“Bagaimana rasanya jika kamu jatuh cinta sama seseorang, tapi seseorang itu sulit digapai? Orang itu bukan selebritis, bukan pejabat, bukan pula suami wanita lain. Seseorang itu mahasiswa juga di kampusku, sama seperti aku yang juga mahasiswa di Universitas Taruma Bandung. Cuma bedanya, aku anak sopir angkot, dia anak pengusaha kaya raya. Ya sudah jelas, rasa cintaku ini nggak tau diri.”
Begitulah yang ditulis seorang mahasiswi bernama Maryam, di notesnya, saat hatinya resah, sulit tidur padahal sudah hampir tengah malam. Maryam sedang berada di sebuah kawasan yang cukup jauh dari kampusnya dan juga rumah kosnya. Kampusnya di Kota Bandung, sedangkan saat ini Maryam ada di Cicalengka, Kabupaten Bandung. Maryam berada di kawasan itu dalam rangka memulai praktik mengajar di sebuah SMP, untuk merampungkan salah satu tugas akhir kuliahnya. Sudah beberapa hari Maryam dan dua rekannya berada di Cicalengka, untuk praktik mengajar selama sebulan pada sebuah SMP. Kepala sekolah sudah mengizinkan, dan menempatkan ketiga orang mahasiswi itu di rumahnya, kebetulan ada kamar kosong. Rumah kepala sekolah itu memang sudah biasa ditempati oleh mahasiswa yang praktik mengajar atau KKN di daerah itu. Tentu saja ada biaya menginap yang harus dibayarkan oleh para mahasiswa itu. Maryam adalah mahasiswa FKIP jurusan MIPA. Sejak sore dia sudah mempersiapkan bahan untuk mengajar besok, semua sudah bolak-balik diperiksanya, rasanya tidak ada yang kurang. “Yah, memang ada yang kurang. Karena sekarang aku jauh dari kampus, jadi nggak ada Marco di sini.” Kembali benak Maryam mengembara pada sosok seorang lelaki muda di kampusnya, Marco Radea Wiratama. Pertama kali Maryam melihat Marco, sudah sejak awal kuliah. Marco satu angkatan dengan Maryam, bedanya Maryam terdaftar di Fakultas Kependidikan, Marco ada di Fakultas Ekonomi. Mulanya juga tentu tidak saling kenal. Namun sosok Marco memang gampang dikenali, dan banyak mahasiswi yang pengin kenal. Marco punya postur jangkung untuk ukuran orang Indonesia, sekitar 180 cm, terlihat rada kurus tapi berotot, wajahnya mirip Prince Caspian di film Narnia 2, gondrong pula, rambutnya berwarna coklat gelap. Marco memang blasteran Sunda Belanda, papanya seorang pengusaha kaya di Bandung yang dapat jodoh wanita cantik asal Belanda. Maryam memilih kampus swasta itu, karena yayasan yang menaungi kampus tersebut menjanjikan beasiswa untuk mahasiswa yang kurang mampu namun punya prestasi seni atau olah raga, ataupun punya IPK yang memenuhi syarat untuk menerima beasiswa. Ketika awal kuliah, tentu saja orang tua Maryam harus membayar biaya kuliah yang tidak kecil untuk ukuran mereka. Karena ingin mendukung cita-cita putrinya, ayahanda Maryam menjual mobil angkot satu-satunya untuk bisa melunasi biaya kuliah Maryam di tahun pertama, dan membayar kamar kos. Maryam sungguh sedih mendapati kenyataan bahwa ayahnya tidak punya lagi mobil angkot, dan terpaksa mengemudikan angkot milik orang lain dengan sistem setoran. Orang tuanya bilang bahwa Maryam tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan mereka, harus terus kuliah hingga berhasil lulus. Saat masuk semester III Maryam sudah beroleh beasiswa, hingga saat ini. Uang kuliah gratis, dapat uang saku yang cukup untuk bayar kamar kos sederhana, dan biaya makan yang sederhana pula. Maryam tidak mau menyia-nyiakan beasiswa yang sudah diraihnya. Dia harus mempertahankan IPK di atas 3,5. Maryam tidak ingin dibebani pikiran apapun, hanya kuliah, dan organisasi. Penerima beasiswa memang harus aktif pula di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa, maka Maryam memilih aktif di organisasi dakwah kampus. Organisasi rohani Islam itulah yang paling sesuai buat Maryam, karena memang Maryam terbiasa hidup di lingkungan Islami. Sejak SD hingga SMA dia berada di sekolah Islam. Lagipula, aktif di kegiatan dakwah kampusnya itu tidak butuh modal sepeser pun, tidak seperti UKM yang lain. Apalagi UKM pencinta alam, yang konon kabarnya butuh biaya ratusan ribu untuk sekali perjalanan naik gunung yang ada di Jawa Barat. Bagaimana dengan perjalanan naik gunung ke Jaya Wijaya? Mungkin menghabiskan dana puluhan juta untuk satu orang saja. “Eh, kenapa sih, malah mikirin naik gunung?” Maryam merebahkan tubuh di tikar yang ditilami selimut motif salur, yang kata orang, selimut macam itu adalah selimut rumah sakit. Maryam menyelubungi tubuhnya dengan sarung. Kedua rekannya sudah tidur, di ranjang. Karena ranjang kayu itu terlalu sempit buat bertiga, Maryam mengalah, dia merebahkan diri di tikar. Maryam ingin tidur, tapi pikirannya masih mengembara, memikirkan UKM pencinta alam di kampusnya. Tentu saja Maryam tidak pernah ikut kegiatan UKM itu, bukan anggota pula. Namun Maryam pernah beberapa kali berada di homebase pencinta alam kampusnya. Dari situlah Maryam kenal dengan Marco, sang komandan organisasi pencinta alam. Maryam teringat tahun-tahun yang telah lewat, dirinya aktif di kegiatan dakwah masjid kampus. Saat bulan Muharam tiba, biasanya aktivis masjid kampus menyiapkan acara syukuran khitanan massal untuk anak-anak yang berdomisili di sekitar kampus. Banyak makanan yang harus dimasak, untuk hidangan para tamu. Karena itu aktivis masjid meminjam homebase milik organisasi pencinta alam untuk tempat memasak. Hari itu tidak ada anggota pencinta alam yang beraktivitas di dalam homebase, yang ada cuma para akhwat sibuk memasak dan menyusun hidangan ke atas baki dan kemasan karton. Tiba-tiba Marco masuk ke dalam homebase, mau mengambil helmnya yang tergeletak di atas sebuah lemari. Saat itu Marco adalah komandan UKM pencinta alam kampus. Dia mengamati markasnya yang dipenuhi oleh mahasiswi berhijab. Marco bicara, “Ukhti, kalau sudah selesai masak, tolong bersihkan lagi homebase ini. Jangan berantakan dan kotor!” Seorang akhwat menyeletuk, “Tadinya juga udah kotor dan berantakan, Bang.” Marco bicara lagi, “Lantas apa bedanya, muslimah seperti kalian, dengan orang-orang gondrong yang suka nongkrong di sini? Kalau sama-sama jorok, kok nggak ada bedanya ya?” “Iya, nanti kami bersihkan.” sahut Maryam. Kemudian Marco pergi. Kelar masak, para akhwat meninggalkan homebase, mereka mandi, dandan, untuk mengikuti acara pokok yang akan segera dimulai di aula kampus. Sementara di dalam homebase, ada setumpuk perabot bekas masak. Maryam memilih tidak ikut acara pokok, dia membawa perabotan itu ke halaman samping homebase, di mana ada keran air. Maryam mencuci perabotan itu, daripada nanti Marco menyindir bahwa aktivis masjid kampus ternyata jorok. Selesai mencuci wajan dan panci berukuran besar, Maryam bangkit sejenak karena pegal, berbalik badan, tertegun melihat Marco sedang berdiri di teras homebase, memandanginya. Wajah Marco tampak serius, atau kesal mungkin, karena homebase yang kotor belum lagi disapu.Maryam merasa Marco sedang menatapnya dengan perasaan kesal karena lantai homebase yang masih kotor.“Nanti homebase itu saya sapu, setelah beres cuci piring.” ujar Maryam.“Itu di meja ada nasi kuning dan lauk pauk, kenapa belum dibawa ke lokasi acara?” tanya Marco sembari menuding meja di dalam homebase.“Itu nasi kuning buat di sini ….”Para akhwat juga memasak nasi kuning buat anak-anak pencinta alam, walaupun tentu tidak akan cukup jika untuk semua anggota. Namun cukup banyak beras yang dimasak, dua kilo. Lauknya orek tempe dan urap sayuran. Itulah masakan tanda terima kasih karena sudah diizinkan pinjam homebase.Beberapa anggota pencinta alam masuk ke dalam homebase. Ada yang melongokkan kepala memandangi Maryam. “Teteh, itu nasi dan ce-esnya, buat kita?”“Iya, silakan dimakan ya.” jawab Maryam.“Asyik, makasih banyak Teteh cantik. Hei Guys, makan kuy!”Marco berdiri di pintu, memandangi para anggota pencinta alam yang mau makan. “Hei, kelar makan nanti, lo semua bersihin nih h
Setelah itu, Marco kerap beli peyek buatan Maryam, sebelum dikirim ke kantin. Katanya peyek itu buat teman makan nasi kalau di rumah, kadang jadi cemilan saat dia sedang mengerjakan tugas kuliah. Maryam tentu senang punya pelanggan tetap yang selalu membeli peyeknya dalam jumlah cukup banyak. Kadang-kadang Marco mengajak Maryam ngobrol cukup banyak, tentang kampung halaman Maryam di Cirebon. Marco minta dicarikan baju batik khas Cirebon, yang dibuat oleh wong Cirebon, katanya dia pengin pakai baju batik buat acara keluarga besarnya. Maryam mencari di pengrajin batik, di wilayah Trusmi. Dikirimkannya beberapa foto baju batik beraneka motif, ke nomor WA Marco. Sekalian dengan informasi harga. Maryam mengirim gambar baju batik dari yang cukup murah, menengah, dan mahal. Motif batik yang dipilih Maryam adalah yang khas Cirebon, seperti motif mega mendung, singa barong, dan paksi naga liman. Ternyata Marco menyukai motif batik tersebut, lantas mentransfer sejumlah uang ke rekening Ma
Setelah rombongan itu pergi, Marco bicara. “Gue mimpi lagi .... ketemu Tonny ... dia terus saja bilang ... aku mau mati sebagai climber.”Cepi menjawab lirih, “Jangan dipikirin terus. Semua sudah berakhir, Bro. Nggak ada lagi yang bisa lo perbuat untuk Tonny.”Marco bertanya dalam hati, Kapan ya, pertama kali datangnya mimpi itu? Mimpi buruk tentang sebuah pemanjatan di tebing, bersama seorang rekan bernama Tonny. Dalam mimpinya, Tonny sesumbar, “Aku mau mati sebagai climber!”Dulu ... sekitar tiga tahun lalu mimpi buruk itu berawal, tapi kemudian Marco merasa semua bakal pulih seperti sedia kala, termasuk hatinya. Namun sekarang, setelah bertahun lewat, mimpi buruk itu datang lagi. Marco merasa, mimpi itu datang karena ada kaitannya dengan seseorang yang masuk dalam organisasi pencinta alam kampus. Tepatnya, seorang mahasiswi, adik kelasnya, yang masuk menjadi anggota Adventure setahun lalu. Gadis itu bernama Silvi. Sejak Silvi masuk ke organisasi Adventure, Marco kembali mengalami
Gadis itu punya nama lengkap Maryam Nur Asyifa, penampilannya sederhana, pakaian dan jilbabnya dari bahan yang murah, dan berwarna gelap. Wajahnya selalu polos tanpa make up. Namun di balik kesederhanaan itu, sebenarnya Maryam berparas cantik, dengan kulit kuning langsat. Saat dia tersenyum ada lekuk mungil di pipinya, giginya rapi dan bersih, matanya bulat bening. Tubuhnya tinggi semampai. Saat ini Maryam sudah memasuki tahun ke empat masa kuliah. Maryam tidak sempat jualan peyek, karena sibuk praktik mengajar di sebuah SMP, di Cicalengka. Itu yang dilihat Marco di akun media sosial milik Maryam. Marco dan Maryam saling follow akun medsos, walau Maryam jarang membuat postingan, Marco juga begitu. Postingan yang dibuat Maryam kadang-kadang diberi tanda like oleh Marco. Sedangkan postingan terakhir Marco di akun pribadinya, adalah saat dirinya melakukan serah terima jabatan komandan Adventure kepada yuniornya yang bernama Raymond Sanjaya. Postingan itu lewat di beranda akun medsos
“Hei, ibu guru sudah pulang!”Maryam tiba di teras rumah kos, disambut teriakan rekan satu kos. Tempat kos itu untuk perempuan. Di sore hari yang basah oleh gerimis, Maryam kembali ke rumah kos, setelah menyelesaikan satu bulan praktik mengajar di kawasan yang cukup jauh dari kampusnya. Sebenarnya Maryam pengin pulang ke kampungnya di Cirebon, tapi dekan FKIP meminta para mahasiswa yang sudah menyelesaikan praktik mengajar, untuk berkumpul di kampus besok siang. Maka Maryam menunda pulang ke Cirebon.“Maaf ya, nggak sempat bawa oleh-oleh.” ujar Maryam. “Tadi setelah terakhir kali mengajar, aku pamit sama orang-orang di sana, terus langsung balik ke sini.”“Nggak apa-apa.”Sebuah gerobak bakso berhenti di depan rumah kos itu. Maryam yang hendak masuk ke kamarnya, menoleh pada Mang Ujo, tukang bakso langganan anak kos. Maryam merasa lapar karena belum makan siang.“Ke mana aja, Mang? Kayaknya sudah seminggu nggak muncul. Pindah rute jualan ya?” tanya salah seorang penghuni kos.“Istri s
“Eh, siapa kamu?”“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”"Kenapa harus loncat pagar?”“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, l
“Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib
Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending
Mang Ucup membantah dengan keras ucapan Inspektur Ekky Wahyudi.“Saya tidak bawa makanan apa-apa dari TK itu! Semua makanan habis. Saya cuma kebagian makan lontong kari, dikasi sama Bu Widya. Mungkin dia kasihan mendengar istri saya bilang bahwa kami berdua belum sempat makan waktu datang pagi-pagi ke TK itu. Lalu Bu Widya memberi dua piring lontong kari buat saya dan istri saya. Lontong kari itu saya makan waktu Bu Fatimah sedang pidato di depan para tamu. Waktu acaranya baru mulai. Para tamu belum ada yang ambil makan. Saya mah nggak berani ambil makanan sendiri, takut dianggap menghabiskan makanan jatah murid TK. Setelah acara selesai, sisa hidangan dihabiskan sama para guru, satpam, dan office boy. Saya dan istri saya nggak makan apa-apa lagi.”“Kenapa istri Mang Ucup ikut ke TK itu?” tanya Inspektur Ekky.“Disuruh cuci piring bekas makan tamu.”“Siapa yang menyuruh?”“Ehmmm… saya sendiri….”“Oooh… jadi sebetulnya Bu Fatimah menyuruh Mang Ucup yang cuci piring, tapi Mang Ucup mala
Seorang wartawan bernama Usman masuk ke kantor redaksi Koran online. Wajahnya memerah dan berkeringat, kepanasan. Dia turut rapat bersama wartawan lain dan pimpinan redaksi. “Bagaimana kasus flu burung di Ujungberung?” tanya Pemimpin Redaksi. “Ternyata bukan flu burung….” Usman melihat buku notesnya. “Sample darah ayam yang mati itu sudah diperiksa di lab. Veteriner milik Dinas Peternakan, dan menurut kepala lab. ternyata ayam itu mati karena keracunan arsenik.” “Hah?!” semua mulut ternganga. “Ya, begitulah…. si pemilik ayam mengira ada tetangganya yang sengaja meracuni ternaknya. Sedangkan pihak kelurahan dan beberapa peternak, mengira ada yang sengaja menebar racun untuk membuat kematian mendadak pada unggas itu, nanti dikira kasus flu burung, sehingga ternak ayam dari daerah itu tidak akan laku lagi di pasaran. Pokoknya, beberapa orang mengira ada indikasi persaingan dagang, dengan meniupkan isyu flu burung.” “Berapa ekor unggas yang mati itu?” tanya Pemimpin Redaksi lagi. “
Malam itu di markas polisi Bandung, dua orang reserse sedang bercakap-cakap sambil makan bajigur dan kacang rebus. “Saya pikir omongan Mang Ucup perlu dicari juga kebenarannya. Menurut Mang Ucup, Zakki Wiratama pernah ditahan di kantor polisi, mungkin karena kebut-kebutan atau tawuran. Zakki memang membantahnya, tapi saya harus yakin. Saya ingin mencari arsipnya. Siapa tahu ada kaitannya dengan kasus keracunan massal ini. Mungkin saja kasus keracunan ini adalah balas dendam antar pribadi, bukan kasus keracunan yang tanpa sengaja dengan korban acak. Target pembunuhan sesungguhnya… mungkin memang anggota keluarga Wiratama.” tutur Ekky kepada Binsar. “Tapi Pak, korban tewas itu adalah anak yang usianya bahkan belum 5 tahun.” “Enam tahun lalu saya pernah mengusut sebuah kasus pembunuhan. Korban dan pelaku bertetangga, keduanya pria berusia 50 tahunan. Anak korban sempat mengancam kepada si pelaku dan keluarganya, di kantor polisi. Begini ancamannya, “Kalau kamu tidak dihukum minimal pe
Kasat Reskrim menanggapi asumsi Inspektur Ekky. “Lalu bagaimana dengan guru-guru lain, seperti Vera, Aisyah, Hamidah, apakah mereka itu juga mantan pacar Zakki Wiratama? Lalu Bu Ningrum yang usianya 48 tahun, apakah dia pernah juga punya love affair dengan Ardi Wiratama saat masih muda? Lalu bagaimana dengan kedua orang satpam, Roni dan Jon, mereka masih muda, apakah mereka itu mantan pacar anak perempuannya Ardi Wiratama?”Ekky tersenyum kecut, menggaruk hidungnya. “Mungkin ada hubungannya di masa lalu, tapi tidak selalu love affair. Mungkin saja … di antara para pegawai TKIT Bunga Bangsa, dulu ada yang pernah bertetangga dengan keluarga Wiratama…. lalu pernah cekcok dengan istrinya, atau anak-anaknya untuk sebuah urusan yang bikin sakit hati berkepanjangan?”“Hmmm… saya malah kepikiran omongan Mang Ucup. Katanya Zakki Wiratama pernah ditahan polisi, untuk kasus apa?” tanya Kasat Reskrim.“Mungkin karena kebut-kebutan, atau tawuran antar sekolah. Untuk kasus seperti itu biasanya oran
Ekky kemudian pamitan pada guru TK itu. Di luar kompleks perumahan tempat TK itu berada, dia menghentikan motor, lalu mengambil ponselnya. Ekky menghubungi Zakki Wiratama. “Maaf jika saya mengganggu. Barusan saya dari TKIT Bunga Bangsa. Seorang guru melihat Pak Zakki bicara dengan Mang Ucup, tukang kebun sekolah TK itu, pada saat acara gathering. Apakah Pak Zakki kenal dengan Mang Ucup?” tanya Ekky.“Ya, Mang Ucup pernah bekerja selama tiga tahun di rumah keluarga saya, sebagai tukang kebun. Kira-kira sepuluh tahun yang lalu Mang Ucup keluar kerja.”“Kenapa dia keluar kerja?” tanya Erick.“Kami memergokinya sering mencuri.” jawab Zakki.“Apa yang dicurinya?”“Pada mulanya Mang Ucup hanya mengambil barang-barang bekas, seperti kayu-kayu sisa membangun rumah, pipa paralon sisa, koran dan majalah, barang elektronik bekas, tapi dia ambil dengan tanpa permisi. Mungkin karena yang diambil itu barang yang sudah tidak dipakai lagi, orang tua saya membiarkannya saja.""Lantas bagaimana?""Mun
Nyonya Dita masih berada di markas polisi, sedang menghadapi berbagai pertanyaan dari penyidik.“Apakah Anda dan putra Anda sama sekali tidak mengalami muntah, pusing, kejang-kejang, diare, air liur keluar berlebihan?” tanya petugas dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yang masih berada di ruang penyidik. Tampaknya dia sangat penasaran, di mana tepatnya racun itu dibubuhkan.“Tidak.” jawab Dita.“Berapa potong Anda makan black forest?” tanya petugas itu lagi.“Saya dan anak saya masing-masing makan satu potong.”Para penyidik dan petugas BPOM itu terdiam sejenak, bingung, karena banyak peserta gathering yang mengaku cuma makan sepotong black forest, tapi mengalami keracunan juga. Apakah tubuh Dita dan anaknya kebal terhadap arsenik? Atau … Dita dan anaknya kebagian kue black forest yang tidak mengandung racun arsenik? Apakah ini hanya kebetulan saja Dita beruntung? “Bagaimana cara Anda memakan kue black forest itu?” tanya Inspektur Ekky, daripada diam, padahal sebetulnya d
Zakki Wiratama datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya. Pada saat itu, di kantor polisi sedang ada seorang petugas laboratorium dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang kelak akan diminta menjadi saksi ahli atas kasus keracunan arsenik yang menewaskan Valentina. Petugas BPOM itu turut menyimak tanya jawab antara penyidik dengan Zakki, selaku orang tua korban.“Apakah putri Anda memakan kue black forest lebih banyak daripada anak-anak lain, sehingga lebih banyak racun yang masuk ke tubuhnya? Cuma Anda yang tahu, apa saja yang dimakan oleh Valentina dalam acara gathering itu.” tanya Inspektur Ekky Wahyudi.“Memangnya anak-anak lain makan berapa potong?” Zakki balik bertanya.“Rata-rata makan dua potong, dan mereka semua bisa pulih dari keracunan.”Zakki tidak mengalami gejala keracunan. Seingat Zakki, saat mengambil hidangan dia mengambil sedikit lontong, lalu disiram kuah kari beserta sepotong ayam, dan kerupuk udang. Dia menyuapi Valentina dengan lontong kari it
Di sebuah kantor media online, beberapa wartawan sedang berkumpul setelah mencari berita. Biasanya mereka tidak perlu datang ke kantor, karena berita yang sudah ditulis dapat dikirim lewat e-mail. Namun seminggu sekali mereka berkumpul di kantor untuk berkoordinasi. Salah seorang wartawan adalah Nuri, seorang mahasiswi yang pernah satu kos dengan Maryam. Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang sedang nyambi jadi wartawan media online untuk desk Hukum dan Kriminalitas.Rapat redaksi dimulai, berisi diskusi tentang beberapa kesulitan menembus berita di instansi tertentu. Selesai sharing soal kesulitan masing-masing wartawan, diskusi berlanjut dengan tanya jawab tentang berita yang sedang trending, yaitu kasus keracunan massal di TKIT Bunga Bangsa. Nuri yang turut meliput kasus keracunan massal itu, memaparkan hasil liputannya. Kemudian Pimpinan Redaksi beralih pada wartawan lain.Salah seorang wartawan cukup senior, bernama Usman, mendapat berita yang agak lain.“Kamu meliput apa, Man
“Ada apa, Pak?” tanya Wawan, pada polisi senior itu, yang pangkatnya sama dengan dia, yaitu Inspektur Polisi Dua (Ipda.)“Nama yang sedang kalian bahas barusan, sepertinya saya pernah tahu ….” ucap polisi senior itu, namanya Ipda. Junaedi, bertugas di bagian humas.Binsar bertutur, “Ya jelas saja pernah dengar, bahkan mungkin tiap hari dengar! Ardi Wiratama itu kan, pengusaha dan politikus, rumahnya di Bandung, bisnisnya di Bandung. Hampir setiap hari kegiatannya diliput wartawan.” “Bukan Ardi Wiratama … tapi Zaki….” tukas polisi senior itu. “Dulu saya juga di Satuan Reskrim, di Polres. Rasanya saya pernah mengurusi kasus … yang berkaitan dengan nama Zaki.”“Zakki Wiratama?” tanya Binsar.“Banyak sih, nama Zaki yang pernah saya urusin kasusnya. Ada Zaki yang aktor film tertangkap basah saat lagi nyabu. Ada Zaki penyanyi dangdut yang rebutan anak dengan mantan istrinya, sampai saling lapor polisi. Ada Zaki dari TNI yang berantem dengan Satpol PP karena saat lagi asyik kencan dengan ce