"TIDAAKKKK!!!"
Melati lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya, sedangkan Yasmine masih melotot tajam pada sosok yang berdiri di depannya.Saat tersadar Yasmine lalu memutari tubuh Melati dan mengamatinya dari atas sampai bawah.
"Hei siapa nama loe?"
Perlahan Melati membuka kedua tangan yang menutup wajahnya. Namun dia hanya terdiam, begitu pula Yasmine yang juga masih syok melihat sosok wanita di depannya.
"Ga...ga mungkin, kembaran gue udah meninggal 20 tahun yang lalu."
"Saya Melati, ampun nyah saya bukan kembaran Nyonya, saya masih memiliki kedua orang tua, kita ga mungkin kembar."
"Lalu kenapa kita begitu mirip? mustahil dua orang memiliki wajah dan penampilan yang begitu mirip tanpa ikatan keluarga?"
"Saya juga tidak tahu nyah yang saya tahu sejak kecil saya hidup bersama kedua orang tua saya."
"Ah udahlah ga penting, nanti gue pikirin lagi, ngomong-ngomong loe darimana? kenapa loe bisa sampai disini?"
"Saya dari Kediri nyah, tetangga saya memberitahu jika Tuan Rio membutuhkan seorang pembantu dan dia yang mengajak saya untuk bekerja disini atas seizin Tuan Rio sebelumnya."
"Kamu udah ketemu Rio?"
"Belum nyah."
"Bagus kalau begitu, ayo kita masuk dulu kedalam gue mau ngomong penting sama loe."
Yasmine lalu mengajak Melati untuk duduk di ruang televisi. Saat mereka baru saja duduk Melati sudah tak sabar mengetahui keinginan majikannya.
"Permisi sebenarnya apa yang mau Nyonya bicarakan sama saya?"
"Mel, loe harus bantuin gue!"
"Bantuin apa nyah?"
"Temui Opa gue di Jakarta!"
"Jakarta nyah? Jauh sekali, saya belum pernah ke sana, lalu saya naik apa ke sana?"
"Itu urusan gue, yang penting loe turutin semua perintah gue, kalau berhasil gue kasih imbalan 100 juta ke loe."
"Seratus juta nyah? Itu banyak sekali!!!"
Melati begitu tertarik mendengar nominal yang menurutnya begitu besar. Langsung terbayang dalam benaknya, uang itu akan dia pergunakan untuk membuka usaha kue yang sudah lama dia inginkan, dan tentunya untuk memperbaiki gubuk reotnya.
"Hei ngapain loe, kok malah ngelamun?"
"Gapapa nyah, saya cuma lagi membayangkan uang sebanyak seratus juta, saya belum pernah lihat uang sebanyak itu, apalagi bermimpi untuk memilikinya, sedangkan memegang uang seratus ribu saja paling cuma sebulan sekali." jawab Melati malu-malu.
Yasmine begitu terperanjat mendengar penuturan pembantu barunya."Ya udah loe mau bantuin ga nih?"
"Iya nyah, apa yang harus saya lakukan."
"Berikan surat ini dan barang ini!"
"Apa itu nyah?"
"Ini namanya flashdisk, nanti di rumah Opa berikan flashdisk ini pada orang yang bernama Adrian, semua kebutuhan kamu sudah aku atur, besok kamu harus pergi dari rumah ini dengan penerbangan paling awal sebelum suamiku pulang, lalu pakailah ponsel ini dan amplop itu ada uang cash sebesar lima juta yang bisa kamu pergunakan sebagai ongkos."
Melati begitu terperanjat melihat barang-barang di depannya. Sebuah ponsel yang belum pernah dia miliki serta uang tunai yang begitu banyak kini ada di depan matanya.
"Kenapa harus pake surat sih nyah, ini kan jaman canggih loh, kirim gambar juga bisa kan lewat ponsel, apalagi Nyonya kan orang kaya, pasti ponselnya bagus."
"Ihhh berisik banget sih loe, kalau gue bisa berkomunikasi sama mereka gue ga bakalan minta tolong sama loe."
"Oh begitu ya nyah, maaf ya tapi kalau boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai Nyonya tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarga Nyonya?"
"Ceritanya panjang Mel, dan ini semua terjadi memang karena kesalahan yang gue perbuat. Gue kawin lari Mel, lebih tepatnya mereka culik gue. Saat itu gue dibawa pergi sama Rio, namun..."
"Namun kenapa nyah?"
"Namun ternyata gue dijebak sama Rio dan keluarganya. Semua terjadi karena sengketa bisnis di keluarga kami, ternyata keluarga kami mengalami sengketa bisnis yang begitu pelik. Keluarga Rio menginginkan semua kepemilikan mayoritas saham milik Opa, mereka merasa memiliki hak yang sama seperti Opa."
"Mengapa bisa sampai terjadi seperti itu nyah? Bukankah itu perusahaan milik keluarga Nyonya?"
"Awalnya tidak Mel, Opa dan Paman Rio membangun perusahaan itu bersama, namun suatu saat keluarga Paman Rio mengalami suatu masalah keuangan dikarenakan anaknya yang bernama Adam memiliki banyak hutang akibat berjudi. Paman Rio akhirnya menjual mayoritas saham yang dimilikinya pada Opa, namun Opa memang memiliki kesalahan karena terlalu percaya pada teman baiknya itu. Tidak ada perjanjian hitam diatas putih yang mereka lakukan, sehingga anaknya yang bernama Adam menggugat kepemilikan saham milik Opa, meskipun Opa sudah memberikan bukti berupa mutasi transfer, Adam tetap tidak percaya."
"Ooh ya ya nyah, saya mengerti."
"Tapi kamu harus ingat Mel, kita cuma punya waktu 2 minggu untuk membebaskan gue, karena minggu depan umur gue 23 tahun, dalam catatan notaris, saat usia gue 23 tahun semua harta milik Opa menjadi milik gue, mereka pasti akan melakukan apa saja termasuk membuat gue mendatangani surat hibah warisan pada mereka."
"Iya iya nyah saya mengerti, saya harus bergerak cepat, gitu kan nyah?"
"Iya, ada yang mau loe tanyain?"
"Emh gini nyah saya sebenarnya malu"
"Ga usah malu tanyakan saja"
"Gini nyah, cara biar ponsel ini nyala ginana ga nyah? Daritadi saya udah puter-puter kok ga nyala-nyala."
"Astagaaaa semiskin apa sih loe sampe nyalain ponsel aja ga bisa!"
Melati hanya bisa tersenyum, Yasmine lalu menyalakan ponsel tersebut dan mengajari sedikit penggunaannya.
"Nih kamu buka aplikasi ini yang warnanya ijo, disini kamu bisa kirim pesan, kirim video, foto, dokumen, dll. Nantinya kita juga aplikasi lewat aplikasi ini."
"Oh iya nyah."
"Ya sudah sekarang kamu istirahat di kamar kamu, besok kamu harus berangkat pagi, kalau mau ada yang ditanyakan gue ada di kamar."
"Baik nyah, terimakasih banyak nyah permisi?"
Melati lalu masuk ke dalam kamar pembantu, dia lalu memandangi benda pipih dalam genggaman tangannya, betapa bahagianya dia sekarang telah memiliki ponsel yang sangat dia idam-idamkan. Dahulu jangankan membeli ponsel, untuk makan saja sangat pas-pasan.
Sayup-sayup adzan subuh mulai berkumandang, Melati sudah bersiap di dalam kamar untuk melaksanakan ibadah. Setelah selesai, Melati begitu terkejut karena Yasmine telah berdiri di belakangnya.
"Lagi ngapain loe?"
"Oh ini namanya sholat subuh nyah, setiap hari saya shalat lima waktu, hati saya tenang rasanya kalau sudah shalat."
"Ooh ya udah kapan-kapan loe ajarin gue ya."
"Iya nyah."
"Yuk buruan, gue temenin loe keluar sebelum satpam di depan bangun."
"Baik nyah."
Dengan mengendap-endap Yasmine dan Melati melewati satpam yang masih tertidur di pos jaga. Setelah membuka gerbang, taksi online yang sudah Yasmine pesankan untuk Melati sudah menunggu di depan rumahnya.
"Mel kamu hati-hati ya, semoga berhasil, loe adalah harapan satu-satunya gue untuk membebaskan gue dari mereka, satu lagi jangan pernah panggil gue Nyonya, panggil saja Yasmine."
"Ooh iya baik Yasmie, saya pergi dulu, saya janji akan berusaha semaksimal mungkin untuk membebaskan kamu dari sini!"
Yasmine lalu mengangguk, saat kaki Melati masuk ke dalam mobil. Dia lalu memanggil Melati kembali.
"Mel, kalau disana loe ketemu anak kecil berumur 3 tahun, kirimin foto dan videonya ke gue tiap hari." kata Yasmine lalu dia menangis dan masuk ke dalam rumah.
Melati begitu terkejut melihat tingkah Yasmine, dia hanya menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam taksi.
"Siap ya Mba, kalau saya sudah memberi aba-aba Mba langsung ambil nafas dan mulai mengejan, ya ambil nafas Mba sekarang dorong sekuat tenaga, ya dorong Mba, ya bagus sedikit lagi dorong Mba, ya bagus... sudah Mba sudah selesai!""Ea ea ea." suara tangis bayi pun terdengar, peluh menetes di setiap bagian tubuhnya. Rasa lelah dan sakit semua telah sirna. Sesosok bayi mungil kini tak jauh darinya sedang mendengarkan lantunan adzan dari seorang laki-laki paruh baya yang rambutnya telah beruban seluruhnya."Non Yasmine, non baik-baik saja kan, non butuh apa?""Ngga Bi Sumi, gue cuma pengen istirahat aja.""Ya sudah bibi mau lihat dede bayi dulu ya, non istirahat saja disini.""Iya bi."Yasmine hanya terdiam melihat bayi di sampingnya yang mulai menangis, terbersit keinginan untuk menyentuhnya namun rasa sakit dan keengganan dalam hati kembali muncul.Sejak kelahirannya sampai hari ini tepat satu minggu usianya, Yasmine sama sekali tidak pernah memberinya ASI da
Yasmine masuk ke dalam ruangan kuliah, Rio terlihat sedang asyik memainkan ponsel ketika Yasmine duduk di depannya. Yasmine pikir, sikap Rio akan berubah menjadi lebih hangat padanya setelah kejadian yang mereka alami. Namun Rio tetaplah menjadi lelaki yang dingin, sama seperti biasanya. Yasmine pun mencoba menegurnya saat jam kuliah berakhir. "Sampai bertemu besok Rio." Tak ada sepatah katapun yang Rio ucapkan, hanya sebuah anggukan sebagai jawaban. Selanjutnya dia pergi dari hadapan Yasmine. Yasmine yang tampak begitu kesal pergi dari kampus tanpa mengindahkan teman-temannya yang memanggilnya. Tiba-tiba Diana sudah menyamai langkahnya di sampingnya. "Yas, loe kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi bete gini? Jangan-jangan lor kesambet setan lift lagi." "Enak aja, gue cape mau pulang." "Ih ga asyik loe Yas, kita ngemall dulu yuk?" "Ogah, ah ntar Adrian marah-marah lagi." "Ajak Adrian sekalian dong Yas, kita kan pengen se
Hello readers.. Terimakasih yang sudah mampir ke cerita ini, selamat membaca dan menikmati kisah penuh intrik yang akan membuat kalian ikut hanyut dan terbawa dalam setiap babnya. Maaf jika di dalam cerita ini masih terdapat percakapan yang sekiranya kurang pantas, ataupun kehidupan yang begitu bebas, saya hanya ingin membuat pembaca merasa jika inilah sebuah fenomena kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Sehingga semua tampak begitu mengalir seperti nyata. Karena pada setiap novel saya, saya mengedepan tentang realita kehidupan. Cerita ini hanyalah fiktif dan imajinasi penulis yang sudah disesuaikan dengan realita hidup disekitar kita. Semoga kalian suka. Terimakasih Keep stay tuned 💞❤️
Yasmine akhirnya membuka mata, dia tampak begitu malu karena ternyata Rio tidak melakukan suatu hal yang tidak seperti dia bayangkan. Sepanjang perjalanan, hanya keheningan yang tercipta antara keduanya. Setengah jam kemudian, mereka telah sampai di depan kediaman Tuan Wijaya. "Terimakasih Rio, sudah mengantarku. Aku masuk dulu, sampai besok." Namun saat Yasmine akan membuka pintu mobil, Rio memegang tangannya. "Tunggu Yasmine." "Ada apa?" "Ada yang ingin kukatakan padamu." "Kamu mau bilang apa Rio?" "Yasmine, sebenarnya sudah lama aku memendam perasaan padamu." Yasmine begitu terkejut mendengar pengakuan Rio, dia benar-benar tak menyangka jika Rio akan berkata seperti itu. Yang Yasmine tahu, Rio adalah laki-laki yang begitu cuek padanya. Namun kenapa dia tiba-tiba menyatakan perasaannya. "Jangan bercanda Rio, aku tak bisa kau bohongi." "Aku serius, aku tak berbohong padamu Yasmine?" "Maaf, aku tak bisa
Baru beberapa langkah kaki Yasmine masuk ke dalam kampus, dia dikejutkan oleh sebuah suara."Yas.""Rio!!!""Ayo ikut aku Yas!""Kemana Rio?"Namun Rio tak menjawab, tangannya lalu menggenggam tangan Yasmine dan membawanya ke arah parkiran mobil."Rio kita mau kemana?""Udah ikut aja!"Mereka lalu masuk ke dalam mobil. Kemudian Rio mengendarai mobilnya masuk ke dalam jalan tol, dan mengarahkan mobilnya ke luar kota."Rio kita mau kemana?""Kamu ga usah khawatir Yas, aku ga akan culik kamu kok.""Iya tapi kita mau kemana?""Yas, aku cuma ingin menghabiskan hari ini sama kamu Yas, kamu tahu sendiri selama ini kita belum pernah bisa bersama. Aku mau mencari tempat yang aman sehingga kita ga ketahuan para bodyguardmu."Yasmine lalu mengangguk. Ternyata Rio membawanya pergi ke Pantai Anyer."Surprise... Kamu suka pantai kan Yas?""Kok kamu tahu sih.""Apa yang
Semalaman Yasmine tidak tidur memikirkan Adrian, kini dia semakin bimbang dengan perasaannya. 'Siapa yang sebenarnya aku cintai? Adrian atau Rio?' gumam Yasmine dalam hati. "Adrian kamu dimana? Maafkan sikapku Adrian. Yasmine seharusnya kamu sadar, Rio hanyalah pelarian, kamu hanya mengaguminya Yasmine tidak lebih, sedangkan hatimu hanya milik Adrian. Oh Tuhan kenapa semuanya terasa begitu rumit?" kata Yasmine pada dirinya sendiri. Tanpa sadar, Yasmine melangkahkan kakinya ke dalam kamar Adrian. Kamar yang begitu rapi dan harum, tidak seperti kamar laki-laki pada umumnya karena Adrian merupakan laki-laki yang disiplin dan rapi. Yasmine lalu melangkahkan kakinya ke meja kecil di salah satu sudut kamar. Tampak di salah satu bagian meja tumpukan album yang berisi foto masa kecilnya masih tersimpan rapi. "Adrian sudah begitu lama aku tak masuk ke kamar ini, dan semua masih sama seperti dulu saat kita masih kecil. Maafkan aku Adrian, karena rasa dengkiku tel
Setelah satu setengah jam perjalanan menggunakan pesawat terbang, akhirnya Melati sampai juga di Bandara Soekarno Hatta.Meski sebenarnya Melati sangat bingung, namun dia berusaha untuk tidak terlihat kampungan. Setelah keluar dari Bandara, dia lalu naik ke dalam taksi yang ada di sekitar Bandara tersebut. Sesuai perintah Yasmine, dia menyebutkan alamat yang sudah dikirimkan melalui chat.Hiruk pikuk kota Jakarta, dan tingginya gedung-gedung, serta beberapa ruas jalan fly over membuat Melati begitu terkagum-kagum, namun dia hanya memendamnya dalam hati. Dia takut jika sopir taksi tersebut tahu dia berasal dari kampung, Melati akan di bohongi dengan berkeliling-keliling dahulu dan akan membuat ongkos taksi semakin membengkak, seperti yang pernah Melati baca di koran-koran.Satu jam kemudian, mereka telah sampai di sebuah rumah yang menurut Melati luar biasa besar. Setelah membayar ongkos taksi, dia kemudia turun. "Wahhhh ini rumah kok gede banget ya, jauh l
Melati memandang wajah Sean yang kini terlelap di sampingnya. "Kasihan kamu sayang, doakan tante agar bisa membebaskan mamamu ya." kata Melati.Melati lalu bangun dari tempat tidur dan beranjak mengelilingi kamar Yasmine. Dia tertarik untuk berjalan ke meja rias dekat tempat tidur, tampak beraneka macam jenis make up dan minyak wangi yang masih tertata begitu rapi, lalu dia membuka salah satu lacinya. Kemudian mengambil sebuah album foto, dan membukanya, tampak foto Yasmine saat masih kecil bersama seorang anak laki-laki yang tampan. 'Ini pasti Adrian.' gumam Yasmine.Melati sebenarnya sangat terkejut karena wajah Yasmine kecil begitu mirip dengannya. Lalu dia membuka album jauh lebih dalam, tampak dua orang bayi kembar yang baru saja lahir, saat mereka duduk bersama, dan saat mereka merayakan ulang tahunnya yang pertama dan kedua, bersama orang tua mereka dan Tuan Wijaya. Lalu saat Yasmine ulang tahun di usianya yang ketiga, anak yang begitu mirip dengan
Janur kuning telah melengkung di depan sebuah gedung megah yang telah berhiaskan dekorasi mewah nan cantik dipenuhi berbagai bunga warna-warni. Dendang lagu-lagu khas pernikahan pun berkumandang. Yasmine tampak masuk ke sebuah ruangan dengan begitu terburu-buru."Mba, udah selesai belum? Sebentar lagi udah mau ijab qabul nih." kata Yasmine pada seorang MUA."Udah Mba Yasmine, tenang saja. Mba Mel udah cantik banget nih bagai bidadari."Yasmine lalu menghampiri Melati yang masih duduk sambil sesekali terlihat membetulkan kebaya yang dikenakannya. "Mba ini bagian perut bisa ga dilonggarin dikit."kata Melati."Yah Mel, kamu sih udah tau mau nikah malah ga bisa kontrol makanan, jadi begah kan? Udah cakep gitu masih aja ngurusin perut." gerutu Yasmine"Hahahaha kok jadi kamu yang sewot Yas." kata Melati.'Yas, perutku seperti ini bukan karena makanan, tapi karena ada janin dalam kandunganku.' kata Melati dalam hati.
"Sayang, sejak kapan kamu ada di dapur? Aku pikir kamu masih ada di kantor." kata Yasmine saat Adrian mendekat pada mereka."Ya, aku sengaja pulang lebih awal Yas, karena aku tahu Melati akan pulang dengan calon suaminya. Aku juga ingin berkenalan dengan calon suami Melati." kata Adrian sambil melirik Melati. Melihat lirikan Bram, Melati lalu mengalihkan pandangannya pada Bram.Bram lalu ikut memandang ke arah Melati, dan Melati pun mengangguk."Adrian, kenalkan Bram, calon suami Melati."Bram lalu mengulurkan tangannya, Adrian lalu membalas jabat tangan dari Bram. Adrian mencengkeram telapak tangan Bram dengan begitu keras, sedangkan Bram menatap Adrian dengan tatapan yang tajam."Heiiii, kenapa kalian berjabat tangan begitu lama?" kata Yasmine."Maaf, rasanya saya seperti sudah pernah melihat anda Tuan Bram." kata Adrian berbasa-basi."Mungkinkah sebelumnya kita pernah bertemu Adrian?""Ah, mun
"Mel, kamu kenapa?"Namun Melati hanya terdiam. "Nak Bram, apa sebaiknya kita bawa Melati ke rumah sakit saja?""Iya Bu, kita bawa Melati ke rumah sakit saja."Mereka bertiga lalu membawa Melati ke rumah sakit terdekat. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dokter yang menangani Melati pun keluar dari ruangan. Dia lalu berbincang-bincamg dengan Bram. Setelah selesai berbicara dengan dokter, Bram lalu mendekati orang tua Melati."Nak Bram, apa yang dokter tadi katakan?""Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Pak, Bu, Melati hanya kelelahan dan sedikit stres, nanti jika sudah siuman, Melati bisa langsung diperbolehkan pulang.""Alhamdulilah.""Lebih baik Bapak dan Ibu pulang saja dulu dan siapkan makan malam untuk Melati, kita harus membahagiakan Melati agar tidak stres. Saya sudah pesankan taxi untuk Bapak dan Ibu.""Baik Nak Bram, terimakasih."Bram lalu mengantar Bapak dan Ibu Melati
Adrian menunggu Yasmine dengan penuh kebimbangan. 'Melati, semudah itukah kau melupakan aku?' gumam Adrian."Adrian." Sebuah tepukan dari Yasmine membuyarkan lamunannya. "Kamu kenapa sayang? Kok tiba-tiba diem gitu?""Gapapa cuma cape.""Kamu memang tadi terlalu bersemangat Adrian." kata Yasmine sambil tersenyum."Yas, gimana tadi Melati.""Oh Melati, dia mau nikah sama siapa ya aku lupa namanya, Oh iya Bram, namanya Bram.""Kok mendadak banget sih Yas, emang mereka udah saling mengenal?""Kata Opa sih Melati bilang mereka sudah pacaran sejak di Jakarta, tapi baru ngomong ke Opa tadi pagi, ya kamu tau sendiri kan kalau Melati itu pemalu.""Terus kenapa bisa secepat ini Yas?""Si Bram katanya di desak sama orang tuanya buat buru-buru nikah, soalnya mereka kan kuliah bareng takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.""Oh." jawab Adrian singkat, berbagai macam pikiran m
"Apa Mas?""Menikahlah denganku Mel!""Menikah?""Ya, anggap saja ini sebuah kompromi Mel, bukan pernikahan.""Sungguh aku tak mengerti Mas.""Mel, bukankah kau membutuhkan suami untuk menjadi Ayah dari anakmu?"Melati hanya terdiam mendengar kata-kata Bram. "Mel, aku juga membutuhkan istri Mel, keluargaku begitu menuntutku untuk kembali menikah.""Kembali menikah? Jadi Mas Bram sudah pernah menikah?""Ya Mel, aku dan mantan istriku, Reina bertemu saat kuliah dan kami berpacaran. Lalu kami memutuskan untuk menikah, namun sebuah kecelakaan pesawat telah membunuh istriku, Reina saat di dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Aku begitu terpukul dan hidupku jatuh pada titik terendah selama dua tahun terkahir ini Mel. Aku selalu dituntut Mami untuk membuka lembaran baru dalam hidupku, namun semua terasa begitu sulit karena aku sangat mencintai Reina. Itulah sebabnya aku kembali ke sini.""Ma
Bram llau mengangkat panggilan dari orang tuanya dengan malas.[Iya Mam.][Gimana Bram?][Mami, Bram kan baru saja sampai di sini kemarin, jangan tanyakan itu dulu deh Mam.][Bram, kamu juga harus ngertiin Mami dong.][Iya, iya, udah dulu ya. Bram mau kuliah dulu.][Bram, Mami kan belum selesai ngomong, Bram.]Bram lalu mematikan teleponnya dan masuk ke dalam kampus.Jam menunjukkan pukul 12.30 waktu Moulbourne, Melati tampak keluar dari ruang kuliah dengan sedikit lemas. Tiba-tiba kepalanya terasa sedikit pusing, dia lalu menyandarkan tubuhnya pada tembok."Mel.""Eh, Mas Bram.""Kamu kenapa Mel?""Gapapa Mas, cuma sedikit pusing.""Kamu lapar ya?"Melati hanya diam, lalu mengangguk dengan malu-malu. "Hahahaha, orang hamil itu memang mudah lapar Mel, aku tahu itu karena kakak perempuanku hampir satu jam sekali makan sa
Melati menginjakkan kakinya di kota Moulbourne, dia lalu menghirup nafas dalam-dalam. 'Selamat datang kehidupan baru.' batin Melati. Dia dan kedua orang tuanya lalu pergi ke apartemen milik Tuan Wijaya yang tidak begitu jauh dari Monash University, tempat dia akan menimba ilmu."Mel." kata Bu Marini."Ya Bu.""Kamu baik-baik saja kan?""Jauh lebih baik dibandingkan saat harus tinggal bersama mereka Bu.""Mel, kami akan selalu ada di sampingmu Nak.""Iya Pak.""Bapak dan Ibu lebih baik istirahat dulu saja, tadi kan penerbangan pertama Bapak sama Ibu, pasti melelahkan.""Iya Mel, sebenarnya Ibu memang sedikit pusing, apalagi suhu udara di sini dingin, ga kaya di Indonesia.""Iya Bu, bapak juga rasanya seperti meriang.""Iya Pak, ga nyangka ya kita sekarang hidup di luar negeri, padahal dulu kita buat makan aja susah." kata Bu Marini sambil tersipu malu.
"Adrian aku mencintaimu Adrian." kata Melati diiringi desahan dan erangan yang menggema di salah satu kamar hotel berbintang."Aku juga mencintaimu Mel." balas Adrian sambil mengulum buah dada milik Melati yang membuat desahan Melati semakin begitu keras.Melati lalu bangkit dan menaiki tubuh Adrian, kini Melati duduk di atas tubuh Adrian, pinggulnya pun semakin lincah bergerak diikuti desahan nafas yang kian menggebu. Kemudian Melati mencondongkan tubuhnya dan melumat bibir Adrian dengan begitu ganas. Adrian tampak begitu menikmati permainan Melati. "Kamu luar biasa Melati." kata Adrian.Melati hanya tersenyum mendengar kata-kata Adrian. Entah untuk berapa kali meraka melakukan ini dibelakang Yasmine. Sedangkan Yasmine pun tak pernah curiga saat Melati dan Adrian pulang terlambat karena dia menyadari jika Melati lah pengganti Opa nya saat ini. Tubuh Tuan Wijaya yang kian menua semakin membuat dirinya sakit-sakitan sehingga mengurangi semua akt
Suara adzan subuh berkumandang. "Mel, bangun kita harus pulang pagi ini." kata Adrian."Oh, iya Mas." kata Melati sambil melepaskan pelukannya pada tubuh Adrian."Mas, jadi kita tidur berpelukan sepanjang malam?"Adrian lalu tersenyum."Hanya itu saja kan? Tidak lebih." kata Adrian sambil mengusap kepala Melati. "Adrian, kamu memang benar-benar setia pada Yasmine."Adrian hanya tersenyum kecut mendengar kata-kata Melati. "Sebesar apa cintamu padanya Adrian?""Mel, aku sudah mencintai Yasmine sajak kami masih kecil. Dia adalah cinta pertamaku, Yasmine dulu begitu rapuh saat ditinggal oleh saudara dan kedua orang tuanya, saat itu aku sudah menyayangi Yasmine dan berjanji untuk selalu melindunginya.""Kamu luar biasa Adrian, semua tentu akan lebih sempurna jika aku tak pernah merusak hidupmu di malam itu.""Sudahlah Melati, semua sudah berlalu. Bersiaplah sebentar lagi kita akan pulang."