“Hei, ibu guru sudah pulang!”Maryam tiba di teras rumah kos, disambut teriakan rekan satu kos. Tempat kos itu untuk perempuan. Di sore hari yang basah oleh gerimis, Maryam kembali ke rumah kos, setelah menyelesaikan satu bulan praktik mengajar di kawasan yang cukup jauh dari kampusnya. Sebenarnya Maryam pengin pulang ke kampungnya di Cirebon, tapi dekan FKIP meminta para mahasiswa yang sudah menyelesaikan praktik mengajar, untuk berkumpul di kampus besok siang. Maka Maryam menunda pulang ke Cirebon.“Maaf ya, nggak sempat bawa oleh-oleh.” ujar Maryam. “Tadi setelah terakhir kali mengajar, aku pamit sama orang-orang di sana, terus langsung balik ke sini.”“Nggak apa-apa.”Sebuah gerobak bakso berhenti di depan rumah kos itu. Maryam yang hendak masuk ke kamarnya, menoleh pada Mang Ujo, tukang bakso langganan anak kos. Maryam merasa lapar karena belum makan siang.“Ke mana aja, Mang? Kayaknya sudah seminggu nggak muncul. Pindah rute jualan ya?” tanya salah seorang penghuni kos.“Istri s
“Eh, siapa kamu?”“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”"Kenapa harus loncat pagar?”“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, l
“Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib
Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending
Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa
Marco masuk ke dalam homebase, meletakkan ranselnya. Sedangkan para penghuni homebase pura-pura kembali pada aktivitasnya semula, sambil menunggu reaksi Marco. Akan tetapi Marco malah membuka lemari, mengorek-ngorek isinya. “Cari apa lo?” tanya Raymond. “Tambang yang merah ada di mana?” Marco menyahut dengan tanya juga. “Itu tambang bukan punya kita, gue pinjam dari Skyger, mau gue balikin. Ada di mana?” “Di dalam peti.” jawab Raymond, lalu dia memberi isyarat pada temannya. Temannya Raymond bicara, “Bang, tuh bakso sama jus alpukat, barusan diantarin pedagangnya. Katanya buat Abang ya?” Marco berjalan mendekati meja, lalu membuka kertas penutup gelas, mengangkat gelas itu, dan meminumnya…. Matanya melotot. Secepat kilat dia berlari ke luar, lalu muntah-muntah di selokan kecil samping homebase. Seisi homebase terbahak-bahak. Dari luar terdengar beraneka ragam sumpah serapah dari mulut Marco. Lantas Marco masuk lagi ke homebase dengan gelas kosong di tangan. Jus mengkudu itu sud
“Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam. Sungguh Maryam merasa khawatir sekali, jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Tapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi overthinking terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond? Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco. “Menurut info, Raymond keracunan.” Nining menjelaskan berita duka yang dia peroleh dari grup WA antarmahasiswa.“Keracunan apa?” Maryam tampak heran.“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Menurut info, Raymond sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. I
Selanjutnya Johan diminta mengamati rekaman CCTV yang memperlihatkan bagian depan homebase. Dari rekaman itu tampak orang-orang yang masuk dan ke luar dari homebase. Johan diminta mengidentifikasi setiap orang yang masuk ke dalam homebase, menjelang kejadian tewasnya Raymond. Sebagai anggota lama UKM Adventure, mestinya Johan mengenali orang-orang itu. Johan menuliskan nama-nama mereka, berikut fakultas tempat orang-orang itu kuliah, dan tahun angkatannya.Polisi menuding seorang wanita yang mengenakan gamis panjang dan berjilbab lebar, tampak berdiri cukup lama di halaman homebase, sesekali dia berjalan bolak-balik, tapi tidak kentara masuk ke markas pencinta alam itu.“Siapa dia?”“Namanya Maryam.”“Dia anggota Adventure?”“Bukan Pak, dia pacarnya Marco.”“Kenapa dia ada di dekat homebase, sebelum kejadian tewasnya Raymond?”“Nggak tahu Pak. Nah, itu Marco datang. Mereka ngobrol tuh.”Inspektur Ekky Wahyudi memperhatikan rekaman CCTV itu dengan seksama. Tampak seorang pedagang datan
Sore itu Maryam datang ke rumah sahabatnya yang bernama Nining. “Skripsimu sudah selesai, Ning?” tanya Maryam. Walau Maryam dan Nining satu angkatan di FKIP, namun Maryam sudah lulus duluan. Sementara Nining agak mandeg karena ternyata masih ada satu mata kuliah yang belum lulus. “Skripsi sudah kelar, sudah acc, tapi aku belum bisa daftar sidang sarjana kalau masih ada mata kuliah yang belum lulus. Tapi mudah-mudahan semester ini semua urusan kuliahku sudah selesai.” Nining menatap Maryam, dia merasa sepertinya Maryam punya urusan penting. “Gimana, kerja di butik enak ya? Bener ya, itu butik punya mamanya Marco?” “Ning, aku sedang betul-betul bingung. Beberapa hari lagi aku akan berhenti kerja dari butik itu, aku nggak sanggup kerja di perusahaan milik keluarga Marco….” “Hah? Kenapa? Apakah mamanya Marco itu orang yang julid?” Maryam malah terdiam, dia ingat belum cerita pada sahabatnya itu tentang rencana pernikahannya dengan Marco. “Maryam, ada apa?” “Sebenarnya Marco sudah
Susie berdiri di dekat sebuah food corner, di BIP (Bandung Indah Plaza). Mal besar itu belum terlalu ramai oleh pengunjung. Aroma masakan menggoda hidungnya. Beberapa orang duduk di dalam restoran fast food itu, menikmati burger, friend chicken, kentang goreng, es krim, dan soft drink. Susie masih menunggu. Hingga akhirnya dia tertegun melihat seorang wanita yang berjalan menghampirinya. Wanita itu …. “Hallo, kita ketemu lagi.” Wanita itu juga melihat Susie, lalu mendekati hingga hanya berjarak satu meter. “Maaf telat, banyak kerjaan di kantor.”Susie menatap lekat pada wanita itu. “Saya Lyla, yang kamu lulurin waktu hari Rabu, minggu lalu, dan yang kamu telepon kemarin. Oh ya, kamu nggak terlalu mengenali saya dalam pakaian kerja kan? Karena di ruang lulur itu kamu lebih sering memandangi punggung saya. Hmmm, panggil saja saya Mbak Lyla.”“Ya, ya, mungkin begitu. Memang Mbak Lyla yang waktu itu saya lulurin, saya masih ingat wajah Mbak.” Susie masih terkesima.“Ada perlu apa sih, k
Pagi itu Maryam masih berada di rumah Wati, mengobrol.“Maryam, kamu benar-benar nggak mau lagi kembali sama Marco?”“Kalau aku kembali sama dia, berarti aku merebut suami dari wanita lain! Aku nggak mau disebut pelakor. Aku dari keluarga miskin, minimal aku masih punya harkat dan martabat sebagai wanita, walau nggak punya harta. Kalau sampai aku jadi pelakor, kayaknya aku ini sudah nggak punya apa-apa lagi. Pelakor itu kayaknya sudah dianggap sebagai kasta paling rendah dari seorang wanita.”“Jadi kamu masih tetap merasa yakin, kalau Marco adalah pria yang menikahi Lyla secara siri?”“Kalau bukan dia, siapa lagi?”“Alasan pria menikahi seorang wanita secara siri, umumnya kan, karena si pria itu sudah beristri, dan tidak mau istri tuanya tahu soal pernikahannya. Tapi Marco masih bujangan, kenapa juga dia harus menikah siri? Apa alasannya?”“Mungkin karena mamanya tidak merestui hubungan Marco dengan Lyla, makanya mereka menikah siri.”“Masuk akal juga, toh dulu aku juga nggak direstui
Maryam membuka pintu kamarnya, menyapukan debu dari dalam kamar, lalu sekalian menyapu teras. Setelah itu kamar dipel. Kegiatan rutinnya setiap pukul enam pagi, setelah mencuci pakaian. Namun, pagi itu dia tertegun, saat baru saja selesai mengepel kamar, dia melihat Marco berjalan di koridor antara kamar-kamar kos, memasuki teras bagian belakang rumah kos itu. Kamar Maryam ada di bagian belakang, dekat dengan tempat menjemur pakaian. Maryam yang sedang ada di teras kamar, tidak bisa menghindar dari Marco.“Mau apa ke sini?” tanya Maryam.Marco berdiri di hadapan Maryam. “Aku dengar, kamu mau keluar kerja dari butik? Sudah dapat pekerjaan baru?”“Belum….”“Jadi kenapa kamu keluar? Terus nanti mau ngapain? Cari kerja sekarang kan, susah!” Marco geleng-geleng kepala. “Begini saja Maryam, kalau misalnya kamu sudah nggak betah kerja di sana, ya usahakan dulu mendapat pekerjaan baru, setelah dapat, baru keluar. Supaya kamu nggak nganggur lama.”Maryam baru mau buka mulut untuk menjawab, ta
Body Care Center Paradise, terletak di bagian belakang Hotel Paradise on The Hill. Pemandangan di siang hari sangat indah, dengan bukit dan gunung tampak di kejauhan, dan di sekitar lokasi tersebut beraneka bunga bermekaran. Body care center itu memang dikelilingi oleh taman bunga dan kolam. Udara pegunungan yang sejuk, serta aroma bunga nan harum, adalah terapi alami bagi kaum eksekutif yang ingin melakukan relaksasi di tempat itu. Sembari menikmati fasilitas perawatan tubuh, berupa spa, sauna, lulur, pijat, manicure, pedicure, dan perawatan wajah serta rambut. Bayangkan, betapa nyamannya dipijat sambil menikmati suara gemericik air dan kicau burung di taman itu.Pada malam hari, body care center itu tetap diminati pengunjung. Para eksekutif yang tak punya waktu senggang di siang hari, dapat memanfaatkan waktu luangnya di malam hari untuk melakukan perawatan tubuh. Peminatnya memang mayoritas wanita, tapi bagi pria pun sudah ada tempat khusus body care yang terpisah dari tempat wanit
Para penyidik dari Polrestabes Bandung sedang membahas kasus pembunuhan di bridal milik Lyla.Iptu. Ekky bicara, “Pada malam itu Sobar tidak mau ditemani oleh Bento dan teman-temannya, mungkin karena Sobar berniat menjarah harta majikannya.”Ekky memberi perintah pada anak buahnya yang membantu penyidikan. “Panggil petugas siskamling di daerah itu. Jika benar ada mobil hitam yang parkir cukup lama di dekat halaman bridal, seharusnya para petugas siskamling melihat juga, tapi kenapa mereka tidak merasa curiga?”Beberapa jam kemudian datanglah tiga orang pria ke kantor polisi. Ketiga pria itu adalah petugas siskamling yang bertugas memeriksa keamanan lingkungan di kawasan Jalan Riau, pada hari Rabu malam, saat listrik padam.“Ya, kami melihat mobil itu Pak, Avanza hitam, atau mungkin biru tua, parkir dekat bridal milik Ibu Lyla.” jawab mereka akhirnya.“Apakah itu mobil milik Ibu Lyla?”“Bukan Pak. Mobil punya Ibu Lyla adalah sedan warna putih.”“Jadi benar malam itu ada mobil parkir de
Polisi kembali menjemput Kardun, Uday, Bento dan Jajang untuk diinterogasi. Mulanya mereka terus saja bicara berbelit-belit, untuk menghindari pertanyaan penyidik tentang kepergian mereka dari rumah Bento yang dijadikan arena main gapleh. Akan tetapi setelah beberapa jam masing-masing dari mereka ditanyai di ruangan terpisah, akhirnya mereka mengaku. Memang pada hari Rabu malam setelah pertandingan Persib Junior di Stadion Siliwangi, mereka berkumpul di rumah Bento. Namun kemudian, mereka keluar dari rumah Bento, untuk mendatangi Pink Flower Bridal. “Tapi sumpah Pak, kami datang ke bridalnya Ibu Lyla itu, bukan buat merampok…. Apalagi membunuh Sobar.” “Jadi mau apa kalian ke sana, hah?!” tanya Iptu. Ekky. “Mau lihat-lihat doang, Pak….” “Lihat-lihat kalau suasana sudah aman, sudah nggak ada petugas siskamling yang lewat, sehingga kalian bisa merampok bridal itu kan?!” bentak Iptu. Ekky, yang sudah lama hilang kesabarannya menghadapi keempat preman kampung itu. “Nggak Pak, s
“Maryam, ada yang mau kutanyakan.” Wati duduk di sebelah Maryam, di ruang administrasi butik. Maryam menghentikan pekerjaannya mengecek laporan penjualan.“Kenapa kamu nggak pernah bilang, kalau kamu ternyata adalah calon menantunya Ibu Marianne?’ bisik Wati.“Nggak perlu lagi Mbak, semuanya batal.” jawab Maryam pelan.“Ya, aku tahu soal batal itu, dari Ibu Marian. Tapi… aku nggak menyangka kalau kamu punya hubungan dengan putranya Ibu Marian, nyaris menikah lagi.”“Sudah deh Mbak, jangan membahas masalah itu lagi.”“Ya, ya, kalian batal menikah kan?’ gumam Wati. “Apakah keluarga mereka nggak setuju dengan kamu? Maaf kalau aku bertanya seperti ini. Soalnya… dulu, enam tahun lalu, saat aku mulai kerja di butik ini, putranya Ibu Marian pernah pendekatan sama aku. Tapi kayaknya waktu itu Bu Marian nggak suka anaknya mendekati pegawai butik.”“Oh ya?” Maryam menoleh lagi pada Wati.“Eh, jangan salah paham Maryam. Bukan Marco yang waktu itu pendekatan sama aku. Kalau Marco kan, waktu itu m
Marianne Wiratama menatap putranya yang sedang makan di meja dekat dapur. Baru saja Marianne datang ke rumahnya, untuk menegaskan kabar yang kemarin siang diberitakan oleh putranya.“Batal, atau diundur?”“Batal.” jawab Marco untuk ketiga kalinya. “Papa juga sudah kuberi tahu. Aku juga sudah bicara dengan kerabat kita yang di Cirebon, supaya membatalkan semua pesanan yang menyangkut urusan pernikahan.”“Tapi kamu sudah bayar uang muka buat gedung dan catering.” gumam Marianne, “baju pengantin juga sudah selesai dijahit.”“Uang muka sudah diambil lagi dari pengelola gedung dan pihak catering, tapi dipotong biaya pembatalan sebesar 25 persen dari uang muka yang sudah aku bayarkan. Maaf Ma, kalau aku membuat Mama kecewa, dan merasa dirugikan.” Marco memperkirakan uang yang amblas itu… mungkin sekitar 30 juta, sebagai cancelation fee. Baju pengantin belum dihitung berapa biayanya, karena dibuat di butik mamanya.“Kenapa kamu berubah pikiran, Marco? Bukankah waktu kita melamar Maryam, kamu