Gadis itu punya nama lengkap Maryam Nur Asyifa, penampilannya sederhana, pakaian dan jilbabnya dari bahan yang murah, dan berwarna gelap. Wajahnya selalu polos tanpa make up. Namun di balik kesederhanaan itu, sebenarnya Maryam berparas cantik, dengan kulit kuning langsat. Saat dia tersenyum ada lekuk mungil di pipinya, giginya rapi dan bersih, matanya bulat bening. Tubuhnya tinggi semampai. Saat ini Maryam sudah memasuki tahun ke empat masa kuliah. Maryam tidak sempat jualan peyek, karena sibuk praktik mengajar di sebuah SMP, di Cicalengka. Itu yang dilihat Marco di akun media sosial milik Maryam. Marco dan Maryam saling follow akun medsos, walau Maryam jarang membuat postingan, Marco juga begitu. Postingan yang dibuat Maryam kadang-kadang diberi tanda like oleh Marco. Sedangkan postingan terakhir Marco di akun pribadinya, adalah saat dirinya melakukan serah terima jabatan komandan Adventure kepada yuniornya yang bernama Raymond Sanjaya. Postingan itu lewat di beranda akun medsos
“Hei, ibu guru sudah pulang!”Maryam tiba di teras rumah kos, disambut teriakan rekan satu kos. Tempat kos itu untuk perempuan. Di sore hari yang basah oleh gerimis, Maryam kembali ke rumah kos, setelah menyelesaikan satu bulan praktik mengajar di kawasan yang cukup jauh dari kampusnya. Sebenarnya Maryam pengin pulang ke kampungnya di Cirebon, tapi dekan FKIP meminta para mahasiswa yang sudah menyelesaikan praktik mengajar, untuk berkumpul di kampus besok siang. Maka Maryam menunda pulang ke Cirebon.“Maaf ya, nggak sempat bawa oleh-oleh.” ujar Maryam. “Tadi setelah terakhir kali mengajar, aku pamit sama orang-orang di sana, terus langsung balik ke sini.”“Nggak apa-apa.”Sebuah gerobak bakso berhenti di depan rumah kos itu. Maryam yang hendak masuk ke kamarnya, menoleh pada Mang Ujo, tukang bakso langganan anak kos. Maryam merasa lapar karena belum makan siang.“Ke mana aja, Mang? Kayaknya sudah seminggu nggak muncul. Pindah rute jualan ya?” tanya salah seorang penghuni kos.“Istri s
“Eh, siapa kamu?”“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”"Kenapa harus loncat pagar?”“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, l
“Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib
Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending
Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa
Marco masuk ke dalam homebase, meletakkan ranselnya. Sedangkan para penghuni homebase pura-pura kembali pada aktivitasnya semula, sambil menunggu reaksi Marco. Akan tetapi Marco malah membuka lemari, mengorek-ngorek isinya. “Cari apa lo?” tanya Raymond. “Tambang yang merah ada di mana?” Marco menyahut dengan tanya juga. “Itu tambang bukan punya kita, gue pinjam dari Skyger, mau gue balikin. Ada di mana?” “Di dalam peti.” jawab Raymond, lalu dia memberi isyarat pada temannya. Temannya Raymond bicara, “Bang, tuh bakso sama jus alpukat, barusan diantarin pedagangnya. Katanya buat Abang ya?” Marco berjalan mendekati meja, lalu membuka kertas penutup gelas, mengangkat gelas itu, dan meminumnya…. Matanya melotot. Secepat kilat dia berlari ke luar, lalu muntah-muntah di selokan kecil samping homebase. Seisi homebase terbahak-bahak. Dari luar terdengar beraneka ragam sumpah serapah dari mulut Marco. Lantas Marco masuk lagi ke homebase dengan gelas kosong di tangan. Jus mengkudu itu sud
“Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam. Sungguh Maryam merasa khawatir sekali, jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Tapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi overthinking terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond? Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco. “Menurut info, Raymond keracunan.” Nining menjelaskan berita duka yang dia peroleh dari grup WA antarmahasiswa.“Keracunan apa?” Maryam tampak heran.“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Menurut info, Raymond sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. I
Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua
Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su
Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.
Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada
Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p
Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam
“Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu
Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger
Udara pagi yang sejuk dan segar, di bawah kerindangan pepohonan di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan anak dari TKIT Bunga Bangsa dengan ceria mengikuti Adventure Kids Camp. Beberapa guru dan pendamping dari TK itu ikut menemani murid-muridnya, mengawasi jika ada murid yang cedera. Walaupun sebetulnya sangat kecil kemungkinan anak-anak itu mengalami cedera saat mengikuti outbound, karena beberapa orang instruktur dari arena outbound itu mengawasi mereka dengan seksama.Acara outbound memang ada dalam jadwal TKIT Bunga Bangsa. Dua bulan sekali anak-anak dibawa ke arena outbound di beberapa lokasi, tentu saja yang masih berada dekat dengan Kota Bandung. Sebulan lalu pihak TKIT menerima brosur dari Adventure Kids Camp, berikut tawaran untuk datang ke camp itu, ada diskon yang cukup besar, karena camp itu baru dibuka. Kepala TKIT memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ternyata arena camp baru itu cukup menyenangkan.Tidak ada paksaan jika pihak orang tua tidak mengizinkan anakny