Malam itu, aku mabuk. Oscar yang mengantarku pulang. Ketika turun dari mobil, Oscar menggendongku di punggungnya dan aku tergelak. Namun, aku bersikeras tidak mau masuk ke rumah.Oscar pun menggendongku sambil berjalan-jalan di area kompleks. Oscar menceritakan semua kejadian saat kami di universitas. Tentu saja aku tahu Oscar sangat baik kepadaku. Tak lama kemudian, aku tertidur di punggung Oscar.Aku sama sekali tidak ingat bagaimana aku pulang ke rumah dan diantar ke kamar. Pokoknya aku merasa tenang karena orang tuaku yang menjaga putriku. Aku tidak takut sedikit pun dan bisa melakukan apa pun yang kuinginkan.Tiba-tiba, aku terbangun karena ponselku berdering. Kepalaku sangat sakit, tetapi aku tahu hari ini libur. Aku mengakhiri panggilan telepon dan membenamkan wajahku di bantal. Aku berusaha untuk tidak memikirkan apa pun dan lanjut tidur.Namun, aku tidak bisa tidur lagi. Kesedihan terus memenuhi benakku.Tiba-tiba, ponselku berdering lagi. Aku melihat ponsel, ternyata Taufan y
Aku ragu harus menerima panggilan telepon atau tidak. Taufan yang meneleponku. Ayahku mengamati ekspresiku. Aku pun memutuskan untuk menjawab panggilan telepon, lalu terdengar suara Taufan. "Aku di bandara, cepat jemput aku."Lagi-lagi, Taufan memerintahku. Aku benar-benar tidak berdaya, Taufan punya asisten dan banyak bawahan, kenapa dia menyuruhku untuk menjemputnya di bandara? Dia pikir dia siapa? Apa aku ini sopir atau pelayannya?"Maaf, ada tamu di rumahku. Aku nggak bisa keluar," tolakku. Kemudian, Taufan mengakhiri panggilan telepon.Aku hampir memaki, dasar pria berengsek, beraninya dia mengakhiri panggilan teleponku lagi. Aku hendak meletakkan ponsel di meja, tiba-tiba ada pesan masuk. Aku membuka pesan itu, ternyata Taufan mengirim gambar Oscar yang membawa barang sambil mengetuk pintu dari rekaman kamera pengawas. Taufan juga mengirim pesan.[ Ini tamu kamu? Sejak kapan dia menjadi tamu istimewa yang membuatmu tidak bisa keluar? Adele pasti menungguku untuk makan bersama. ]
Aku merasa gugup. Bagiku, ucapan Taufan terlalu berlebihan.Aku melihat pemandangan indah di depanku dan bergeming. Aku memang takjub, apa ini rumah yang belum selesai itu? Benar-benar megah.Taufan turun dari mobil dan mengambil kopernya di kursi penumpang belakang. Kemudian, dia membuka pintu mobil kursi penumpang depan, lalu menggandengku dan berjalan masuk ke dalam rumah. Aku pun mengikutinya.Bagian dalam rumah itu sangat mewah. Begitu masuk, tiba-tiba terdengar suara seruan. "Bapak sudah pulang!"Beberapa pelayan menghampiri Taufan dan mengambil koper dengan gembira. Sepertinya, pelayan di sini sangat setia kepada Taufan. Setelah masuk ke kamar Taufan, dia menahanku di pintu dan bertanya dengan suara serak, "Kelihatannya, kamu tidak merindukanku?"Hatiku terasa sakit. Aku tersenyum dan menunduk. Sebenarnya, aku adalah orang yang keras kepala. Aku sulit mengungkapkan kekesalan di hatiku.Taufan mendekatiku dan terus mengamatiku, seperti sedang menebak pemikiranku. Taufan bertanya
Malam itu, aku tidak pulang untuk menemani Oscar dan keluargaku makan bersama. Aku tinggal di vila Taufan karena aku tidak tega membiarkan Taufan merayakan tahun baru sendirian di rumah yang besar ini. Taufan menceritakan banyak momen-momen bahagia bersama orang tuanya sebelum mereka meninggal. Namun, dia tidak menceritakan kehidupannya setelah itu.Aku tidak berani bertanya karena aku tidak ingin Taufan mengingat masa-masa yang menyakitkan itu. Pantas saja Taufan sangat suka merasakan kehangatan keluarga dan sangat sabar kepada Adele. Aku tebak Taufan pasti mengikuti jejak ayahnya.Namun, saat mendengar cerita Taufan, aku merasakan sesuatu yang aneh. Sepertinya, aku tidak bisa mengingat banyak hal. Hari ini, aku baru menyadarinya.Aku hanya ingat kejadian setelah tahun ketiga di SMA. Akan tetapi, aku tidak ingat dengan kejadian sebelum itu. Aku tidak ingat dengan masa kecilku dan seperti apa perlakuan orang tuaku kepadaku. Sepertinya, aku juga tidak punya teman.Aku bahkan sangat iri
Berhubung Luna datang dengan motif tersembunyi, aku terpaksa mengikuti arus, melihat apa yang hendak dilakukannya, lalu mencari petunjuk.Aku mengangguk. “Nona Luna memang baik hati!”“Nggak, gimanapun ini adalah simpul hatinya, nggak ada yang bisa membuka simpul ini.” Seusai berbicara, Luna pun melihatku dengan tatapan menantang.Aku tahu siapa orang yang dimaksud Luna, orang itu adalah aku.Pada acara malam ulang tahun itu, Taufan merasa sangat emosi. Aku yakin Luna pasti mengetahui hasil ini.“Sebenarnya Kak Taufan seharusnya tahu apa yang dia inginkan. Bright Celestial didirikan oleh ayahnya, Johan Celes.” Nada bicara Luna sangatlah yakin. Tidak dipungkiri, Luna memang berhak untuk bersuara soal Keluarga Celes.“Bukankah seharusnya Keluarga Celes sudah memiliki bisnis keluarga?” Aku merasa sangat tertarik, tidak mungkin mereka tidak memiliki apa-apa.“Awalnya memang ada, selama ini selalu dikelola oleh Tuan Besar Celes hingga dia berusia 60 tahun, baru dia menyerahkannya ke tangan
Aku samar-samar mengerti. Sepertinya kematian Alina tidak sesederhana itu.Luna segera merevisi ucapannya, “Maksudku adalah Kak Taufan nggak boleh memegang kendali. Meskipun Alina nggak tergantikan di hatinya, hubungan mereka juga nggak akan membuahkan hasil apa pun. Meskipun dia nggak mati, mereka juga nggak akan bisa bersama!”“Kalau Alina nggak tergantikan di hati Pak Taufan, sepertinya Nona Luna akan merasa sangat sengsara, ya!” Aku sengaja menyindirnya, “Gimanapun, masalah ini berdampak langsung sama kamu.”Raut wajah Luna langsung terkaku. Dia segera melengkungkan ujung bibirnya ke atas. “Aku nggak peduli dengan masalah ini. Meskipun ada seribu Alina di hadapanku, dia hanya boleh menjadi milikku,” Luna berkata dengan sangat percaya diri.Aku mengangguk tanda mengaguminya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ucapan Luna, ada Grup Celes yang menyokongnya.“Gimana ceritanya Alina bisa meninggal?” Tiba-tiba aku bertanya. Sebelumnya saat Luna mengungkit masalah orang itu kepadaku,
Saat aku membaca data Danny, aku sudah mengetahui kemampuannya. Dia pernah mengikuti pelatihan khusus, hanya saja waktu itu Taufan berpesan kepadaku untuk tidak boleh membocorkan identitasnya kepada siapa pun.Sekarang semua orang di luar mengira Danny hanyalah seorang anak semata wayang yang merupakan mahasiswa unggul di universitas terkenal saja.Aku merasa berhubung Danny direkomendasi oleh Taufan, sepertinya tidaklah bagus dan aman untuk memanfaatkannya dalam menyelidiki masalah Keluarga Celes.Biasanya sebelum Tahun Baru, mayoritas perusahaan sudah menyusun rencana perusahaan untuk tahun berikutnya. Namun, Bright Celestial malah membuatku kewalahan.Mereka meminta untuk segera memulai pekerjaan, dengan catatan ingin memperpendek masa pekerjaan. Alasannya karena semua rumah telah terjual. Penghuni sudah tidak sabar ingin menetap.Namun pada saat ini, proyek Eternal Real Estate masih berjalan dan tidak mungkin dihentikan.Aku menelepon Taufan, tetapi dia sedang di luar negeri. Aku p
Hubungan aku dengan Gilbert tidak tergolong dekat. Kenapa dia malah bersedia memberi bantuan yang begitu besar? Sepertinya ada udang di balik batu?Namun, aku tidak kepikiran apa tujuannya? Lagi pula, aku hanya memiliki sebuah perusahaan kecil, apa gunanya dia memanfaatkannya? Aku sungguh kehabisan akal.Gilbert menatapku beberapa saat. Tetiba dia tersenyum padaku. “Apa kamu tidak yakin? Jangan berpikir kebanyakan. Anggap saja ini balasan karena kamu telah membantuku waktu itu! Aku tidak suka berutang budi, apalagi utang budi terhadap wanita!”“Pak Gilbert, saat lagi kerja, jangan anggap aku itu wanita!” ucap aku dengan nada setengah bercanda.“Kamu? Bukan wanita?” Senyuman di wajah Gilbert semakin lebar lagi. “Siapa yang bisa tidak menganggapmu sebagai wanita?”Seusai tersenyum, Gilbert melanjutkan, “Jangan berpikir kebanyakan! Masalah sepele ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan bantuanmu. Lagi pula, kamu tetap harus membayar upah pekerja. Semua ini terdengar agak memalukan, tap
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung