Beranda / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 07. Menemukan Pistol

Share

bab 07. Menemukan Pistol

Penulis: Yanti Soeparmo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-10 05:57:21

“Eh, siapa kamu?”

“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”

“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”

"Kenapa harus loncat pagar?”

“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”

“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”

“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.

“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.

“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”

Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, lantas membuka pintu kamarnya, mencabut kunci, kemudian dia masuk kamar. Dari luar kamar itu, Maryam mendengar suara selot pintu yang dipasang. Karena tingkah Silvi mencurigakan, Maryam penasaran, dan mengintip kamar Silvi melalui lubang kunci. Kebetulan kunci tidak terpasang. Bola mata Maryam melebar saat melihat apa yang sedang dikerjakan oleh Silvi.

Maryam mengetuk pintu kamar Silvi. Beberapa saat kemudian pintu itu terbuka, dan Silvi melotot melihat Maryam berdiri di depan pintunya.

“Silvi, kakiku terkilir … sakit banget. Biasanya kamu punya balsam, boleh minta?”

Silvi masuk lagi ke kamarnya, Maryam membuntuti. Silvi menyodorkan balsam. Maryam menerimanya, lalu membuka tutup wadahnya. Karena tergesa, wadah balsam itu terjatuh, dan kaki Maryam bergerak sedikit, balsam itu tertendang masuk ke kolong tempat tidur Silvi.

“Aduh Sil, kakiku sakit, susah ditekuk. Tolong ambilin balsamnya!”

“Makanya Mbak, jangan suka kepo urusan orang!” gerutu Silvi sambil merunduk lalu melihat-lihat ke kolong ranjang.

Silvi meraih ponselnya, menyalakan senter untuk menerangi kolong ranjang. Dia sudah bisa melihat posisi balsam itu. Dia merangkak ke kolong ranjang untuk menggapai balsam itu. Dengan susah payah, dia merangkak mundur, mengeluarkan lagi tubuhnya dari kolong ranjang, dengan balsam di tangan. Dilemparkannya balsam itu ke atas kasur. Maryam mengambil balsam, lalu segera mengolesi kakinya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia keluar dari kamar Silvi.

***

Keesokan harinya, usai salat subuh dan suasana masih gelap, Maryam bergegas menuju rumah Nining, rekannya jualan peyek. Dalam tas yang dijinjingnya, Maryam membawa sesuatu yang berasal dari kamar Silvi. Maryam teringat jika Nining punya adik yang baru lulus dari Pendidikan Bintara Polisi.

“Adikku itu tinggal di asrama, di markas polisi yang Jalan Merdeka.” ujar Nining. “Biarlah aku telepon dia. Adikku mungkin bisa menghubungkan kita dengan pihak yang lebih berwenang.”

Setelah mengobrol dengan adiknya, Nining bicara pada Maryam. “Kita disuruh nunggu di sini. Barang yang kamu bawa itu jangan disentuh.”

“Lha, aku sudah megang barang ini ….”

“Tas kamu taruh di halaman rumahku, daripada bahaya.”

Halaman depan rumah Nining adalah taman kecil yang dipenuhi tanaman bumbu dapur. Maryam meletakkan tasnya di taman itu. Menunggu.

Setengah jam kemudian datanglah beberapa orang ke rumah itu, untuk mengambil benda yang dibawa Maryam. Sedangkan tas dikembalikan pada Maryam.

“Milik siapa ini?” Inspektur Polisi Satu (Iptu.) Ekky Wahyudi mengamati benda yang dibawa Maryam. Iptu. Ekky adalah polisi senior berusia 40 tahun, berdinas sebagai reserse di Markas Polrestabes Bandung. Benda yang sedang dipegangnya adalah sepucuk pistol.

“Memang pistol rakitan. Tapi ada pelurunya, dan kemungkinan besar bisa berfungsi, bisa meledak. Pistol siapa ini?” tanya Iptu. Ekky lagi.

“Dapat nemu dalam tempat sampah di belakang kampus saya.” Maryam tak yakin jika polisi itu bakal percaya dengan ucapannya. Akan tetapi daripada bilang bahwa semalam dia mengintip Silvi yang sedang merogoh pistol itu dari saku jaket, lalu dimasukkan ke laci meja belajar.

Semalam, Maryam masuk ke kamar Silvi untuk minta balsam. Maryam sengaja menjatuhkan balsam itu, lalu menendangnya ke kolong ranjang. Saat Silvi merangkak ke kolong ranjang untuk meraih balsam, secepat kilat Maryam membuka laci meja belajar Silvi, dan mengambil pistol itu, lalu disembunyikan di balik bajunya. Akibatnya semalaman Maryam tidak nyenyak tidur memikirkan ada pistol di dalam kamarnya.

Pagi-pagi sekali Maryam berangkat ke rumah Nining, yang punya adik anggota polisi. Adiknya Nining itulah yang melapor pada instrukturnya, minta bantuan. Sang instruktur segera melapor ke Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim). Maka dikirimlah beberapa orang reserse ke rumah Nining.

Sudah lima kali ditanya, Maryam tetap bilang bahwa pistol itu ditemukannya di tempat sampah, akhirnya Iptu. Ekky tidak bertanya lagi. Para polisi itu pamit. Maryam merasa lega, sudah menyerahkan pistol itu ke tangan pihak yang lebih berwenang.

Maryam menuju kampus. Saat itu sudah pukul 08:20, kampus sudah ramai. Maryam berbelok ke pos security kampus.

“Pak, tadi malam ada yang mondok di homebase?” tanya Maryam.

“Kayaknya nggak ada.” jawab seorang satpam.

“Sekitar jam 9 malam, apakah ada orang di homebase?”

“Oooh, kalau masih jam segitu ada, tapi dia pergi sekitar jam 10 malam.” Satpam itu menatap Maryam dengan senyum aneh dan sorot mata curiga. “Ada apa nih, kok nanyain orang yang mondok di homebase?”

“Cuma khawatir, jangan-jangan teman saya ikutan mondok. Teman saya itu cewek, sedangkan yang mondok di homebase kan, cowok melulu.”

“Nggak ada cewek yang mondok di kampus ini.”

“Jadi siapa yang tadi malam ada di homebase, sekitar jam sembilan malam?”

Suara motor trail yang bising memasuki gerbang kampus.

“Nah, motor berisik itu yang semalam ada di tempat parkir.” ujar satpam.

Maryam menatap pengendara motor, yaitu Marco. Pagi itu Marco mengenakan kemeja warna biru tua lengan panjang, celana panjang hitam dan sepatu trail boots yang biasa dipakai para pendaki gunung. Setelah parkir motor, dia menuju homebase sambil menenteng helm. Rambutnya yang gondrong melampaui bahu dibiarkan tergerai dikibarkan angin, tampak rada kusut, tapi tidak pernah mengurangi kadar gantengnya.

Maryam pergi menuju taman belakang kampus, karena sebelumnya ada beberapa chat dari Silvi. Di taman itu Silvi sudah menunggu Maryam, untuk membicarakan masalah … pistol!

“Mana barang itu?!” Silvi langsung menarik tangan Maryam.

“Sudah aku berikan sama polisi.”

“Kenapa sih, kamu ikut campur urusanku!” teriak Silvi.

“Barang itu bisa membahayakan orang lain, dan juga diri kamu! Aku nggak bilang kalau barang itu milik kamu, aku bilang nemu di tempat sampah. Jadi polisi nggak bakal mencari kamu”

“Aku sudah jual gelang dan cincin emasku buat beli barang itu dari preman. Seenaknya aja kamu colong!” Silvi penuh amarah.

Maryam berbisik, “Kemarin malam kamu datang ke kampus dengan membawa pistol itu. Kamu mau menembak Marco?”

“Huh!”

“Benar begitu? Kenapa Silvi? Sepertinya Marco baik sama kamu.”

“Baik apanya? Dia bajingan yang sudah membunuh kakakku, Bang Tonny!”

Bab terkait

  • Mencintai Seorang Climber   bab 08. Dendam

    “Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Mencintai Seorang Climber   bab 09. Gadis Pantura

    Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 10. Mencari Pria Gondrong

    Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 11. Jus Alpukat

    Marco masuk ke dalam homebase, meletakkan ranselnya. Sedangkan para penghuni homebase pura-pura kembali pada aktivitasnya semula, sambil menunggu reaksi Marco. Akan tetapi Marco malah membuka lemari, mengorek-ngorek isinya. “Cari apa lo?” tanya Raymond. “Tambang yang merah ada di mana?” Marco menyahut dengan tanya juga. “Itu tambang bukan punya kita, gue pinjam dari Skyger, mau gue balikin. Ada di mana?” “Di dalam peti.” jawab Raymond, lalu dia memberi isyarat pada temannya. Temannya Raymond bicara, “Bang, tuh bakso sama jus alpukat, barusan diantarin pedagangnya. Katanya buat Abang ya?” Marco berjalan mendekati meja, lalu membuka kertas penutup gelas, mengangkat gelas itu, dan meminumnya…. Matanya melotot. Secepat kilat dia berlari ke luar, lalu muntah-muntah di selokan kecil samping homebase. Seisi homebase terbahak-bahak. Dari luar terdengar beraneka ragam sumpah serapah dari mulut Marco. Lantas Marco masuk lagi ke homebase dengan gelas kosong di tangan. Jus mengkudu itu sud

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Mencintai Seorang Climber   bab 12. Prank

    “Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam. Sungguh Maryam merasa khawatir sekali, jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Tapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi overthinking terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond? Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco. “Menurut info, Raymond keracunan.” Nining menjelaskan berita duka yang dia peroleh dari grup WA antarmahasiswa.“Keracunan apa?” Maryam tampak heran.“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Menurut info, Raymond sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. I

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Mencintai Seorang Climber   bab 13. Arsenik

    Selanjutnya Johan diminta mengamati rekaman CCTV yang memperlihatkan bagian depan homebase. Dari rekaman itu tampak orang-orang yang masuk dan ke luar dari homebase. Johan diminta mengidentifikasi setiap orang yang masuk ke dalam homebase, menjelang kejadian tewasnya Raymond. Sebagai anggota lama UKM Adventure, mestinya Johan mengenali orang-orang itu. Johan menuliskan nama-nama mereka, berikut fakultas tempat orang-orang itu kuliah, dan tahun angkatannya.Polisi menuding seorang wanita yang mengenakan gamis panjang dan berjilbab lebar, tampak berdiri cukup lama di halaman homebase, sesekali dia berjalan bolak-balik, tapi tidak kentara masuk ke markas pencinta alam itu.“Siapa dia?”“Namanya Maryam.”“Dia anggota Adventure?”“Bukan Pak, dia pacarnya Marco.”“Kenapa dia ada di dekat homebase, sebelum kejadian tewasnya Raymond?”“Nggak tahu Pak. Nah, itu Marco datang. Mereka ngobrol tuh.”Inspektur Ekky Wahyudi memperhatikan rekaman CCTV itu dengan seksama. Tampak seorang pedagang datan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Mencintai Seorang Climber   bab 14. Beberapa Kesaksian

    Mang Sueb, pedagang es buah di dekat Kampus Universitas Taruma, sedang berada di kantor polisi untuk memberi kesaksian.“Jadi pada saat Marco membeli jus alpukat dari gerobak saya, ada dua orang mahasiswi yang mau beli es buah. Setelah Marco pergi, salah satu cewek menyebut Marco sebagai orang yang belagu banget. Lantas temannya menyahut, “Ah, lo sewot karena sudah setahun ikut-ikutan naik gunung, masih belum bisa juga menaklukkan Marco! Cari aja yang lain! Masih banyak cowok gondrong!” Lalu cewek itu menjawab, “Kalau gondrong tapi kere, ogah! Gua maunya yang tajir!” Lalu temannya bilang, “Dasar matre!” Lalu kedua cewek itu makan es buah. Begitulah ceritanya , Pak.”Inspektur Ekky bicara, “Mang Sueb sudah boleh pulang. Terima kasih sudah mau datang. Tapi kalau saya butuh keterangan lagi, Mang Sueb mau kan, dipanggil lagi ke sini?”“Iya Pak. Tapi… apakah saya sudah boleh dagang lagi Pak?”“Silakan Mang Sueb, mudah-mudahan laris.”Inspektur Ekky menyuruh anak buahnya memanggil saksi ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Mencintai Seorang Climber   15. Mendadak Pulang Kampung

    Masih banyak waktu untuk menunggu keberangkatan. Bibi yang bernama Rumsih itu mengeluarkan makanan yang tadi dibelinya, ada lontong isi oncom, bakwan sayur, lemper isi ayam dan pisang molen untuk sarapan. Marco mulai makan, dan menyuruh Maryam juga makan. Di pool travel itu ada juga toko oleh-oleh, di toko itu bibi membeli air mineral buat minum majikannya. “Den, bibi mau belanja sekarang aja ya.” “Belum buka supermarketnya.” “Bibi nggak belanja di supermarket, mau belanja di pasar aja. Bibi hapal daerah sini, di dekat sini ada pasar. Bibi mah lebih senang belanja di pasar daripada di supermarket. Bibi mau naik angkot aja.” “Bibi naik taksi aja.” Marco mengambil ponselnya, hendak pesan taksi online. “Naik angkot juga nggak apa-apa atuh Den. Bibi mah lebih senang naik angkot.” “Ya sudahlah, terserah bibi aja. Uang belanja sudah dibawa, kan?” “Sudah atuh. Bibi pergi dulu ya.” “Nanti pulangnya naik taksi aja ya Bi, angkot nggak masuk ke kompleks kita.” Bi Rumsih cuma ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25

Bab terbaru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 116. Katakan Cinta Padaku

    Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua

  • Mencintai Seorang Climber   bab 115. Jenuh Hidup Sendiri

    Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su

  • Mencintai Seorang Climber   bab 114. CLBK?

    Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.

  • Mencintai Seorang Climber   bab 113. Tempat Paling Aman

    Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada

  • Mencintai Seorang Climber   bab 112. Bestie Baru

    Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p

  • Mencintai Seorang Climber   bab 111. Marco Mendekati Lagi Maryam

    Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam

  • Mencintai Seorang Climber   bab 110. Rencana Gathering

    “Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu

  • Mencintai Seorang Climber   bab 109. Bertemu mantan Kekasih

    Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger

  • Mencintai Seorang Climber   bab 108. Outbound

    Udara pagi yang sejuk dan segar, di bawah kerindangan pepohonan di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan anak dari TKIT Bunga Bangsa dengan ceria mengikuti Adventure Kids Camp. Beberapa guru dan pendamping dari TK itu ikut menemani murid-muridnya, mengawasi jika ada murid yang cedera. Walaupun sebetulnya sangat kecil kemungkinan anak-anak itu mengalami cedera saat mengikuti outbound, karena beberapa orang instruktur dari arena outbound itu mengawasi mereka dengan seksama.Acara outbound memang ada dalam jadwal TKIT Bunga Bangsa. Dua bulan sekali anak-anak dibawa ke arena outbound di beberapa lokasi, tentu saja yang masih berada dekat dengan Kota Bandung. Sebulan lalu pihak TKIT menerima brosur dari Adventure Kids Camp, berikut tawaran untuk datang ke camp itu, ada diskon yang cukup besar, karena camp itu baru dibuka. Kepala TKIT memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ternyata arena camp baru itu cukup menyenangkan.Tidak ada paksaan jika pihak orang tua tidak mengizinkan anakny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status