Happy Reading*****Zoya mengangguk patuh. Tak ada lagi tenaga untuk bertanya atau lainnya. Dia begitu pasrah dengan keadaan sekarang. Di antara keterkejutan semua orang yang hadir. Hasbi malah menyunggingkan senyuman. Rasa bersalah yang menghinggapi hatinya karena berkhianat pada saudara sendiri. Kini, perlahan menguap. Walau tak tahu apa isi berkas yang ada di tangan mereka, dia yakin Arvin tidak akan diam melihat penindasan Zoya. "Jadi, apakah kalian semua masih ingin meminta Zoya mundur jika saham serta modal yang dimilikinya lebih dari setengah?" tanya Arvin. Tatapannya tajam menatap semua orang yang hadir di sana tak terkecuali Adeeva. "Bu, semua yang diragukan dari Arvin kini malah menyerang kita. Harusnya, jika Ibu nggak menghalangiku untuk dekat dan menikah dengannya. Semua milik Zoya sekarang adalah punyaku," bisik Adeeva. "Ibu nggak nyangka, Arvin punya uang segitu banyak. Padahal dia cuma bekerja di bawah ayahmu. Apa mungkin selama ini dia korupsi?" Percakapan ibu ana
Happy Reading*****"Apa ini, Bu?" tanya Hasbi pada perempuan bergamis yang telah melahirkannya."Saat mendesak, gunakan semua yang ada di dalam flashdisk itu untuk menolong Mbak Zoya," tegas ibunya Hasbi, sekali lagi. "Iya, Bu. Aku akan mengingatnya. Kemarin, aku sangat merasa bersalah karena nggak bisa berada di barisannya.""Kalau Mbak Zoya tahu alasanmu, dia nggak akan marah. Padahal, Ibu sudah memperingatkan supaya kamu nggak usah pedulikan keadaan Ibu saat itu.""Nggak usah diingat-ingat lagi, Bu. Suatu hari nanti, aku pasti akan menceritakan alasannya," kata Hasbi dengan kepala tertunduk lesu. "Aku pulang dulu. Besok, pasti ke sini lagi.""Hati-hati, Bi."*****"Bukankah itu Bu Sekar dan Pak Sano? Kenapa mereka berdua terlihat begitu mesra?" gumam seorang lelaki paruh baya yang rambutnya sebagian mulai memutih. Dia merupakan salah satu pemilik modal yang sahamnya sudah dibeli oleh Arvin. Perempuan yang sedang mengapit lengannya tersenyum simpul. "Papa ini kayak nggak tahu saj
Happy Reading*****"Maksudnya tentang masalah yang menyangkut putri kandung Om itu, ya?" tanya Arvin."Yup, betul. Bertahun-tahun istri Om merahasiakannya." Nareswara mengangguk. "Jadi, kalau hari ini ada seseorang yang sangat menyayangi kalian dan melakukan pengkhianatan. Rasanya, nggak aneh lagi.""Kenapa Ibu tega melakukan semua ini?" tanya Zoya. Terdiam sebentar, Arvin teringat tentang foto yang dikirimkan salah satu pemilik modal sekitar dua hari lalu. Mengambil ponsel, mencari foto-foto tersebut untuk ditunjukkan pada Zoya."Lihat ini, Sayang," ucap Arvin. Tangannya bahkan sedikit bergetar ketika menyodorkan ponselnya. Sungguh, dia tak pernah ingin menunjukkan semua hal itu pada sang istri. Namun, semua harus segera diungkap."Mas, kamu dapat dari mana semua foto-foto ini?" Raut muka Zoya berubah keruh. Menyadari ada sesuatu yang tak beres, Nareswara pun pamit. "Maaf, Om. Kami tidak bisa mengantar sampai depan," ucap Arvin disertai badan yang membungkuk."Nggak masalah, Vin.
Happy Reading*****Sebelum meninggalkan rumahnya, Arvin menutupi makanan yang sudah siap itu dengan tudung saji. Setengah memaksa sang istri untuk mengikutinya. Langkah Arvin begitu tergesa-gesa."Mas, ada apa sebenarnya?" tanya Zoya setelah mobil dijalankan. "Bu Sekar buat ulah lagi?""Kenapa?""Barusan, Ibu telpon. Beliau sama Bapak diusir oleh Bu Sekar." Arvin menunjukkan wajah paniknya lagi."Ibu keterlaluan," sahut Zoya keras."Sebenarnya, Mas, pernah ngomong sama bapak dan ibu supaya pindah ke rumah kita saja. Tapi, beliau menolak."Zoya mengerutkan kening. Arvin meliriknya sebentar."Mereka nggak tega ninggalin rumah yang sudah begitu banyak memberikan kenangan. Bapak sama Ibu rela nggak digaji asal mereka tetap bisa tinggal di sana.""Jadi, selama ini, ibu sama bapak nggak digaji?" Arvin menggelengkan kepala. "Lalu, bagaimana cara mereka bertahan hidup, Mas."Mengusap kepala sang istri lembut, Arvin tersenyum. "Mas, memberikan tunjangan. Semua gaji yang didapat dari pabrik
Happy Reading*****Seluruh tubuh Zoya melemah bagai tak bertulang. Dia bahkan tidak memiliki sedikitpun kenangan yang tersisa jika rumah tersebut diwariskan pada Sekar dan Adeeva. "Tunggu dulu Pak Sano. Saya belum menyelesaikan perkataan tadi," sahut sang pengacara. "Apalagi, Pak? Bukankah semuanya sudah jelas saat ini," sela Sekar. "Sabar, Bu Sekar," jawab sang pengacara, "Surat wasiat ini memang asli dan ditulis langsung oleh mendiang. Tapi, sebelum beliau meninggal, Pak Arsyad sudah mengubah isi wasiatnya tentang rumah." Pengacara itu membuka tas dan mengeluarkan map berwarna hitam. Wajah gusar Sekar mulai terlihat demikian juga dengan Sano. Tak jauh dari tempat mereka semua, Adeeva dan Noval baru saja memasuki halaman rumah. "Ada apa ini?" tanya Adeeva. Langsung mendekat pada ibunya."Surat wasiat yang dibuat ayahmu, ternyata ada yang baru," sahut Sano. Sang pengacara menatap Adeeva yang baru saja datang. "Oleh karena semua orang sudah ada di sini, maka saya akan membacakan
Happy Reading*****"Aku bisa jelaskan nanti, Mas," jawab Hasbi. "Sebaiknya, nggak usah ikut campur, Vin," ucap Sano. Dia masih mengunci kedua tangan Arvin ke belakang agar tak menyelamatkan Zoya.Arvin berusaha melepaskan diri dari kungkungan yang membelenggunya. Namun, tenaganya jauh lebih besar dari Sano. Melirik Hasbi, suami Zoya itu memberi kode untuk segera menyelamatkan istrinya.Mengerti kode yang diberikan Arvin, Hasbi perlahan menggeser posisinya, mendekati Zoya dan Sekar."Bu Sekar, jangan bertindak impulsif. Pak Arsyad menuliskan wasiat tersebut pasti memiliki pertimbangan tersendiri," nasihat sang pengacara."Tetap saja dia nggak adil. Aku sudah menjaga anaknya selama puluhan tahun. Tapi, apa yang didapat? Cuma rumah kecil di pinggiran kota itupun harus berbagi dengan Adeeva," kata Sekar keras, menggelegar memenuhi ruang tamu. "Bu, tolong lepaskan," pinta Zoya. Tersendat-sendat karena tenggorokannya tercekat."Mati saja, kamu." Perkataan Sekar makin ngawur. Emosinya tak
Happy Reading*****Duduk di sebelah sang istri, Arvin menyodorkan sendok yang berisi nasi serta ayam kecap. Walau banyak masalah yang harus mereka hadapi, tetapi menjaga kesehatan harus dilakukan serius. "Udah, Mas. Aku kenyang," kata Zoya setelah menerima beberapa suap makanan dari suaminya."Satu sendok lagi, Sayang. Makanan tadi dikit sekali." Sengaja menampilkan wajah melas. "Buat Mas saja. Mas juga harus makan biar nggak sakit." Zoya mengambil sendok di tangan Arvin. Lalu, menyuapkannya. "Buka mulut. Aku tahu, Mas, pasti lapar setelah seharian tadi bekerja.""Tapi, Sayang. Nasi ini untukmu. Mas, nanti ambil sendiri di dapur," tolak Arvin."Mas, jijik gitu sama bekas sendokku?"Cepat, Arvin menggelengkan kepala. "Nggak gitu juga, Sayang.""Kalau gitu, buka mulut." Zoya kembali menyodorkan sendok berisi makanan ke mulut sang suami.Arvin terpaksa membuka mulutnya. "Nah, gitu, dong."Menarik garis bibirnya, Arvin melihat kebahagian di mata sang istri walau sedang dilanda masalah
Happy Reading*****Saking gugupnya orang yang tengah menguping pembicaraan Hasbi dan Arvin, dia malah melakukan kesalahan. Kakinya tanpa sengaja terantuk vas bunga yang berada di dekat pintu ruangan tersebut. "Siapa di sana?" teriak Hasbi. Segera berdiri melihat keadaan di luar. Namun, dia hanya bisa melihat punggung orang tersebut. Kembali ke ruangan tersebut, tatapan Arvin terlihat tegas."Siapa, Bi?""Kurang tahu, Mas. Aku cuma bisa melihat punggungnya saja. Coba cek kamera pengawas. Aku yakin dia mengintip dengan maksud lain.""Nanti saja, lebih baik kita cari solusi untuk masalah ini. Bagaimana caranya menangkap pelaku tanpa mereka menyadarinya." Arvin menatap lurus ke depan. "Mas, boleh saya memberikan pendapat," kata sang wakil manajer produksi."Silakan saja, Pak. Apa yang ingin njenengan sampaikan?"Lelaki berumur empat puluhan itu duduk di sebelah Hasbi. Mulai menata diri sebelum mengatakan, raut mukanya kentara sekali jika dia memiliki kemelut di hati. Walau tak tahu pas