Yasmine masuk ke dalam ruangan kuliah, Rio terlihat sedang asyik memainkan ponsel ketika Yasmine duduk di depannya. Yasmine pikir, sikap Rio akan berubah menjadi lebih hangat padanya setelah kejadian yang mereka alami. Namun Rio tetaplah menjadi lelaki yang dingin, sama seperti biasanya. Yasmine pun mencoba menegurnya saat jam kuliah berakhir.
"Sampai bertemu besok Rio."
Tak ada sepatah katapun yang Rio ucapkan, hanya sebuah anggukan sebagai jawaban. Selanjutnya dia pergi dari hadapan Yasmine.
Yasmine yang tampak begitu kesal pergi dari kampus tanpa mengindahkan teman-temannya yang memanggilnya. Tiba-tiba Diana sudah menyamai langkahnya di sampingnya.
"Yas, loe kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi bete gini? Jangan-jangan lor kesambet setan lift lagi."
"Enak aja, gue cape mau pulang."
"Ih ga asyik loe Yas, kita ngemall dulu yuk?"
"Ogah, ah ntar Adrian marah-marah lagi."
"Ajak Adrian sekalian dong Yas, kita kan pengen sekali-kali dekat sama Adrian." Kata-kata Kesya diamini oleh Diana dan Jesica.
"Ih males ah ngajak orang kaya dia. Lagian kalian ngapain sih kok bisa-bisanya suka sama tipe cowok kaya Adrian."
"Loe aja yang belum sadar Yas, pesona cowo cool dan ganteng kaya gitu ga pernah loe lirik."
'Ganteng apanya?' kata Yasmine dalam hati.
Saat Yasmine masik asyik bersama teman-teman tiba-tiba sebuah mobil BMW merah berhenti di depan mereka.
"Cie cie yang udah dijemput Pangeran Adrian."
"Duh kalian please deh, Adrian itu cuma anak angkat kesayangan Opa gue." sahut Yasmine dengan kesal.
"Iya deh, tapi kalau Adrian disamber sama cewe lain jangan nangis loe Yas." kata Diana sambil terkekeh.
"Udah ah, gue mau pulang dulu. See you."
"Hati-hati Yas."
Yasmine lalu masuk ke dalam mobil. "Kita pulang sekarang, kasihan anakmu sudah ditinggal terlalu lama olehmu."
"Adrian, please ga usah ngomongin anak itu lagi deh."
"Yas, bagaimanapun juga dia adalah anakmu, darah dagingmu."
"Tapi aku membencinya Adrian."
"Suatu saat kau akan menyayanginya Yas."
"Dan aku berharap masa-masa itu tidak akan pernah tiba dalam hidupku."
Mendengar kata-kata Yasmine yang sudah begitu ketus, Adrian memilih diam dan fokus mengendarai mobilnya.
Yasmine melangkahkan kaki ke dalam rumah saat sebuah suara tangisan bayi terdengar begitu mememkikkan telinganya.
"Yas, temui anakmu, sepertinya dia sudah nerindukanmu."
Tiba-tiba Tuan Wijaya sudah berada di sampingnya dan membuyarkan lamunannya.
"Oo..pa tapi Opa, Yasmine tidak mau."
"Yasmine, bukankah kamu juga sudah tidak memiliki orang tua, bagaimanan perasaanmu? Bukankan itu menyakitkan? Apa kamu juga tega berbuat seperti itu pada anakmu?"
"Opa, Yasmine tidak menginginkan anak itu."
"Dia hadir karena kecerobohanmu Yasmine, bersikaplah dewasa dan jadilah orang tua yang bertanggung jawab."
Sesaat kemudian Yasmine menangis tersedu-sedu. "Opa, kenapa hidup Yasmine jadi seperti ini? Apa Yasmine sudah tidak memiliki masa depan?"
"Nak, masa depanmu masih panjang. Opa yakin kamu pasti bisa melalui semua ini. Kuatkan hatimu Yasmine, jadilah wanita yang tangguh. Buatlah almarhum Papa dan Mamamu bangga padamu."
Yasmine hanya menangis di dalam pelukan Tuan Wijaya. Saat air matanya mulai mengering, tubuhnya mulai melangkah mendekati sosok mungil yang ada dalam dekapan baby sitter.
"Mba Gina, biar Yasmine yang menggendongnya."
"Sean, Opa sudah memberikan nama Sean padanya."
Yasmine lalu mengangguk. Sebuah kebahagiaan timbul dalam hati saat bayi mungin tersebut tampak tidur begitu nyaman dalam dekapannya.
"Opa, tolong bantu Yasmnie agar bisa menjadi orang tua yang baik untuk Sean."
"Pasti Yasmnie, Opa akan membantumu."
Dipojok ruangan tampak seorang lelaki berdiri mengamati Yasmine sambil tersenyum.
'Andai kamu tahu Yasmnie.' katanya dalam hati.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 12.00 malam. Tidur Yasmine tiba-tiba terganggu suara tangisan bayi yang begitu memekikkan telinganya. Namun sang baby sitter malah tampak tidur begitu lelap di samping Sean.
"Mba Gina... Mba Gina." Namun yang dipanggil masih asyik tertidur.
"Duh Mba Gina gimana sih."
Dengan malas, Yasmine lalu melangkahkan kakinya menuju boks bayi tersebut. Dia lalu menggendong Sean, bayi mungil tersebut langsung diam dan tampak begitu nyaman dalam gendongannya. Namun beberapa kali Yasmine melihat bibirnya terbuka dan berdecap.
"Kamu lapar sayang? Sebentar mama bikinin susu dulu ya."
Yasmine lalu sibuk membuatkan susu untuk Sean, dia sengaja membiarkan Gina tertidur karena Yasmine mulai merasakan kebahagiaan saat mengurus bayi mungilnya. Dot susu yang Yasmine berikan pada Sean diminumnya dengan begitu cepat.
"Kamu lapar ya sayang?" Mendapat pertanyaan dari Yasmine, Sean menggerakkan kepalanya seoalah mengangguk. Yasmine pun tertawa melihat tingkah putranya. Kini Sean telah tertidur,namun Yasmine masih menunggu di sampingnya.
"Mama janji mulai hari ini akan menjadi orang tua yang baik untukmu." kata Yasmine, tak sadar dia pun terlelap tidur di samping Sean.
"Ya ampun non Yasmine."
Suara Gina yang begitu memekikkan telinga membuat Yasmine bangun dari tidurnya.
"Duh apaan sih Mba Gina pagi-pagi dah bikin kaget aja."
"Non Yasmine yang semalam mengurus baby Sean? Kenapa ga bangunin Gina aja sih non?"
"Udah bangunin loe, tapi loe diem aja, siapa yang suruh loe tidur kaya kebo gitu."
"Duh maafin Gina ya non."
"Udahlah gapapa, sekarang kamu urus tuh Sean, gue mau berangkat kuliah dulu."
"Siap nona bos." kata Gina sambil terkekeh.
Yasmine memenuhi janjinya pada Sean, sampai kini Sean berumur hampir satu tahun, Yasmine begitu menyayangi Sean dan telaten merawatnya.
"Adrian, bagaimana menurutmu, tampaknya Yasmine sudah berubah."
"Benar Tuan, non Yasmine sudah bukan lagi gadis manja yang egois, sekarang dia tampak dewasa dan bertanggung jawab."
"Benar Adrian, semoga selamanya seperti itu ". Adrian hanya mengangguk.
Pada suatu siang Yasmine tampak begitu cemas menanti Adrian yang belum juga menjemputnya. Hari ini, Adrian sedang ujian skripsi, Yasmine mencoba untuk mengerti keadaan Adrian, namun dia tetap saja merasa cemas karena meninggalkan Sean begitu lama. Dia lalu mengambil ponsel miliknya untuk memesan taksi online.
"Shit, hape gue lowbat."
Dengan putus asa Yasmine akhirnya menunggu di pelataran kampus sampai Adrian menjemputnya. Tiba-tiba sebuah mobil mercy berwarna hitam berhenti di depannya.
"Mau kuantar? Mungkin sebentar lagi akan turun hujan, jadi sebaiknya kamu cepat pulang ke rumah."
Seketika jantung Yasmine berdetak begitu kencang. 'Rio.' batinnya dalam hati. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Yasmine melihat sikap Rio yang tiba-tiba berubah padanya.
"Kok malah melamun, ayo cepat masuk, udah mulai gerimis nih."
Akhirnya Yasmine pun mulai melangkah masuk ke dalam mobil. Saat Yasmine mulai mendudukan tubuhnya, hujan pun mulai turun dengan derasnya. Namun tiba-tiba Rio mendekat padanya, hati Yasmine yang begitu campur aduk hanya bisa memejamkan matanya.
"Sudah." kata Rio.
Yasmine lalu membuka matanya. "Apanya yang sudah?"
"Sabuk pengaman, aku sudah memasangkan sabuk pengaman untukmu."
'Shit.' batin Yasmine dalam hati.
Hello readers.. Terimakasih yang sudah mampir ke cerita ini, selamat membaca dan menikmati kisah penuh intrik yang akan membuat kalian ikut hanyut dan terbawa dalam setiap babnya. Maaf jika di dalam cerita ini masih terdapat percakapan yang sekiranya kurang pantas, ataupun kehidupan yang begitu bebas, saya hanya ingin membuat pembaca merasa jika inilah sebuah fenomena kehidupan yang terjadi di sekitar kita. Sehingga semua tampak begitu mengalir seperti nyata. Karena pada setiap novel saya, saya mengedepan tentang realita kehidupan. Cerita ini hanyalah fiktif dan imajinasi penulis yang sudah disesuaikan dengan realita hidup disekitar kita. Semoga kalian suka. Terimakasih Keep stay tuned 💞❤️
Yasmine akhirnya membuka mata, dia tampak begitu malu karena ternyata Rio tidak melakukan suatu hal yang tidak seperti dia bayangkan. Sepanjang perjalanan, hanya keheningan yang tercipta antara keduanya. Setengah jam kemudian, mereka telah sampai di depan kediaman Tuan Wijaya. "Terimakasih Rio, sudah mengantarku. Aku masuk dulu, sampai besok." Namun saat Yasmine akan membuka pintu mobil, Rio memegang tangannya. "Tunggu Yasmine." "Ada apa?" "Ada yang ingin kukatakan padamu." "Kamu mau bilang apa Rio?" "Yasmine, sebenarnya sudah lama aku memendam perasaan padamu." Yasmine begitu terkejut mendengar pengakuan Rio, dia benar-benar tak menyangka jika Rio akan berkata seperti itu. Yang Yasmine tahu, Rio adalah laki-laki yang begitu cuek padanya. Namun kenapa dia tiba-tiba menyatakan perasaannya. "Jangan bercanda Rio, aku tak bisa kau bohongi." "Aku serius, aku tak berbohong padamu Yasmine?" "Maaf, aku tak bisa
Baru beberapa langkah kaki Yasmine masuk ke dalam kampus, dia dikejutkan oleh sebuah suara."Yas.""Rio!!!""Ayo ikut aku Yas!""Kemana Rio?"Namun Rio tak menjawab, tangannya lalu menggenggam tangan Yasmine dan membawanya ke arah parkiran mobil."Rio kita mau kemana?""Udah ikut aja!"Mereka lalu masuk ke dalam mobil. Kemudian Rio mengendarai mobilnya masuk ke dalam jalan tol, dan mengarahkan mobilnya ke luar kota."Rio kita mau kemana?""Kamu ga usah khawatir Yas, aku ga akan culik kamu kok.""Iya tapi kita mau kemana?""Yas, aku cuma ingin menghabiskan hari ini sama kamu Yas, kamu tahu sendiri selama ini kita belum pernah bisa bersama. Aku mau mencari tempat yang aman sehingga kita ga ketahuan para bodyguardmu."Yasmine lalu mengangguk. Ternyata Rio membawanya pergi ke Pantai Anyer."Surprise... Kamu suka pantai kan Yas?""Kok kamu tahu sih.""Apa yang
Semalaman Yasmine tidak tidur memikirkan Adrian, kini dia semakin bimbang dengan perasaannya. 'Siapa yang sebenarnya aku cintai? Adrian atau Rio?' gumam Yasmine dalam hati. "Adrian kamu dimana? Maafkan sikapku Adrian. Yasmine seharusnya kamu sadar, Rio hanyalah pelarian, kamu hanya mengaguminya Yasmine tidak lebih, sedangkan hatimu hanya milik Adrian. Oh Tuhan kenapa semuanya terasa begitu rumit?" kata Yasmine pada dirinya sendiri. Tanpa sadar, Yasmine melangkahkan kakinya ke dalam kamar Adrian. Kamar yang begitu rapi dan harum, tidak seperti kamar laki-laki pada umumnya karena Adrian merupakan laki-laki yang disiplin dan rapi. Yasmine lalu melangkahkan kakinya ke meja kecil di salah satu sudut kamar. Tampak di salah satu bagian meja tumpukan album yang berisi foto masa kecilnya masih tersimpan rapi. "Adrian sudah begitu lama aku tak masuk ke kamar ini, dan semua masih sama seperti dulu saat kita masih kecil. Maafkan aku Adrian, karena rasa dengkiku tel
Setelah satu setengah jam perjalanan menggunakan pesawat terbang, akhirnya Melati sampai juga di Bandara Soekarno Hatta.Meski sebenarnya Melati sangat bingung, namun dia berusaha untuk tidak terlihat kampungan. Setelah keluar dari Bandara, dia lalu naik ke dalam taksi yang ada di sekitar Bandara tersebut. Sesuai perintah Yasmine, dia menyebutkan alamat yang sudah dikirimkan melalui chat.Hiruk pikuk kota Jakarta, dan tingginya gedung-gedung, serta beberapa ruas jalan fly over membuat Melati begitu terkagum-kagum, namun dia hanya memendamnya dalam hati. Dia takut jika sopir taksi tersebut tahu dia berasal dari kampung, Melati akan di bohongi dengan berkeliling-keliling dahulu dan akan membuat ongkos taksi semakin membengkak, seperti yang pernah Melati baca di koran-koran.Satu jam kemudian, mereka telah sampai di sebuah rumah yang menurut Melati luar biasa besar. Setelah membayar ongkos taksi, dia kemudia turun. "Wahhhh ini rumah kok gede banget ya, jauh l
Melati memandang wajah Sean yang kini terlelap di sampingnya. "Kasihan kamu sayang, doakan tante agar bisa membebaskan mamamu ya." kata Melati.Melati lalu bangun dari tempat tidur dan beranjak mengelilingi kamar Yasmine. Dia tertarik untuk berjalan ke meja rias dekat tempat tidur, tampak beraneka macam jenis make up dan minyak wangi yang masih tertata begitu rapi, lalu dia membuka salah satu lacinya. Kemudian mengambil sebuah album foto, dan membukanya, tampak foto Yasmine saat masih kecil bersama seorang anak laki-laki yang tampan. 'Ini pasti Adrian.' gumam Yasmine.Melati sebenarnya sangat terkejut karena wajah Yasmine kecil begitu mirip dengannya. Lalu dia membuka album jauh lebih dalam, tampak dua orang bayi kembar yang baru saja lahir, saat mereka duduk bersama, dan saat mereka merayakan ulang tahunnya yang pertama dan kedua, bersama orang tua mereka dan Tuan Wijaya. Lalu saat Yasmine ulang tahun di usianya yang ketiga, anak yang begitu mirip dengan
Adrian masuk ke dalam kamarnya, dadanya kian sesak melihat Yasmine kembali ke rumah ini. Masih teringat begitu jelas saat-saat terakhir Yasmine di rumah ini. Saat itu adalah masa-masa yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Bahkan mereka pernah melewatkan sebuah malam yang tak pernah Adrian lupakan sepanjang hidupnya. Saat Yasmine mengungkapkan perasaan cinta padanya, dan mereka melewati malam bersama layaknya sepasang suami istri. Semuanya terasa begitu mengalir dan begitu sulit untuk dicegah. Saat Yasmine mulai mencium bibirnya, nalurinya sebagai seorang laki-laki begitu bergejolak mendapat sentuhan dari orang yang amat dicintainya. "Maafkan aku Yasmine, aku sudah membuatmu melakukan semua ini denganku." "Tak ada yang perlu disesali Adrian, aku mencintaimu dan begitu menginginkanmu. Aku yang sudah begitu bodoh menuruti ego ku sehingga sempat tertarik pada Rio, namun saat bersamanya hatiku hampa, tidak sama saat aku bersamamu." "Lalu bagaimana hubunganmu d
"TIDAKKKK!!!""Siapa kamu? Kamu bukan Yasmine!""Mas Adrian bukankah sudah berulang kali kuberitahu jika saya adalah Melati, bukan Yasmine.""Bodoh!!! Aku benar-benar bodoh!!" teriak Adrian."Mas Adrian kenapa? Ada yang salah dengan Melati?""Ya kesalahan terbesarku adalah sudah menyentuhmu Melati, karena aku mengira kau adalah Yasmine!!!"Hati Melati seakan ditusuk pisau mendengar kata-kata yang menyakitkan dari Adrian. Beberapa menit yang lalu dia begitu bahagia karena merasa telah mendapatkan hati Adrian, namun kini dia harus mengalami kejadian yang begitu pahit telah memberikan kehormatannya pada orang yang bahkan tidak mencintainya."Maafkan aku, hapus air matamu lalu segera pakai bajumu!"Melati lalu memakai kembali bajunya, meski dengan hati yang begitu sakit dia memberanikan diir untuk berbicara pada Adrian."Mas Adrian...""Ada perlu apalagi Melati?"