Vino langung menyebutkan nama kepada Adelia sambil mengulurkan tangannya. Dia tersenyum sambil menatap wajah cantik Adelia.
"Saya Adelia. Maaf jangan panggil saya nona, Panggil saja Adelia." Adelia menerima uluran tangan dari Vino."Baik, Adelia. Saya pamit, nanti saya ke sini lagi sama mama saya.""Oh, iya, iya. Terima kasih sudah menjahit di butik ini." Adelia menundukkan kepalanya ke arah Vino."Iya, Sama-sama," ucap Vino lalu meninggalkan Adelia sambil tersenyum manis.Adelia membalas senyuman Vino lalu memperhatikan punggung Vino yang sedang berjalan ke arah luar."Ehemm ...." Suara Bu Tari mengagetkan Adelia. "Sudah jangan dipandang begitu, nanti juga dia ke sini lagi. Sepertinya dia suka sama kamu." Bu Tari menghampiri Adelia lalu memperhatikan mobil Vino yang sedang melaju."Bu Tari apaan, sih?" Adelia tersipu malu."Lebih tampan siapa? Dia atau Arsenio?" bisik Bu Tari."Lebih tampan V"Kenapa nama panjangnya bisa sama? Tapi aku berharap ini bukan kamu. Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku ingin bertemu anakku." Arsenio berbicara dalam hati sambil melihat ukiran tulisan bertinta emas di kertas undangan. Vino mengerutkan keningnya karena melihat Arsenio malah melamun. "Pak Arsen. Pak Arsenio kenapa?"panggil Vino.Arsenio melonjak kaget. "Oh, tidak apa-apa. Aku hanya ingat Adeliaku. Bagaimana dengan Adeliamu? Apa dia sangat cantik?" "Sangat cantik, cantik sekali. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia sudah membuat ....""Sudah tidak usah dilanjut!" Arsenio tiba-tiba kesal. "Maaf, Pak. Oh, iya, jangan lupa ya, Pak untuk datang ke pesta pernikahan saya nanti.""Iya, saya pasti datang." "Iya, Terima kasih. Ya, sudah saya permisi.""Iya, silakan."Arsenio memperhatikan Vino yang sedang berjalan ke arah pintu. Setelah Vino keluar dari ruanganya. Dia kembali melihat nama tuli
Adelia terhentak kaget, kini di hadapannya adalah Arsenio. Arsenio tersenyum miris sambil memperhatikan wajah cantik Adelia. "Pak Arsenio." Vino langsung menundukkan kepalanya kepada Arsenio. Adelia lalu menoleh ke arah Vino lalu kembali menoleh ke arah Arsenio. "Terima kasih sudah menyempatkan datang ke pernikahan saya." Vino mengulurkan tangan kepada Arsenio lalu menoleh ke arah Adelia. "Sayang ini Pak Arsenio, CEO di perusahaanku bekerja."Arsenio merasakan panas di dadanya ketika mendengar Vino memanggil Adelia dengan kata sayang. "Selamat, manajer Vino atas pernikahanmu." Terpaksa Arsenio berucap sambil berjabatan tangan dengan Vino. "Iya, Terima kasih, Pak." Vino mempererat jabatan tangannya dengan sang CEO. Arsenio kemudian mengulurkan tangan kepada Adelia sambil menatap wajah cantik Adelia. "Selamat, Adelia."Belum saja Adelia mengulurkan tangannya kepada Arsenio. Arsenio sudah menjatuhkan tangannya. Dia sam
"Maafkan saya, Pak Arsenio." Bagas menundukkan kepalanya. Arsenio kemudian menaiki mobil lalu Bagas pun ikut naik ke mobil. Di sepanjang perjalanan Arsenio hanya terdiam. Dia malah mengingat ketika Adelia hamil dan datang ke rumahnya."Adelia maafkan aku. Aku benar-benar menyesali perbuatanku. Dengan gampangnya aku berkata seperti itu. Kamu pasti sakit hati atas perkataanku. kamu pun wanita dan ibu yang sangat hebat, kamu bisa merawat Giovanni tanpa ada aku di sampingmu. Hari-hari yang kamu lalui pasti tidak gampang dan sangat berat." Arsenio berbicara dalam hati dengan kedua matanya sudah berkaca-kaca. "Penyesalanku tidak ada gunanya. Tapi aku ingin memperbaiki semuanya dan kamu malah menjadi milik orang lain," lanjut Arsenio. Bagas yang sedang fokus menyetir sekilas melihat kaca spion dan melihat Arsenio. "Maafkan saya, Pak Arsenio. Seandainya waktu itu saya tidak menuruti keinginan Nona Adelia semuanya tidak akan seperti ini. Tapi melihat keadaan Nona
Arsenio menggelengkan kepalanya beberapa kali. Hatinya hancur berkeping-keping melihat Adelia berbahagia dengan lelaki lain. Perasaan di dalam hatinya campur aduk, ada rasa kesal, marah dan juga sedih. Dia kemudian mengambil botol minumam dan menuangkannya ke dalam gelas. "Adelia aku harap kamu tidak akan menjauhkan Giovanni dariku. Aku juga ingin memilikimu Adelia. Kenapa kamu menghilang seperti ditelan bumi. Aku sungguh-sungguh mencarimu dan sekarang pencarianku sudah terlambat. Kamu sudah dimiliki oleh manajer Vino. Aku tidak rela, aku benar-benar tidak rela Adelia!" monolog Arsenio lalu meyesap minumannya. Dia kembali terdiam dan hanya bisa menyesali perbuatannya dan wajahnya terlihat sendu.***Vino sudah kembali bekerja. Setelah diberikan cuti selama tiga hari. Begitu pun Adelia, dia mengikuti sang suami cuti selama tiga hari. "Ayo, Sayang kita ke sekolahan kamu dulu." Adelia memegang tangan Giovanni lalu diikuti baby sitter. Ade
Ketika Vino bertanya kepada Giovanni tentang Arsenio. Adelia membelalakkan matanya. Kenapa tiba-tiba sang suami menanyakan hal itu kepada sang anak. "Memangnya kenapa, Pa? Adelia merasa bingung. " Itu bos Papa nitip salam sama Gio," jawab Vino, "Pak Arsenio juga bilang katanya Gio itu lucu dan tampan.""Bos ... bos, Papa bilang begitu?" "Iya, Ma. Kenapa memangnya?" "Tidak apa-apa. Cuma bertanya saja." Adelia tersenyum dipaksakan. "Jarang-jarang loh, Sayang, Pak Arsenio seperti itu. Bukan jarang lagi, tapi tidak pernah. Selama aku kerja di sana belum pernah Pak Arsenio mendatangiku di tempat parkir. Tiba-tiba Pak Arsenio seperti akrab gitu sama Papa."Adelia mendengarkan ucapan Vino sambil melamun dan berbicara dalam hati. "Mau apa dia kaya begitu? Sok-sokan dekatin suamiku. Awas saja kamu, dia anakku bukan anakmu Arsenio."Vino mengerutkan keningnya karena melihat sang istri melamun. "Kamu kenapa, Sayang?
"Aku harus membeli banyak mainan. Ingat Adelia, Giovanni adalah anakku. Ada darahku yang mengalir di tubuh Giovanni. Kamu tidak bisa memisahkanku begitu saja. Giovanni akan menjadi penerus perusahaanku karena dia anakku," monolog Arsenio. ***"Pak Arsenio yakin mau memberikan mainan ini?" Bagas berjalan ke arah parkiran bersama Arsenio. "Kalau aku tidak yakin tidak mungkin aku menyuruhmu untuk membelinya. Kamu ini ada-ada saja," kesal Arsenio. "Aku cuma bertanya saja." Bagas berbicara sambil menahan tawa. "Pertanyaanmu tidak berbobot. Bisa-bisanya kamu bertanya begitu." Arsenio menggelengkan kepalanya sambil menatap sinis ke arah Bagas. "Kita tunggu manajer Vino." Arsenio masuk ke mobilnya. "Baik, Pak."Beberapa menit kemudian Vino datang. "Maaf, Pak sudah membuat menunggu." Vino menundukkan kepalanya. "Sudah tidak apa-apa," jawab Arsenio lalu tersenyum. Sang asisten merasa heran m
Adelia langsung menoleh ke arah Vino yang sedang memperhatikan wajah Giovanni. "Apa! Maksud kamu? Wajah anakku ...." Adelia menyunggingkan senyumnya. "Giovanni itu mirip aku bukan mirip ay ... bukan mirip bos kamu yang sok, akrab itu."Vino tertawa, tetapi sambil berpikir dengan jawaban Adelia. "Memangnya kenapa? Pak Arsenio itu tampan. Masa kamu tidak mau anakmu disamakan tampannya dengan bosku. Kamu juga pernah lihat, 'kan tampannya bosku kaya gimana?" 'Ya, aku tidak maulah. Masa anakku disamain sama bosmu. Pokoknya aku tidak mau, enak saja. Lebih tampan anakku, jauh ke mana-mana. Bos kamu itu tidak ada apa-apanya," kesal Adelia, "justru kamu lebih tampan.""Iya, iya, Sayang. Kok, kamu sensi banget sih kalau ngomongin bosku." "Ya, aku tidak suka saja sama bosmu. Sudah sok, akrab ngasih-ngasih mainan. Eh, kamu malah bilang wajahnya mirip sama anakku." Adelia geleng-geleng kepala. Vino tertawa mendengar ucapan sang istri. ***
"Emm, tidak, Pak ...." Vino Mengusap-usap sikunya, dia benar-benar bingung harus menjawab apa. Arsenio memperhatikan Vino. "Aku yakin istrimu yang melarang, 'kan?" kesal Arsenio. "Em, ...." Vino masih bingung sendiri. "Sudahlah! Tanpa kamu jawab aku sudah tahu jawabannya. Bilang sama istrimu, aku akan tetap memberikan mainan untuk Giovanni. Tidak ada yang bisa melarangku!" ucap Arsenio lalu meninggalkan Vino begitu saja. Vino menggelengkan kepalanya, dia menjadi bingung sendiri. "Gimana urusannya kalau begini? Walaupun tadi aku mengatakan terus terang. Pak Arsenio pasti tetap akan melakukannya. Perkataan Pak Arsenio tidak bisa di bantah." Vino berjalan lesu sambil berbicara dalam hati. *** Arsenio sedang berada di ruang televisi. Dia mengingat Adelia ketika dia, Adelia, dan sang mama berkumpul di ruangan ini. "Adelia aku benar-benar menyesal. Aku mohon jangan jauhkan aku dari anakku. Aku ingin bicara denganmu, tapi bagaimana caranya?" Arsenio geleng-geleng kepala sambil me