Home / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 07. Menemukan Pistol

Share

bab 07. Menemukan Pistol

last update Last Updated: 2024-10-10 05:57:21

“Eh, siapa kamu?”

“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”

“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”

"Kenapa harus loncat pagar?”

“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”

“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”

“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.

“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.

“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”

Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, lantas membuka pintu kamarnya, mencabut kunci, kemudian dia masuk kamar. Dari luar kamar itu, Maryam mendengar suara selot pintu yang dipasang. Karena tingkah Silvi mencurigakan, Maryam penasaran, dan mengintip kamar Silvi melalui lubang kunci. Kebetulan kunci tidak terpasang. Bola mata Maryam melebar saat melihat apa yang sedang dikerjakan oleh Silvi.

Maryam mengetuk pintu kamar Silvi. Beberapa saat kemudian pintu itu terbuka, dan Silvi melotot melihat Maryam berdiri di depan pintunya.

“Silvi, kakiku terkilir … sakit banget. Biasanya kamu punya balsam, boleh minta?”

Silvi masuk lagi ke kamarnya, Maryam membuntuti. Silvi menyodorkan balsam. Maryam menerimanya, lalu membuka tutup wadahnya. Karena tergesa, wadah balsam itu terjatuh, dan kaki Maryam bergerak sedikit, balsam itu tertendang masuk ke kolong tempat tidur Silvi.

“Aduh Sil, kakiku sakit, susah ditekuk. Tolong ambilin balsamnya!”

“Makanya Mbak, jangan suka kepo urusan orang!” gerutu Silvi sambil merunduk lalu melihat-lihat ke kolong ranjang.

Silvi meraih ponselnya, menyalakan senter untuk menerangi kolong ranjang. Dia sudah bisa melihat posisi balsam itu. Dia merangkak ke kolong ranjang untuk menggapai balsam itu. Dengan susah payah, dia merangkak mundur, mengeluarkan lagi tubuhnya dari kolong ranjang, dengan balsam di tangan. Dilemparkannya balsam itu ke atas kasur. Maryam mengambil balsam, lalu segera mengolesi kakinya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia keluar dari kamar Silvi.

***

Keesokan harinya, usai salat subuh dan suasana masih gelap, Maryam bergegas menuju rumah Nining, rekannya jualan peyek. Dalam tas yang dijinjingnya, Maryam membawa sesuatu yang berasal dari kamar Silvi. Maryam teringat jika Nining punya adik yang baru lulus dari Pendidikan Bintara Polisi.

“Adikku itu tinggal di asrama, di markas polisi yang Jalan Merdeka.” ujar Nining. “Biarlah aku telepon dia. Adikku mungkin bisa menghubungkan kita dengan pihak yang lebih berwenang.”

Setelah mengobrol dengan adiknya, Nining bicara pada Maryam. “Kita disuruh nunggu di sini. Barang yang kamu bawa itu jangan disentuh.”

“Lha, aku sudah megang barang ini ….”

“Tas kamu taruh di halaman rumahku, daripada bahaya.”

Halaman depan rumah Nining adalah taman kecil yang dipenuhi tanaman bumbu dapur. Maryam meletakkan tasnya di taman itu. Menunggu.

Setengah jam kemudian datanglah beberapa orang ke rumah itu, untuk mengambil benda yang dibawa Maryam. Sedangkan tas dikembalikan pada Maryam.

“Milik siapa ini?” Inspektur Polisi Satu (Iptu.) Ekky Wahyudi mengamati benda yang dibawa Maryam. Iptu. Ekky adalah polisi senior berusia 40 tahun, berdinas sebagai reserse di Markas Polrestabes Bandung. Benda yang sedang dipegangnya adalah sepucuk pistol.

“Memang pistol rakitan. Tapi ada pelurunya, dan kemungkinan besar bisa berfungsi, bisa meledak. Pistol siapa ini?” tanya Iptu. Ekky lagi.

“Dapat nemu dalam tempat sampah di belakang kampus saya.” Maryam tak yakin jika polisi itu bakal percaya dengan ucapannya. Akan tetapi daripada bilang bahwa semalam dia mengintip Silvi yang sedang merogoh pistol itu dari saku jaket, lalu dimasukkan ke laci meja belajar.

Semalam, Maryam masuk ke kamar Silvi untuk minta balsam. Maryam sengaja menjatuhkan balsam itu, lalu menendangnya ke kolong ranjang. Saat Silvi merangkak ke kolong ranjang untuk meraih balsam, secepat kilat Maryam membuka laci meja belajar Silvi, dan mengambil pistol itu, lalu disembunyikan di balik bajunya. Akibatnya semalaman Maryam tidak nyenyak tidur memikirkan ada pistol di dalam kamarnya.

Pagi-pagi sekali Maryam berangkat ke rumah Nining, yang punya adik anggota polisi. Adiknya Nining itulah yang melapor pada instrukturnya, minta bantuan. Sang instruktur segera melapor ke Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim). Maka dikirimlah beberapa orang reserse ke rumah Nining.

Sudah lima kali ditanya, Maryam tetap bilang bahwa pistol itu ditemukannya di tempat sampah, akhirnya Iptu. Ekky tidak bertanya lagi. Para polisi itu pamit. Maryam merasa lega, sudah menyerahkan pistol itu ke tangan pihak yang lebih berwenang.

Maryam menuju kampus. Saat itu sudah pukul 08:20, kampus sudah ramai. Maryam berbelok ke pos security kampus.

“Pak, tadi malam ada yang mondok di homebase?” tanya Maryam.

“Kayaknya nggak ada.” jawab seorang satpam.

“Sekitar jam 9 malam, apakah ada orang di homebase?”

“Oooh, kalau masih jam segitu ada, tapi dia pergi sekitar jam 10 malam.” Satpam itu menatap Maryam dengan senyum aneh dan sorot mata curiga. “Ada apa nih, kok nanyain orang yang mondok di homebase?”

“Cuma khawatir, jangan-jangan teman saya ikutan mondok. Teman saya itu cewek, sedangkan yang mondok di homebase kan, cowok melulu.”

“Nggak ada cewek yang mondok di kampus ini.”

“Jadi siapa yang tadi malam ada di homebase, sekitar jam sembilan malam?”

Suara motor trail yang bising memasuki gerbang kampus.

“Nah, motor berisik itu yang semalam ada di tempat parkir.” ujar satpam.

Maryam menatap pengendara motor, yaitu Marco. Pagi itu Marco mengenakan kemeja warna biru tua lengan panjang, celana panjang hitam dan sepatu trail boots yang biasa dipakai para pendaki gunung. Setelah parkir motor, dia menuju homebase sambil menenteng helm. Rambutnya yang gondrong melampaui bahu dibiarkan tergerai dikibarkan angin, tampak rada kusut, tapi tidak pernah mengurangi kadar gantengnya.

Maryam pergi menuju taman belakang kampus, karena sebelumnya ada beberapa chat dari Silvi. Di taman itu Silvi sudah menunggu Maryam, untuk membicarakan masalah … pistol!

“Mana barang itu?!” Silvi langsung menarik tangan Maryam.

“Sudah aku berikan sama polisi.”

“Kenapa sih, kamu ikut campur urusanku!” teriak Silvi.

“Barang itu bisa membahayakan orang lain, dan juga diri kamu! Aku nggak bilang kalau barang itu milik kamu, aku bilang nemu di tempat sampah. Jadi polisi nggak bakal mencari kamu”

“Aku sudah jual gelang dan cincin emasku buat beli barang itu dari preman. Seenaknya aja kamu colong!” Silvi penuh amarah.

Maryam berbisik, “Kemarin malam kamu datang ke kampus dengan membawa pistol itu. Kamu mau menembak Marco?”

“Huh!”

“Benar begitu? Kenapa Silvi? Sepertinya Marco baik sama kamu.”

“Baik apanya? Dia bajingan yang sudah membunuh kakakku, Bang Tonny!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Mencintai Seorang Climber   bab 08. Dendam

    “Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib

    Last Updated : 2024-10-13
  • Mencintai Seorang Climber   bab 09. Gadis Pantura

    Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending

    Last Updated : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 10. Mencari Pria Gondrong

    Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa

    Last Updated : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 11. Jus Alpukat

    Marco masuk ke dalam homebase, meletakkan ranselnya. Sedangkan para penghuni homebase pura-pura kembali pada aktivitasnya semula, sambil menunggu reaksi Marco. Akan tetapi Marco malah membuka lemari, mengorek-ngorek isinya. “Cari apa lo?” tanya Raymond. “Tambang yang merah ada di mana?” Marco menyahut dengan tanya juga. “Itu tambang bukan punya kita, gue pinjam dari Skyger, mau gue balikin. Ada di mana?” “Di dalam peti.” jawab Raymond, lalu dia memberi isyarat pada temannya. Temannya Raymond bicara, “Bang, tuh bakso sama jus alpukat, barusan diantarin pedagangnya. Katanya buat Abang ya?” Marco berjalan mendekati meja, lalu membuka kertas penutup gelas, mengangkat gelas itu, dan meminumnya…. Matanya melotot. Secepat kilat dia berlari ke luar, lalu muntah-muntah di selokan kecil samping homebase. Seisi homebase terbahak-bahak. Dari luar terdengar beraneka ragam sumpah serapah dari mulut Marco. Lantas Marco masuk lagi ke homebase dengan gelas kosong di tangan. Jus mengkudu itu sud

    Last Updated : 2024-10-16
  • Mencintai Seorang Climber   bab 12. Prank

    “Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam. Sungguh Maryam merasa khawatir sekali, jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Tapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi overthinking terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond? Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco. “Menurut info, Raymond keracunan.” Nining menjelaskan berita duka yang dia peroleh dari grup WA antarmahasiswa.“Keracunan apa?” Maryam tampak heran.“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Menurut info, Raymond sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. I

    Last Updated : 2024-10-18
  • Mencintai Seorang Climber   bab 13. Arsenik

    Selanjutnya Johan diminta mengamati rekaman CCTV yang memperlihatkan bagian depan homebase. Dari rekaman itu tampak orang-orang yang masuk dan ke luar dari homebase. Johan diminta mengidentifikasi setiap orang yang masuk ke dalam homebase, menjelang kejadian tewasnya Raymond. Sebagai anggota lama UKM Adventure, mestinya Johan mengenali orang-orang itu. Johan menuliskan nama-nama mereka, berikut fakultas tempat orang-orang itu kuliah, dan tahun angkatannya.Polisi menuding seorang wanita yang mengenakan gamis panjang dan berjilbab lebar, tampak berdiri cukup lama di halaman homebase, sesekali dia berjalan bolak-balik, tapi tidak kentara masuk ke markas pencinta alam itu.“Siapa dia?”“Namanya Maryam.”“Dia anggota Adventure?”“Bukan Pak, dia pacarnya Marco.”“Kenapa dia ada di dekat homebase, sebelum kejadian tewasnya Raymond?”“Nggak tahu Pak. Nah, itu Marco datang. Mereka ngobrol tuh.”Inspektur Ekky Wahyudi memperhatikan rekaman CCTV itu dengan seksama. Tampak seorang pedagang datan

    Last Updated : 2024-10-19
  • Mencintai Seorang Climber   bab 14. Beberapa Kesaksian

    Mang Sueb, pedagang es buah di dekat Kampus Universitas Taruma, sedang berada di kantor polisi untuk memberi kesaksian.“Jadi pada saat Marco membeli jus alpukat dari gerobak saya, ada dua orang mahasiswi yang mau beli es buah. Setelah Marco pergi, salah satu cewek menyebut Marco sebagai orang yang belagu banget. Lantas temannya menyahut, “Ah, lo sewot karena sudah setahun ikut-ikutan naik gunung, masih belum bisa juga menaklukkan Marco! Cari aja yang lain! Masih banyak cowok gondrong!” Lalu cewek itu menjawab, “Kalau gondrong tapi kere, ogah! Gua maunya yang tajir!” Lalu temannya bilang, “Dasar matre!” Lalu kedua cewek itu makan es buah. Begitulah ceritanya , Pak.”Inspektur Ekky bicara, “Mang Sueb sudah boleh pulang. Terima kasih sudah mau datang. Tapi kalau saya butuh keterangan lagi, Mang Sueb mau kan, dipanggil lagi ke sini?”“Iya Pak. Tapi… apakah saya sudah boleh dagang lagi Pak?”“Silakan Mang Sueb, mudah-mudahan laris.”Inspektur Ekky menyuruh anak buahnya memanggil saksi ber

    Last Updated : 2024-10-20
  • Mencintai Seorang Climber   15. Mendadak Pulang Kampung

    Masih banyak waktu untuk menunggu keberangkatan. Bibi yang bernama Rumsih itu mengeluarkan makanan yang tadi dibelinya, ada lontong isi oncom, bakwan sayur, lemper isi ayam dan pisang molen untuk sarapan. Marco mulai makan, dan menyuruh Maryam juga makan. Di pool travel itu ada juga toko oleh-oleh, di toko itu bibi membeli air mineral buat minum majikannya. “Den, bibi mau belanja sekarang aja ya.” “Belum buka supermarketnya.” “Bibi nggak belanja di supermarket, mau belanja di pasar aja. Bibi hapal daerah sini, di dekat sini ada pasar. Bibi mah lebih senang belanja di pasar daripada di supermarket. Bibi mau naik angkot aja.” “Bibi naik taksi aja.” Marco mengambil ponselnya, hendak pesan taksi online. “Naik angkot juga nggak apa-apa atuh Den. Bibi mah lebih senang naik angkot.” “Ya sudahlah, terserah bibi aja. Uang belanja sudah dibawa, kan?” “Sudah atuh. Bibi pergi dulu ya.” “Nanti pulangnya naik taksi aja ya Bi, angkot nggak masuk ke kompleks kita.” Bi Rumsih cuma ter

    Last Updated : 2024-10-25

Latest chapter

  • Mencintai Seorang Climber   bab 179. Jadi Istri Kedua

    Maryam menyaksikan acara akad nikah kakaknya dengan perasaan kurang nyaman. Firasatnya benar, ternyata pria yang menikahi kakaknya secara siri itu, sudah punya istri dan anak. Pria itu sendiri yang bicara pada bapaknya Maryam, bahwa dia sudah punya seorang istri dan dua anak, istrinya belum tahu jika dirinya akan menikah lagi. Pria itu bertanya, "Apakah Bapak tidak keberatan menikahkan saya dengan putri Bapak, sedangkan saya sudah punya istri?" Bapaknya Maryam tampak terdiam, menatap pada putrinya yang hendak menikah. Putrinya itu mengangguk, dan menggenggam jemari bapaknya, tanda memohon restu. Bapaknya mengelus kepala putrinya, berharap pernikahan putrinya tidak bermasalah di belakang hari. Mempelai wanita bernama Irma, 25 tahun. Irma adalah anak kedua dari Wartini. Usia Wartini 45 tahun, wanita itu adalah istri pertama bapaknya Maryam, tapi sudah resmi berpisah 15 tahun lalu. Wartini sudah pernah menikah lagi dengan pria lain, tapi suami keduanya meninggal 10 tahun lalu, dengan

  • Mencintai Seorang Climber   bab 178. Menumpas Pelakor

    Marco memandang berkeliling area halaman belakang dari penginapan itu. Dia melihat ada pintu di tembok belakang.“Di belakang situ, ada apa, Mang?”“Brandgang, tembusnya ke jalan kecil di sebelah sana.”“Begini Mang … kalau aku pakai mobil itu, mungkin aku bakal dibuntuti terus, kayaknya di mobilku ada alat pelacak. Jadi aku mau bepergian naik ojek online. Minta tolong bawa mobilku ke showroom punya Mang Endi. Soalnya kalau mobilku ada di sini, orang-orang suruhan mama bisa mengira aku ada di sini. Aku khawatir mereka bikin gaduh dan nanti merugikan tamu di penginapan ini.” “Kenapa mama kamu sampai memasang alat pelacak di mobilmu?”“Mulanya karena mama nggak mau aku pergi naik gunung. Akhirnya mobil itu jarang aku pakai.”Sunedi memberi petunjuk ke mana Marco harus berjalan dan berbelok arah, hingga nanti akan menemukan jalan besar. Marco bisa menunggu ojek di depan sebuah bangunan publik yang mudah dicari oleh driver ojek.Akhirnya Marco sudah duduk di belakang driver ojek o

  • Mencintai Seorang Climber   bab 177. Ada yang Menguntit

    Marco tiba di Kota Cirebon saat tengah malam. Dia menuju sebuah penginapan kecil milik kerabatnya, bernama Sunedi. Sebenarnya Sunedi bukan kerabat berdasarkan hubungan darah. Dulunya Sunedi adalah sopir di rumah Pak Waluya, kakeknya Marco. Sudah sejak remaja Sunedi bekerja di rumah Pak Waluya.Pak Waluya selagi muda adalah PNS Dinas Pertanian Jawa Barat. Pak Waluya pernah bertugas di wilayah Pantura. Di pantura itulah dia bertemu Sunedi, anak yatim tamat SD yang sering datang ke dekat kantor Dinas Pertanian untuk ngarit, menyabit rumput. Sunedi bekerja sebagai pemelihara kambing milik tetangganya. Kerap kali anak itu ngarit di dekat kantor Pak Waluya pada sore hari, dan tampak lapar, karena belum makan sejak pagi. Sunedi sering diajak makan di kantor itu. Pak Waluya kemudian pindah tugas ke Bandung, Sunedi dibawanya dengan persetujuan keluarga anak itu. Sunedi disekolahkan di Bandung hingga tamat STM bidang otomotif.Pak Waluya memilh pensiun di usia 52 tahun. Beliau pensiun bukan kar

  • Mencintai Seorang Climber   bab 176. Jadi Tersangka

    Niar bergegas ke luar dari kamar kos, berjalan menyusuri gang sempit menuju halaman minimarket di tepi jalan. Itulah lokasi yang paling sering menjadi titik penjemputan anak-anak kos sekitar situ, yang mau naik kendaraan online. Niar juga naik ojek online, sembari menggendong bungkusan boneka. Dia akan mengembalikan boneka itu pada Cynthia. Niar tidak tahu di mana rumah Cynthia, tapi tempo hari Cynthia memboncengnya menuju sebuah kompkeks perumahan kelas menengah. Niar meminta driver ojek ke kompleks itu, dan mencari sebuah blok yang diingat NIar. Untungnya setiap satu blok hanya untuk 30 – 40 rumah, jadi tidak terlalu banyak rumah yang mesti diamati.Akhirnya Niar tiba di rumah dua lantai yang di bagian bawahnya jadi toko sembako. Rumah tempat Cynthia pernah menyerahkan boneka Labubu padanya. Dan pada sore itu, Niar mengembalikan bungkusan yang berisi boneka Labubu.“Ini bukan rumah Cynthia. Ini rumah kerabatnya. Saya mah, hanya pekerja di toko ini.” ucap wanita yang menjaga toko.“

  • Mencintai Seorang Climber   bab 175. Retur

    Maryam mengira begitu dia tiba di Cirebon, besoknya atau lusa pernikahan sang kakak akan dilangsungkan, sehingga dia bakal disuruh ikut bantu memasak hidangan. Ternyata belum ada waktu yang pasti, belum ada kesibukan memasak dalam jumlah besar untuk tamu pernikahan. Tentu saja Maryam merasa heran. “Kalau orang mau nikah, bukankah harus menetapkan tanggalnya yang pasti, untuk kedatangan penghulu dari KUA?”“Kabarnya Irma akan nikah siri, nggak daftar ke KUA.” jawab emaknya.“Nikah siri? Kenapa?”“Emak nggak tahu. Mungkin calon suaminya masih sibuk, belum bisa ngasi tanggal yang pasti. Tapi katanya bulan ini mereka akan menikah.”Maryam ingin bertanya, apakah Irma mau menikah siri karena calon suaminya masih berstatus suami orang? Namun pertanyaan itu urung disuarakan oleh Maryam, khawatir menyinggung perasaan emaknya. Bukankah emaknya juga menikah dengan suami orang?Duapuluhlima tahun lalu ketika emaknya menikah dengan bapaknya, sudah ada dua istri yang dimiliki oleh bapaknya, beriku

  • Mencintai Seorang Climber   bab 174. Marco Pergi

    Marianne Wiratama bertemu dengan Rustini, ibunya Sabrina, di acara gathering para pengusaha fashion Bandung. Marianne baru tahu kalau Marco memutus hubungan dengan Sabrina.“Itu lho Sis, Marco berencana kerja di luar Jawa. Sabrina nggak setuju, karena aneh aja, sudah ada perusahaan milik keluarga, kenapa Marco malah pengin kerja di perusahaan punya orang lain di luar Jawa pula. Nah, karena Sabrina nggak setuju, lantas Marco bilang kalau Sabrina sudah beda prinsip dengan dirinya, jadi mending putus aja. Begitu ceritanya Sis.”Marianne semakin jengkel mendengar aduan Rustini. Kalau benar Marco berencana kerja di luar Jawa, itu berarti Marco mengambil langkah sendiri tanpa pernah bicara dengan orang tua. Marianne merasa sudah diremehkan oleh anaknya.“Aku harus mulai bersikap keras pada Marco.” pikir Marianne. “Kalau dibiarkan seperti itu, Marco malah semakin semaunya sendiri, nggak mikirin perasaan orang tua.”***Sementara itu Marco masih berada di rumah Zakki.“Masalahnya sekarang ada

  • Mencintai Seorang Climber   bab 173. Postingan Pernikahan

    Marco masih menunggu panggilan kerja. Mamanya menyuruh dia menengok rumah milik Zakki, yang sudah dua minggu ditinggalkan. Zakki mengajak istrinya berlibur ke Korea, untuk healing setelah kesedihan karena kehilangan anak mereka. Dengan motor, Marco menuju rumah Zakki, untuk mengecek apakah rumah itu aman.Rumah Zakki berada satu kompleks dengan TKIT Bunga Bangsa. Marco kaget saat melewati TK itu, yang dilihat olehnya adalah bangunan kosong, pintu pagar digembok, dan halaman yang diseraki dedaunan kering serta rumput yang sudah tumbuh cukup tinggi. Tidak nampak penjaga atau satpam di depan bangunan TK itu. Marco mampir di rumah makan yang berada dekat TK.Marco membeli nasi, pepes ayam, botok teri, sambal plus lalap, bakwan jagung dan perkedel kentang, juga es campur, semua dibungkus. Saat membayar, Marco bertanya pada pegawai rumah makan itu.“Sekolah TK yang di depan itu, lagi libur ya?”“Oh, TK itu mah, sudah bubar, nggak ada lagi murid yang daftar ke situ.”“Bubar? Guru-gurunya ke

  • Mencintai Seorang Climber   bab 172. Boneka Titipan

    Cynthia memperkirakan, jika Maryam kena kasus hukum di Cirebon, maka Maryam tidak akan kembali ke Bandung dalam waktu dekat. Lantas siapa yang akan datang menolong Maryam? Cynthia yakin jika Hanif yang kelak akan datang untuk membantu advokasi bagi Maryam. Kebersamaan Maryam dan Hanif selama proses hukum, akan membuat mereka dekat. Kalaupun misalnya Maryam kena pidana, dan harus dihukum, Cynthia mengira Maryam hanya akan kena hukuman percobaan selama satu tahun, atau paling lama satu tahun enam bulan. Maryam tidak akan dipenjara, tapi akan masuk panti rehabilitasi korban narkoba. Selama menjalani rehabilitasi, Maryam akan semakin dekat dengan Hanif, dan akhirnya Marco akan terlupakan. Maryam akan memilih Hanif. Begitulah rencana Cynthia. “Maaf kalau nanti kamu bakal sedikit susah, Maryam. Aku bikin rekayasa kasus hukum buat kamu, supaya kamu bisa lebih dekat lagi dengan Hanif. Aku sudah dapat banyak info tentang dirimu, dari teman-teman dekatmu. Hanya Hanif yang bisa bikin Mar

  • Mencintai Seorang Climber   bab 171. Bukan Boneka Biasa

    Niar mengenal Cynthia ketika suatu hari Cynthia datang ke rumah kos tempat Niar tinggal. Cynthia melihat Niar keluar dari salah satu kamar, bersama dengan teman sekamarnya. Lantas Cynthia mengikuti Niar yang pergi bekerja di sebuah supermarket. Kemudian Cynthia mengajak Niar bicara, yang intinya meminta kerjasama Niar untuk membuat Maryam meninggalkan rumah kos itu. Kalau Maryam tidak mau hengkang, maka Niar diminta mencari tahu kapan Maryam akan pulang kampung, karena Cynthia ingin menitipkan sesuatu supaya dibawa oleh Maryam ke kampungnya.Ketika itu Niar ingin tahu, apa alasan Cynthia ingin membuat Maryam pergi dari rumah kos itu, bahkan sebenarnya Cynthia ingin Maryam pergi dari Bandung. Cynthia bilang bahwa Maryam adalah pelakor bagi hubungan antara Sabrina dan Marco. Cynthia bilang bahwa Sabrina adalah kerabatnya, yang sudah bertunangan dengan Marco, dan pernikahan mereka sudah dipersiapkan. Akan tetapi Marco malah lebih sering ngurusin Maryam, lebih peduli pada Maryam, ketimb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status