Happy Reading*****"Apa, Sayang?" tanya Arvin. Dia bahkan mengedipkan salah satu matanya. Lalu, membuka kancing kemeja yang melekat di tubuhnya satu per satu. "Vin, kok malah buka baju?" Zoya menutup mata dengan kedua tangannya. "Kok, manggil nama lagi?" Kedua indera Arvin, melotot sempurna. "Kayaknya pengen adegan mesra sama aku, deh.""Nggak!" Zoya menyingkirkan telapak tangannya dari wajah. "Mas Arvin yang ganteng," ucapnya, "tapi nyebelin," lanjut Zoya dalam hati."Apa, istriku yang cantik?" balas Arvin cengar-cengir."Jangan buka baju di sini, ya. Kamu mandi duluan aja. Biar aku tunggu di luar." Sedikit gemetar, Zoya menangkupkan kedua tangannya di pipi sang suami. "Kalau mau mandi bareng, kapan-kapan aja, ya, suamiku yang ganteng.""Hmm," jawab Arvin. Suaranya bergetar sedikit serak. Lalu, dia membuang muka, tak sanggup menatap Zoya dengan segala godaan serta kata-katanya. Bersorak, Zoya merasa menang kali ini. "Memangnya, kamu aja yang bisa godain aku," ucapnya dalam hati.
Happy Reading*****Arvin dengan cepat mengelak supaya tidak terjatuh seperti sebelumnya. "Eits, nggak kena," ejek Arvin pada sang istri. Zoya mendengkus. Lalu, meninggalkan sang suami. "Aku tunggu di depan. Hasbi dari tadi chat. Ada banyak berkas keuangan yang harus aku periksa.""Nggak mau sarapan dulu, Sayang?""Nanti, aja di pabrik.""Mas sudah beliin bubur. Kamu bawa saja, kita sarapan di pabrik nanti."Arvin segera mengganti pakaiannya. Dia sendiri harus segera ke pabrik untuk memimpin meeting bersama para sahabat lainnya termasuk Kahyang. Mereka semua pasti sudah menunggu. Lima menit kemudian, Arvin sudah keluar dengan pakaian rapi. Zoya dibuat takjub dengan tampilan sederhana, tetapi terlihat menawan. Tidak seperti kebanyakan lelaki yang berangkat bekerja dengan memakai kemeja dan dasi. Arvin kali ini mengenakan baju koko modern."Emang agak lain, tapi kok tetap cocok dilihat." Zoya terus menatap suaminya hingga lelaki itu masuk dan menjalankan kendaraan."Suamimu ini meman
Happy Reading*****Di bawah meja, Arvin dengan cepat memegang tangan sang istri. Kepalanya menggeleng pelan ketika Zoya terlihat begitu marah. Zoya meremas jemari sng suami, menyalurkan semua kemarahannya yang tak diperkenankan meluap. Setelah menuruti perkataan Arvin, dia mencoba untuk tersenyum."Saya mungkin belum pernah terjun langsung di bidang pertanian dan minuman kemasan seperti usaha yang sedang kita geluti saat ini. Tapi, sejak saya terlahir ke dunia ini, bidang tersebut nggak asing. Saya akan berusaha sebaik mungkin dalam pemaparan kerja sama kita dan implikasi kontrak kita nantinya. Jadi, Pak Wijayanto nggak perlu khawatir dan ragu. Saya cukup kompatibel menjalani pekerjaan ini," ucap Zoya tegas. Dia sudah mulai bisa menguasai dirinya. "Pak, saya bisa menjamin kalau beliau ini bisa menjadi pemimpin yang sukses," tambah Arvin."Oke, saya kasih kesempatan. Tolong jangan mengecewakan," ucap Wiyanto pada akhirnya. Zoya bernapas lega. Lalu, dia mulai memaparkan semua isi ya
Happy Reading*****Suasana kediaman Arsyad kembali hening ketika semua orang kembali ke rumah masing-masing. Kini, tinggal keluarga inti yang ada di ruang tamu. Arvin merangkul istrinya yang masih terisak. Tak jauh darinya ada Hasbi. Maryam dan Ashari juga masih ada di ruangan itu dengan wajah sedih."Mau balik rumah atau nginep di sini, Yang?" bisik Arvin."Nginep di sini saja, ya, Mas. Sampai tujuh hariannya Ayah.""Boleh. Mas ke atas dulu, bersihin kamar." Arvin sudah akan berdiri, tetapi pergelangan tangannya dicekal oleh Maryam."Biar Ibu saja yang bersihin, Le. Temani Mbak Zoya saja.""Ibu ke kamar dulu," sela Sekar. Dia juga mengajak Adeeva untuk meninggalkan ruangan tersebut. Arvin dan Zoya cuma menganggukkan kepala. Namun, suami Zoya itu terus menatap gerak-gerik Sekar. Masih teringat dengan kata-kata Arsyad untuk mengawasinya. "Semoga semua kecurigaan Bapak nggak terbukti. Jadi, aku nggak perlu mengumpulkan bukti-bukti seperti permintaan almarhum," gumam Arvin dalam hati.
Happy Reading*****"Mas, kita harus ke pabrik sekarang," ucap Zoya panik. Saat mereka baru pulang dari berbelanja kebutuhan sehari-hari. Tepat dua minggu setelah Arsyad meninggal."Kenapa, Sayang?" Arvin tetap tenang, meski sang istri terlihat panik. "Lihat ini, Mas."Sebuah foto yang dikirimkan Hasbi terlihat oleh Arvin. Beberapa orang berkerumun di depan pintu masuk pabrik mereka. "Mas, pamit sama Ibu dulu," kata Arvin dan langsung mencari Maryam di dapur.Beberapa menit kemudian, Arvin dan Zoya sampai di pabrik. Sempat terhalang oleh banyaknya orang yang meminta pertanggung jawaban atas produk minuman kemasan produksi mereka. Keduanya lantas naik ke ruang meeting. Para karyawan sudah dikumpulkan untuk membahas permasalahan mereka. Dari semua kepanikan sang istri, entah mengapa Arvin masih bisa tenang. "Mas, kenapa minuman kemasan yang kita produksi bisa meracuni anak-anak yang meminumnya? Bukankah sebelum diluncurkan, kita sudah menguji keselurahan kandungan. Semua baik-baik s
Happy Reading*****Melihat kepanikan sang istri, Arvin pamit keluar. "Mas," panggil Zoya, berbisik. "Tenang, Sayang. Mas cuma mau manggil Abi, kok."Zoya pun mengangguk walau jantungnya kini semakin berdetak keras. Sumber kekuatan dan keberaniannya keluar tentu perempuan itu bertambah panik. "Ay, kamu nggak dengar kata para pemilik modal?" kata Sekar. Seakan tersadar dari lamunan panjang. Zoya menetap orang-orang yang masuk ke ruang meeting tersebut. Dari sepuluh orang yang menanam modal pada usaha Arsyad di luar modal milik keluarga. Empat orang sudah hadir di sana. "Oleh karena sebagian pemilik modal hadir di sini, saya meminta karyawan keluar terlebih dulu. Tolong selidiki lagi apa-apa yang menyebabkan masalah ini timbul. Kalau perlu, kalian bongkar saja produk jadi, siap edar yang ada di gudang. Bawa ke lab untuk pemeriksaan kandungan di dalamnya," titah Zoya. Dia mulai bisa menguasai diri. Teringat nasihat sang suami selama perjalanan. Tetap tenang apa pun yang terjadi aga
Happy Reading*****Zoya mengangguk patuh. Tak ada lagi tenaga untuk bertanya atau lainnya. Dia begitu pasrah dengan keadaan sekarang. Di antara keterkejutan semua orang yang hadir. Hasbi malah menyunggingkan senyuman. Rasa bersalah yang menghinggapi hatinya karena berkhianat pada saudara sendiri. Kini, perlahan menguap. Walau tak tahu apa isi berkas yang ada di tangan mereka, dia yakin Arvin tidak akan diam melihat penindasan Zoya. "Jadi, apakah kalian semua masih ingin meminta Zoya mundur jika saham serta modal yang dimilikinya lebih dari setengah?" tanya Arvin. Tatapannya tajam menatap semua orang yang hadir di sana tak terkecuali Adeeva. "Bu, semua yang diragukan dari Arvin kini malah menyerang kita. Harusnya, jika Ibu nggak menghalangiku untuk dekat dan menikah dengannya. Semua milik Zoya sekarang adalah punyaku," bisik Adeeva. "Ibu nggak nyangka, Arvin punya uang segitu banyak. Padahal dia cuma bekerja di bawah ayahmu. Apa mungkin selama ini dia korupsi?" Percakapan ibu ana
Happy Reading*****"Apa ini, Bu?" tanya Hasbi pada perempuan bergamis yang telah melahirkannya."Saat mendesak, gunakan semua yang ada di dalam flashdisk itu untuk menolong Mbak Zoya," tegas ibunya Hasbi, sekali lagi. "Iya, Bu. Aku akan mengingatnya. Kemarin, aku sangat merasa bersalah karena nggak bisa berada di barisannya.""Kalau Mbak Zoya tahu alasanmu, dia nggak akan marah. Padahal, Ibu sudah memperingatkan supaya kamu nggak usah pedulikan keadaan Ibu saat itu.""Nggak usah diingat-ingat lagi, Bu. Suatu hari nanti, aku pasti akan menceritakan alasannya," kata Hasbi dengan kepala tertunduk lesu. "Aku pulang dulu. Besok, pasti ke sini lagi.""Hati-hati, Bi."*****"Bukankah itu Bu Sekar dan Pak Sano? Kenapa mereka berdua terlihat begitu mesra?" gumam seorang lelaki paruh baya yang rambutnya sebagian mulai memutih. Dia merupakan salah satu pemilik modal yang sahamnya sudah dibeli oleh Arvin. Perempuan yang sedang mengapit lengannya tersenyum simpul. "Papa ini kayak nggak tahu saj