leher Adelia.Tangan Arsenio tidak tinggal diam. Setiap inci tubuh Adelia dia gerayangi. Dia kemudian membalikkan tubuh Adelia ke hadapannya lalu menciumi bibir Adelia dengan sangat rakus.Adelia membalas ciuman tersebut dengan sama rakusnya. Kedua tangan Adelia digantungkan ke leher Arsenio masih sambil berciuman. Keduanya seakan lupa dengan ucapan mereka. Keinginan bercinta mereka sudah di ubun-ubun.Arsenio menatap wajah Adelia dengan penuh gairah. Begitu pula dengan Adelia. Tubuh Adelia pun dia angkat lalu berjalan ke arah kasur dan Adelia di jatuhkan ke atas kasur.Mereka Kembali bercumbu dengan lebih liar. Hasrat bercinta mereka semakin membara. Mereka seperti ingin segera mengeluarkannya. Arsenio dan Adelia pun saling melucuti pakaian mereka.Kini tidak ada sehelai benang pun di tubuh mereka masing-masing. Tatapan mereka benar-benar penuh nafsu. Akhirnya, mereka melakukannya sampai titik terdalam.***Keesokan hari Arsenio dan Adelia masih tertidur pulas. Posisi satu tangan Arsenio menjadi bantalan untuk Adelia. Sementara tangan satunya lagi memeluk erat tubuh Adelia. Mereka seperti layaknya pasangan suami istri yang romantis.Tidak lama kemudian Adelia membuka matanya. Dia mengerutkan keningya sambil memperhatikan yang ada di hadapannya. Dada bidang Arsenio sedang menghadap wajah Adelia.Adelia lalu mengangkat kepalanya. Dia melihat Arsenio sedang tertidur sambil tersenyum dan tangan Arsenio masih memeluk tubuh Adelia. Dia membelalakkan matanya lalu bangun dari tidurnya."Kenapa aku bisa tidur di sini?" Adelia memperhatikan tubuh Arsenio sambil berbicara dalam hati.Adelia kemudian memperhatikan tubuhnya di balik selimut."Ya, ampun kenapa aku tidak pakai baju? Apa yang telah aku lakukan semalam?" batin Adelia lalu mengingat kejadian semalam."Tidak! Tidak mungkin apa yang aku lakukan semalam? Kenapa aku bisa bercinta dengan Arsenio? Ya, ampun bagaimana ini?"Adelia tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya bersama Arsenio semalam. Dia kemudian teringat sang bunda."Maafkan Adel bu. Ini semua karena Adel telah berbohong sama ibu." Air mata Adelia tiba-tiba keluar begitu saja.Dadanya terasa sesak, masih tidak percaya dengan apa yang telah diperbuatnya. Dia kemudian menoleh ke arah Arsenio yang masih tertidur pulas. Dia kembali membayangkan ketika dirinya bercinta begitu liarnya dengan Arsenio. Adelia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Arsen memang sudah menjadi suamiku. Tapi kita tidak saling mencintai dan pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak." Adelia menatap wajah Arsenio. Adelia kembali menangis sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Suara tangisanya pun begitu menyayat hati. Arsenio terbangun karena mendengar suara tangisan tersebut. Dia memperhatikan Adelia dengan tatapan bingung. Arsenio langsung mengingat kejadian semalam. "Sial!
"Mama tahu ... dari mana?" gugup Adelia. "Tidak perlu tahu dari mana. Ayo, keluar dari sini. Aku tidak sudi punya menantu miskin, pembohong, tukang tipu!" Bu Martha menarik tangan Adelia dan membawanya ke luar rumah. "Maafkan Adel, Ma. Adel terpaksa ....""Jangan panggil aku Mama! Enak saja panggil aku Mama. Aku bukan Mamamu. Cih, aku tidak sudi punya menantu hanya anak dari seorang tukang jahit kampungan! Kamu menipu anakku, kamu mau ambil keuntungan menjadi istri dari anakku? Sampai sok, berpenampilan wanita karier. Padahal kamu hanya karyawan biasa di toko online. Anakku benar-benar tertipu dengan kecantikanmu!" 'Tapi ini Arsen yang ....""Sudah cukup! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu! Pergi dari sini! Aku tidak mau kamu menjadi benalu di rumah ini. Kamu mau menguras harta anakku? Wanita jalang!" desis Bu Martha. "Ma, dengarkan penjelasanku dulu. Adel bisa menjelaskan semuanya." "Tidak perlu sana pergi! Sudah
Adelia langsung menangis tersedu-sedu. Sesak yang dirasakannya saat ini. Kenapa dia harus terjebak dalam pernikahan kontrak. Dirinya harus menelan pil pahit karena telah mengandung benih dari CEO. "Arsen kita memang sudah menikah, kamu bilang di antara kita tidak akan saling ... tapi kamu malah merenggut keperawananku. Kamu juga yang telah membuatku hamil. Ini semua gara-gara mamamu, kenapa mamamu harus ...," batin Adelia lalu langsung jongkok dan menutup wajah dengan kedua tanganya. Air matanya terus saja mengalir tanpa bisa dicegah. "Ibu maafkan Adel. Adel sudah mengecewakan ibu." Adelia menangis hanya seorang diri di kamar mandi. Hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. ***Malam hari, Adelia sudah dalam perjalanan menggunakan motor matic. Dia berencana untuk mendatangi rumah Arsenio. Berharap Arsenio sedang berada di rumahnya. "Bi, Arsenionya ada?" tanya Adelia setelah berada di depan rumah Arsenio."Maaf, Non. Pak Arsenionya
Tubuh Bu Wulan langsung lemas seketika. Dia langsung bersandar pada sandaran kursi. Dia menggelengkan kepalanya. Tidak terasa air matanya keluar begitu saja. Dada Bu Wulan begitu sesak, hatinya hancur berkeping-keping. Ibu mana yang tidak akan hancur jika mendengar sang anak tiba-tiba hamil. "Siapa yang telah menghamilimu?" tanya Bu Wulan dengan perasaannya yang tidak karuan. Adelia hanya terdiam. Mulutnya seakan terkunci untuk mengatakan siapa lelaki yang telah menghamilinya. "Adelia! Kenapa diam saja? Ayo, jawab!" bentak Bu Wulan.Adelia langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang bunda. Dia benar-benar tidak percaya mendengar ucapan sang bunda yang marah. Selama ini Bu Wulan tidak pernah membentaknya. Kekecewaan yang dirasakan Sang bunda, Adelia menyadarinya. "Pak Arsenio, Bu," Jawab Adelia lalu menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah sang bunda. "Siapa, Pak Arsenio? Ibu baru mendengar nam
Adelia berucap sambil menatap wajah Arsenio. Berharap sang CEO mau menerima kehamilan Adelia. Hatinya harap-harap cemas dan begitu takut.Arsenio mengerutkan keningnya. "Apa kamu bilang? Kupingku tidak salah dengar?" Arsenio menatap tajam mata Adelia. "Aku hamil, Arsenio! Aku hamil! Aku telah mengandung anak darimu. Kamu harus menjadi ayah dari anak yang masih ada di dalam kandunganku. Kamu harus mau, kamu harus bertanggung jawab!" Adelia sudah tidak bisa menahan emosinya, dia berucap dengan seluruh tubuhnya bergetar. Arsenio menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya. "Kamu jangan main-main, Adelia. Jangan ngaco kamu!" kesal Arsenio. "Siapa yang main-main? Membicarakan masalah ini aku harus main-main!" marah Adelia, "aku serius, Arsenio, aku hamil anakmu. Aku mohon kamu harus mau menjadi ayah dari anakku karena anakku adalah darah dagingmu juga!" Adelia mengiba kepada Arsenio. Arsenio menyunggingkan seny
"Ya, ampun, Adel. Sabar ya, Nak. Sudah tidak apa-apa ada Ibu di sini. Kamu harus kuat ya, Sayang." Bu Wulan memeluk tubuh sang anak dengan perasaan hati begitu sesak.Siapa yang tidak akan sakit hati. Anak semata wayangnya harus merasakan sakit hati dan penolakan dari seorang lelaki yang sudah menghamili sang anak. Namun, Bu Wulan berusaha tegar di hadapan sang anak. Sementara sang anak sedang menangis tersedu-sedu di pelukan sang bunda. Dia tidak bisa menahan tangisannya. Ingin sekali dia tidak mau menangis di pelukan sang bunda.Namun, apalah daya, dia hanyalah seorang wanita biasa yang tidak bisa menahan rasa sakit hatinya. Dia benar-benar merasakan sakit hati yang luar biasa atas penolakan Arsenio terhadapnya. "Keluarkan tangisanmu kalau dengan menangis bisa membuatmu lega. Jangan kamu tahan-tahan. Ibu akan selalu ada di sampingmu. Kita berjuang bersama. Kamu harus bertahan karena masih ada Ibu di sini." Bu Wulan mengusap-usap punggung sang
Vino langung menyebutkan nama kepada Adelia sambil mengulurkan tangannya. Dia tersenyum sambil menatap wajah cantik Adelia. "Saya Adelia. Maaf jangan panggil saya nona, Panggil saja Adelia." Adelia menerima uluran tangan dari Vino. "Baik, Adelia. Saya pamit, nanti saya ke sini lagi sama mama saya.""Oh, iya, iya. Terima kasih sudah menjahit di butik ini." Adelia menundukkan kepalanya ke arah Vino. "Iya, Sama-sama," ucap Vino lalu meninggalkan Adelia sambil tersenyum manis. Adelia membalas senyuman Vino lalu memperhatikan punggung Vino yang sedang berjalan ke arah luar. "Ehemm ...." Suara Bu Tari mengagetkan Adelia. "Sudah jangan dipandang begitu, nanti juga dia ke sini lagi. Sepertinya dia suka sama kamu." Bu Tari menghampiri Adelia lalu memperhatikan mobil Vino yang sedang melaju. "Bu Tari apaan, sih?" Adelia tersipu malu. "Lebih tampan siapa? Dia atau Arsenio?" bisik Bu Tari. "Lebih tampan V
"Kenapa nama panjangnya bisa sama? Tapi aku berharap ini bukan kamu. Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku ingin bertemu anakku." Arsenio berbicara dalam hati sambil melihat ukiran tulisan bertinta emas di kertas undangan. Vino mengerutkan keningnya karena melihat Arsenio malah melamun. "Pak Arsen. Pak Arsenio kenapa?"panggil Vino.Arsenio melonjak kaget. "Oh, tidak apa-apa. Aku hanya ingat Adeliaku. Bagaimana dengan Adeliamu? Apa dia sangat cantik?" "Sangat cantik, cantik sekali. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia sudah membuat ....""Sudah tidak usah dilanjut!" Arsenio tiba-tiba kesal. "Maaf, Pak. Oh, iya, jangan lupa ya, Pak untuk datang ke pesta pernikahan saya nanti.""Iya, saya pasti datang." "Iya, Terima kasih. Ya, sudah saya permisi.""Iya, silakan."Arsenio memperhatikan Vino yang sedang berjalan ke arah pintu. Setelah Vino keluar dari ruanganya. Dia kembali melihat nama tuli