Beranda / Pernikahan / Mendadak Punya Cucu / Bab Dua Puluh Sembilan

Share

Bab Dua Puluh Sembilan

Penulis: Yuliana Lathif
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Iya. Aku memang mau mati. Terima kasih sudah memberitahuku," ucapku lalu berjalan mengikuti arah telunjuknya.

Sebelumnya, aku sempat melihat ekspresinya yang terperangah mendengar kata-kataku.

"Hei, tunggu!" teriaknya, memanggil.

Bisa kudengar pula hentakan sepatunya yang menandakan ia tengah berlari. Suaranya kian dekat. Pasti dia mengejarku. Ia mengira aku benar-benar akan bunuh diri. Padahal aku pergi untuk menjauh darinya. Karena, aku yakin jika diam saja, pemuda itu akan terus menerus merutuki kecerobohanku yang hampir tertabrak olehnya.

"Heh, lo serius mau bunuh diri?" tanyanya, saat sudah mensejajarkan langkah denganku.

Tak penting bagiku menjawab pertanyaan konyolnya. Aku melirik sekilas padanya, lalu kembali menatap ke depan. Tanpa berniat menghentikan laju dari kakiku.

"Hei, lo bisu? Eh, tapi tadi lo bisa ngomong. Jawab gue, dong! Lo patah hati, ya? Pasti abi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh

    Pantulan sinar mentari yang melewati sebuah jendela, membuat kelopak mataku ragu untuk terbuka. Namun, merasa ada yang tengah memerhatikan, kupaksakan untuk bisa melihat gerangan yang kupikir sedang mengawasiku."Hai, syukurlah kau sudah sadar. Gimana? Apa kepalamu pusing?" Ia menyapa sekaligus melontarkan tanya, saat irisku berhasil menangkap bayangan wajahnya.Tangannya menggenggam erat jemariku yang terasa dingin. Selimut tebal menutup tubuhku hingga batas dada. "Dingin, Om," lirihku, menguraikan apa yang saat itu kurasakan."Iya, kau demam. Tadi juga udah diperiksa sama dokter. Sekarang makan dulu, ya? Nanti abis ini minum obat." Om Ilham meraih mangkuk berisi bubur yang terletak di nakas samping tempat tidur di kamarnya.Pria yang semalam bersimbah air mata itu, tampak lebih segar. Ia juga mampu mengulas senyum merekah di hadapanku. Tangannya bergerak telaten menyuapkan sendok berisi

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Satu

    "Kamu gila, ya? Kamu pikir masalah akan selesai kalau kamu bunuh diri?!" Om Ilham berteriak lantang setelah berhasil membawaku keluar dari kamar.Mataku berkedip cepat. Masih bingung dengan ucapannya. Memang siapa yang mau bunuh diri? Aku? Perasaan aku tidak melakukan hal seperti yang ia tuduhkan. Kenapa dia bicara begitu?"Om ... Om ngomong apa, sih?" tanyaku, bingung."Masih tanya? Kamu pasti mau bunuh diri, kan? Kamu mau gores tangan kamu pakai beling, kan? Iya, kamu pasti mau lakuin itu." Lelaki itu mengguncang bahuku penuh emosi.Aku menggeleng. "Om, Lila cuma mau ngambil ini." Kutunjukkan bingkai foto yang ada di tanganku. "Gelasnya jatuh gak sengaja," imbuhku, sambil mendongak menatapnya.Tak ada sahutan darinya. Ia membatu dengan tatapan lurus menembus ke dalam irisku. Detik berikutnya ia menarikku ke dalam pelukannya. Kemudian terdengarlah isak lirihnya."Maafkan aku. Aku panik," ucapnya, sambil menangis."Kenapa minta maaf? Om gak salah. Lila yang salah. Maafin Lila, ya, Om?

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Dua

    Author Pov**********"Ya Allah, Astaghfirullah, Neng Lila!" Pekikan Mbak Susi membuat Ina terlonjak kaget. Mata Ina terbelalak seketika. Detik berikutnya, pandangannya tertuju pada kepala keponakannya yang mengucurkan cairan merah berbau amis. Kemudian beralih menatap nanar tangannya yang gemetar. Tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk melukai putri dari kakaknya tersebut."Neng, Ya Allah, Neng." Mbak Susi merengkuh tubuh Kalila, sambil menangis histeris."Sakit, Mbak." Kalila berucap lirih, membuat Mbak Susi semakin khawatir."Iya, Neng. Kita ke rumah sakit aja. Ayo, Mbak bantu." Wanita paruh baya yang sudah lama membantu keluarga itu pun berusaha memapah Kalila.Dengan menahan sakit, Kalila susah payah untuk berdiri. Sementara itu, Ina masih mematung, mencerna apa yang sudah ia lakukan pada keponakannya tersebut.Rasa panik menjadikan Mba

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Tiga

    "Mau kemana kamu? Kamu hutang penjelasan padaku." Ilham meruncingkan tatapan, hingga terasa menusuk ke dalam kornea mata sang adik.Ina berusaha menghindari tatapan sang kakak. Ia mengalihkan pandangan ke sembarang arah."Penjelasan apa? Aku gak lakuin apa-apa sama dia. Kami memang bertengkar, tapi dia jatuh sendiri. Mas Ilham tanya aja sama dia." Wanita itu berkelit, lalu melirik pada Mbak Susi. "Mbak, emang Mbak lihat aku nyelakain Kalila?" Yang ditanya menggeleng."Aku gak percaya," tegas Ilham, yakin pasti adiknya itu berbohong."Ya, Mas Ilham, kan, bisa tanya langsung ke Kalila." Iris Ina berpindah pada perempuan yang tengah digendong kakaknya. "Kalila, kasih tahu sama Mas Ilham, kalau kamu jatuh sendiri. Jangan ngomong yang enggak-enggak. Kecuali, kamu emang mau keluarga kita terpecah belah." Ina bicara seolah dirinya tak bersalah sama sekali."Om, Lila pusing. Lila mau istirahat aja

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Empat

    Ilham berbalik hendak meninggalkan Kalila agar bisa segera istirahat. Namun, mendadak kakinya serasa digelayuti sebongkah batu besar. Langkahnya teramat berat manakala irisnya menangkap orang tua Kalila tengah berdiri mengamati dirinya dari ambang pintu."Jadi Ina yang bikin Kalila celaka?" Tatapan Ridwan begitu mengintimidasi.Mendengar suara tegas sang ayah, Kalila pun urung memejamkan mata. Ia merasa takut dan khawatir jika ayahnya akan mendesaknya untuk mengatakan yang sebenarnya. Sedangkan dirinya tak ingin menambah keruh suasana dengan kenyataan yang kelak dapat menciptakan permasalahan baru."Enggak, Yah. Lila jatuh sendiri, kok," bantah Kalila.Sang ayah maju lebih dulu. Sementara Ira mengekor di belakangnya."Kalau benar Ina yang melakukannya, kamu jujur aja. Gak usah takut. Biar Ayah kasih dia pelajaran." Ayah Kalila berkata dengan berapi-api."Enggak, Yah. Ben

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Lima

    "Ina, kamu gak seharusnya melakukan itu. Kita gak perlu jadi orang jahat, Sayang. Jangan kotori tangan kamu sendiri." Dia adalah Ima, wanita yang berhasil kabur dari rumah sakit jiwa itu memanfaatkan rasa simpati adiknya dengan terus menjadikan dirinya sebagai sosok yang memiliki sabar luar biasa. Sehingga tak ingin menyakiti siapapun."Mbak gak pernah minta kamu berbuat seperti itu. Biar aja Tuhan yang membalasnya. Kita cukup lihatin aja, kapan waktunya dia menerima karmanya." Wanita itu memainkan perannya dengan maksimal. Ia memasang wajah prihatin, agar sang adik terenyuh. Perkiraannya tidak meleset. Pemikiran yang sungguh tepat. Ia berhasil mengambil kembali simpati Ina dengan sangat mudah.Terbukti dengan tindakan sang adik yang serta merta menghambur memeluknya. Seraya mengucapkan serangkaian kalimat yang memuji kebaikan dirinya."Mbak, terbuat dari apa, sih, hati kamu? Kenapa bisa

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Pulih Enam

    "Mbak, Arla jangan dibawa, dong. Mbak, kan, bisa bikin anak lagi. Arla sama aku aja."Sudah sejak pagi-pagi sekali Kirana terus merengek. Pasalnya, hari ini Kalila tengah bersiap untuk tinggal di rumah sang Kakek bersama suaminya. Tentunya, wanita itu turut membawa serta putri kecilnya. Ia tak mungkin meninggalkan gadis kecil yang tiga tahun lalu ia lahirkan ke dunia."Kiran, kamu ini apa-apaan, sih. Gak usah drama, deh. Kalau kamu kangen sama Arla, ya, tinggal ke rumah Kakek aja, apa susahnya. Cuma sepuluh menit." Kalila menunjukkan seluruh jari tangannya ke depan muka sang adik.Sementara itu, Ilham dan kedua orang tua Kalila justru terkekeh dengan tingkah putri bungsunya yang tak henti-hentinya mengikuti langkah kakaknya yang berjalan keluar masuk rumah memindahkan barang-barang miliknya ke mobil suaminya."Kiran, udah! Kamu gak capek apa dari tadi bolak-balik ngikutin Mbakmu terus?" Sang ayah menegurnya

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Tujuh

    "Ma, Ayah cama Papa bedanya apa? Tenapa Ala punya dua? Temen Ala cuma punya catu. Kalau gak Ayah, ya Papa.""Sayang, nanti kalau Arla dewasa, Arla pasti ngerti. Yang jelas, kalau sekarang Arla punya Ayah sama Papa, itu karena Arla istimewa. Itu artinya, banyak yang sayang sama Arla. Sekarang Arla duduknya yang bener, bentar lagi Ayah mau belokin mobilnya, ya." Kalila terus menatap ekspresi wajah Ilham ketika mencoba memberi pengertian pada anak sambungnya. Ia merasa lega karena, suaminya itu cukup bijak dalam menyikapi setiap rasa keingintahuan putri kecilnya."Iya, Ayah," sahut Arla patuh. Anak perempuan itu lekas memundurkan tubuh. Kembali bersandar dan meraih bonekanya untuk dimainkan.Mobil berbelok memasuki pelataran rumah Kakek Kalila. Rumah yang kini akan menjadi tempat tinggal dirinya bersama keluarga yang tengah ia bangun bersama sang suami tercinta.Di teras, ada Kakek dan Mbak

Bab terbaru

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Empat (Ending)

    Resepsi pernikahan yang nyaris batal itu, akhirnya digelar. Jika saat akad nikah Kalila dan Ilham mengenakan baju pengantin khas Sunda, kali mereka memakai konsep Internasional.Acara tersebut digelar secara outdoor, dan didukung dengan cuaca cerah yang membuat segalanya berjalan dengan apik dan sempurna.Para tetamu yang terdiri dari keluarga, kerabat, juga rekan-rekan serta sahabat, baik dari Ilham maupun Kalila, terus berdatangan dan bergantian bersalaman sambil memberi ucapan selamat, pun mendoakan segala kebaikan untuk rumah tangga mereka.Tak cuma itu, masing-masing dari mereka juga tak mau ketinggalan dengan sesi foto bersama. Momen penting tersebut, sangat sayang untuk tidak diabadikan. Tak hanya menggunakan kamera profesional, mereka juga memakai ponsel pribadi untuk bisa segera dipajang di sosial media yang mereka miliki."Mbak, kita belum foto berdua," cerocos Kirana, yang tiba-tiba berdiri memben

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Tiga

    Tersedu meresapi pilu, Kalila tak kuasa membendung butiran yang menggenangi parasnya yang sendu.Kondisi terburuk dari kesehatan sang Kakek mau tak mau mencuatkan besarnya rasa bersalah dirinya karena, telah tega meninggalkannya."Maafin Lila, Kek. Gara-gara Lila, Kakek jadi begini," lirihnya, di antara isakan yang tak lagi mampu ia tahan.Beberapa saat sebelumnya, Kalila segera dibawa masuk oleh suaminya. Setelah ia memastikan bahwa apa yang dilihatnya bukan sekadar bayangan.Namun sebelumnya, Ilham sempat merengkuh tubuh ringkih yang belum benar-benar pulih. Akhirnya rindu itu terobati dengan hadirnya sang kekasih. Meski setelahnya ia merasa batinnya teriris perih, begitu mengetahui seseorang yang berdiri di belakang wanita terkasih."Jangan, Nak. Jangan minta maaf sama Kakek. Kakek sakit bukan karena kamu. Kakek sudah tua, ini sudah sewajarnya. Tapi, kamu. Kamu menderita karena Kak

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Dua

    Hari-hari berlalu tanpa kabar yang pasti. Pencarian telah dilakukan dengan berbagai cara. Teman, saudara, dan juga para kerabat sudah disambangi satu demi satu, untuk mendapatkan informasi.Dari dalam kota hingga ke luar kota, mereka kunjungi. Mana tahu ada salah satu yang dijadikan Kalila tempat sembunyi. Terhitung sudah 10 hari, Kalila tak juga kembali.Demi menebus kesalahannya, Ima juga meminta Amar mengerahkan orang-orang kepercayaannya untuk mencari Kalila. Namun, wanita itu bak hilang tanpa kerana. "Mas Ilham mau kerja?" tanya Ina, ketika menikmati sarapan bersama.Si bungsu sudah menginap beberapa hari karena kesehatan ayah mereka yang kian menurun pasca kepergian cucu kesayangannya. "Iya," jawabnya singkat."Mas Ilham yakin?" Ilham menoleh, menyadari keraguan dari nada bicara sang adik. "Cuma ngecek aja. Aku masih mau cari Kalila lagi,

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh Satu

    Tanpa pikir panjang Ilham segera berlari menyusuri setiap lorong rumah sakit yang menuju pintu keluar. Dalam benaknya, Kalila yang sakit tak mungkin secepat itu bisa pergi.Bahkan hingga kakinya menapaki gerbang yang dijaga oleh beberapa security, lelaki berhidung bangir itu tak sekalipun mendapati apa yang ia cari.Tertinggal cukup jauh, Mbak Susi menyusul dengan terengah-engah."Mbak Susi tunggu di sini, saya ambil mobil dulu," pekik Ilham, dengan panik.Mbak Susi kesulitan bicara. Hanya mampu menganggukkan kepala. Napasnya terputus-putus saking lelahnya.Hanya butuh 2 menit saja bagi Ilham memindahkan mobilnya dari area parkir menuju gerbang keluar. Lelaki dengan kemeja biru tua itupun berseru, menyuruh sang ART memasuki kendaraannya.Layaknya berpacu di arena balap, Ilham mengemudi tanpa kendali. Tak peduli banyaknya umpatan dan makian yang ia dapat dari penggun

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Empat Puluh

    Tanpa menunggu jawaban istrinya, Ilham gegas mengambil langkah lebar meninggalkan ruangan tempat Kalila dirawat. Beberapa langkah di depannya, orang tua Kalila rupanya sudah tiba untuk melihat kondisi putri sulung mereka."Keadaan Lila gimana, Ham?" tanya Ira, gurat kecemasan begitu kentara memenuhi wajahnya."Masuk aja, Mbak," sahut Ilham, menunjuk ruang rawat istrinya dengan ekor matanya.Wanita lembut itu segera memasuki ruangan yang telah ditunjukkan menantunya.Sementara suaminya tengah memandang Ilham dengan tatapan yang aneh. "Kamu mau kemana?" tanyanya, kemudian."Aku ada urusan sebentar, Mas." Jawaban yang tak memuaskan menurut Ridwan. "Urusan? Urusan apa malam-malam begini?" Pria baya itu memicingkan mata, curiga."Mas, aku mohon jangan curigai aku seperti itu. Aku buru-buru, nanti kalian semua juga tahu." Lelaki ber

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Sembilan

    "Ada apa sebenarnya dengan Tante Ima? Kenapa semua orang bungkam di depanku? Kenapa aku tidak boleh tahu tentang keberadaannya? Kenapa?" Tatapan Ibu dari satu anak itu nyalang."Sayang, kamu tenang dulu. Kita omongin ini baik-baik, ya." Ilham memegang pundak Kalila, mencoba menenangkannya. Sayangnya, Kalila malah menepisnya."Kalian tahu sesuatu tentang wanita itu. Dan kalian merahasiakannya dariku. Aku tahu apa alasannya. Karena, selama ini kalian masih tetap tidak percaya sama aku, kan?" Tawa hambar mengiringi tiap kata yang meluncur dari bibirnya."Sayang, dengar dulu. Kami lakuin ini juga demi menjaga perasaan kamu—""Enggak, Om Ilham pasti bohong. Om juga bohong kalau selama ini percaya sama aku. Om gak pernah mempercayai aku. Gak ada yang percaya aku, semua orang selalu bilang aku pembohong. Aku penggoda, aku murahan, aku hina, aku ...." Runtuh sudah pertahanannya kala itu. But

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Delapan

    Langkah Kalila terseret-seret saat Ilham menariknya keluar dari resto. Wanita itu tak sekalipun melawan, meski sesekali kakinya tersandung.Sementara itu, Mahen sendiri tak berniat menghalangi tindakan suami wanita itu. Walaupun hatinya merasa tak tega menyaksikannya, tetapi ia cukup sadar batasan dirinya. Sebelumnya, pemuda itu memang tak mengetahui jika perempuan yang belum ia ketahui namanya tersebut, ternyata telah bersuami."Kamu suka dengan perempuan itu?" Ima mendekati Mahen yang sejak tadi menatap bayangan Kalila yang kian menjauh darinya.Lelaki itu berbalik melihat kehadiran Ima dan Ina. Ia memicingkan mata, menatap penuh rasa curiga terhadap dua wanita yang sama sekali tidak pernah ia kenali. Namun, salah satu di antaranya ada yang memiliki kemiripan dengan Kalila. Sekilas pandang, garis wajah Ina serupa dengan perempuan yang baru saja dibawa pergi oleh suaminya tadi."Bukan urusan kalian!" M

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Puluh Tujuh

    "Ma, Ayah cama Papa bedanya apa? Tenapa Ala punya dua? Temen Ala cuma punya catu. Kalau gak Ayah, ya Papa.""Sayang, nanti kalau Arla dewasa, Arla pasti ngerti. Yang jelas, kalau sekarang Arla punya Ayah sama Papa, itu karena Arla istimewa. Itu artinya, banyak yang sayang sama Arla. Sekarang Arla duduknya yang bener, bentar lagi Ayah mau belokin mobilnya, ya." Kalila terus menatap ekspresi wajah Ilham ketika mencoba memberi pengertian pada anak sambungnya. Ia merasa lega karena, suaminya itu cukup bijak dalam menyikapi setiap rasa keingintahuan putri kecilnya."Iya, Ayah," sahut Arla patuh. Anak perempuan itu lekas memundurkan tubuh. Kembali bersandar dan meraih bonekanya untuk dimainkan.Mobil berbelok memasuki pelataran rumah Kakek Kalila. Rumah yang kini akan menjadi tempat tinggal dirinya bersama keluarga yang tengah ia bangun bersama sang suami tercinta.Di teras, ada Kakek dan Mbak

  • Mendadak Punya Cucu   Bab Tiga Pulih Enam

    "Mbak, Arla jangan dibawa, dong. Mbak, kan, bisa bikin anak lagi. Arla sama aku aja."Sudah sejak pagi-pagi sekali Kirana terus merengek. Pasalnya, hari ini Kalila tengah bersiap untuk tinggal di rumah sang Kakek bersama suaminya. Tentunya, wanita itu turut membawa serta putri kecilnya. Ia tak mungkin meninggalkan gadis kecil yang tiga tahun lalu ia lahirkan ke dunia."Kiran, kamu ini apa-apaan, sih. Gak usah drama, deh. Kalau kamu kangen sama Arla, ya, tinggal ke rumah Kakek aja, apa susahnya. Cuma sepuluh menit." Kalila menunjukkan seluruh jari tangannya ke depan muka sang adik.Sementara itu, Ilham dan kedua orang tua Kalila justru terkekeh dengan tingkah putri bungsunya yang tak henti-hentinya mengikuti langkah kakaknya yang berjalan keluar masuk rumah memindahkan barang-barang miliknya ke mobil suaminya."Kiran, udah! Kamu gak capek apa dari tadi bolak-balik ngikutin Mbakmu terus?" Sang ayah menegurnya

DMCA.com Protection Status