Beranda / Romansa / Mencintai Seorang Climber / Bab 02. Hanya Sebatas Iwak Peyek

Share

Bab 02. Hanya Sebatas Iwak Peyek

Penulis: Yanti Soeparmo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-30 18:17:50

Maryam merasa Marco sedang menatapnya dengan perasaan kesal karena lantai homebase yang masih kotor.

“Nanti homebase itu saya sapu, setelah beres cuci piring.” ujar Maryam.

“Itu di meja ada nasi kuning dan lauk pauk, kenapa belum dibawa ke lokasi acara?” tanya Marco sembari menuding meja di dalam homebase.

“Itu nasi kuning buat di sini ….”

Para akhwat juga memasak nasi kuning buat anak-anak pencinta alam, walaupun tentu tidak akan cukup jika untuk semua anggota. Namun cukup banyak beras yang dimasak, dua kilo. Lauknya orek tempe dan urap sayuran. Itulah masakan tanda terima kasih karena sudah diizinkan pinjam homebase.

Beberapa anggota pencinta alam masuk ke dalam homebase. Ada yang melongokkan kepala memandangi Maryam. “Teteh, itu nasi dan ce-esnya, buat kita?”

“Iya, silakan dimakan ya.” jawab Maryam.

“Asyik, makasih banyak Teteh cantik. Hei Guys, makan kuy!”

Marco berdiri di pintu, memandangi para anggota pencinta alam yang mau makan. “Hei, kelar makan nanti, lo semua bersihin nih homebase!”

“Siap Bang!”

Maryam merasa tidak enak hati, karena homebase itu kotor akibat aktivitas memasak. “Biar saya dan teman-teman saya yang bersihin nanti.”

Marco tidak menjawab, tidak juga masuk ke dalam homebase untuk gabung makan, dia malah jongkok di teras, mengeluarkan isi ranselnya. Maryam melirik sembari tetap mencuci wadah-wadah kotor bekas masak. Saat melihat isi ransel Marco yang terserak di teras homebase, Maryam menahan ketawa, dia menunduk menatap keran air. Tak urung bibirnya membentuk seulas senyum geli.

“Isi ransel mahasiswa kok, tambang.” pikir Maryam.

Saat itu Marco sedang mencari kartu ATM-nya, karena tidak ada di dompet, maka dia cari di ransel. Supaya gampang, dia mengeluarkan seluruh isi ranselnya. Tidak ada buku catatan dan diktat kuliah, melainkan peralatan memanjat tebing, seperti harnest, karabiner[1], sling[2], piton[3], martil tebing, dan tambang. Akhirnya dia menemukan kartu ATM-nya, lalu dimasukkannya lagi peralatan buat panjat tebing itu.

Maryam sudah selesai mencuci perabot, dia berjalan menghampiri Marco.

“Saya titip dulu perabotan itu di teras, sedang dikeringkan. Nanti teman-teman saya yang ambil.” ujar Maryam, karena takut dikira mau pergi begitu saja sementara perabotan yang habis dicuci bertumpuk di sudut teras homebase itu.

“Kamu mau ke acara itu?” tanya Marco seraya menuding ke aula kampus, di mana acara syukuran khinatan massal sedang berlangsung. Anak-anak kecil yang telah dikhitan beberapa hari lalu, dihadirkan di aula, bersama orang tuanya. Undangan adalah para petinggi kampus, dosen, dan para pengurus dari organisasi kampus. Tentu saja Marco yang komandan organisasi juga diundang, entah kenapa dia masih belum masuk ke aula.

“Saya lihat tadi para akhwat sudah masuk ke aula.”

“Iya, biar saja mereka yang mengurus makanan buat undangan.” Maryam malas ke aula, karena bajunya basah kena air cucian piring. Bisa saja dia pulang dulu ke tempat kos, ganti baju, lantas ke aula. Tapi dia juga sudah capek. Dia ingin istirahat sejenak sebelum nanti ikut beres-beres seusai acara tersebut.

“Permisi.” ucap Maryam, lantas meninggalkan homebase, mau pulang.

***

Maryam telah memperoleh beasiswa sejak semester III. Di waktu luangnya yang sedikit, Maryam membuat peyek, di rumah seorang temannya yang dekat kampus. Maryam dan temannya memasarkan peyek buatan mereka ke kantin kampus, dan beberapa warung. Lumayan laris, tapi karena pendapatan harus dibagi dua, laba yang didapat Maryam tidak banyak. Maryam tetap bersyukur, bisa menabung sedikit demi sedikit, karena dia ingin beli laptop untuk keperluan kuliah. Supaya jika ada tugas kuliah, dia tak perlu lagi pinjam laptop milik organisasi dakwah kampus.

Suatu pagi Maryam sedang berjalan menuju kampus, membawa sekantong besar peyek. Baru masuk gerbang kampus, dia berpapasan dengan Marco yang hendak ke luar gerbang.

“Hei Ukhti, bawa apa itu?” tanya Marco.

Sepagi itu kampus masih sepi. Jika sudah ramai, Maryam tidak akan buru-buru menjawab, karena merasa tidak yakin jika dirinya yang diajak bicara oleh komandan organisasi pencinta alam yang ganteng itu.

“Ini peyek, mau dibawa ke kantin.”

“Kamu yang bikin?”

“Iya.”

Marco tersenyum. “Saya sering beli peyek di kantin kampus, ternyata peyek bikinan kamu. Boleh saya beli?”

“Boleh.” Maryam tersenyum, dan senyumnya makin lebar karena Marco memborong sepuluh bungkus peyek kacang dan teri.

Marco bilang dia dan rekan-rekannya akan berangkat ke Pajajaran Sport Hall, ada turnamen panjat tebing yang akan mereka ikuti. Maksudnya tentu tebing buatan, yaitu climbing wall. Sebelum berangkat ke arena, mereka kumpul di kampus dan akan sarapan bersama. Mereka sudah masak nasi di rice cooker buat sarapan, dan bikin telur dadar. Marco yang belum mau makan kalau tidak ada kerupuk atau apa saja yang kriuk, lantas hendak ke luar kampus untuk mencari warung yang sudah buka. Saat itulah dia berpapasan dengan Maryam.

“Kamu mau mampir dulu di homebase?” tanya Marco setelah memberikan uang 50 ribu untuk harga 10 bungkus peyek. “Kita bareng sarapan.”

Karena merasa sudah familier dengan homebase itu, sudah dua kali Maryam memasak di homebase itu, maka Maryam melangkah ke pintu homebase, dia tidak masuk, hanya melongokkan kepala melihat orang-orang yang sedang makan.

“Hei Teteh, sini makan bareng!” ajak mereka.

“Iya, mangga tuang sing raos[4].” sahut Maryam dalam Bahasa Sunda, saat melihat mereka makan nasi dengan telur dadar dan kecap. Lantas Marco memberikan lima bungkus peyek untuk teman-temannya itu, yang segera disambut dengan gembira. Lima bungkus lagi ada di dalam ransel Marco.

“Jangan kebanyakan makan, nanti kalian jadi lambat saat memanjat.” ujar Marco pada rekan-rekannya.

“Memangnya nggak ada kuliah hari ini?” tanya Maryam.

“Ada yang libur, ada yang bolos.” jawab Marco.

“Saya mau ke kantin dulu, mau kirim peyek.” Maryam pamit, tapi Marco malah berjalan menyertainya ke kantin kampus.

Maryam menyerahkan 12 bungkus peyek pada pengelola kantin.

“Sudah ada masakan yang mateng, Bu?” tanya Marco, dia berharap ada teman makan nasi selain telur.

“Ada gorengan.”

Marco enggan makan gorengan, karena suka kepancing untuk makan cabe rawit, padahal dia mau ikut turnamen climbing. Takut sakit perut pas lagi manjat dinding. Maka dia tidak beli apa-apa. Marco berjalan menyertai Maryam.

“Saya duluan.” ujar Maryam dengan perasaan tidak karuan, karena beberapa pasang mata melihat dia berjalan bersama Marco. Ada yang menyindir.

“Penampilan aja syar’i, gamis dan jilbab lebar, ternyata cegil juga, pengin nempel juga sama si Abang.” Itu suara perempuan, tapi Maryam tidak mau mencari sumber suara.

Maryam kembali ke tempat kos.

[1] karabiner adalah cincin kait dari logam. Karabiner dipakai untuk menautkan tambang yang terikat pada tubuh pemanjat dengan anchor, ataupun sling dengan anchor. (Anchor adalah system pengamanan dalam instalasi tali temali, dalam kegiatan panjat tebing alami atau panjat dinding)

[2] Sling adalah tali pipih seperti pita, dengan kedua ujung disambungkan membentuk lingkaran, fungsinya untuk menautkan tambang yang dibawa pemanjat dengan anchor.

[3] piton adalah paku tebing dengan lubang di salah satu ujungnya, untuk tempat mengaitkan karabiner. Penggunaan piton yaitu diselipkan di antara rekahan batu, sebagai alat pengaman anchor saat pemanjatan tebing alami.

[4] Silakan makan enak.

Bab terkait

  • Mencintai Seorang Climber   bab 03. Dianggap Tidak Ada

    Setelah itu, Marco kerap beli peyek buatan Maryam, sebelum dikirim ke kantin. Katanya peyek itu buat teman makan nasi kalau di rumah, kadang jadi cemilan saat dia sedang mengerjakan tugas kuliah. Maryam tentu senang punya pelanggan tetap yang selalu membeli peyeknya dalam jumlah cukup banyak. Kadang-kadang Marco mengajak Maryam ngobrol cukup banyak, tentang kampung halaman Maryam di Cirebon. Marco minta dicarikan baju batik khas Cirebon, yang dibuat oleh wong Cirebon, katanya dia pengin pakai baju batik buat acara keluarga besarnya. Maryam mencari di pengrajin batik, di wilayah Trusmi. Dikirimkannya beberapa foto baju batik beraneka motif, ke nomor WA Marco. Sekalian dengan informasi harga. Maryam mengirim gambar baju batik dari yang cukup murah, menengah, dan mahal. Motif batik yang dipilih Maryam adalah yang khas Cirebon, seperti motif mega mendung, singa barong, dan paksi naga liman. Ternyata Marco menyukai motif batik tersebut, lantas mentransfer sejumlah uang ke rekening Ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Mencintai Seorang Climber   bab 04. Mimpi Buruk Sang Climber

    Setelah rombongan itu pergi, Marco bicara. “Gue mimpi lagi .... ketemu Tonny ... dia terus saja bilang ... aku mau mati sebagai climber.”Cepi menjawab lirih, “Jangan dipikirin terus. Semua sudah berakhir, Bro. Nggak ada lagi yang bisa lo perbuat untuk Tonny.”Marco bertanya dalam hati, Kapan ya, pertama kali datangnya mimpi itu? Mimpi buruk tentang sebuah pemanjatan di tebing, bersama seorang rekan bernama Tonny. Dalam mimpinya, Tonny sesumbar, “Aku mau mati sebagai climber!”Dulu ... sekitar tiga tahun lalu mimpi buruk itu berawal, tapi kemudian Marco merasa semua bakal pulih seperti sedia kala, termasuk hatinya. Namun sekarang, setelah bertahun lewat, mimpi buruk itu datang lagi. Marco merasa, mimpi itu datang karena ada kaitannya dengan seseorang yang masuk dalam organisasi pencinta alam kampus. Tepatnya, seorang mahasiswi, adik kelasnya, yang masuk menjadi anggota Adventure setahun lalu. Gadis itu bernama Silvi. Sejak Silvi masuk ke organisasi Adventure, Marco kembali mengalami

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Mencintai Seorang Climber   bab 05. Komandan Baru yang Arogan

    Gadis itu punya nama lengkap Maryam Nur Asyifa, penampilannya sederhana, pakaian dan jilbabnya dari bahan yang murah, dan berwarna gelap. Wajahnya selalu polos tanpa make up. Namun di balik kesederhanaan itu, sebenarnya Maryam berparas cantik, dengan kulit kuning langsat. Saat dia tersenyum ada lekuk mungil di pipinya, giginya rapi dan bersih, matanya bulat bening. Tubuhnya tinggi semampai. Saat ini Maryam sudah memasuki tahun ke empat masa kuliah. Maryam tidak sempat jualan peyek, karena sibuk praktik mengajar di sebuah SMP, di Cicalengka. Itu yang dilihat Marco di akun media sosial milik Maryam. Marco dan Maryam saling follow akun medsos, walau Maryam jarang membuat postingan, Marco juga begitu. Postingan yang dibuat Maryam kadang-kadang diberi tanda like oleh Marco. Sedangkan postingan terakhir Marco di akun pribadinya, adalah saat dirinya melakukan serah terima jabatan komandan Adventure kepada yuniornya yang bernama Raymond Sanjaya. Postingan itu lewat di beranda akun medsos

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Mencintai Seorang Climber   bab 06. Kembali ke Rumah Kos

    “Hei, ibu guru sudah pulang!”Maryam tiba di teras rumah kos, disambut teriakan rekan satu kos. Tempat kos itu untuk perempuan. Di sore hari yang basah oleh gerimis, Maryam kembali ke rumah kos, setelah menyelesaikan satu bulan praktik mengajar di kawasan yang cukup jauh dari kampusnya. Sebenarnya Maryam pengin pulang ke kampungnya di Cirebon, tapi dekan FKIP meminta para mahasiswa yang sudah menyelesaikan praktik mengajar, untuk berkumpul di kampus besok siang. Maka Maryam menunda pulang ke Cirebon.“Maaf ya, nggak sempat bawa oleh-oleh.” ujar Maryam. “Tadi setelah terakhir kali mengajar, aku pamit sama orang-orang di sana, terus langsung balik ke sini.”“Nggak apa-apa.”Sebuah gerobak bakso berhenti di depan rumah kos itu. Maryam yang hendak masuk ke kamarnya, menoleh pada Mang Ujo, tukang bakso langganan anak kos. Maryam merasa lapar karena belum makan siang.“Ke mana aja, Mang? Kayaknya sudah seminggu nggak muncul. Pindah rute jualan ya?” tanya salah seorang penghuni kos.“Istri s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Mencintai Seorang Climber   bab 07. Menemukan Pistol

    “Eh, siapa kamu?”“Ini aku, Maryam. Kamu mau ngapain ke kampus malam-malam begini, Silvi?”“Aku mau ke homebase, ada barangku yang ketinggalan.”"Kenapa harus loncat pagar?”“Aku nggak masuk lewat gerbang, karena malas ngomong minta dibukain gerbang sama satpam..”“Bisa besok lagi kamu ambil barang yang ketinggalan itu.”“Ya sudahlah, besok aja!” Silvi terlihat marah, lalu kembali memanjat pagar besi. Maryam juga terpaksa manjat lagi sambil menahan rasa sakit pada kakinya. Tak lama mereka sudah ada di trotoar jalan.“Ngapain sih, Mbak ngikutin aku?!” gerutu Silvi sambil duluan jalan, kembali ke gang tempat rumah kos mereka berada. Maryam membuntuti dengan langkah terpincang-pincang.“Heran aja ngelihat kamu ke kampus malam-malam begini. Aku juga terkadang ada barang tertinggal di markas dakwah kampus, aku cari besoknya lagi, nggak malam-malam datang ke kampus.”Silvi merengut sembari terus melangkah masuk gang. Tiba di rumah kos, Silvi mengeluarkan kunci dari saku celana panjangnya, l

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Mencintai Seorang Climber   bab 08. Dendam

    “Marco itu pembunuh keji!” ucap Silvi.Maryam terdiam sejenak, hatinya tersentak dengan ucapan Silvi tentang Marco. Tentu saja Maryam tak percaya. Maryam bertanya, “Bagaimana cara dia membunuh kakakmu?”“Dijatuhkan dari tebing.”“Hah?!” Maryam makin tercengang. “Apakah kakakmu kuliah di sini?”“Bang Tonny kuliah di PTS lain. Dia atlet panjat tebing dan panjat dinding tingkat nasional. Suatu saat ada latihan gabungan antara seluruh atlet panjat tebing se Jawa Barat, latihannya di Tebing Lawe, di Jawa Tengah. Kemudian … Bang Tonny pulang dalam keranda, diantar rekan-rekannya sesama pemanjat tebing. Menurut mereka, kakakku terjatuh dari tebing, dan kematiannya adalah akibat kecelakaan.""Orang tuaku terpaksa menerima keadaan itu. Tapi setelah kematian Bang Tonny, ayahku jadi murung, merasa nggak punya lagi anak laki-laki yang bisa meneruskan nama keluarga. Setelah itu… ayahku menikah lagi, dengan alasan ingin punya anak laki-laki, karena ibuku sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Ib

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Mencintai Seorang Climber   bab 09. Gadis Pantura

    Maryam bergidig melihat cara Silvi bicara. Tampaknya Silvi sudah dibutakan oleh dendam yang berkarat dalam hatinya.Maryam berujar, “Aku akan bicara pada Marco, supaya dia berhati-hati terhadap orang yang dia anggap teman, padahal musuh yang mengejarnya.”“Silakan kamu bilang sama Marco, kalau aku mau bunuh dia!” Silvi malah menantang. “Aku berharap Marco akan percaya ucapanmu, lalu dia terprovokasi, dan suatu saat dia mengintimidasi aku terlebih dahulu! Mungkin dia akan terpancing untuk melakukan penganiayaan terhadap diriku, di hadapan banyak orang! Dengan senang hati, aku akan melaporkan Marco ke polisi, atas berbagai tuduhan, misalnya penganiayaan, atau mengancam keselamatanku. Oh ya, ada tuduhan yang lebih kejam lagi, pelecehan seksual, supaya dia dipermalukan sekalian di hadapan seisi kampus!”Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia betul-betul tak punya lagi rasa takut, biarpun dia melihat Maryam melangkah menuju homebase. Buat Maryam, tingkah Silvi sudah tergolong nekad, mending

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Mencintai Seorang Climber   bab 10. Mencari Pria Gondrong

    Silvi malah teriak lagi, “Ayo Mbak Maryam, bilang aja terus terang sama dia!” Lantas Silvi duduk santai di bangku kayu, yang ada di teras homebase.“Ada apa?” tanya Marco.Maryam tak tahu harus bicara apa. Ketika sedang berpikir, pandangan Maryam menangkap sosok seorang pedagang yang berjalan masuk ke dalam areal kampus sembari membawa baki. Pedagang itu tiba di depan pintu homebase.Maryam mengenali sosok pedagang itu sebagai Mang Ujo, pedagang bakso yang kerap mampir di tempa kosnya.Maryam berpikir, “Tumben Mang Ujo dagang di kampus, karena biasanya dia jualan keliling. Atau mungkin dia sudah lelah berkeliling, jadi sekarang memilih mangkal di kampus?”“Ini baksonya, A.” Mang Ujo menghampiri Marco dengan membawa baki berisi semangkuk bakso dan segelas jus buah.Marco menoleh pada Mang Ujo. “Oh iya, makasih Mang. Kebetulan saya sudah haus banget.” Marco mengambil gelas berisi jus alpukat pesanannya. Dia menoleh pada Maryam. “Kamu mau bakso? Atau jus buah? Atau dua-duanya? Aku pesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15

Bab terbaru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 116. Katakan Cinta Padaku

    Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua

  • Mencintai Seorang Climber   bab 115. Jenuh Hidup Sendiri

    Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su

  • Mencintai Seorang Climber   bab 114. CLBK?

    Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.

  • Mencintai Seorang Climber   bab 113. Tempat Paling Aman

    Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada

  • Mencintai Seorang Climber   bab 112. Bestie Baru

    Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p

  • Mencintai Seorang Climber   bab 111. Marco Mendekati Lagi Maryam

    Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam

  • Mencintai Seorang Climber   bab 110. Rencana Gathering

    “Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu

  • Mencintai Seorang Climber   bab 109. Bertemu mantan Kekasih

    Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger

  • Mencintai Seorang Climber   bab 108. Outbound

    Udara pagi yang sejuk dan segar, di bawah kerindangan pepohonan di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan anak dari TKIT Bunga Bangsa dengan ceria mengikuti Adventure Kids Camp. Beberapa guru dan pendamping dari TK itu ikut menemani murid-muridnya, mengawasi jika ada murid yang cedera. Walaupun sebetulnya sangat kecil kemungkinan anak-anak itu mengalami cedera saat mengikuti outbound, karena beberapa orang instruktur dari arena outbound itu mengawasi mereka dengan seksama.Acara outbound memang ada dalam jadwal TKIT Bunga Bangsa. Dua bulan sekali anak-anak dibawa ke arena outbound di beberapa lokasi, tentu saja yang masih berada dekat dengan Kota Bandung. Sebulan lalu pihak TKIT menerima brosur dari Adventure Kids Camp, berikut tawaran untuk datang ke camp itu, ada diskon yang cukup besar, karena camp itu baru dibuka. Kepala TKIT memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ternyata arena camp baru itu cukup menyenangkan.Tidak ada paksaan jika pihak orang tua tidak mengizinkan anakny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status