Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending
Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa
Marco masuk ke dalam homebase, meletakkan ranselnya. Sedangkan para penghuni homebase pura-pura kembali pada aktivitasnya semula, sambil menunggu reaksi Marco. Akan tetapi Marco malah membuka lemari, mengorek-ngorek isinya. “Cari apa lo?” tanya Raymond. “Tambang yang merah ada di mana?” Marco menyahut dengan tanya juga. “Itu tambang bukan punya kita, gue pinjam dari Skyger, mau gue balikin. Ada di mana?” “Di dalam peti.” jawab Raymond, lalu dia memberi isyarat pada temannya. Temannya Raymond bicara, “Bang, tuh bakso sama jus alpukat, barusan diantarin pedagangnya. Katanya buat Abang ya?” Marco berjalan mendekati meja, lalu membuka kertas penutup gelas, mengangkat gelas itu, dan meminumnya…. Matanya melotot. Secepat kilat dia berlari ke luar, lalu muntah-muntah di selokan kecil samping homebase. Seisi homebase terbahak-bahak. Dari luar terdengar beraneka ragam sumpah serapah dari mulut Marco. Lantas Marco masuk lagi ke homebase dengan gelas kosong di tangan. Jus mengkudu itu sud
“Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam. Sungguh Maryam merasa khawatir sekali, jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Tapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi overthinking terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond? Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco. “Menurut info, Raymond keracunan.” Nining menjelaskan berita duka yang dia peroleh dari grup WA antarmahasiswa.“Keracunan apa?” Maryam tampak heran.“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Menurut info, Raymond sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. I
Selanjutnya Johan diminta mengamati rekaman CCTV yang memperlihatkan bagian depan homebase. Dari rekaman itu tampak orang-orang yang masuk dan ke luar dari homebase. Johan diminta mengidentifikasi setiap orang yang masuk ke dalam homebase, menjelang kejadian tewasnya Raymond. Sebagai anggota lama UKM Adventure, mestinya Johan mengenali orang-orang itu. Johan menuliskan nama-nama mereka, berikut fakultas tempat orang-orang itu kuliah, dan tahun angkatannya.Polisi menuding seorang wanita yang mengenakan gamis panjang dan berjilbab lebar, tampak berdiri cukup lama di halaman homebase, sesekali dia berjalan bolak-balik, tapi tidak kentara masuk ke markas pencinta alam itu.“Siapa dia?”“Namanya Maryam.”“Dia anggota Adventure?”“Bukan Pak, dia pacarnya Marco.”“Kenapa dia ada di dekat homebase, sebelum kejadian tewasnya Raymond?”“Nggak tahu Pak. Nah, itu Marco datang. Mereka ngobrol tuh.”Inspektur Ekky Wahyudi memperhatikan rekaman CCTV itu dengan seksama. Tampak seorang pedagang datan
Mang Sueb, pedagang es buah di dekat Kampus Universitas Taruma, sedang berada di kantor polisi untuk memberi kesaksian.“Jadi pada saat Marco membeli jus alpukat dari gerobak saya, ada dua orang mahasiswi yang mau beli es buah. Setelah Marco pergi, salah satu cewek menyebut Marco sebagai orang yang belagu banget. Lantas temannya menyahut, “Ah, lo sewot karena sudah setahun ikut-ikutan naik gunung, masih belum bisa juga menaklukkan Marco! Cari aja yang lain! Masih banyak cowok gondrong!” Lalu cewek itu menjawab, “Kalau gondrong tapi kere, ogah! Gua maunya yang tajir!” Lalu temannya bilang, “Dasar matre!” Lalu kedua cewek itu makan es buah. Begitulah ceritanya , Pak.”Inspektur Ekky bicara, “Mang Sueb sudah boleh pulang. Terima kasih sudah mau datang. Tapi kalau saya butuh keterangan lagi, Mang Sueb mau kan, dipanggil lagi ke sini?”“Iya Pak. Tapi… apakah saya sudah boleh dagang lagi Pak?”“Silakan Mang Sueb, mudah-mudahan laris.”Inspektur Ekky menyuruh anak buahnya memanggil saksi ber
Masih banyak waktu untuk menunggu keberangkatan. Bibi yang bernama Rumsih itu mengeluarkan makanan yang tadi dibelinya, ada lontong isi oncom, bakwan sayur, lemper isi ayam dan pisang molen untuk sarapan. Marco mulai makan, dan menyuruh Maryam juga makan. Di pool travel itu ada juga toko oleh-oleh, di toko itu bibi membeli air mineral buat minum majikannya. “Den, bibi mau belanja sekarang aja ya.” “Belum buka supermarketnya.” “Bibi nggak belanja di supermarket, mau belanja di pasar aja. Bibi hapal daerah sini, di dekat sini ada pasar. Bibi mah lebih senang belanja di pasar daripada di supermarket. Bibi mau naik angkot aja.” “Bibi naik taksi aja.” Marco mengambil ponselnya, hendak pesan taksi online. “Naik angkot juga nggak apa-apa atuh Den. Bibi mah lebih senang naik angkot.” “Ya sudahlah, terserah bibi aja. Uang belanja sudah dibawa, kan?” “Sudah atuh. Bibi pergi dulu ya.” “Nanti pulangnya naik taksi aja ya Bi, angkot nggak masuk ke kompleks kita.” Bi Rumsih cuma ter
Cepi menceritakan sebuah situasi saat pembentukan organisasi Adventure. Ceritanya sebagai berikut:Pada mulanya ada beberapa organisasi pencinta alam di kampus Universitas Taruma Bandung, yang didirikan pada setiap fakultas. Tak jarang secara bersamaan mereka mengajukan proposal kepada pihak kampus, untuk mengadakan kegiatan tertentu. Karena tidak mungkin memprioritaskan fakultas tententu, lantas Rektor membuat aturan, bahwa setiap Unit Kegiatan Mahasiswa cuma diizinkan memiliki satu wadah resmi. Jika ada lebih dari satu organisasi untuk kegiatan yang sama, maka organisasi-organisasi itu harus dileburkan jadi satu, demi memudahkan pendanaan dan kontrol dari pihak kampus.Dengan aturan itu, maka 7 organisasi pencinta alam di 7 Fakultas, harus digabung jadi satu. Saat itu banyak yang menolak, karena ego fakultas masing-masing, tapi juga tak sedikit yang setuju. Rektor memberi batas waktu untuk pendirian organisasi yang baru. Jika mayoritas para pendaki gunung itu tetap menolak organisas
Malam itu di markas polisi Bandung, dua orang reserse sedang bercakap-cakap sambil makan bajigur dan kacang rebus. “Saya pikir omongan Mang Ucup perlu dicari juga kebenarannya. Menurut Mang Ucup, Zakki Wiratama pernah ditahan di kantor polisi, mungkin karena kebut-kebutan atau tawuran. Zakki memang membantahnya, tapi saya harus yakin. Saya ingin mencari arsipnya. Siapa tahu ada kaitannya dengan kasus keracunan massal ini. Mungkin saja kasus keracunan ini adalah balas dendam antar pribadi, bukan kasus keracunan yang tanpa sengaja dengan korban acak. Target pembunuhan sesungguhnya… mungkin memang anggota keluarga Wiratama.” tutur Ekky kepada Binsar. “Tapi Pak, korban tewas itu adalah anak yang usianya bahkan belum 5 tahun.” “Enam tahun lalu saya pernah mengusut sebuah kasus pembunuhan. Korban dan pelaku bertetangga, keduanya pria berusia 50 tahunan. Anak korban sempat mengancam kepada si pelaku dan keluarganya, di kantor polisi. Begini ancamannya, “Kalau kamu tidak dihukum minimal pe
Kasat Reskrim menanggapi asumsi Inspektur Ekky. “Lalu bagaimana dengan guru-guru lain, seperti Vera, Aisyah, Hamidah, apakah mereka itu juga mantan pacar Zakki Wiratama? Lalu Bu Ningrum yang usianya 48 tahun, apakah dia pernah juga punya love affair dengan Ardi Wiratama saat masih muda? Lalu bagaimana dengan kedua orang satpam, Roni dan Jon, mereka masih muda, apakah mereka itu mantan pacar anak perempuannya Ardi Wiratama?”Ekky tersenyum kecut, menggaruk hidungnya. “Mungkin ada hubungannya di masa lalu, tapi tidak selalu love affair. Mungkin saja … di antara para pegawai TKIT Bunga Bangsa, dulu ada yang pernah bertetangga dengan keluarga Wiratama…. lalu pernah cekcok dengan istrinya, atau anak-anaknya untuk sebuah urusan yang bikin sakit hati berkepanjangan?”“Hmmm… saya malah kepikiran omongan Mang Ucup. Katanya Zakki Wiratama pernah ditahan polisi, untuk kasus apa?” tanya Kasat Reskrim.“Mungkin karena kebut-kebutan, atau tawuran antar sekolah. Untuk kasus seperti itu biasanya oran
Ekky kemudian pamitan pada guru TK itu. Di luar kompleks perumahan tempat TK itu berada, dia menghentikan motor, lalu mengambil ponselnya. Ekky menghubungi Zakki Wiratama. “Maaf jika saya mengganggu. Barusan saya dari TKIT Bunga Bangsa. Seorang guru melihat Pak Zakki bicara dengan Mang Ucup, tukang kebun sekolah TK itu, pada saat acara gathering. Apakah Pak Zakki kenal dengan Mang Ucup?” tanya Ekky.“Ya, Mang Ucup pernah bekerja selama tiga tahun di rumah keluarga saya, sebagai tukang kebun. Kira-kira sepuluh tahun yang lalu Mang Ucup keluar kerja.”“Kenapa dia keluar kerja?” tanya Erick.“Kami memergokinya sering mencuri.” jawab Zakki.“Apa yang dicurinya?”“Pada mulanya Mang Ucup hanya mengambil barang-barang bekas, seperti kayu-kayu sisa membangun rumah, pipa paralon sisa, koran dan majalah, barang elektronik bekas, tapi dia ambil dengan tanpa permisi. Mungkin karena yang diambil itu barang yang sudah tidak dipakai lagi, orang tua saya membiarkannya saja.""Lantas bagaimana?""Mun
Nyonya Dita masih berada di markas polisi, sedang menghadapi berbagai pertanyaan dari penyidik.“Apakah Anda dan putra Anda sama sekali tidak mengalami muntah, pusing, kejang-kejang, diare, air liur keluar berlebihan?” tanya petugas dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yang masih berada di ruang penyidik. Tampaknya dia sangat penasaran, di mana tepatnya racun itu dibubuhkan.“Tidak.” jawab Dita.“Berapa potong Anda makan black forest?” tanya petugas itu lagi.“Saya dan anak saya masing-masing makan satu potong.”Para penyidik dan petugas BPOM itu terdiam sejenak, bingung, karena banyak peserta gathering yang mengaku cuma makan sepotong black forest, tapi mengalami keracunan juga. Apakah tubuh Dita dan anaknya kebal terhadap arsenik? Atau … Dita dan anaknya kebagian kue black forest yang tidak mengandung racun arsenik? Apakah ini hanya kebetulan saja Dita beruntung? “Bagaimana cara Anda memakan kue black forest itu?” tanya Inspektur Ekky, daripada diam, padahal sebetulnya d
Zakki Wiratama datang ke kantor polisi untuk memberikan kesaksiannya. Pada saat itu, di kantor polisi sedang ada seorang petugas laboratorium dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang kelak akan diminta menjadi saksi ahli atas kasus keracunan arsenik yang menewaskan Valentina. Petugas BPOM itu turut menyimak tanya jawab antara penyidik dengan Zakki, selaku orang tua korban.“Apakah putri Anda memakan kue black forest lebih banyak daripada anak-anak lain, sehingga lebih banyak racun yang masuk ke tubuhnya? Cuma Anda yang tahu, apa saja yang dimakan oleh Valentina dalam acara gathering itu.” tanya Inspektur Ekky Wahyudi.“Memangnya anak-anak lain makan berapa potong?” Zakki balik bertanya.“Rata-rata makan dua potong, dan mereka semua bisa pulih dari keracunan.”Zakki tidak mengalami gejala keracunan. Seingat Zakki, saat mengambil hidangan dia mengambil sedikit lontong, lalu disiram kuah kari beserta sepotong ayam, dan kerupuk udang. Dia menyuapi Valentina dengan lontong kari it
Di sebuah kantor media online, beberapa wartawan sedang berkumpul setelah mencari berita. Biasanya mereka tidak perlu datang ke kantor, karena berita yang sudah ditulis dapat dikirim lewat e-mail. Namun seminggu sekali mereka berkumpul di kantor untuk berkoordinasi. Salah seorang wartawan adalah Nuri, seorang mahasiswi yang pernah satu kos dengan Maryam. Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang sedang nyambi jadi wartawan media online untuk desk Hukum dan Kriminalitas.Rapat redaksi dimulai, berisi diskusi tentang beberapa kesulitan menembus berita di instansi tertentu. Selesai sharing soal kesulitan masing-masing wartawan, diskusi berlanjut dengan tanya jawab tentang berita yang sedang trending, yaitu kasus keracunan massal di TKIT Bunga Bangsa. Nuri yang turut meliput kasus keracunan massal itu, memaparkan hasil liputannya. Kemudian Pimpinan Redaksi beralih pada wartawan lain.Salah seorang wartawan cukup senior, bernama Usman, mendapat berita yang agak lain.“Kamu meliput apa, Man
“Ada apa, Pak?” tanya Wawan, pada polisi senior itu, yang pangkatnya sama dengan dia, yaitu Inspektur Polisi Dua (Ipda.)“Nama yang sedang kalian bahas barusan, sepertinya saya pernah tahu ….” ucap polisi senior itu, namanya Ipda. Junaedi, bertugas di bagian humas.Binsar bertutur, “Ya jelas saja pernah dengar, bahkan mungkin tiap hari dengar! Ardi Wiratama itu kan, pengusaha dan politikus, rumahnya di Bandung, bisnisnya di Bandung. Hampir setiap hari kegiatannya diliput wartawan.” “Bukan Ardi Wiratama … tapi Zaki….” tukas polisi senior itu. “Dulu saya juga di Satuan Reskrim, di Polres. Rasanya saya pernah mengurusi kasus … yang berkaitan dengan nama Zaki.”“Zakki Wiratama?” tanya Binsar.“Banyak sih, nama Zaki yang pernah saya urusin kasusnya. Ada Zaki yang aktor film tertangkap basah saat lagi nyabu. Ada Zaki penyanyi dangdut yang rebutan anak dengan mantan istrinya, sampai saling lapor polisi. Ada Zaki dari TNI yang berantem dengan Satpol PP karena saat lagi asyik kencan dengan ce
Marco dan Maryam berdiri saling berhadapan di depan pos satpam TKIT Bungan Bangsa. Wajah keduanya menyiratkan emosi yang ditahan.Marco bicara dengan nada lunak, tapi serius. “Begini Maryam, aku harus tahu yang sebenarnya terjadi tentang kasus keracunan itu. Kenapa Valentina meninggal, sedangkan anak-anak lain yang juga keracunan bisa pulih lagi? Kenapa dosis racun dalam darah Valentina jauh lebih tinggi daripada anak-anak lain? Apakah ada yang sengaja meracuni Valentina? Kenapa? Nggak mungkin karena dendam kepada anak sekecil itu. Tapi siapa tahu ada yang mencoba balas dendam kepada anggota keluargaku. Mungkin… karena sakit hati, merasa dipermainkan?”“Apa maksudmu?” Maryam mulai merasa tidak enak hati.“Siapa tahu…. kasus keracunan itu adalah sasaran balas dendam dari orang yang pernah sakit hati dengan sikapku.”“Mana aku tahu?! Kamu kan, memang sering menyakiti banyak orang!”“Maryam… ini cuma antara kita saja… apakah kamu yang sengaja melakukannya, untuk membalas perbuatanku?”“A
Marco membuka kain yang menutupi wajah mungil itu. Wajah yang tampak damai dalam diam. Marco menahan air mata supaya tidak jatuh, saat dia membungkuk, memegang kepala Valentina dengan kedua tangannya, lalu mencium kening dan ubun-ubun Valentina untuk terakhir kalinya. Kemudian dia segera berbalik, mundur ke pojok ruang tengah rumahnya. Dia duduk di atas karpet, dekat mamanya, memeluk wanita itu, membiarkan sang mama terisak di dadanya.Marco teringat saat ikut menimang anak itu setelah dilahirkan. Marco ikut mengasuh saat Valentina masih bayi hingga berusia 2 tahun, karena saat itu Zakki masih tinggal di rumah keluarga besarnya. Marco masih ingat, bagaimana dia melihat Valentina belajar duduk, merangkak, berdiri, berjalan, tumbuh gigi, mulai bicara, hingga bisa memanggilnya Om. Kini semua itu sudah hilang.Jenazah mungil itu dibawa ke tempat pemakaman keluarga besar Wiratama, sang kakek Ardian Wiratama yang membopongnya. Karena Zakki masih di rumah sakit, menunggui istrinya yang haru