Home / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 04. Mimpi Buruk Sang Climber

Share

bab 04. Mimpi Buruk Sang Climber

last update Last Updated: 2024-10-01 03:57:21

Setelah rombongan itu pergi, Marco bicara. “Gue mimpi lagi .... ketemu Tonny ... dia terus saja bilang ... aku mau mati sebagai climber.”

Cepi menjawab lirih, “Jangan dipikirin terus. Semua sudah berakhir, Bro. Nggak ada lagi yang bisa lo perbuat untuk Tonny.”

Marco bertanya dalam hati, Kapan ya, pertama kali datangnya mimpi itu? Mimpi buruk tentang sebuah pemanjatan di tebing, bersama seorang rekan bernama Tonny. Dalam mimpinya, Tonny sesumbar, “Aku mau mati sebagai climber!”

Dulu ... sekitar tiga tahun lalu mimpi buruk itu berawal, tapi kemudian Marco merasa semua bakal pulih seperti sedia kala, termasuk hatinya. Namun sekarang, setelah bertahun lewat, mimpi buruk itu datang lagi. Marco merasa, mimpi itu datang karena ada kaitannya dengan seseorang yang masuk dalam organisasi pencinta alam kampus. Tepatnya, seorang mahasiswi, adik kelasnya, yang masuk menjadi anggota Adventure setahun lalu. Gadis itu bernama Silvi.

Sejak Silvi masuk ke organisasi Adventure, Marco kembali mengalami mimpi buruk. Padahal Silvi tidak melakukan apapun terhadap dirinya, bahkan gadis itu juga tidak berminat ikut latihan panjat tebing. Silvi memilih masuk ke UKM Adventure, namun jarang ikut kegiatan di alam bebas. Hanya saja sosok Silvi telah membuat Marco teringat pada masa lalu ... yang menyedihkan.

Cepi menyeruput kopinya. “Lo merasa terancam sama mimpi buruk itu?”

“Nggak. Tapi kayaknya lo yang kudu merasa terancam ….”

“Gue terancam sama apa?” Cepi menatap Marco dengan heran.

“Ternyata anak-anak FKIP sudah praktik mengajar. Kok, lo belum?”

“Ya begitulah … gue sama dengan lo, keteteran kuliah karena selama ini memprioritaskan naik gunung dan manjat tebing.”

“Sekarang teman-teman sekelas lo lagi praktik mengajar, sebentar lagi mereka bakal bikin skripsi, lanjut sidang. Kalau mereka sudah lulus duluan, lo nggak ada lagi kawan seangkatan di FKIP, gimana entar? Masih semangat buat menuntaskan kuliah?”

“Gue mah bakal menuntaskan kuliah walau mungkin telat. Lo mungkin yang kehilangan semangat kuliah, kalau nanti … tiba-tiba saja melihat Maryam sudah pake toga, sedangkan lo masih belum kelar.” Cepi tergelak.

Marco tak menjawab, dia menyeruput kopinya.

Kedua pria muda itu membayar kopi dan makanan, lantas menggendong ransel masing-masing. Marco dan Cepi berboncengan naik motor, pulang ke Kota Bandung.

Marco tiba di rumahnya yang besar, tapi senyap. Cuma ada satpam, tukang kebun, dan pembantu rumah tangga. Papanya sibuk bekerja. Apalagi setahun belakangan ini papanya masuk partai, makin banyak saja kegiatannya. Mamanya juga sibuk mengurus bisnis, dan aktif di organisasi sosial.

Marco adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakaknya sudah menikah dan tinggal di rumah mereka masing-masing. Adiknya kuliah di luar negeri. Marco lebih sering sendirian di rumah, dan rasanya tak ada yang bisa menahannya untuk berlama-lama di rumah sepi itu. Marco hanya mampir sebentar buat menyimpan ransel, membongkar pakaian kotor, mandi, ganti pakaian. Lantas dia makan masakan pembantunya. Lalu memasukkan beberapa buku ke ransel yang khusus buat kuliah. Marco bersiap pergi lagi.

“Den, sudah mau pergi lagi?” tanya satpam di depan rumahnya.

“Males di rumah, nggak ada siapa-siapa yang bikin betah.” jawab Marco.

“Cepetan nikah aja, Den, nanti juga betah di rumah.”

“Ide bagus, Kang.” Marco tersenyum lebar.

“Den, katanya nanti sore ibu sama bapak mau pulang. Kalau nanti Den Marco belum pulang, saya jawab apa?”

“Bilangin aja, saya lagi cari jodoh.” Lantas Marco memasang helm, menstarter motor, dan melaju meninggalkan rumahnya.

Marco menuju kampusnya. Di hari Senin itu tentu saja kampus ramai oleh mahasiswa dan dosen. Setelah parkir motor, Marco menuju homebase pencinta alam untuk menyimpan helm, dan duduk menunggu. Marco ada kuliah siang.

Marco memandangi beberapa piala yang tersimpan dalam lemari. Semua piala berasal dari kompetisi panjat tebing. Beberapa di antara piala itu diraih oleh Marco. Teringat tahun-tahun yang telah lewat, bagaimana dirinya berjuang supaya organisasi pencinta alam bisa tetap eksis di kampusnya. Aktivitasnya sebagai komandan organisasi pencinta alam kampus sangat menyita waktu, hingga dia keteteran dalam kuliah. Sekarang Marco menuai hasilnya, saat mahasiswa seangkatannya di FE mulai mengerjakan tugas akhir, berupa magang kerja di perusahaan ataupun instansi pemerintah, dirinya masih harus ikut kuliah bareng adik kelasnya.

Hubungan organisasi Adventure dengan UKM lain di kampus itu cukup baik. Mereka tidak pelit saat para aktivis dakwah kampus pinjam homebase untuk memasak, dengan suka rela para anggota Adventure tidak memasuki markasnya selama hari peminjaman itu. Dari urusan peminjaman homebase itulah, Marco mengenal Maryam.

Mulanya Marco biasa saja jika melihat “rombongan tagoni” yang beredar di kampusnya. Rombongan tagoni itu istilah beberapa orang untuk menyebut sekelompok mahasiswi aktivis masjid kampus, yang biasa disebut akhwat, mereka bergamis panjang dan longgar, berhijab lebar, dan warna busananya selalu gelap.

Suatu kali Marco datang pagi-pagi ke kampus, memasuki homebase yang masih sepi. Seperti biasa dia menaruh helmnya di atas lemari. Kemudian dia masuk ke ruang kuliah. Kelar kuliah, dia baru teringat bahwa hari itu homebase akan dipinjam oleh aktivis masjid kampus, buat tempat memasak. Karena butuh helm itu, Marco masuk ke dalam homebase. Dia terhenyak melihat homebase telah dipenuhi oleh “rombongan tagoni”, ada sekitar 20 orang akhwat yang semuanya sibuk memasak dan menyiapkan hidangan.

“Permisi Ukhti, mau ambil helm dulu.”

“Silakan Bang.” Beberapa orang akhwat menepi, memberi jalan pada Marco.

Di dekat lemari, ada meja, dan tampah berisi tumpeng besar terletak di atas meja. Seorang akhwat sedang menghias tumpeng itu. Saking asyiknya, dia tidak melihat ataupun mendengar suara Marco.

“Hiasan tumpengnya kayak gini sudah cukup kan, Say?” Akhwat itu bicara tanpa menoleh, mengira orang yang berdiri di belakangnya adalah rekannya sesama akhwat.

“Sudah cukup bagus, Say.” jawab Marco.

Akhwat itu terlonjak kaget mendengar suara lelaki, dia menoleh ke asal suara. Marco sudah berada dekat lemari, jaraknya dengan akhwat itu tidak sampai satu meter. Dari jarak sedekat itu, Marco bisa memperkirakan tinggi badan akhwat itu, sekitar 165 cm, cukup jangkung untuk ukuran wanita Indonesia. Wajahnya yang terkejut dan canggung, terlihat lucu, dan sweet. Gadis itu memepetkan tubuhnya ke dinding saat Marco berdiri di dekatnya untuk meraih helm di atas lemari.

“Sudah, silakan dilanjutkan.” Marco tersenyum ke arah gadis itu.

Gadis itu menundukkan wajah. Marco berjalan beberapa langkah sembari menenteng helm, kemudian dia menoleh lagi, dan mendapati gadis itu sedang memandang ke arahnya.

Marco bicara, “Ukhti, kalau sudah selesai masak, tolong bersihkan lagi homebase ini. Jangan berantakan dan kotor!”

Itulah awal perkenalan Marco dengan Maryam.

Related chapters

  • Mencintai Seorang Climber   bab 05. Komandan Baru yang Arogan

    Gadis itu punya nama lengkap Maryam Nur Asyifa, penampilannya sederhana, pakaian dan jilbabnya dari bahan yang murah, dan berwarna gelap. Wajahnya selalu polos tanpa make up. Namun di balik kesederhanaan itu, sebenarnya Maryam berparas cantik, dengan kulit kuning langsat. Saat dia tersenyum ada lekuk mungil di pipinya, giginya rapi dan bersih, matanya bulat bening. Tubuhnya tinggi semampai. Saat ini Maryam sudah memasuki tahun ke empat masa kuliah. Maryam tidak sempat jualan peyek, karena sibuk praktik mengajar di sebuah SMP, di Cicalengka. Itu yang dilihat Marco di akun media sosial milik Maryam. Marco dan Maryam saling follow akun medsos, walau Maryam jarang membuat postingan, Marco juga begitu. Postingan yang dibuat Maryam kadang-kadang diberi tanda like oleh Marco. Sedangkan postingan terakhir Marco di akun pribadinya, adalah saat dirinya melakukan serah terima jabatan komandan Adventure kepada yuniornya yang bernama Raymond Sanjaya. Postingan itu lewat di beranda akun medsos

    Last Updated : 2024-10-01
  • Mencintai Seorang Climber   bab 06. Kembali ke Rumah Kos

    “Hei, ibu guru sudah pulang!”Maryam tiba di teras rumah kos, disambut teriakan rekan satu kos. Tempat kos itu untuk perempuan. Di sore hari yang basah oleh gerimis, Maryam kembali ke rumah kos, setelah menyelesaikan satu bulan praktik mengajar di kawasan yang cukup jauh dari kampusnya. Sebenarnya Maryam pengin pulang ke kampungnya di Cirebon, tapi dekan FKIP meminta para mahasiswa yang sudah menyelesaikan praktik mengajar, untuk berkumpul di kampus besok siang. Maka Maryam menunda pulang ke Cirebon.“Maaf ya, nggak sempat bawa oleh-oleh.” ujar Maryam. “Tadi setelah terakhir kali mengajar, aku pamit sama orang-orang di sana, terus langsung balik ke sini.”“Nggak apa-apa.”Sebuah gerobak bakso berhenti di depan rumah kos itu. Maryam yang hendak masuk ke kamarnya, menoleh pada Mang Ujo, tukang bakso langganan anak kos. Maryam merasa lapar karena belum makan siang.“Ke mana aja, Mang? Kayaknya sudah seminggu nggak muncul. Pindah rute jualan ya?” tanya salah seorang penghuni kos.“Istri s

    Last Updated : 2024-10-10
  • Mencintai Seorang Climber   bab 07. Menemukan Pistol

    “Eh, siapa kamu?”“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”"Kenapa harus loncat pagar?”“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, l

    Last Updated : 2024-10-10
  • Mencintai Seorang Climber   bab 08. Dendam

    “Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib

    Last Updated : 2024-10-13
  • Mencintai Seorang Climber   bab 09. Gadis Pantura

    Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending

    Last Updated : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 10. Mencari Pria Gondrong

    Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa

    Last Updated : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 11. Jus Alpukat

    Marco masuk ke dalam homebase, meletakkan ranselnya. Sedangkan para penghuni homebase pura-pura kembali pada aktivitasnya semula, sambil menunggu reaksi Marco. Akan tetapi Marco malah membuka lemari, mengorek-ngorek isinya. “Cari apa lo?” tanya Raymond. “Tambang yang merah ada di mana?” Marco menyahut dengan tanya juga. “Itu tambang bukan punya kita, gue pinjam dari Skyger, mau gue balikin. Ada di mana?” “Di dalam peti.” jawab Raymond, lalu dia memberi isyarat pada temannya. Temannya Raymond bicara, “Bang, tuh bakso sama jus alpukat, barusan diantarin pedagangnya. Katanya buat Abang ya?” Marco berjalan mendekati meja, lalu membuka kertas penutup gelas, mengangkat gelas itu, dan meminumnya…. Matanya melotot. Secepat kilat dia berlari ke luar, lalu muntah-muntah di selokan kecil samping homebase. Seisi homebase terbahak-bahak. Dari luar terdengar beraneka ragam sumpah serapah dari mulut Marco. Lantas Marco masuk lagi ke homebase dengan gelas kosong di tangan. Jus mengkudu itu sud

    Last Updated : 2024-10-16
  • Mencintai Seorang Climber   bab 12. Prank

    “Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam. Sungguh Maryam merasa khawatir sekali, jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Tapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi overthinking terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond? Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco. “Menurut info, Raymond keracunan.” Nining menjelaskan berita duka yang dia peroleh dari grup WA antarmahasiswa.“Keracunan apa?” Maryam tampak heran.“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Menurut info, Raymond sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. I

    Last Updated : 2024-10-18

Latest chapter

  • Mencintai Seorang Climber   bab 82. Marco Menikah Dengan Janda?

    Sore itu Maryam datang ke rumah sahabatnya yang bernama Nining. “Skripsimu sudah selesai, Ning?” tanya Maryam. Walau Maryam dan Nining satu angkatan di FKIP, namun Maryam sudah lulus duluan. Sementara Nining agak mandeg karena ternyata masih ada satu mata kuliah yang belum lulus. “Skripsi sudah kelar, sudah acc, tapi aku belum bisa daftar sidang sarjana kalau masih ada mata kuliah yang belum lulus. Tapi mudah-mudahan semester ini semua urusan kuliahku sudah selesai.” Nining menatap Maryam, dia merasa sepertinya Maryam punya urusan penting. “Gimana, kerja di butik enak ya? Bener ya, itu butik punya mamanya Marco?” “Ning, aku sedang betul-betul bingung. Beberapa hari lagi aku akan berhenti kerja dari butik itu, aku nggak sanggup kerja di perusahaan milik keluarga Marco….” “Hah? Kenapa? Apakah mamanya Marco itu orang yang julid?” Maryam malah terdiam, dia ingat belum cerita pada sahabatnya itu tentang rencana pernikahannya dengan Marco. “Maryam, ada apa?” “Sebenarnya Marco sudah

  • Mencintai Seorang Climber   bab 81. Mencari Miss Lyla

    Susie berdiri di dekat sebuah food corner, di BIP (Bandung Indah Plaza). Mal besar itu belum terlalu ramai oleh pengunjung. Aroma masakan menggoda hidungnya. Beberapa orang duduk di dalam restoran fast food itu, menikmati burger, friend chicken, kentang goreng, es krim, dan soft drink. Susie masih menunggu. Hingga akhirnya dia tertegun melihat seorang wanita yang berjalan menghampirinya. Wanita itu …. “Hallo, kita ketemu lagi.” Wanita itu juga melihat Susie, lalu mendekati hingga hanya berjarak satu meter. “Maaf telat, banyak kerjaan di kantor.”Susie menatap lekat pada wanita itu. “Saya Lyla, yang kamu lulurin waktu hari Rabu, minggu lalu, dan yang kamu telepon kemarin. Oh ya, kamu nggak terlalu mengenali saya dalam pakaian kerja kan? Karena di ruang lulur itu kamu lebih sering memandangi punggung saya. Hmmm, panggil saja saya Mbak Lyla.”“Ya, ya, mungkin begitu. Memang Mbak Lyla yang waktu itu saya lulurin, saya masih ingat wajah Mbak.” Susie masih terkesima.“Ada perlu apa sih, k

  • Mencintai Seorang Climber   bab 80. Poligami

    Pagi itu Maryam masih berada di rumah Wati, mengobrol.“Maryam, kamu benar-benar nggak mau lagi kembali sama Marco?”“Kalau aku kembali sama dia, berarti aku merebut suami dari wanita lain! Aku nggak mau disebut pelakor. Aku dari keluarga miskin, minimal aku masih punya harkat dan martabat sebagai wanita, walau nggak punya harta. Kalau sampai aku jadi pelakor, kayaknya aku ini sudah nggak punya apa-apa lagi. Pelakor itu kayaknya sudah dianggap sebagai kasta paling rendah dari seorang wanita.”“Jadi kamu masih tetap merasa yakin, kalau Marco adalah pria yang menikahi Lyla secara siri?”“Kalau bukan dia, siapa lagi?”“Alasan pria menikahi seorang wanita secara siri, umumnya kan, karena si pria itu sudah beristri, dan tidak mau istri tuanya tahu soal pernikahannya. Tapi Marco masih bujangan, kenapa juga dia harus menikah siri? Apa alasannya?”“Mungkin karena mamanya tidak merestui hubungan Marco dengan Lyla, makanya mereka menikah siri.”“Masuk akal juga, toh dulu aku juga nggak direstui

  • Mencintai Seorang Climber   bab 79. Permintaan Marco

    Maryam membuka pintu kamarnya, menyapukan debu dari dalam kamar, lalu sekalian menyapu teras. Setelah itu kamar dipel. Kegiatan rutinnya setiap pukul enam pagi, setelah mencuci pakaian. Namun, pagi itu dia tertegun, saat baru saja selesai mengepel kamar, dia melihat Marco berjalan di koridor antara kamar-kamar kos, memasuki teras bagian belakang rumah kos itu. Kamar Maryam ada di bagian belakang, dekat dengan tempat menjemur pakaian. Maryam yang sedang ada di teras kamar, tidak bisa menghindar dari Marco.“Mau apa ke sini?” tanya Maryam.Marco berdiri di hadapan Maryam. “Aku dengar, kamu mau keluar kerja dari butik? Sudah dapat pekerjaan baru?”“Belum….”“Jadi kenapa kamu keluar? Terus nanti mau ngapain? Cari kerja sekarang kan, susah!” Marco geleng-geleng kepala. “Begini saja Maryam, kalau misalnya kamu sudah nggak betah kerja di sana, ya usahakan dulu mendapat pekerjaan baru, setelah dapat, baru keluar. Supaya kamu nggak nganggur lama.”Maryam baru mau buka mulut untuk menjawab, ta

  • Mencintai Seorang Climber   bab 78. Body Care Center

    Body Care Center Paradise, terletak di bagian belakang Hotel Paradise on The Hill. Pemandangan di siang hari sangat indah, dengan bukit dan gunung tampak di kejauhan, dan di sekitar lokasi tersebut beraneka bunga bermekaran. Body care center itu memang dikelilingi oleh taman bunga dan kolam. Udara pegunungan yang sejuk, serta aroma bunga nan harum, adalah terapi alami bagi kaum eksekutif yang ingin melakukan relaksasi di tempat itu. Sembari menikmati fasilitas perawatan tubuh, berupa spa, sauna, lulur, pijat, manicure, pedicure, dan perawatan wajah serta rambut. Bayangkan, betapa nyamannya dipijat sambil menikmati suara gemericik air dan kicau burung di taman itu.Pada malam hari, body care center itu tetap diminati pengunjung. Para eksekutif yang tak punya waktu senggang di siang hari, dapat memanfaatkan waktu luangnya di malam hari untuk melakukan perawatan tubuh. Peminatnya memang mayoritas wanita, tapi bagi pria pun sudah ada tempat khusus body care yang terpisah dari tempat wanit

  • Mencintai Seorang Climber   bab 77. Mobil Siapa?

    Para penyidik dari Polrestabes Bandung sedang membahas kasus pembunuhan di bridal milik Lyla.Iptu. Ekky bicara, “Pada malam itu Sobar tidak mau ditemani oleh Bento dan teman-temannya, mungkin karena Sobar berniat menjarah harta majikannya.”Ekky memberi perintah pada anak buahnya yang membantu penyidikan. “Panggil petugas siskamling di daerah itu. Jika benar ada mobil hitam yang parkir cukup lama di dekat halaman bridal, seharusnya para petugas siskamling melihat juga, tapi kenapa mereka tidak merasa curiga?”Beberapa jam kemudian datanglah tiga orang pria ke kantor polisi. Ketiga pria itu adalah petugas siskamling yang bertugas memeriksa keamanan lingkungan di kawasan Jalan Riau, pada hari Rabu malam, saat listrik padam.“Ya, kami melihat mobil itu Pak, Avanza hitam, atau mungkin biru tua, parkir dekat bridal milik Ibu Lyla.” jawab mereka akhirnya.“Apakah itu mobil milik Ibu Lyla?”“Bukan Pak. Mobil punya Ibu Lyla adalah sedan warna putih.”“Jadi benar malam itu ada mobil parkir de

  • Mencintai Seorang Climber   bab 76. Mobil Hitam di Tengah Malam

    Polisi kembali menjemput Kardun, Uday, Bento dan Jajang untuk diinterogasi. Mulanya mereka terus saja bicara berbelit-belit, untuk menghindari pertanyaan penyidik tentang kepergian mereka dari rumah Bento yang dijadikan arena main gapleh. Akan tetapi setelah beberapa jam masing-masing dari mereka ditanyai di ruangan terpisah, akhirnya mereka mengaku. Memang pada hari Rabu malam setelah pertandingan Persib Junior di Stadion Siliwangi, mereka berkumpul di rumah Bento. Namun kemudian, mereka keluar dari rumah Bento, untuk mendatangi Pink Flower Bridal. “Tapi sumpah Pak, kami datang ke bridalnya Ibu Lyla itu, bukan buat merampok…. Apalagi membunuh Sobar.” “Jadi mau apa kalian ke sana, hah?!” tanya Iptu. Ekky. “Mau lihat-lihat doang, Pak….” “Lihat-lihat kalau suasana sudah aman, sudah nggak ada petugas siskamling yang lewat, sehingga kalian bisa merampok bridal itu kan?!” bentak Iptu. Ekky, yang sudah lama hilang kesabarannya menghadapi keempat preman kampung itu. “Nggak Pak, s

  • Mencintai Seorang Climber   bab 75. Nikah Siri

    “Maryam, ada yang mau kutanyakan.” Wati duduk di sebelah Maryam, di ruang administrasi butik. Maryam menghentikan pekerjaannya mengecek laporan penjualan.“Kenapa kamu nggak pernah bilang, kalau kamu ternyata adalah calon menantunya Ibu Marianne?’ bisik Wati.“Nggak perlu lagi Mbak, semuanya batal.” jawab Maryam pelan.“Ya, aku tahu soal batal itu, dari Ibu Marian. Tapi… aku nggak menyangka kalau kamu punya hubungan dengan putranya Ibu Marian, nyaris menikah lagi.”“Sudah deh Mbak, jangan membahas masalah itu lagi.”“Ya, ya, kalian batal menikah kan?’ gumam Wati. “Apakah keluarga mereka nggak setuju dengan kamu? Maaf kalau aku bertanya seperti ini. Soalnya… dulu, enam tahun lalu, saat aku mulai kerja di butik ini, putranya Ibu Marian pernah pendekatan sama aku. Tapi kayaknya waktu itu Bu Marian nggak suka anaknya mendekati pegawai butik.”“Oh ya?” Maryam menoleh lagi pada Wati.“Eh, jangan salah paham Maryam. Bukan Marco yang waktu itu pendekatan sama aku. Kalau Marco kan, waktu itu m

  • Mencintai Seorang Climber   bab 74. Pengganti Maryam

    Marianne Wiratama menatap putranya yang sedang makan di meja dekat dapur. Baru saja Marianne datang ke rumahnya, untuk menegaskan kabar yang kemarin siang diberitakan oleh putranya.“Batal, atau diundur?”“Batal.” jawab Marco untuk ketiga kalinya. “Papa juga sudah kuberi tahu. Aku juga sudah bicara dengan kerabat kita yang di Cirebon, supaya membatalkan semua pesanan yang menyangkut urusan pernikahan.”“Tapi kamu sudah bayar uang muka buat gedung dan catering.” gumam Marianne, “baju pengantin juga sudah selesai dijahit.”“Uang muka sudah diambil lagi dari pengelola gedung dan pihak catering, tapi dipotong biaya pembatalan sebesar 25 persen dari uang muka yang sudah aku bayarkan. Maaf Ma, kalau aku membuat Mama kecewa, dan merasa dirugikan.” Marco memperkirakan uang yang amblas itu… mungkin sekitar 30 juta, sebagai cancelation fee. Baju pengantin belum dihitung berapa biayanya, karena dibuat di butik mamanya.“Kenapa kamu berubah pikiran, Marco? Bukankah waktu kita melamar Maryam, kamu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status